Anda di halaman 1dari 17

UNIVERSITAS RIAU 2015/2016

Perbandingan Konsep
Negara Hukum John
Locke dan Thomas
Hobbes
NEGARA HUKUM & DEMOKRASI
Dosen: Emilda Firdaus, S.H., M.H.
MUHAMMAD IZZUL ISLAMI

Dari sudut pandang hukum, persoalan negara tampak sebagai persoalan tata
hukum nasional (Buku Teori Umum Hukum dan Negara Hans Kelsen)

Latar Belakang
Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang sangat kaya akan
sumber daya alam nya. Selain sumber daya alamnya, Indonesia juga kaya
akan potensi sumber daya manusianya. Serta

tidak terlepas juga akan

kekayaan hukum dan perangkat-perangkatnya. Mau masalah apapun itu


di negara Indonesia kita ini, ada lembaga-lembaga yang khusus yang
menangani masalah-masalah tersebut.
Kekayaan yang begitu banyak tentu akan semakin menimbulkan
banyak

permasalahan

apabila

tidak

adanya

kepemimpinan

serta

ketatanegaraan yang baik. Sehingga permasalahan-permasalahan yang


terjadi

hari

ini

membutuhkan

formula

atau

suatu

contoh

sistem

ketatanegaraan yang cocok untuk diterapkan di Indonesia. Aturan atau


hukum serta tatanan yang kurang baik tentuk akan tidak baik pula
hasilnya. Karena sejatinya Indonesia adalah negara hukum sebagaimana
yang tertuang pada pasal 1 ayat 3 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa
Negara Indonesia adalah Negara Hukum.
Penyusun dalam hal ini mencoba membandingkan beberapa teori
atau konsep negara hukum antara dua ahli yaitu Jhon Locke dan Thomas
Hobbes. Sehingga nantinya penyusun dapat menyimpulkan diantara
konsep-konsep tersebut mana yang bisa atau cocok di terapkan di Negara
Hukum Indonesia ini.

Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep negara hukum menurut Jhon Locke dan Thomas
Hobbes?
2. Apakah persamaan yang terdapat di antara konsep Jhon Locke dan
Thomas Hobbes?
3. Apa konsep yang telah dipakai

oleh Indonesia sebagai negara

hukum terhadap dua konsep tersebut?

Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep negara hukum menurut Jhon Locke dan
Thomas Hobbes.
2. Untuk mengetahui persamaan yang terdapat di antara konsep Jhon
Locke dan Thomas Hobbes.
3. Untuk mengetahui konsep yang telah dipakai

oleh Negara

Indonesia sebagai negara hukum terhadap dua konsep tersebut.

Pembahasan
Thomas Hobbes dan John Locke merupakan pemikir yang ada pada
abad pencerahan. Sebenarnya, ada satu tokoh lagi yang termasuk dalam
pemikir abad pencerahan ini yaitu Jean Jacques Rousseau. Namun, pada
tulisan ini hanya akan dijelaskan tentang perbandingan pemikiran dari
Thomas

Hobbes

dan

John

Locke.

Mereka

adalah

pemikir

yang

memfokuskan pada teori kontrak sosial yang menjadi dasar adanya


sebuah negara.
Persamaan mereka yang terdapat dalam pemikiran tentang teori
kontrak sosial adalah kesadaran untuk menghentikan keadaan alamiah
agar dapat mewujudkan keberlangsungan hidup yang teratur yang damai.
Untuk itu, maka perlu adanya sebuah lembaga yang mengatur tatanan
kehidupan yang dalam hal ini disebut sebagai negara. Negara ada karena
perjanjian bersama yang dilakukan oleh rakyat untuk menghentikan
jalannya keadaan alamiah yang terus menerus terjadi. Kontrak sosial akan
melahirkan sebuah bentuk negara. Dalam konsep kontrak sosial, diantara

keduanya memiliki kesamaan yaitu berangkat dari pemikiran tentang


keadaan manusia pra-negara (keadaan alamiah). Namun, terdapat
perbedaan diantara keduanya ketika menjelaskan tentang konsep negara
sebagai perwujudan dari hasil kontrak sosial.
Biografi Singkat Thomas Hobbes dan John Locke
Thomas Hobbes (5 April 1588 4 Desember 1679) lahir di
Malmesbury, Inggris. Yang pada saat itu bertepatan dengan invasi armada
Spanyol ke daerah tersebut. Hobbes terlahir dalam keluarga miskin.
Ayahnya seorang pendeta gereja St. Mary dan ibunya hanya keturunan
keluarga petani. Setelah usia tujuh tahun, Hobbes diasuh oleh pamannya
yang bernama Francis Hobbes.dibawah pengasuhan pamannya tersebut,
pendidikan Hobbes sangat terjamin hingga ia mampu menguasai bahasa
latin dan yunani. Setelah itu, Hobbes melanjutkan studi ke Magdalen Hall,
Oxford yang saat ini dikenal dengan Hertford College. Ia melanjutkan
studi ke Magdalen Hall, Oxford pada usia tujuh belas tahun. Disana,
pemikiran pemikiran Hobbes tentang empirisme mulai berkembang.
Hobbes hidup pada zaman Raja Louise. Pada saat itu, pengaruh Raja
Louise sangat besar dengan kekuatan raja yang besar pula. Namun,
sayangnya rakya tidak simpati pada Raja Louise tersebut. Hal tersebut
melatar belakangi pemikiran Hobbes mengenai negara absolut. Selain itu,
pemikiran Hobbes tentang negara absolut juga dipengaruhi oleh peristiwa
pembunuhan Henry IV di Perancis. Pada saat itu pula, Hobbes sedang
melakukan perjalanan besar dengan muridnya pada tahun 1610. Hobbes
menyimpulkan bahwa peristiwa tersebut merupakan contoh ekstrem dari

kekacauan akibat penghapusan kedaulatan dan sistem demokrasi yang


prematur (Complete Dictionary of Scientific Biography 2008). Hal tersebut
semakin yakin dengan gagasan negara absolutnya. Selain itu, pemikiran
pemikiran Hobbes juga dipengaruhi oleh Rene Descartes, Galileo, Nicholas
Copernicus, dan Francis Bacon. Karya Hobbes yang terkenal adalah De
Cive (1642) dan Leviathan (1651).
Sementara

itu,

John

Locke (29 Agustus

1632

28

Oktober

1704) adalah penghimpun dasar gagasan mengenai demokrasi. Ia lahir


pada 28 Agustus 1632 di Wrington, Inggris Barat. Sebagai salah satu
filosof

terkenal

dari

Inggris,

Locke

turut

mempengaruhi

pemikiran founding father Amerika Serikat serta pembaharuan Prancis.


Ketika Locke berkuliah di Universitas oxford, ia bertemu dengan Edward
Baghshwae. Edward Baghshwae aktif dalam propaganda mengenai
toleransi agama, kebebasan politik, serta hak-hak alamiah. Toleransi
agama, kebebasan politik, serta hak-hak alamiah merupakan gagasan
menjadi pemikiran pemikiran Edward Baghshwae tersebut.
Locke telah menciptakan berbagai pemikiran pemikiran yang
sangat populer dalam dunia internasional. Namun, diantara karya karya
yang diciptakan Locke tersebut yang paling populer adalah pemikirannya
mengenai kontrak sosial. Pemikiran Locke mengenai kontrak sosial
tersebut tertuang dalam buku Two Treatises of Governmentyang ia tulis
pada tahun 1690. Sementara itu, Karya karya Locke lainnya antara lain :
1. (1689) A Letter Concerning Toleration

2. (1690) A Second Letter Concerning Toleration


3. (1692) A Third Letter for Toleration
4. (1689) Two Treatises of Government
5. (1689) An Essay Concerning Human Understanding
6. (1693) Some Thoughts Concerning Education
7. (1695) The Reasonableness of Christianity, as Delivered in the
Scriptures

8.

(1695) A Vindication of the Reasonableness of Christianity.

Teori-teori Thomas Hobbes dan Jhon Locke


1. Thomas Hobbes
Keadaan alamiah
Thomas Hobbes memaparkan bahwa keadaan alamiah selalu terjadi
sama seperti dalam keadaan perang. Selalu dihinggapi perasaan takut
ketika mengetahui bahwa manusia lain memiliki lebih banyak kepemilikan
daripada dirinya. Dengan kata lain, Hobbes menjelaskan bahwasanya
keadaan alamiah bukan keadaan yang aman sentosa, adil, makmur, tetapi
merupakan suatu keadaan sosial yang kacau, tanpa hukum yang dibuat

manusia secara sukarela dan tanpa pemerintah, tanpa ikatan-ikatan sosial


antara individu.
Keadaan

alamiah

merupakan

keadaan

sosial

yang

buruk,

sebagaimana keadaan di hutan rimba raya dimana yang kuatlah yang


berkuasa. Manusia seakan merupakan binatang yang senantiasa berada
dalam keadaan bermusuhan, terancam oleh sesamanya dan akan menjadi
mangsa dari manusia yang lebih kuat dari padanya. Keadaan ini
digambarkan oleh Hobbes sebagai homo homini lupus, manusia yang satu
merupakan binatang buas bagi manusia yang lain.
Oleh sebab itu, dalam keadaan alamiah: There is no place for
industry, because the fruit there of is uncertain and consequently no
culture of the earth, no navigation, nor use of the commodities that may
imported by sea, no commodious building, no instruments of moving, and
removing such things as require much force, no knowledge of the face of
the earth, no account of time, no letters, no society and which is worst of
all, continual fear and danger of violent death. And the life of man,
solitary, poor, nasty, bruitsh and short.
Hobbes juga menjelaskan bahwa dalam sifat manusia terdapat tiga
penyebab

prinsip

dari

pertengkaran

yaitu

persaingan,

kehilangan

kepercayaan, dan kejayaan. Setiap manusia memperlihatkan perasaannya


yang sungguh egoistis (Bellum Ompium contra omnes). Hakikat alamiah
yang melekat pada diri manusia inilah yang menyebabkan persaingan
sesama manusia.

Kontrak Sosial
Terdapat dua prinsip yang menjadi landasan teori perjanjian
masyarakat atau terciptanya kontrak sosial dari Thomas Hobbes. Pertama,
setiap orang harus berusaha menciptakan kedamaian, bila ingin hidup
damai.

Kedua,

menyerahkan

bahwa

haknya

setiap

menjadi

manusia
hak

atas

bersama

kemauan
dalam

bersama

bentuk

suatu

kemerdekaan yang besar.


Kaitannya dengan proses tercapainya kontrak sosial, Thomas
Hobbes mengikuti jalan pikiran teori kontrak sosial yang pada umumnya
membahas tentang kehidupan manusia yang terpisah dalam dua jaman,
yaitu masa selama belum ada negara (state of nature) dan keadaan telah
terbentuk sebuah negara atau bernegara.
Melihat kondisi keadaan yang telah dijelaskan diatas, Hobbes
berpendapat bahwa keadaan alamiah tersebut tidak dapat dibiarkan
untuk terus menerus terjadi dalam kehidupan masyarakat. Manusia
dengan akalnya mengerti dan menyadari dahwa demi kelanjutan hidup
mereka sendiri, keadaan alamiah harus diakhiri dan hal ini dilakukan
dengan mengadakan perjanjian bersama (covenant). Individu-individu
yang tadinya hidup dalam keadaan alamiah berjanji akan meyerahkan
semua hak-haknya kepada seseorang atau badan (semacam dewan
rakyat) dan tidak akan mencabut lagi.[2]Disinilah letak kaitan antara teori
hukum alam dengan teori perjanjian.

Hal ini yang dipahami oleh Hobbes bahwa perjanjian sosial sendiri
hanya ada satu, yakni pactum subjectionis atau perjanjian pemerintahan
dengan cara segenap individu berjanji menyerahkan semua hak-hak
kodrat mereka yang dimiliki ketika hidup dalam keadaan alamiah, kepada
seorang atau sekelompok orang yang ditunjuk untuk mengatur kehidupan
mereka

sebagaimana

mestinya.

Menurut

Hobbes,

yang

terikat

sepenuhnya dengan perjanjian tersebut adalah individu-individu itu


sendiri.
Hakikat Negara
Menurut Hobbes, isi perjanjian bersama dalam penjelasan diatas
mengandung dua prinsip. Pertama, perjanjian antar sesama sekutu, dan
kedua, perjanjian menyerahkan hak dan kekuatan atau kekuasaan
masing-masing kepada seseorang atau kelompok secara mutlak. Hobbes
mengatakan bahwa penguasa dapat berupa kelompok tetapi ia lebih
melihatnya berada ditangan satu orang. Sebab, seseorang akan dapat
berpegang terus pada satu kebijakan dan tidak berubah-ubah karenya
banyaknya pemikiran seperti yang terjadi pada sebuah kelompok.
Gagasan tentang negara tersebut menjadikan sebuah landasan
dasar bagi Thomas Hobbes, bahwasanya bentuk negara ideal adalah
Monarki Absolute. Dimana sebuah negara dipimpin oleh Raja yang
memiliki kekuasaan yang tidak terbatas (absolute). Kondisi tersebut
membuat rakyat secara sengaja atau tidak akan tunduk pada negara dan

memberikan seluruh hak yang dimilikinya. Seperti yang diulis dalam


bukunya Leviathan.
Thomas Hobbes menjelaskan bahwa negara itu bebas, tidak terikat
dengan perjanjian sosial tersebut. Namun, ia berada diatas individu.
Negara bebas melakukan apapun yang dikehendakinya, terlepas apakah
sesuai atau tidak dengan kehendak individu. Negara diberikan kekuasaan
mutlak sehingga kekuasaan negara tidak dapat ditandingi dan disaingi
oleh kekuasaan apapun. Hal tersebut juga menjelaskan bahwa negara
berkuasa penuh sebagaimana halnya dengan binatang buas Leviathan
yang dapat menaklukan binatang buas lainnya.
2. John Locke
Keadaan alamiah
Kondisi atau keadaan alamiah sudah terdapat pola-pola pengaturan
dan hukum alamiah yang teratur karena manusia mempunyai akal yang
dapat menentukan apa yang benar dan apa yang salah dalam pergaulan
antar manusia. John Locke menjelaskan bahwasanya manusia terlahir
dalam keadaan bersih bagaikan kertas putih atau tabula rasa, dalam teori
ini juga menjelaskan bahwa manusia yang baru lahir kebumi tidak punya
dosa dan gagasan bawaan.
Hakikat manusia atau the state of man menurut Locke pada
jamannya terdiri dari dua unsur, yaitu primer dan sekunder. Seorang
manusia baru dikatakan manusia seutuhnya (real man) ketika memenuhi

kedua klasifikasi tersebut. Primer menjelaskan bahwa seseorang haruslah


meruang di ruang fenomena atau dengan kata lain seseorang dikatakan
manusia ketika dapat terlihat secara fisik. Kemudian, pada sekunder
dikatakan seseorang dikatakan manusia apabila dapat hidup bebas
(freedom) serta mempunyai kemampuan untuk memiliki properti.
Dari konsep itulah, John Locke kemudian merumuskan sebuah teori
baru yaitu pisau occam. Teori ini mengobservasi tentang teori kertas putih
menjadi ilmu pengetahuan. Sebab, Locke berpendapat walaupun keadaan
alamiah berada pada suatu keadaan damai, namun ia juga merasakan
keadaan itu berpotensi dapat menimbulkan kekacauan. Salah satunya
adalah mengenai hakikat individu dalam ilmu pengetahuan. Individu
mempunyai hak-hak yang tudak dapat dilepaskan berupa hak kodrat yang
dimiliki oleh individu tersebut sebagai manusia sejak lahir atau sejak ia
hidup dalam keadaan alamiah.
Kontrak Sosial
Apabila pemahaman Thomas Hobbes hanya ada satu perjanjian
masyarakat atau kontrak sosial yaitu pactum subjectionis, sedangkan John
Locke menjelaskan bahwa dalam fungsi kontrak sosial adalah rangkap.
Individu dengan individu lainnya mengadakan perjanjiam masyarakat
untuk membentuk masyarakat politik atau negara. Perjanjian tersebut
merupakan perjanjian tahap pembentukan yang disebut Pactum Unionis.
Selanjutnya, pemufakatan dibuat berdasarkan suara terbanyak. Negara
yang dibentuk dengan suara terbanyak ini tidak dapat mengambi hak

milik manusia dan hak lainnya yang tidak dapat dilepaskan, perjanjian ini
disebut Pactum Subjectionis.
Menurut Locke, setiap individu adalah hakim dari perbuatan dan
tindakannya sendiri. Sehingga, kontrak sosial hadir dalam negara sebagai
peringatan bahwasanya kekuasaan penguasa tidak pernah mutlak tetapi
selalu terbatas.
Namun, hak menurut John Locke adalah mendahului kontrak sosial.
Fungsi

utama

perjanjian

masyarakat

ialah

untuk

menjamin

dan

melindungi hak kodrat. Hak kodrat disebut juga Hak Asasi Manusia (HAM).
Ajaran Locke menghasilkan negara yang menghormati HAM yang diatur
UUD atau Konstitusi (Negara Konstitusional).
Hakikat Negara
Kekhawatiran Locke terhadap timbulnya konflik pada kehidupan
masyarakat, harus diciptakan sebuah jalan keluar yang juga menjamin
milik pribadi. Maka, masyarakat sepakat untuk mengadakan perjanjian
asal

yang

menjadi

awal

dari

lahirnya

negara

persemakmuran

(commonwealth).
Di

dalam

perjanjian

tersebut,

masyarakat

memberikan

dua

kekuasaan penting yang mereka miliki di dalam keadaan alamiah kepada


negara. Kedua kuasa tersebut adalah hak untuk menentukan bagaimana
setiap manusia mempertahankan diri dan hak untuk menghukm kodrat
yang berasal dari Tuhan.

Menurut John Locke, kekuasaan negara pada dasarnya adalah


terbatas dan tidak mutlak. Sebab kekuasaannya berasal dari warga
masyarakat

yang

mendirikannya.

Sehingga,

negara

hanya

dapat

bertindak dalam batas-batas yang ditetapkan masyarakat terhadapnya.


Tujuan pembentukan negara adalah untuk menjamin hak-hak asasi warga,
terutama hak warga atas harta miliknya.
John locke dikenal dengan teori Pembatasan Kekuasaan Negara.
Menurutnya, pembatasan negara dapat dilakukan melalui dua cara.
Pertama,

membentuk

konstitusi

atau

Undang-Undang

Dasar

yang

ditentukan oleh Parlemen berdasarkan prinsip mayoritas. Kedua, adanya


pembagian kekuasaan dalam tiga unsur atau lebih dikenal dengan
sebutan Trias Politica yaitu pembagian kekuasaan berdasarkan eksekutif,
legislatif dan federatif.
Di

dalam

sistem

ketatanegaraan

tersebut,

tetap

akan

ada

kemungkinan penyalahgunaan wewenang oleh pihak-pihak yang berkuasa


atas rakyat. Oleh sebab itu, menurut Locke, rakyat memiliki hak untuk
mengadakan perlawanan dan menyingkirkan pihak eksekutif dengan
kekerasan bila mereka bertindak diluar wewenang mereka. Pada saat
inilah, rakyat akan dapat merebut kembali hak yang telah mereka berikan.

Indonesia sebagai Negara Hukum

Teori kontrak sosial dari Hobbes dan Locke memiliki persamaan dan
perbedaan masing-masing. Pemikiran Hobbes dengan Leviathannya dapat
dilihat dalam kehidupan di Indonesia saat ini.
Pajak

merupakan

cerminan

dari

teori

kontrak

sosial

yang

dikemukakan oleh Hobbes. Karena dalam hal ini negara secara mutlak dan
berkuasa penuh dalam menentukan aturan tentang diwajibkannya pajak
bagi rakyat, maka disini terlihat kekuasaan negara dalam mengatur
kehidupan rakyat. Pemerintah membuat pajak untuk mengikat rakyatnya
supaya patuh dan tunduk melaksanakan pajak. Hobbes berpendapat
bahwa negara mempunyai kekuasaan absolut dan rakyat memberikan hak
sepenuhnya kepada negara. Rakyat tidak dapat menentukan pajak atau
bahkan menolaknya. Disini terlihat bahwa ada pemaksaan yang dilakukan
negara terhadap rakyatnya. Kekuasaan negara Hobbes hanya berdasarkan
pada perasaan takut para warga negaranya, ini sama dengan pajak, jika
ada warga negara yang tidak membayar pajak maka akan dikenakan
sanksi dan mau tidak mau rakyat harus membayar.
Namun, pajak juga memberikan sisi baik untuk rakyat. Pajak
merupakan bentuk untuk menyejahterakan rakyat. seperti pembangunan
infrastruktur,

pendidikan,

dan

sumber

utama

pemerintah

untuk

membayar pegawai negeri sipil, polisi, tentara, dan sebagainya. Dengan


begitu, akan terjadi tatanan masyarakat yang teratur dan sejahtera.

Kesimpulan
Teori konrak sosial lahir untuk memberikan kesempatan pada
masyarakat sebagai tokoh utama dalam dibentuknya sebuah negara.
Sehingga masyarakat dapat turut serta mengontrol kinerja pemerintahan
sebuah negara demi tercapainya kesejahteraan masayarakat di negara
tersebut. Tidak hanya itu, teori kontrak sosial juga akan melahirkan
keteraturan sosial dalam sebuah negara. Pemikiran Hobbes mengenai
kontrak sosial dapat dikatakan bahwa ia cenderung lebih tertutup akan
perkembangan dunia atau dapat dikatakan sebagai konservatis. Hal ini
disebabkan karena gagasan mengenai konsep negara absolut yang
dikemukakannya dimana ia menurutnya penguasa memiliki otoritas
mutlak dan tidak terikat pada kontrak sosial. Sementara itu, teori kontrak
sosial Locke dapat dikatakan lebih dinamis karena kontrak sosial Locke
memberikan kesempatan pada masyarakat untuk mengontrol kinerja
penguasa. Sehingga penguasa tidak dapat bertindak sewenang wenang
karena kekuasaan dalam kontrak sosial Locke tidak bersifat mutlak.

Daftar Pustaka
Azhary. 1979. Sejarah Tipe Pokok Negara, Jakarta:Permata Publishing Company.
C.S.T, Kansil. 2011. Pengantar Ilmu Hukum Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta.
Kelsen, Hans. Teori Umum Hukum dan Negara
Suhelmi, Ahmad. 2001. Pemikiran Politik Barat, Jakarta:Gramdeia Pustaka Utama

Anda mungkin juga menyukai