Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
Tuberkulosis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kuman mikobakterium
tuberkulosa. Hasil ini ditemukan pertama kali oleh Robert Koch pada tahun 1882.
Penyakit tuberkulosis sudah ada dan dikenal sejak zaman dahulu, manusia sudah
berabad-abad hidup bersama dengan kuman tuberkulosis. Hal ini dibuktikan dengan
ditemukannya lesi tuberkulosis pada penggalian tulang-tulang kerangka di Mesir.
Demikian juga di Indonesia, yang dapat kita saksikan dalam ukiran-ukiran pada dinding
candi Borobudur.1
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di
dunia ini. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan
tuberkulosis sebagai Global Emergency . Laporan WHO tahun 2004 menyatakan
bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002, dimana 3,9 juta adalah
kasus BTA (Basil Tahan Asam) positif. Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman
tuberkulosis dan menurut regional WHO jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia
tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus TB di dunia, namun bila dilihat dari jumlah
penduduk terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk. Di Afrika hampir 2 kali lebih besar
dari Asia tenggara yaitu 350 per 100.000 pendduduk.9
Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2 - 3 juta
setiap tahun. Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar kematian
akibat TB terdapat di Asia tenggara yaitu 625.000 orang atau angka mortaliti sebesar 39
orang per 100.000 penduduk. Angka mortaliti tertinggi terdapat di Afrika yaitu 83 per
100.000 penduduk, dimana prevalensi HIV yang cukup tinggi mengakibatkan
peningkatan cepat kasus TB yang muncul.9
Indonesia masih menempati urutan ke 3 di dunia untuk jumlah kasus TB setelah
India dan China. Setiap tahun terdapat 250.000 kasus baru TB dan sekitar 140.000
kematian akibat TB. Di Indonesia tuberkulosis adalah pembunuh nomor satu diantara
penyakit menular dan merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung
dan penyakit pernapasan akut pada seluruh kalangan usia.9

Pembuatan diagnosis tuberkulosis paru kadang-kadang sulit, sebab penyakit


tuberkulosis paru yang sudah berat dan progresif, sering tidak menimbulkan gejala yang
dapat dilihat/dikenal; antara gejala dengan luasnya penyakit maupun lamanya sakit,
sering tidak mempunyai korelasi yang baik. Hal ini disebabkan oleh karena penyakit
tuberkulosis paru merupakan penyakit paru yang besar (great imitator), yang mempunyai
diagnosis banding hampir pada semua penyakit dada dan banyak penyakit lain yang
mempunyai gejala umum berupa kelelahan dan panas.7
Walaupun penyakit ini telah lama dikenal, obat-obat untuk menyembuhkannya
belum lama ditemukan, dan pengobatan tuberkulosis paru saat ini lebih dikenal dengan
sistem pengobatan jangka pendek dalam waktu 69 bulan. Prinsip pengobatan jangka
pendek adalah membunuh dan mensterilkan kuman yang berada di dalam tubuh manusia.
Obat yang sering digunakan dalam pengobatan jangka pendek saat ini adalah isoniazid,
rifampisin, pirazinamid, streptomisin dan etambutol.8

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium
tuberculosis.10 Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau sedikit
melengkung, tidak berspora dan tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3 0,6
mm dan panjang 1 4 mm. Bakteri M. tuberculosis bersifat tahan asam, yaitu apabila
sekali diwarnai akan tetap tahan terhadap upaya penghilangan zat warna tersebut dengan
larutan asamalkohol.
PATOGENESIS
Paru merupakan port dentre lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena ukurannya
yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang terhirup, dapat
mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme
imunologis non spesifik yang menfagosit kuman TB dan biasanya sanggup
menghancurkan sebagian besar kuman TB. Kuman TB dalam makrofag yang terus
berkembang biak, akhirnya akan membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi pertama
koloni kuman TB di jaringan paru disebut Fokus Primer GOHN.
Dari fokus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar
limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus
primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis)
dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Kompleks primer merupakan gabungan

antara fokus primer, kelenjar limfe regional yang membesar (limfadenitis) dan saluran
limfe yang meradang (limfangitis).
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks
primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini berbeda dengan
pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak
masuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi TB biasanya
berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12 minggu.
Selama berminggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan logaritmik
kuman TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi terhadap
tuberkulin, mengalami perkembangan sensitivitas. Pada saat terbentuknya kompleks
primer inilah, infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut ditandai oleh
terbentuknya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respons positif
terhadap uji tuberkulin. Selama masa inkubasi, uji tuberkulin masih negatif.
Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer di jaringan paru biasanya
mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah
mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan
mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna
fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama
bertahun-tahun dalam kelenjar ini.
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang terjadi
dapat disebabkan oleh fokus paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru
dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis
perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus
sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas).

KLASIFIKASI
A. Tuberkulosis Paru

Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak


termasuk pleura.
1. Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA)
TB paru dibagi atas:
a. Tuberkulosis paru BTA (+) adalah:
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif.
Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainan
radiologik menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif. Hasil pemeriksaan satu spesimen
dahak menunjukkan BTA positif dan biakan positif.
b. Tuberkulosis paru BTA (-)
1) Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinik dan
kelainan radiologis menunjukkan tuberkulosis aktif.
2) Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan M.
tuberculosis positif.
2. Berdasarkan tipe pasien
Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada
beberapa tipe pasien yaitu :
a. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.
b. Kasus kambuh (relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian
kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif.
Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran radiologik dicurigai lesi aktif /
perburukan dan terdapat gejalaklinis maka harus dipikirkan beberapa kemungkinan :
1) Infeksi non TB (pneumonia, bronkiektasis dll) Dalam hal ini berikan dahulu
antibiotik selama 2 minggu, kemudian dievaluasi.
2) Infeksi jamur
3) TB paru kambuh
Bila meragukan harap konsul ke ahlinya.

c. Kasus defaulted atau drop out


Adalah pasien yang tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum
masa pengobatannya selesai.
d. Kasus gagal
1) Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif
pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan).
2) Adalah pasien dengan hasil BTA negatif gambaran radiologik positif menjadi
BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan.
e. Kasus kronik / persisten
Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai pengobatan
ulang kategori 2 dengan pengawasan yang baik.

Catatan:
a. Kasus pindahan (transfer in):
Adalah pasien yang sedang mendapatkan pengobatan di suatu kabupaten dan
kemudian pindah berobat ke kabupaten lain. Pasien pindahan tersebut harus membawa
surat rujukan / pindah.
b. Kasus Bekas TB:
1) Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan gambaran
radiologik paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto serial
menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT adekuat akan
lebih mendukung.
2) Pada kasus dengan gambaran radiologik meragukan dan telah mendapat
pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto toraks ulang tidak ada perubahan
gambaran radiologic.9
B. Tuberkulosis Ekstra Paru
Tuberkulosis ekstra paru adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain
selain paru, misalnya pleura, kelenjar getah bening, selaput otak, perikard, tulang,
persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin dan lain-lain.

Diagnosis sebaiknya didasarkan atas kultur positif atau patologi anatomi. Untuk
kasus-kasus yang tidak dapat dilakukan pengambilan spesimen maka diperlukan bukti
klinis yang kuat dan konsisten dengan TB ekstra paru aktif.
DIAGNOSIS
Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik, pemeriksaan
fisik/jasmani, pemeriksaan bakteriologik, radiologik dan pemeriksaan penunjang lainnya.
A. Gejala klinik
Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan
gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala
respiratorik (gejala lokal sesuai organ yang terlibat).
1. Gejala respiratorik
a.
b.
c.
d.

batuk-batuk lebih dari 2 minggu


batuk darah
sesak napas
nyeri dada
Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala

yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada saat medical
check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka pasien mungkin tidak
ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk
diperlukan untuk membuang dahak ke luar.
2. Gejala sistemik
a. Demam
b. Gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan menurun.
3. Gejala tuberkulosis ekstra paru
Gejala tuberkulosis ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada
limfadenitis tuberkulosa akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari
kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosa akan terlihat gejala meningitis,
sementara pada pleuritis tuberkulosa terdapat gejala sesak napas & kadang nyeri dada
pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.

B. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ yang
terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur
paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali)
menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior
terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1 & S2) , serta daerah apeks lobus inferior
(S6). Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik,
suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma &
mediastinum.

Pemeriksaan Bakteriologik
1. Bahan pemeriksasan
Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai arti
yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan
bakteriologik ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan
bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin,
faeces dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH)
2. Cara pengumpulan dan pengiriman bahan
Cara pengambilan dahak 3 kali (SPS):
a. Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
b. Pagi ( keesokan harinya )
c. Sewaktu / spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi) atau setiap pagi 3 hari
berturut-turut.

Bahan pemeriksaan/spesimen yang berbentuk cairan dikumpulkan/ditampung


dalam pot yang bermulut lebar, berpenampang 6 cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak
mudah pecah dan tidak bocor. Apabila ada fasilitas, spesimen tersebut dapat dibuat
sediaan apus pada gelas objek (difiksasi) sebelum dikirim ke laboratorium.
3. Cara pemeriksaan dahak dan bahan lain.

Pemeriksaan bakteriologik dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan pleura,
liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar /BAL,
urin, faeces dan jaringan biopsi, termasuk BJH) dapat dilakukan dengan cara :
a.

Pemeriksaan mikroskopik:
Mikroskopik biasa : pewarnaan Ziehl-Nielsen
Mikroskopik fluoresens: pewarnaan auramin-rhodamin (khususnya untuk screening)
lnterpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah bila :
1) 3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali negative : BTA positif
2) 1 kali positif, 2 kali negative : ulang BTA 3 kali kecuali bila ada fasilitas foto
toraks, kemudian
o bila 1 kali positif, 2 kali negatif : BTA positif
o bila 3 kali negatif : BTA negatif
Interpretasi pemeriksaan mikroskopik dibaca dengan skala IUATLD (rekomendasi
WHO). Skala IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung Disease)
:
Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif
1) Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang
ditemukan.
2) Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+).
3) Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+).
4) Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+).

D. Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto
lateral, top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat
memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform).
Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :
1. Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan
segmen superior lobus bawah.
2. Kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
nodular.
3. Bayangan bercak milier.
4. Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang).
Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif

1. Fibrotik
2. Kalsifikasi
3. Schwarte atau penebalan pleura

Gambar 6. Alur Diagnosis TB Paru

II.7 PERJALANAN PENYAKIT


Cara penularan12
1. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.
2. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk
percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000
percikan dahak.
3. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam
waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar

matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama


beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.
4. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan
dahak, makin menular pasien tersebut.
5. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh
konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
A. Risiko penularan12
1. Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak. Pasien TB
paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan lebih besar
dari pasien TB paru dengan BTA negatif.
2. Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of
Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko Terinfeksi
TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh) orang diantara 1000
penduduk terinfeksi setiap tahun.
3. ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%.
4. Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negatif menjadi positif.
B. Risiko menjadi sakit TB12
1. Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB.
2. Dengan ARTI 1%, diperkirakan diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 1000
terinfeksi TB dan 10% diantaranya (100 orang) akan menjadi sakit TB setiap
tahun. Sekitar 50 diantaranya adalah pasien TB BTA positif.
3. Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB adalah
daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi
buruk).
4. HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi TB menjadi
sakit TB. Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh
seluler (cellular immunity), sehingga jika terjadi infeksi penyerta (oportunistic),
seperti tuberkulosis, maka yang bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan
bias mengakibatkan kematian. Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka
jumlah pasien TB akan meningkat, dengan demikian penularan TB di masyarakat
akan meningkat pula.

PENATALAKSANAAN
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan
fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama
dan tambahan.
A. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
1. Prinsip pengobatan
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:
a. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah
cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT
tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih
menguntungkan dan sangat dianjurkan.
b. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung
(DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
c. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
Tahap awal (intensif)
a. Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara
langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
b. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien
menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
c. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.
Tahap Lanjutan
a. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka
waktu yang lebih lama
b. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah
terjadinya kekambuhan
Paket Kombipak.
Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan
Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan program untuk
digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT.

Pengembangan pengobatan TB paru yang efektif merupakan hal yang penting


untuk menyembuhkan pasien dan menghindari MDR TB (multidrug resistant
tuberculosis). Pengembangan strategi DOTS untuk mengontrol epidemi TB merupakan
prioriti utama WHO. International Union Against Tuberculosis and Lung Disease
(IUALTD) dan WHO menyarakan untuk menggantikan paduan obat tunggal dengan
kombinasi dosis tetap dalam pengobatan TB primer pada tahun 1998. Dosis obat
tuberkulosis kombinasi dosis tetap berdasarkan WHO seperti terlihat pada tabel 3.
Keuntungan kombinasi dosis tetap antara lain:
1. Penatalaksanaan sederhana dengan kesalahan pembuatan resep minimal.
2. Peningkatan kepatuhan dan penerimaan pasien dengan penurunan kesalahan
pengobatan yang tidak disengaja.
3. Peningkatan kepatuhan tenaga kesehatan terhadap penatalaksanaan yang benar dan
standar.
4. Perbaikan manajemen obat karena jenis obat lebih sedikit.
5. Menurunkan risiko penyalahgunaan obat tunggal dan MDR akibat penurunan
penggunaan monoterapi.
BAB III
PERMASALAHAN
Kejadian Malaria di Kelurahan Samapuin pada bulan OktoberDesember 2014 di Kelurahan Samapuin.
Bulan

Oktober 2014

Malaria

Klinis Positif

(kasus)

(kasus)

10

November 2014 1

Desember 2014 4

Malaria

Kejadian Malaria di kelurahan Samapuin pada Bulan Januari-Maret


2015 adalah 14 kasus dengan gejala klinis malaria dan 1 kasus yang
positif malaria. Dengan total kasus di cakupan wilayah Puskesmas

(Seketeng, Pekat, Brang Bara, Samapuin, Bugis) yaitu 228 kasus


dengan gejala klinis malaria dan 10 kasus positif malaria. Data di atas
menunjukkan

sangat

perlunya

pengendalian

malaria

di

wilayah

seketeng. Kasus malaria yang terjadi relative banyak, hal ini dapat di
sebabkan oleh beberapa hal:
1. Kurangnya pengetahuan warga mengenai penyakit Malaria, cara
penularannya, dan pencegahannya sehingga kasus malaria tidak
kunjung mencapai nilai minimal.
2. Kurangnya

kesadaran

warga

dalam

menjaga

kebersihan

lingkungan sehingga meningkatkan sarang-sarang nyamuk yang


menyebabkan Malaria.
3. Jumlah kader yang masih kurang sehingga kurangnya koordinasi
mengenai informasi penting dari puskesmas kepada masyarakat
yang

mengakibatkan

kurangnya

pengetahuan

masyarakat

mengenai penyakit malaria.


4. Kurangnya koordinasi lintas sector. Permasalahan malaria bukan
hanya tanggung jawab dari tenaga kesehatan saja apalagi pada
daerah yang endemis. Hal ini sudah merupakan tanggung jawab
dari seluruh sector termasuk pertanian, social budaya dll demi
upaya pencegahan malaria.

BAB IV
PEMECAHAN MASALAH
Penyakit malaria adalah masalah bersama di Nusa Tenggara Barat
khususnya Sumbawa. Bukan hanya tenaga kesehatan yang harus
memikirkan tentang masalah ini namun juga sangat dibutuhkan
keterlibatan dari segala macam pihak seperti sector social budaya,
pertanian, peternakan, LSM, pimpinan daerah, pimpinan kelurahan,
dan tentunya adalah masyarakat itu sendiri. Hal yang paling mudah
dilakukan adalah dengan melakukan penyuluhan mengenai malaria.
Penyuluhan dapat dilakukan secara berkala mengingat tingkat kejadian
malaria di daeah Sumbawa cukup tinggi. Penyuluhan dapat dilakukan
di posyandu, di pertemuan warga, di event event besar seperti acara
17

agustus.

Penyuluhan

sebaiknya

dibuat

semenarik

mungkin

sehingga para pendengar tertarik untuk mendengarkan, mungkin


penting untuk memaparkan sebelum mulai penyuluhan mengenai
mengapa mereka harus mengetahui penyuluhan mengenai malaria

ini, kita dapat memaparkan bahwa ini merupakan kebutuhan kita


bersama demi mencegah perkembangan malaria lebih lanjut.
Selain penyuluhan, mungkin dapat dilakukan gotong royong
bersama setiap 2kali seminggu atau setiap minggu untuk lebih
baiknya. Inilah tugas para pemimpin untuk mengingatkan warganya.
Pihak tenaga kesehatan seharusnya berkoordinasi dengan pihak pihak
yang memiliki jabatan yang mampu memboyong masyarakat untuk
hidup sehat demi meminimalkan kejadian malaria.
Puskesmas juga dapat melakukan pencegahan secara kimia yaitu
salah satunya adalah pembagian kelambu insektisida gratis. Kelambu
dapat diberikan untuk setiap KK.
Tenaga kesehatan dapat berkoordinasi dengan sektor pertanian
dalam menekan perkembangan penyakit malaria. Salah satu caranya
adalah dengan memperbaiki pola tanam. Dipilih pola tanam padi dan
palawija, karena ditinjau dari strategi pengadan pangan/pakan dan
usaha peningkatan pendapatan petani merupakan alternatif terbaik,
terutama

dalam usaha pengendalian vektor malaria. Kedua jenis

komoditi ini, yaitu padi dan palawija, mempunyai bentuk dan ekologi
yang jauh berbeda, begitu pula hama dan penyakitnya. Apabila kedua
tanaman ini diselang-seling dalam satu tahun musim tanam, akan
menekan populasi hama dan vektor malaria karena habitatnya tidak
sesuai dengan perkembangan populasi hama/ vektor malaria tersebut,
apalagi bila ditunjang dengan cara bercocok tanam dengan teknik
yang baik. Dengan demikian akan tercapai suatu keseimbangan biologi
bila

hama/penyakit

berdampingan

pada

tanamannya sendiri.

dari

kedua

batas-batas

jenis

komoditi

yang

tidak

tersebut

hidup

membahayakan

BAB V
KESIMPULAN
1. Malaria adalah penyakit menular yang di sebabkan oleh parasit
yang di bawa oleh nyamuk anopheles.
2. Pengetahuan warga mengenai malaria dan cara
pengendaliannya masih sangat kurang.
3. Pengendalian biologi, pengaturan tanaman, fisik, dan kimiawi
dapat dilakukan untuk menekan kejadian malaria.
4. Pengendalian malaria harus melibatkan beberapa sektor tidak
hanya tenaga kesehatan.

Mengenal Gejala dan Tanda Malaria serta


Pencegahannya sebagai program Pencegahan
Penyakit Menular di Kelurahan Samapuin

Disusun Oleh:
dr. Mario Reggynal

PROGRAM DOKTER INTERNSHIP


PUSKESMAS UNIT 1 SUMBAWA
2015

Anda mungkin juga menyukai