SERUMEN OBTURANS
Penguji :
dr. Wiendyati R., Sp THT-KL
Oleh :
Ari Nasrika 11.2013.185
Kata Pengantar
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang atas karunia-Nya. Saya dapat
membuat tugas laporan case tentang tonsilitis kronis dengan rhinitis akut dan serumen
obturans. Laporan case di atas ini saya susun, untuk memenuhi syarat kepaniteraan THT di
RSUD Tarakan dan mempermudah proses belajar saya dalam memahami definisi, gejala serta
terapi dari tonsilitis kronis dengan rhinitis akut dan serumen obturans.
Saya menyadari bahwa laporan case ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
saya mohon kritik dan saran yang membangun dari pembaca, agar proses pembelajaran bagi
saya selama kepaniteraan THT dapat dimengerti dengan baik serta berguna untuk saya
dimasa depan.
Saya sampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dokter dr.Wiendyati R.
Sp.THT-KL sebagai penguji yang telah meluangkan waktu untuk membimbing kami. Semoga
Allah SWT melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua. Amin
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................2
BAB I
PENDAHULUAN..................................................................................4
BAB I
PENDAHULUAN
Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin waldeyer.
Cincin waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat dalam rongga mulut yaitu :
tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina (tonsil faucial), tonsil lingual (tonsil pangkal lidah),
tonsil tuba eustachius (lateral band dinding faring/ gerlachs tonsil).
Penyebaran infeksi melalui udara (air bone droplets), tangan dan ciuman. Dapat terjadi pada
semua umur, terutama anak.1
Tenggorok dianggap sebagai pintu masuk organisme yang menyebabkan berbagai penyakit,
dan pada beberapa kasus organisme masuk ke dalam tubuh melalui pintu gerbang ini tanpa
menyebabkan gejala-gejala lokal yang menarik perhatian. Penyakit-penyakit orofaring dapat
dibagi menjadi beberapa yang menyebabkan sakit tenggorokan akut dan penyakit yang
berhubungan dengan sakit tenggorokan kronis.2
Tonsilitis akut merupakan peradangan akut dari tonsila palatina namun jika peradangan akut
ini tidak sembuh dapat berlanjut menjadi tonsilitis kronik. Gejala klinis nya yaitu : disfagia,
tenggorokan kering, nafas berbau.3 Tatalaksana antibiotik,simptomatik atau tonsilektomi
apabila timbul komplikasi.3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI DAN FISIOLOGI OROFARING
Orofaring di sebut juga mesofaring, dengan batas atasnya adalah palatum mole. Batas
bawahnya adalah tepi atas epiglotis, ke depan adalah rongga mulut, sedangkan kebelakang
adalah vertebra servikal.1
Struktur yang terdapat di rongga orofaring adalah dinding posterior faring, tonsil palatina,
fosa tonsil serta arkus faring anterior dan posterior, uvula, tonsil lingual dan foramen sekum. 1
Orofaring termasuk cincin jaringan limfoid yang sirkumferensial disebut cincin waldeyer.2
Secara klinik dinding posterior faring penting karena ikut terlibat pada radang akut atau
radang kronik faring, abses retrofaring, serta gangguan otot-otot dibagian tersebut. Gangguan
otot posterior faring bersama-sama dengan gangguan n. Vagus.1
-
Fosa tonsil
Fosa tonsil dibatasi oleh arkus faring anterior dan posterior. Batas lateralnya adalah m.
Konstriktor faring superior. Pada batas atas yang disebut kutub atas (upper pole) terdapat
suatu ruang kecil yang dinamakan fosa supra tonsil. Fosa ini berisi jaringan ikat jarang dan
biasanya merupakan tempat nanah memecah keluar bila terjadi abses. Fosa tonsil diliputi oleh
5
fasia yang merupakan bagian dari fasia bukofaring, dan disebut kapsul yang sebenarnya
bukan merupakan kapsul yang sebenarnya.1
-
Tonsil
Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat kriptus
didalamnya.
Terdapat tiga macam tonsil yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina dan tonsil lingual
yang ketiga-tiganya membentuk lingkaran yang disebut cincin walddeyer.1 Bagian cincin
yang lain termasuk jaringan limfoid dan tonsila palatina atau fausial, tonsil lingual, dan
folikel limfoid pada dinding posterior faring. Semuanya mempunyai struktur dasar yang
sama: massa limfoid ditunjang oleh kerangka retinakulum jaringan penyambung. Adenoid
(tonsila faringeal) mempunyai struktur limfoidnya tersususn dalam lipatan: tonsila palatina
mempunyai susunan limfoidnya sekitar pembentukan seperti kripta. Sistem kripta yang
kompleks dalam tonsila palatina mungkin bertanggung jawab pada kenyataannya bahwa
tonsila palatina lebih sering terkena penyakit dari pada komponen cincin limfoid lain. Kripta
kripta ini lebih berlekuk-lekuk pada kutub atas tonsila, menjadi mudah tersumbat oleh
partikel makanan, mukus sel epitel yang terlepas, leukosit, dan bakteri, dan tempat utama
pertumbuhan bakteri patogen. Selama peradangan akut, kripta dapat terisi dengan koagulum
yang menyebabkan gambaran folikular yang khas pada permukaan tonsila.2
Tonsila lingualis mempunyai kripta-kripta kecil yang tidak terlalu berlekuk-lekuk atau
bercabang dibandingkan dengan tonsila palatina. Hal yang sama pada adenoid, dan terdapat
kripta yang kurang jelas atau pembentukan celah dalam kumpulan limfoid lain dalam fosa
rosenmuller dan dinding faring.2 Tonsil palatina yang biasanya disebut tonsil saja terletak
didalam fosa tonsil. Pada kutub atas tonsil seringkali ditemukan celah intratonsil yang
merupakan sisa kantong faring yang kedua. Kutub bawah tonsil biasanya melekat pada dasar
lidah. Permukaan medial tonsil bentuknya beraneka ragam dan mempunyai celah yang
disebut kriptus. Epitel yang melapisi tonsil ialah epitel skuamosa yang juga meliputi riptus.
Didalam kriptus biasanya ditemukan leukosit, limfosit, epitel yang terlepas, bakteri dan sisa
makanan. Permukaan lateral tonsil melekat pada fasia faring yang sering juga disebut kapsul
tonsil. Kapsul ini tidak melekat erat pada otot faring, sehingga mudah dilakuka diseksi pada
tonsilektomi.
-
PerdarahanTonsil
6
Tonsil mendapat darah dari a. Palatina minor, a. Palatina asendens, cabang tonsil a. Maksila
eksterna, a. Faring asendens dan a. Lingualis dorsal. Tonsil lingual terletak didasar lidah dan
dibagi menjadi dua oleh ligamentum glosoepiglotika. Digaris tengah, di sebelah anterior
massa ini terdapat foramen sekum pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papila
sirkumvalata. Tempat ini kadang-kadang menunjukan penjalaran duktus tiroglosus dan secara
klinik merupakan tempat penting bila ada masssa tiroid lingual (lingual thyroid) atau duktus
tiroglosus.1
-
Plika Triangularis
Diantara pangkal lidah dan bagian anterior kutub bawah tonsil terdapat plika triangularis
yang merupakan suatu struktur normal yang telah ada sejak masa embrio. Serabut ini dapat
menjadi penyebab kesukaran saat pengangkatan tonsil dengan jerat. Komplikasi yang sering
terjadi adalah terdapatnya sisa tonsil atau terpotongnya pangkal lidah.4
-
Aliran getah bening dari daerah tonsil akan menuju rangkaian getah bening servikal profunda
(deep jugular node) bagian superior di bawah M. Sternokleidomastoideus, selanjutnya ke
kelenjar toraks dan akhirnya menuju duktus torasikus. Tonsil hanya mempunyai pembuluh
getah bening eferan sedangkan pembuluh getah bening aferen tidak ada.4
-
Persarafan
Tonsil bagian atas mendapat sensasi dari serabut saraf ke V melalui ganglion sfenopalatina
dan bagian bawah dari saraf glosofaringeus.4
-
Imunologi Tonsil
Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit, 0,1-0,2% dari keseluruhan
limfosit tubuh pada orang dewasa. Proporsi limfosit B dan T pada tonsil adalah 50%:50%,
sedangkan di darah 55-75%:15-30%. Pada tonsil terdapat sistim imun kompleks yang terdiri
atas sel M (sel membran), makrofag, sel dendrit dan APCs (antigen presenting cells) yang
berperan dalam proses transportasi antigen ke sel limfosit sehingga terjadi sintesis
imunoglobulin spesifik. Juga terdapat sel limfosit B, limfosit T, sel plasma dan sel pembawa
IgG.4
Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi dan proliferasi
limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil mempunyai 2 fungsi utama yaitu 1) menangkap dan
mengumpulkan bahan asing dengan efektif; 2) sebagai organ utama produksi antibodi dan
sensitisasi sel limfosit T dengan antigen spesifik.
-
masing-masing anak. Pada umumnya adenoid akan mencapai ukuran maksimal antara usia 37 tahun kemudian akan mengalami regresi.4
T0
: Post tonsilektomi
T1
T2
: Tonsil sudah melewati fossa tonsil tapi masih berada diantara garis
khayal yang terbentuk antara fossa tonsil dan uvula ( Paramedian line )
T3
permukaan medial terdapat kripta (Amaruddin T, 2007). Tonsila palatina merupakan jaringan
limfoepitel yang berperan penting sebagai sistem pertahanan tubuh terutama terhadap protein
asing yang masuk ke saluran makanan atau masuk ke saluran nafas. Mekanisme pertahanan
dapat bersifat spesifik atau non spesifik. Apabila patogen menembus lapisan epitel maka sel
sel fagositik mononuklear pertama tama akan mengenal dan mengeliminasi antigen
(Farokah, 2005). Tonsil mempunyai dua fungsi utama yaitu menangkap dan mengumpulkan
bahan asing dengan efektif dan sebagai organ produksi antibodi dan sensitisasi sel limfosit T
dengan antigen spesifik (Kartika H, 2008). Tonsil merupakan jaringan kelenjar limfa yang
berbentuk oval yang terletak pada kedua sisi belakang tenggorokan. Dalam keadaan normal
tonsil membantu mencegah terjadinya infeksi. Tonsil bertindak seperti filter untuk
memperangkap bakteri dan virus yang masuk ke tubuh melalui mulut dan sinus. Tonsil juga
menstimulasi sistem imun untuk memproduksi antibodi untuk melawan infeksi. Lokasi tonsil
sangat memungkinkan terpapar benda asing dan patogen, selanjutnya membawanya ke sel
limfoid. Jika tonsil tidak mampu melindungi tubuh, maka akan timbul inflamasi dan akhirnya
terjadi infeksi yaitu tonsilitis (tonsillolith). Aktivitas imunologi terbesar tonsil ditemukan
pada usia 3 10 tahun (Amarudin T, 2007). 4
1.1 ANAMNESIS FARING
Keluhan kelainan didaerah faring umumnya adalah1
1.
Nyeri tenggorok, keluhan ini dapat hilang timbul atau menetap. Apakah nyeri
tenggorok ini disertai dengan demam, batuk, serak dan tenggorok terasa kering.
Nyeri tenggorokan seperti : tonsilitis akut atau kronis, faringitis, lesi ulseratif pada
faring.
Odinofagi (nyeri menelan) : ulkus abses peritonsilar atau retrofaringeal, tonsilitis
lingua dll.
Disfagia : pembesaran tonsil, tumor farafaringeal, keganasan pada tonsil, pangkal
lidah,dinding faring posterior, paralisis palatum molle.
Perubahan suara
nyeri telinga
mendengkur atau snoring : tonsil yang besar, lesi orofaringeal yang menyebabkan
obstruksi saluran nafas
Halitosis (bau mulut) : infeksi tonsil, post nasal discharge, keganasan
Gangguan pendengaran konduktif : gangguan tuba eustachius (karena pembesaran
tonsil, celah pada palatum , paralisis palatum, faringitis atau tosilitis berulang)
sebagainya 5
Kultur dan uji resistensi bila diperlukan
10
11
Gelas kedua dan ketiga dapat lebih hangat. Dianjurkan untuk memberikan petunjuk secara
khusus pada penderita untuk menggunakan cairan obat kumur setiap 2 jam. 2
Penisilin masih obat pilihan, kecuali bila organismenya resisten atau penderita sensitif
terhadap penisilin. Pada kasus tersebut eritromisin atau antibiotik spesifik yang efektif
melawan organisme sebaiknya digunakan. Pengobatan sebaiknya dilanjutkan untuk seluruh
perjalanan klinis antara 5-10 hari. Jika streptococus beta hemoliticus grop A dibiak, penting
untuk mempertahankan terapi antibiotik yang adekuat untuk 10 hari untuk menurunkan
kemungkinan dari komplikasi non supurativa seperti penyakit jantung rematik dan nefritis.
Suntikan dosis tunggal 1,2 juta unit benzatine penisilin intra muskular juga efektif dan
disukai jika terdapat keraguan bahwa penderita telah menyelesaikan seluruh terapi antibiotik
oral.2
Penderita tertentu tetap menunjukan biakan positif setelah pengobatan yang adekuat dengan
penisilin. Mekanisme untuk tampaknya paling mungkin adalah dihasilkan beta laktamase
oleh organisme yang hidup bersama seperti branhamella catarrhalis, yang sering kali terdapat
dalam flora mulut campuran. Percobaan dengan klindamisin dianjurkan untuk membasmi
organisme organisme yang resisten ini.2
Komplikasi
Pada anak sering menimbulkan komplikasi otitis media akut, sinusitis, abses peritonsil (qunsy
thorat), abses paraparing, bronkitis, glomerulonefritis akut, miokarditis, artritis serta
septikemia akibat inveksi v. Jugularis interna (sindrom leimeirre).
Akibat hipertrofi tonsil akan menyebabkan pasien bernapas melalui mulut, tidur mendengkur
(ngorok), gangguan tidur karena teradinya sleep apnea yang dikenal sebagai obstructive sleep
apnea syndrome (OSAS).1
-
Etiologi
Penyebab penyakit ini adalah Corynebacterium diphteriae yaitu suatu bakteri gram positif.
Tonsillitis difteri sering ditemukan pada anak kurang dari 10 tahun dan frekuensi tertinggi
pada usia 2-5 tahun walaupun pada orang dewasa masih mungkin menderita penyakit ini.1
Manifestasi klinis
12
Gejala umum dari penyaki ini adalah terjadi kenaikan suhu subfebril, nyeri kepala, tidak
nafsu makan, badan lemah, dan nadi lambat serta nyeri menelan.
Gejala lokal yang tampak tonsil membengkak ditutupi bercak putih kotor makin lama makin
meluas dan menyatu membentuk membran semu. Membran ini melekat erat pada dasar dan
bila diangkat akan timbul pendarahan. Bila infeksi tidak terbendung kelenjar limfa leher akan
membengkak menyerupai leher sapi (bull neck) atau disebut jugaburgemesesters hals.
Gejala eksotoksin akan menimbulkan kerusakan pada jantung berupa miokarditis sampai
decompensation cordis. Apabila mengenai saraf kranial akan menyebabkan kelumpuhan otot
palatum dan otot-otot pernafasan dan pada ginjal menimbulkan albuminuria.1
Pemeriksaan
Dilakukan dengan cara preparat langsung kuman(dari permukaan bawah membrane semu).
Medium transport yang dapat dipaki adalah agar Mac conkey atau Loffler. Tes Schick (tes
kerentanan terhadap diphteria) dilakukan untuk uji resistensi terhadap diphtheria.
Diagnosis
Di tegakan berdasarkan gambaran klinikdan pemeriksaan preparat langsung kuman yang
diambil dari permukaan bawah membran semu dan didapatkan kuman corynebacterium
diptheriae.1
Terapi
Secara khusus dapat dilakukakan dengan pemberian :
1. Antitoksin : serum anti diphtheria (ADS),Anti difteri serum diberikan segera
tanpa menunggu hasil kultur dengan dosis 20.000-100.000 unit tergantung dari
umur dan beratnya penyakit itu.
2. Anti microbial : penisilin atau eritromisin 25-50 mgper kg berat badan dibagi
dalam 3 dosis dalam 14 hari
3. Kortikosteroid : 1,2 mgper kg berat badan per hari. Antipiretik untuk
simptomatis. Karena penyakit ini menular, pasien harus diisolasi. Perawatan
harus istirahat ditempat tidur selama 2-3 minggu.
Pencegahan
13
Untuk mencegah penyakit ini dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan pada diri anak
serta memberikan penyuluhan tentang penyakit ini pada anak-anak. Selain itu juga diberikan
imunisasi yang terdiri dari imunisasi DPT dan pengobatan carrier. Kekebalan aktif diperoleh
dengan cara inapparent infection dan imunisasi dengan toksoid diphtheria. Kekebalan pasif
diperoleh secara transplasental dari ibu yang kebal terhadap diphtheria (sampai 6 bulan) dan
suntikan antitoksin (2-3 minggu).1
Komplikasi
Laryngitis difteri dapat berlangsung cepat, membrane semu menjalar ke laring dan
menyebabkan gejala sumbatan. Makin muda usia pasien makin cepat timbul komplikasi ini.
Miokarditis dapat mengakibatkan payah jantung atau dekompensasio cordis. Kelumpuhan
otot palatum mole, otot mata untuk akomodasi, otot faring serta otot laring sehingga
menyebabkan kesulitan menelan, suara parau dan kelumpuhan otot-otot pernafasan.
Albuminuria sebagai akibat komplikasi ginjal.1
1.5 WORKING DIAGNOSIS
TONSILITIS KRONIK
Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronik ialah rangsangan yang menahun dari rokok,
beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik dan
pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat. Kuman penyebabnya sama dengan tonsilitis
akut tetapi kadang-kadang kuman berubah menjadi kuman golongan gram negatif.1
Etiologi Tonsilitis Kronis
Etiologi penyakit ini dapat disebabkan oleh serangan ulangan dari tonsilitis akut yang
mengakibatkan kerusakan permanen pada tonsil atau kerusakan ini dapat terjadi bila fase
resolusi tidak sempurna. Bakteri penyebab tonsilitis kronis pada umumnya sama dengan
tonsilitis akut, yang paling sering adalah kuman gram positif (Kazzi AA, 2002 ; Arif
Mansyoer dkk, 2001). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh para ahli, bakteri yang
paling banyak ditemukan pada jaringan tonsil adalah Streptococcus hemolyticus. Beberapa
jenis bakteri lain yang dapat ditemukan adalah Staphylococcus, Pneumococcus,
Haemophylus influenza, virus, jamur dan bakteri anaerob. 4 Meskipun tonsilitis kronis dapat
disebabkan berbagai bakteri namun streptococcus hemolyticus group A perlu mendapatkan
14
perhatian yang lebih besar karena dapat menyebabkan komplikasi yang serius diantaranya
demam rematik, penyakit jantung rematik, penyakit sendi rematik dan glomerulonefritis. 4
Patologi
Karena proses radang berulang yang timbul maka selain epitel mukosa jug jaringan limfoid
terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut yang
akan mengalami pengerutan sehingga kripta melebar. Secara klinis kripta ini tampak diisi
oleh detritus. Proses berjalan terus hingga menembus kapsul tonsil dan
akhirnya
menimbulkan perlekatan dengan jaringan disekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini
disertai dengan pembesaran kelenjar limfe submandibula.2
Gejala dan tanda
Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukan yang tidak rata, kriptus melebar
dan beberapa kripti terisi oleh detritus. Rasa ada yang mengganjal di tenggorok, dirasakan
kering ditenggorok dan nafas berbau.1 Pada umumnya, terdapat dua gambaran yang secara
menyeluruh berbeda yang tampaknya cocok dimasukan kategori tonsilitis kronis. Pada satu
jenis tonsila membesar, dengan adanya hipertrofi dan jaringan parut. Sebagian kripta tampak
mengalami stenosis, tapi eksudat yang seringkali purulen, dapat diperlihatkan dari kriptakripta tersebut. Pada beberapa kasus satu atau dua kripta membesar, dan suatu bahan seperti
keju atau seperti dempul amat banyak diperlihatkan dari kripta. 2 Tanda klinik tidak harus
ada seluruhnya, minimal ada kripte melebar dan pembesaran kelenjar sub angulus mandibula.
Gabungan tanda klinik yang sering muncul adalah kripte melebar, pembesaran kelenjar
angulus mandibula dan tonsil tertanam atau membesar (Boedi Siswantoro, 2003). 4
Terapi
Terapi lokal ditujukan pada higiene mulut dengan berkumur atau obat isap. 1 Pengobatan pasti
untuk tonsilitis kronis adalah pembedahan pengangkatan tonsil. Tindakan ini dilakukan pada
kasus-kasus dimana penatalaksanaan medis atau yang lebih konservatif gagal untuk
meringankan gejala-gejala. Penatalaksanaan medis termasuk pemberian penisilin yang lama,
irigasi teggorokan sehari-hari, dan usaha untuk membersihkan kripta tonsilaris dengan alat
irigasi gigi atau oral. Ukuran jaringan tonsil tidak mempunyai hubungan dengan infeksi
kronis atau berulang.2
Komplikasi
15
Radang kronik tonsil dapat menimbulkan komplikasi kedaerah sekitarnya berupa rhinitis
kronik, sinusitis atau otitis media secara perkontinuitatum. Komplikasi jauh trjadi secaara
hematogen atau limfogen dan dapat timbul endokarditis, artritis, miositis, nefritis, uveitis,
iridosiklitis, dermatitis, pruritus, urtikaria dan furunkelosis.1
Indikasi Tonsilektomi Relatif :5
1. Serangan tonsilitis lebih dari tiga kali per tahun walaupun telah mendapat terapi yang
adekuat.
2. Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan gangguan
pertumbuhan orofasial
3. Sumbatan jalan nafas yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan jalan nafas, sleep
apnea, gangguan menelan, gngguan berbicara, dan cor pulmonale.
4. Rhinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang tidakberhasil
dengan pengobatan.
5. Nafas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan
6. Tonsilitis berulang yang disebabkan oleh bakteri group A streptococcus beta
hemoliticus.
7. Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan
8. Otitis media efusa/ otitis media supuratif
Indikasi absolut:2
1. Timbulnya kor pulmonale karena obstruksi jalan nafas yang kronis
2. Hipertrofi tonsil atau adenoid dengan sindrom apnea waktu tidur
3. Hipertrofi berlebihan yang menyebabkan disfagia dengan penurunan berat badan
penyerta
4. Biopsi eksisi yang dicurigai keganasan (limfoma)
5. Abses peritonsilaris berulang atau abses yang meluas pada ruang jaringan sekitarnya.
Kontraindikasi tonsilektomi adalah dibawah ini:2
1. Infeksi pernafasan atas yang berulang
2. Infeksin sistemik atau kronis
3. Demam yang tidak diketahui penyebabnya
4. Pembesaran tonsil tanpa gejala gejala obstruksi
5. Rinitis alergika
6. Asma
7. Diskrasia darah
8. Ketidak mampuan yang umum atau kegagalan untuk tumbuh
9. Tonus otot yang lemah
10. Sinusitis
Pencegahan
16
Bakteri dan virus penyebab tonsilitis dapat dengan mudah menyebar dari satu penderita ke
orang lain. Resiko penularan dapat diturunkan dengan mencegah terpapar dari penderita
tonsilitis atau yang memiliki keluhan sakit menelan. Gelas minuman dan perkakas rumah
tangga untuk makan tidak dipakai bersama dan sebaiknya dicuci dengan menggunakan air
panas yang bersabun sebelum digunakan kembali. Sikat gigi yang telah lama sebaiknya
diganti untuk mencegah infeksi berulang. Orang orang yang merupakan karier tonsilitis
semestinya sering mencuci tangan mereka untuk mencegah penyebaran infeksi pada orang
lain. 4
c) Lantai
bentuknya konkaf dan bagian dasar ini lebih lebar daripada bagian atap. Bagian
ini dipisahnkan dengan kavum oris oleh palatum durum.
d) Medial
: septum nasi yang membagi kavum nasi menjadi dua ruangan (dekstra
dan sinistra), pada bagian bawah apeks nasi, septum nasi dilapisi oleh kulit,
jaringan subkutan dan kartilago alaris mayor. Bagian dari septum yang terdiri dari
kartilago ini disebut sebagai septum pars membranosa = kolumna = kolumela.
e) Lateral
Perdarahan : Arteri yang paling penting pada perdarahan kavum nasi adalah
A.sfenopalatina yang merupakan cabang dari A.maksilaris dan A. Etmoidale anterior
yang merupakan cabang dari A. Oftalmika. Vena tampak sebagai pleksus yang terletak
submukosa yang berjalan bersama sama arteri.
18
Persarafan : Anterior kavum nasi dipersarafi oleh serabut saraf dari N. Trigeminus
yaitu N. Etmoidalis anterior Posterior kavum nasi dipersarafi oleh serabut saraf dari
ganglion pterigopalatinum masuk melalui foramen sfenopalatina kemudian menjadi
N. Palatina mayor menjadi N. Sfenopalatinus.
19
Gangguan gerakan silia dapat disebabkan oleh pengeringan udara yang berlebihan, radang,
sekret kental dan obat obatan.
Mukosa penghidu terdapat pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas
septum. Mukosa dilapisi oleh epitel torak berlapis semu dan tidak bersilia (pseudostratified
columnar non ciliated epithelium). Epitelnya dibentuk oleh tiga macam sel, yaitu sel
penunjang, sel basal dan sel reseptor penghidu. Daerah mukosa penghidu berwarna coklat
kekuningan.1
2.1 ANAMNESIS HIDUNG
Keluhan utama penyakit atau kelainan di hidung adalah 1. sumbatan hidung, 2. Sekret di
hidung dan tenggorok, 3. Bersin, 4. Rasa nyeri di daerah muka dan kepala, 5. Perdarahan dari
hidung dan, 6. Gangguan penghindu.1
1. Keluhan sumbatan hidung terjadi terus menerus atau hilang timbul, pada satu lubang atau
kedua lubang hidung atau bergantian. Adakah sebelumnya riwayat kontak dengan bahan
alergen seperti debu, tepung sari, bulu binatang, trauma hidung, pemakaian obat tetes hidung
dekongestan untuk jangka waktu yang lama, perokok atau peminum alkohol yang berat,
apakah mulut dan tenggorok terasa kering.
2. Sekret hidung pada satu atau kedua rongga hidung, bagaimana konsistensi sekret tersebut,
encer, bening seperti air, kental, nanah atau bercampur darah.apakah sekret ini hanya keluar
pada pagi hari atau pada waktu-waktu tertentu misalnya pada musim hujan. Sekret hidung
yang disebabkan karena infeksi hidung biasanya bilateral, jernih sampai purulen. Sekret yang
jernih seperti airdan jumlahnya banyak khas untuk alergi hidung. Bila sekretnya kuning
kehijauan biasanya berasal dari sinusitis hidung dan bila bercampur darah dari satu sisi, hatihati adanya tumor hidung, pada anak bila sekret yang terdapat hanya satu sisi dan berbau,
kemungkinan benda asing di hidung. Sekret dari hidung yang turun ke tenggorok di sebut
post nasal drip kemungkinan berasal dari sinus paranasal.1
3. Bersin yang berulang-ulang merupakan keluhan pasien alergi hidung. Perlu ditanyakan
apakah bersin ini timbul akibat menghirup sesuatu yang diikuti keuar sekret yang encer dan
rasa gatal dihidung, tenggorok, mata dan telinga.
4. Rasa nyeri didaerah muka ddan kepala yang ada hubungannya dengan keluhan di hidung.
Nyeri didaerah dahi, pangkal hidung, pipi dan tengah kepala dapat merupakan tanda-tanda
20
infeksi sinus (sinusitis). Rasa nyeri atau berat ini dapat timbul bila menundukan kepala dan
dapat berlangsung dari beberapa jam sampai beberapa hari.
5. Perdarahan dari hidung yang disebut epitaksis dapat berasal dari bagian anterior rongga
hidung atau dari bagian posterior rongga hidung. Perdarahan dapat berasal dari satu atau
kedua lubang hidung. Sudah berapa kali dan apakah mudah dihentikan dengan cara
memencet hidung saja. Adakah riwayat trauma hidung/ muka sebelumnya dan menderita
penyakit kelainan darah, hipertensi dan pemakaian obat obat antikoagulasi.
6. Gangguan penghindu dapat berupa hilangnya penciuman (anosmia) atau berkurang
(hiposmia). Perlu ditanyakan apakah sebelumnya ada infeksi hidung, infeksi sinus (sinusitis),
trauma kepala dan keluhan ini sudah berapa lama.1
2.2 PEMERIKSAAN FISIK HIDUNG
Inspeksi
Pengamatan secara visual pada bagian hidung
Kelainan yang dapat tampak antara lain :
Pernapasan mulut ( obstruksi nasi )
Kelainan bentuk hidung luar
Pembengkakan pada daerah hidung dan sinus paranasalis3
Palpasi
1. Palpasi dorsum nasi : menilai adanya krepitasi, deformitas
2. Palpasi ala nasi : menilai adanya furunkel vestibulum ( jika nyeri )
3. Palpasi regio frontalis
Menekan lantai sinus frontalis dengan ibu jari tengah ke arah mediosuperior,
dengan tenaga yang optimal dan simetris ( tenaga kiri = tenaga kanan ). Hasil
pemeriksaan bermakna jika terdapat perbedaan rekasi, sinus yang lebih sakit
Menekan fossa kanina dengan ibu jari tengah ke arah media superior untuk menilai sinus
maksilaris3
2.3 PEMERIKSAAN PENUNJANG
2.4 DIFERENSIAL DIAGNOSIS
RINITIS KRONIK HIPERTROFIKANS
21
Definis
Peradangan dari muosa cavum nasi yang timbul akibat infeksi berulang dalam hidung
yang ditandai dengan edema mukosa cavum nasi & hipertrofi dari konka inferior
Sinonim
Polipoid chronic rhinitis
Etiologi
Alergi dan infeksi
Gejala Klinis
Obstruksi nasi ( keluhan yang paling menonjol )
Chepalgia
Hiposmia ( gangguan transmisi dari partikel bau-bauaan untuk sampai ke area
olfaktorius
Pendengaran berkurang ( akibat aklusi tuba )3
Rinore
Post nasal drips
Diagnosis
Rinoskopi anterior
Hipertrofi konka inferior, permukaan mukosa cavum nasi berbenjol-benjol
memerikan gambaraan Mulberry like appearance
Tata laksana
Hindarkan dari faktor predisposisi seperti debu dan asap rokok
Operatif ( tujuan untuk mengurangi sumbatan hidung yang disebabkan oleh
hipertrofi
konka
Submucosal
diathermy, Partial
turbinectomy, Laser
turbinotomy)
2.5 WORKING DIAGNOSIS
RHINITIS SIMPLEKS
Penyakit ini merupakan penyakit virus yang paling sering ditemukan pada manusia. Sering
juga disebut salesma, common cold, flu. Penyebabnya ialah berbagai jenis virus yang paling
penting ialah beberapa jenis virus dan yang paling penting ialah rhinovirus. Virus-virus
lainnya adalah myxovirus, coxsackie virus, dan virus ECHO.
Penyakit ini sangat menulr dan gejl dpt timbul sebagai akibat adanya kekebalan atau
menurunnya daya tahan tubuh (kedinginan, kelelahan, adanya penyakit menahun dll).1
Pada stadium prodromal yang berlangsung beberapa jam, didapatkan rasa panas, kering dan
gatal didalam hidung. Kemudian akan timbul bersin berulang-ulang, hidung tersumbat dan
ingus encer, yang biasanya disertai demam dan nyeri kepala. Mukosa hidung tampak merah
dan membengkak. Bila terjadi infeksi sekunder bakteri, ingus menjadi mukopurulen.
22
Tidak ada terapi spesifik untuk rhinitis simpleks, selain istirahat dan pemberian obat-obat
simptomatis, seperti analgetikka, antipiretik dan obat dekongestan.1
Antibiotik hanya diberikan bila terdapat infeksi sekunder oleh bakteri.
RINITIS AKUT
Definisi
Peradangan mukosa cavum nasi yang bersifat akut yang disebabkan oleh virus 3
Sinonim
Common cold, coryza
Epidemiologi
Penyakit ini tersebar di seluruh dunia, dapat bersifat epidemik, menyerang pada
setiap umur dan dapat terjadi pada setiap musim, tetapi terutama menyerang anakanak prasekolah dan pada musim dingin. Penyakit ini termasuk self-limiting
disease3
Faktor Predisposisi3
Iklim
Keadaan lingkungan, suhu, kelembapan
Kelelahan dan keletihan
Nutrisi dan diet
Defisiensi vitamin
Kelainan anatomis hidung
Infeksi
pH dan sekret hidung
Penyakit umum
Etiologi
Rhino virus ( penyebab utama )
Coxsackie virus
Reo virus
ECHO virus
Influenza Virus
Parainfluenza virus
Respiratory Syncytial virus ( RSV )
Adena virus3
Cara Penularan
Droplet infection melalui percakapan, batuk, bersin
Kontak langsung melalui ciuman, makanan, jari tangan, alat yang tidak bersih
Gejala Klinis
Gejala klinis terbagi berdasarkan 4 stadium:
Stadium prodromal / iskemia
Stadium ini berlangsung hanya beberapa jam. Gejalaa berupa panas, kering pada
hidung dan nasofaring
23
puncaknya
Stadium penyembuhan
Gejala subjektif dan objektif mulai berangsur berkurang. Penyembuhan terjadi
Inhalan (melalui udara pernafasan) : debu rumah, tungau, human dander, jamur, dan
bulu hewan.
Ingestan (melaui makanan) : susu, telur,kacang tanah,udang dll.
Injektan (melalui suntikan atau tusukan ) : penisilin , sengatan lebah.
Kontaktan (melalui kontak kulit atau mukosa) : bahan kosmetik, perhiasan.
24
1. Rhinitis alergi musiman (seasonal, hay fever, polinosis) di indonesia tidak dikenal
rinitis alergi musiman, hanya dinegara yang mempunyai 4 musim. Alergen penyebab
yang spesifik, yaitu tepungsari (polen) dan spora jamur. Oleh karena itu nama yang
tepat ialah polinosis atau rinokonjungtivitis karena gejala klinik yang tampak ialah
gejala pada hidung dan mata merah , gatal serta lakrimasi)
2. Rinitis alegi sepanjang tahun (perennial). Gejala pada penyakit ini timbul intermiten.
Atau terus menerus, tanpa variasi musim, jadi dapat ditemukan sepanjang tahun.
Penyebab yang paling sering ialah alergen inhalan, terutama pada orang dewasa, dan
alergen ingestan. Alergen inhalan yang paling utama adalah alergen dalam rumah dan
alergen diluar rumah. Alergen ingestan sering merupakan penyebab pada anak-anak
dan biasanya disertai dengan gejala alergi lain, seperti : urtikaria, gangguan
pencernaan. Gangguan fisiologik pada golongan perineal lbih ringan di bandingkan
golongan musiman tetapi karena lebih persisten maka komplikasinya lebih sering di
temukan.
Berdasarkan sifat berlangsungnya di bagi menjadi :
1. Intermiten (kadang-kadang) : bila gejala kurang dari 4 hari/ minggu dan lebih dari 4
minggu.
2. Persisten (menetap) bila gejala lebih dari 4 hari/ minggu dan lebih dari 4 minggu.
Sedangkan untuk tingkat berat ringannyapenyakit, rinitis alergi dibagi menjadi:
1. Ringan bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktifitas harian, bersantai,
berolahraga, belajar, bekerja dan hal-hal lain yang mengganggu.
2. Sedang-berat bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut diatas
Gejala klinis: bersin-bersin, rinore yag banyak dan encer, hidung tersumbat, hidung dan mata
gatal, lakrimasi. Gejala spesifik meliputi :
-
Diagnosis
Anamnesis : gejala- gejala yang dialami pasien dan riwayat penyakit atopi dalam keluarga
25
Rhinoskopi anterior- nasoendoskopi : mukosa konka edema, berwarna pucat, dan disertai
sekret encer yang banyak.
Pemeriksaan laboratorium
In vitro : sitologi ekret hidung (eusinofil), darah (eusinofil, Ig E total, Ig E spesific
In vivo : tes kulit
Epidermal : prick test, scratch tes
Intra dermal : SET (set endpoint titration)
Penatalaksanaan
1. Menghindari kontak dengan alergen penyebab dan eliminasi
2. Medika mentosa (antihistamin, dekongestan : agonis alfa adrenergik, pemakaian
hanya beberapa hari untuk menghindari rinitis medika mentosa. Kortikosteroid,
antikolinergik <inpratropium bromida>untuk mengatasi rinore.
3. Operatif
Konkotomi>jika konka inferior hipertrofi berat dan tidak erhasil dikecilkan dengan
cara kauterisasi AgNO3 25% atau triklorsetat
4. Imunoterapi
Desensitisasi dan hiposensitisasi (dilakukan pada pasien dengan alergi inhalan dengan
gejala yang berat dan sudah berlangsung lama serta dengan pengobatan cara lain tidak
memberikan hasil yang memuaskan.
Komplikasi
-
Polip hidung
Otitis media berulang
Sinusitis paranasalis
TELINGA
Telinga luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liaang telinga sampaai membran timpani. Daun
telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf S, dengan
26
rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam
rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2 - 3 cm.
Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen (kelenjar
keringan) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat terdapat pada seluruh kulit liang telinga.1
Pada dua pertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen.
27
sekret yang keluar dari liang telinga disebut otore. Apakah sekret ini keluar dari satu atau
kedua telinga, disertai rasa nyeri atau tidak dan sudah berapa lama. Sekret yang sedikit
biasanya berasal dari infeksi telinga luar dan skret yang banyak dan bersifat mukoid
umumnya berasal dari telinga tengah. Bila berbau busuk menandakan adanya kolesteatom.
Bila bercampur darah harus dicurigai adanya infeksi akut yang berat atau yumor. Bila cairan
yang keluar seperti air jernih, harus waspada adanya cairan likuor serebrospinal.1
3.2 PEMERIKSAAN FISIK TELINGA
3.3 PEMERIKSAAN PENUNJANG TELINGA
3.4 DIFEREN DIAGNOSIS
KERATOSIS OBLITERANS
Definisi
Deskuamasi epidermis di liang telinga
Etiologi
Tidak diketahui
Patomekanisme
Disebabkan karena tekanan kronis pada pars osseus MAE sehingga
akan menekan tulang dinding pars osseus dan menekan membran timpani
Gejala klinis
Rasa penuh ditelinga
Penumpukan /deskuamasi epidermis di liang telinga sehingga membentuk
gumpalan
Rasa kurang dengar
Penatalaksanaan
Pembersihan liang telinga secara periodik (tiap 3 bulan )
Pemberian obat tetes telinga dari campuran akohol atau giserin dalam
peroksida 3%, 3 kali seminggu
Komplikasi
Erosi kulit dan baliang tulang liang telinga
3.5 WORKING DIAGNOSIS
SERUMEN OBTURANS
Definisi
Penumpukan serumen di liang telinga
Etiologi
Serumen ( hasil pembentukan serumenalis dan kelenjar sebasea yang terdapat
pada pars cartilagenous liang telinga )
28
pada MAE )
Patomekanisme
Faktor keturunan iklim, usia yang memicu pembentuka serumen berleihan
oleh panas.
Gejala Klinis
Gangguan pendengaran ( gangguan konduktif )
Rasa tertekan / rasa penuh pada telinga ( oleh karena serumen yang besar /
mengembang apabila kemasukan air )3
Pemeriksaan Fisis
Tampak massa serumen yang menutupi MAE
Tata Laksana
Ekstraksi serumen
Serumen lunak : keluarkan dengan serumen spoon, kapas lidi, atau dengan irigasi
akuades.
Serumen padat : forsep telinga lalu kait dengan menggunakan serumen hook
Serumen kertas : beri pelunak serumen
Beberapa pelunak serumen yang biasa digunakan :
Gleserin tetes
Natrium Decusate
Info Tambahan
Ingat
Anatomi MAE ( 1/3 luar adalah pars cartilagenous, 2/3 dalam adalah pars osseus. Pars
cartilagenous memiliki banyak kelenjar serumenalis dan kelenjar sebasea. Itulah
sebab mengapa serumen banyak terdapat pada 1/3 luar MAE.3
Cara pemberian forumen tetes
Diberikan 3 X 2 tetes sehari, setelah telinga ditetes, kepala jangan langsung
ditegakkan, kepala tetap dimiringkan selama kurang lebih 15 menit sambil
BAB III
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama: An.IH
Pekerjaan: pelajar
Umur: 13 tahun
Pendidikan: Smp
Agama: Islam
ANAMNESA
Diambil secara: Autoanamnesa dan Alloanamnesa
Pada Tanggal: 22 Desember 2014, Jam 12.00 WIB
Keluhan utama:
Tidur mendengkur 2 hari Sebelum Masuk Rumah Sakit
Keluhan tambahan:
Pilek, batuk, dan demam
Riwayat perjalanan penyakit(RPS)
Pasien datang ke poliklinik THT RSUD Tarakan dibawa ibunya dengan keluhan tidur
mendengkur (ngorok) sejak 2 hari SMRS. Sebenarnya keluhan ini juga dirasakan sudah lama
dan pada bulan juni 2014 pasien merencanakan untuk oprasi tonsilektomi namun karena
alasan belum ada waktu pasien mengurungkan niatnya. Setelah enam bulan tepatnya saai ini
pasien juga mengeluh sering pilek yang kadang disertai oleh batuk dan demam. Pilek disertai
dengan keluarnya cairan yang sedikit bening dan kental. Pasien sudah berusaha minum obat
penurun panas fanadol yang dibeli di warung untuk menghilangkan keluhan batuk pilek dan
demamnya namun belum juga membaik. Pasien menyangkal sering bersin-bersin pada pagi
hari atau bersin saat terkena debu atau saat pasien bermain-main dengan kucing di rumahnya.
namun sering pilek di pagi hari.
beraktifitas pasien juga mengaku sering makan mie instan dan merokok namun pasien tidak
menjelaskan sudah berapa lama merokok dan berapa batang rokok yang di hisap setiap hari.
Riwayat Penyakit Keluarga
Dalam keluarga pasien tidak ada yang sakit seperti pasien.
PEMERIKSAAN FISIK
A. STATUS GENERALIS
Keadaan umum
Kesadaran
: compos mentis
Status gizi
: cukup
Nadi
: 81 x/menit
Suhu
: 37.0oC
RR
: 19 x/menit
BB
: 60 kg
B. STATUS LOKALIS
Kepala
Mata
gerakan
bola
mata
baik,
nistagmus(-),
diplopia(-)
Wajah
: simetris
TELINGA
KANAN
KIRI
Normotia,
Normotia,
Kelainan congenital
Fistula
preauricular(-), Fistula
preauricular(-),
microtia(-)
microtia(-)
Radang, tumor
pre-,
Nyeri (-)
infra-, Abses
(-),
Nyeri (-)
hiperemis
retroaurikuler
Region mastoid
Liang telinga
Lapang,
furunkel
(-), Lapang,
furunkel
(-),
TES PENALA
Kanan
Rinne
+
Weber
Tidak terdapat lateralisasi
Swabach
Sama dengan pemeriksa
Penala yang dipakai
512 Hz
Kesan: Tidak ada gangguan pendengaran
Kiri
+
Tidak terdapat lateralisasi
Sama dengan pemeriksa
512 Hz
HIDUNG
KANAN
KIRI
Bentuk
Normal
Normal
Tanda peradangan
tumor(-)
Tidak ada
dan maksilaris
Vestibulum
Bulu (+), sekret (-), furunkel Bulu (+), sekret (-), furunkel
(-), krusta (-)
Cavum nasi
Konka inferior
Konka media
Meatus inferior
Meatus media
Septum deviasi
RHINOPHARYNX
Koana
: Tidak dilakukan
: Tidak dilakukan
: Tidak dilakukan
Fossa Rosenmuller
:Tidak dilakukan
Torus tubarius
: Tidak dilakukan
: Tidak dilakukan
PEMERIKSAAN TRANSILUMINASI
: Tidak dilakukan
: Tidak dilakukan
: Tidak dilakukan
: Tidak dilakukan
TENGGOROK
PHARYNX
Dinding pharynx
Arcus
: Hiperemis (-),ulkus(-)
34
Tonsil
Uvula
Gigi
LARYNX
Epiglottis
Plica aryepiglotis
Arytenoids
Ventricular band
Pita suara
Rima glotidis
Cincin trakea
Sinus piriformis
RESUME
Pasien anak laki-laki, 13 tahun datang ke poliklinik THT RSUD Tarakan dibawa ibunya
dengan keluhan snoring sejak 2 hari SMRS. Snoring dirasakan lebih memberat sejak 2 hari
ini. Pasien mengaku menyangkal adanya odinofagi. Kadang pasien merasakan tenggoroknya
kering. Keluhan snoring ini sudah lama dirasakan pasien. Ibu pasien menyangkal adanya
perubahan suara pada anaknya sejak pasien sakit. Pasien menyangkal adanya otalgia. Ibu
pasien juga menyangkal adanya sekret yang berbau keluar dari mulut pasien.
Pasien mengeluh sering rhinorea yang kadang disertai oleh batuk dan demam. Rhinorea
disertai dengan keluarnya cairan yang mucoserous. Dan ditemukannya serumen di aurikula
dextra sinistra. Pasien sudah minum obat antipiretik untuk demamnya namun belum juga
membaik. Dari pemeriksaan didapatkan pada :
35
Telinga
Hidung
Tenggorok
Dinding pharynx
: Hiperemis (-),
Arcus
: Hiperemis (-),
Tonsil
Uvula
Gigi
Kelenjar limfe submandibula dan cervical : tidak Ditemukan massa pada Kelenjar
Tonsilitis difteri
Hal yang mendukung : kenaikan suhu subfebril, tidak nafsu makan, badan lemah. Namun
tonsilitis difteri ini paling sering pada anak 2-5 tahun.
2. Rhinitis akut
36
Rhinitis alergi
Hal yang mendukung : rhinore di pagi hari yang sudah berlangsung lama, namun bersin
bersin di pagi hari disangkal, hidung tersumbat juga di sangkal oleh pasien.
-
Hal yang mendukung : adanya rhinore, namun sering sakit kepala, hidung tersumbat,
penciuman berkurang disangkal
3. Serumen obsturans
Hal yang mendukung : tampak serumen di liang telinga namun tidak menggumpal
WORKING DIAGNOSIS
1. Tonsilitis kronik
Hal yang mendukung: Pada anamnesa adanya riwayat sakit dahulu tenggorokan kering dan
napas berbau, sedangkan pada pemeriksaan di dapatkan hipertropi tonsil dan kripta positif.
Dan keluhan ini sudah berlangsung lama dan ada indikasi untuk dilakukan tonsilektomi.
2. Rhinitis akut
Hal yang mendukung : pada anamnesa didapatkan adanya keluhan rhinitis berulang dengan
sekret seros dan kondisi seperti flu. Pada pemeriksaan di dapatkan cavum nasi kanan dan kiri
dengan sekret seros.
3. Serumen obturans
Hal yang mendukung : didapatkan serumen di aurikula dekstra sinistra dengan konsistensi
sedikit basah namun tidak menggumpal sehingga harus dibersihkan oleh dokter.
ANJURAN PEMERIKSAAN
1. Pemeriksaan tonsilitis kronik
Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan kultur kuman
2. Pemeriksaan rhinitis akut
Sitologi sekret hidung (eusinofil)
37
1. Tonsilitis kronik
Antibiotik (penisilin/ amocixilin)
Antiseptik obat kumur
2. Rhinitis akut
Analgetik
Antihistamin
Ekspektoran
Dekongestan
Vitamin
3. Seruens obsturans
Ekstraksi serumen namun jika serumen padat tetes dengan gliserin, natrium dekusate.
Non Medikamentosa
Istirahat dirumah
PROGNOSIS
Ad vitam
: dubia ad bonam
Ad fungsionam
: dubia ad bonam
Ad sanationam
: dubia ad bonam
38
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada anamnesa dan pemeriksaan fisik THT yang dilakukan pada pasien ini dapat disimpulkan
bahwa pasien ini diagnosa kerja sementara yang dapat dilakukan adalah tonsilitis kronis
dengan rhinitis akut dan serumen obsturans. Hasil anamnesa yang mendukung adalah adanya
gejala tenggorokan kering dan napas berbau pada riwayat penyakit dahulu. Serta untuk
rhinitis akutnya sering rhinore di pagi hari, dan serumen obsturannya ditemukan serumen
dengan konsistensi sedikit basah.
Secara teori, pada tonsillitis kronik pasien biasanya akan mengeluh gejala disfagia,
tenggorokan kering dan napas berbau. Sedangkan rhinitis akutnya pasien akan mengeluh
perasaaan kering pada nasofaring, bersin-bersin dan rinore encer, dengan obstruksi nasi.
Sedangkan untuk serumen obsturansnya biasanya pasien mengeluh adanya gangguan
pendengaran dan rasa penuh ditelinga.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan sekret pada cavum nasi bagian kanan dan kiri. Ditemukan
hipertrofi tonsil, tonsil T2-T2 dan tidak hiperemis tetapi tidak ditemukan detritus namun
terdapat kripta. Pada dinding faring tidak terlihat hiperemis dan membengkak.
Untuk pemeriksaan lanjut, pasien ini dianjurkan untuk melakukan tes laboratorium darah
rutin, dan foto thorak untuk dilakukan tonsilektomi jika rhinitis akutnya sudah sembuh.
Pada pasien ini telah diberikan cefixime untuk 2X1, rhinofed 2X1 dan vectin 3X1. Pasien
juga disarankan untuk menjaga kebersihan mulut dan makan makanan yang bergizi. Pasien
juga disarankan untuk kembali ke Poli THT apabila gejala sudah berkurang untuk
direncanakan operasi tonsilektomi. Pasien ini diindikasikan untuk operasi karena pasien tidur
mendengkur sehingga bisa menyebabkan gangguan saat tidur dan keaktifannya dalam
aktivitas harian nanti.
39
Prognosis pada pasien ini dengan pengobatan yang rutin dan adekuat akan meningkatkan
prognosis kearah yang lebih baik. Prognosis pasien ini tergantung pada pengobatan yang
adekuat, sistem imun badan yang baik, pencegahan terhadap sumber infeksi yang bisa
menyebabkan tonsilitis berulang dan menjaga hygiene mulut untuk menghilangkan sumber
infeksi.
BAB V
KESIMPULAN
Hasil dari anamnesa dan pemeriksaan, saya mendiagnosa pasien ini dengan tonsilitis kronis
dengan rhinitis akut dan serumens obsturans. Tidak semua gejala dan pemeriksaan yang
secara teori ditemukan pada pasien ini karena alasannya, pasien sudah berobat berulang kali.
Selain itu, dengan gizi harian yang cukup menyebabkan sistem pertahanan tubuh anak ini
lebih kuat daripada yang lain. Namun masih diperlukan pemeriksaan penunjang dan evaluasi
lanjut untuk menegakkan diagnosa dan sebagai penuntun kepada tatalaksana terapi pada
pasien ini. Apabila diagnosa pasti pasien ini sudah dapat ditegakkan, jadi pengobatan akan
menjadi lebih spesifik dan teratur yang bisa membawa kepada prognosis pasien yang lebih
baik.
40
DAFTAR PUSTAKA
1. Roezin A. Sistem Aliran Limfa Leher. Buku Ajar Ilmu kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi Keenam. Balai Penerbit FKUI; Jakarta,2007.
2. James I. Massa Jinak Leher. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Edisi keenam.
Penerbit Buku Kedokteran EGC; Jakarta 1997.
3. Ear nose throat. Medical mini note. Ent edition; 2013.
4. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/32582/4/Chapter%20II.pdf di
unduh pada tanggal 23 desember 2014.
5. Jtptunimus-gdl-sriwvlansa-6326-2-babii.pdf di unduh pada tanggal 30 desember
2014.
6. The American Academy of Otolaryngology Head And Neck Surgery Clinical
Indicators Compendium tahun 1995.
41
42