Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa berdasarkan pada sifat penyelidikan dan pendekatan
teknologi yang digunakan, maka kegiatan eksplorasi secara umum dapat dibedakan menjadi 2 (dua),
yaitu eksplorasi tak langsung dan eksplorasi langsung.
Metode eksplorasi langsung mempunyai pengertian bahwa pengamatan dapat dilakukan dengan kontak
visual dan fisik dengan kondisi permukaan/bawah permukaan, terhadap endapan yang dicari, serta dapat
dilakukan deskripsi megaskopis/mikroskopis, pengukuran, dan sampling terhadap objek yang dianalisis.
Begitu juga dengan interpretasi yang dilakukan, dapat berhubungan langsung dengan fakta-fakta dari
hasil pengamatan lapangan. Metode eksplorasi langsung ini dapat dilakukan (diterapkan) pada
sepanjang kegiatan eksplorasi (tahap awal s/d detail).
Beberapa metode (aspek) yang akan dipelajari sehubungan dengan Metode Eksplorasi Langsung ini
adalah :
Pemetaan geologi/alterasi.
1.
Pemetaan Geologi/Alterasi
Pemetaan geologi merupakan suatu kegiatan pendataan informasi-informasi geologi permukaan dan
menghasilkan suatu bentuk laporan berupa peta geologi yang dapat memberikan gambaran mengenai
penyebaran dan susunan batuan (lapisan batuan), serta memuat informasi gejala-gejala struktur geologi
yang mungkin mempengaruhi pola penyebaran batuan pada daerah tersebut. Selain pemetaan informasi
geologi, pada kegiatan ini juga sekaligus memetakan tanda-tanda mineralisasi yang berupa alterasi
mineral.
Tingkat ketelitian dan nilai dari suatu peta geologi sangat tergantung pada informasi-informasi
pengamatan lapangan dan skala pengerjaan peta. Skala peta tersebut mewakili intensitas dan
kerapatan data singkapan yang diperoleh yang diperoleh. Tingkat ketelitian peta geologi ini juga
dipengaruhi oleh tahapan eksplorasi yang dilakukan. Pada tahap eksplorasi awal, skala peta 1 :
25.000 mungkin sudah cukup memadai, namun pada tahap prospeksi s/d penemuan, skala
peta geologi sebaiknya 1 : 10.000 s/d 1 : 2.500.
Pada tahapan eksplorasi awal, pengumpulan data (informasi singkapan) dapat dilakukan dengan
menggunakan palu dan kompas geologi, serta penentuan posisi melalui orientasi lapangan atau dengan
cara tali-kompas.
Namun dalam tahapan eksplorasi lanjut s/d detail, pengamatan singkapan dapat diperluas dengan
menggunakan metode-metode lain seperti uji sumur, uji parit, maupun bor tangan atau auger, sedangkan
penentuan posisi dilakukan dengan menggunakan alat ukur permukaan seperti pemetaan dengan plane
table atau dengan teodolit.
6.1.1
Singkapan
Pada aliran sungai, dimana arus sungai mengikis lapisan tanah penutup.
Pada dinding lembah, dimana tanah dapat dikikis oleh air limpasan.
Pada bukaan-bukaan akibat aktivitas manusia, seperti tebing jalan, sumur penduduk, atau pada
parit-parit jalan, tambang yang sudah ada.
Pengamatan-pengamatan yang dapat dilakukan pada suatu singkapan antara lain :
Pengukuran jurus dan kemiringan (strike & dip) lapisan yang tersingkap.
Pengukuran dan pengamatan struktur-struktur geologi (minor atau major) yang ada.
Lintasan (traverse)
Dalam melakukan pemetaan geologi yang sistematis, dibutuhkan lintasan-lintasan pengamatan yang
dapat mencakup seluruh daerah pemetaan. Perencanaan lintasan tersebut sebaiknya dilakukan setelah
gambaran umum seperti kondisi geologi regional dan geomorfologi daerah diketahui, agar lintasan yang
direncanakan tersebut efektif dan representatif.
Pada prinsipnya, lintasan-lintasan yang dibuat pada aliran-aliran sungai atau jalur-jalur kikisan yang
memotong arah umum perlapisan, dengan tujuan dapat memperoleh variasi litologi (batuan). Kadangkadang juga diperlukan lintasan-lintasan yang searah dengan jurus umum perlapisan dengan tujuan
dapat mengetahui kemenerusan lapisan. Secara umum lintasan (traverse) pemetaan ada 2 (dua), yaitu
lintasan terbuka dan lintasan tertutup. Lintasan terbuka mempunyai titik awal dan titik akhir yang tidak
sama, sedangkan lintasan tertutup bersifat loop (titik awal dan titik akhir sama).
Namun yang perlu (penting) diperhatikan, informasi-informasi yang diperoleh dari lintasan-lintasan yang
dibuat dapat digunakan sebagai dasar dalam melakukan korelasi (interpretasi) batas satuan-satuan
litologi.
Selain itu, ada juga metode pemetaan yang dikenal sebagai lintasan kompas dan pengukuran
penampang stratigrafi. Lintasan kompas (measured section atau tali kompas) dilakukan dengan tujuan
membuat penampang (topografi dan litologi) di sepanjang lintasan. Sedangkan pengukuran penampang
stratigrafi dilakukan untuk mengetahui ketebalan, struktur perlapisan, variasi satuan litologi, atau
mineralisasi dengan detail (rinci). Umumnya pengukuran penampang stratigrafi dilakukan pada salah satu
lintasan kompas yang dianggap paling lengkap memuat informasi litologi keseluruhan wilayah.
6.1.3
Informasi-informasi yang dapat dipelajari atau dihasilkan dari kegiatan pemetaan geologi/alterasi antara
lain :
Penyebaran, arah, dan bentuk permukaan dari endapan, bijih, atau batubara.
Variasi, kedudukan, kontak, dan ketebalan satuan litologi (stratigrafi atau formasi).
Bangunan-bangunan, dll.
Sedangkan dalam melakukan interpretasi tersebut, beberapa kaidah dasar geologi perlu diperhatikan,
antara lain :
Zona-zona mineralogis ; berhubungan dengan batas zona endapan/bijih, zona pelapukan, dan
zona (penyebaran) alterasi.
Aspek stratigrafi dan litologi ; berhubungan dengan perlapisan batuan, zona-zona intrusi, dan
proses sedimentasi.
Aspek struktur ; berhubungan dengan ketidak selarasan, patahan, lipatan, zona kekar, kelurusankelurusan, dll.
Dari hasil pemetaan geologi/alterasi yang baik, maka dapat memberikan manfaat antara lain :
Pekerjaan eksplorasi yang berlebihan (di luar zona bijih/endapan) dapat dihindarkan (efisiensi).
Gambar 6.1 menunjukkan hasil interpretasi pemetaan geologi berupa peta dan penampang geologi dari
data pengamatan singkapan di lapangan.
Gambar 6.1 Peta dan penampang geologi suatu daerah vulkanik yang ditandai
dengan munculnya beberapa tubuh intrusi (Graha, 1987)
1.
Selain pemetaan geologi melalui pengamatan (pendiskripsian) singkapan, penyusuran (pencarian) lokasi
endapan bijih dapat juga dilakukan dengan tracing float, paritan atau sumur uji. Secara teoritis, dengan
melakukan kombinasi kegiatan antara pemetaan geologi, tracing float, paritan, dan sumur uji dengan
mengumpulkan petunjuk-petunjuk ke arah bijih, maka lokasi endapan dapat diketahui (ditemukan).
6.2.1
Tracing float
Float adalah fragmen-fragmen atau pecahan-pecahan (potongan-potongan) dari badan bijih yang lapuk
dan tererosi. Akibat adanya gaya gravitasi dan aliran air, maka float ini ditransport ke tempat-tempat yang
lebih rendah (ke arah hilir). Pada umumnya, float ini banyak terdapat pada aliran sungai-sungai (lihat
Gambar 6.2).
Gambar 6.2
Tracing (penjejakan perunutan) float ini pada dasarnya merupakan kegiatan pengamatan pada
pecahan-pecahan (potongan-potongan) batuan seukuran kerakal s/d boulder yang terdapat pada sungaisungai, dengan asumsi bahwa jika terdapat pecahan-pecahan yang mengandung mineralisasi, maka
sumbernya adalah pada suatu tempat di bagian hulu dari sungai tersebut. Dengan berjalan ke arah hulu,
maka diharapkan dapat ditemukan asal dari pecahan (float) tersebut.
Intensitas, ukuran, dan bentuk butiran float yang mengandung mineralisasi (termineralisasi) dapat
digunakan sebagai indikator untuk menduga jarak float terhadap sumbernya. Selain itu sifat dan
karakteristik sungai seperti kuat arus, banjir, atau limpasan juga dapat menjadi faktor pendukung.
Selain
dengan
tracing float,
dapat
juga
dilakukan tracing dengan
pendulangan
(tracing with panning). Pada tracing float, material yang menjadi panduan berukuran kasar (besar),
sedangkan dengan menggunakan dulang ditujukan untuk material-material yang berukuran halus (pasir
s/d kerikil). Secara konseptual tracing dengan pendulangan ini mirip dengan tracing float.
Pada Gambar 6.3 dapat dilihat sketsa pengerjaan metode tracing float atau tracing with panningtersebut,
dimana pengecekan dilakukan untuk semua cabang (anak) sungai. Oleh sebab itu, informasi (peta)
jaringan sungai menjadi media utama untuk metode ini.
Gambar 6.3 Sketsa konseptual pengerjaan metode tracing float dan tracing with panning
Pada lokasi dimana float mulai hilang, dapat diinterpretasikan bahwa zona sumber floattelah
terlewati, sehingga konsentrasi penelitian selanjutnya dapat dilakukan pada daerah
dimana float tersebut mulai hilang. Secara teoritis, pada daerah dimana float tersebut hilang
dapat dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan uji paritan (trenching) dan uji
sumuran (test pitting).
6.2.2
Trenching (pembuatan paritan) merupakan salah satu cara dalam observasi singkapan atau dalam
pencarian sumber (badan) bijih/endapan.
Pada pengamatan (observasi) singkapan, paritan uji dilakukan dengan cara menggali tanah
penutup dengan arah relatif tegak lurus bidang perlapisan (terutama pada endapan berlapis). Informasi
yang diperoleh antara lain ; jurus bidang perlapisan, kemiringan lapisan, ketebalan lapisan, karakteristik
perlapisan (ada split atau sisipan), serta dapat sebagai lokasi sampling.
Sedangkan pada pencarian sumber (badan) bijih, parit uji dibuat berupa series dengan arah
paritan relatif tegak lurus terhadap jurus zona badan bijih, sehingga batas zona bijih tersebut dapat
diketahui (lihat Gambar 6.4). Informasi yang dapat diperoleh antara lain ; adanya zona alterasi, zona
mineralisasi, arah relatif (umum) jurus dan kemiringan, serta dapat sebagai lokasi sampling. Dengan
mengkorelasikan series paritan uji tersebut diharapkan zona bijih/minerasisasi/badan endapan dapat
diketahui.
Pembuatan trenching (paritan) ini dilakukan dengan kondisi umum sebagai berikut :
Kedalaman penggalian umumnya 22,5 m (dapat dengan tenaga manusia atau dengan
menggunakan eksavator/back hoe),
Pada kondisi lereng (miring) dapat dibuat mulai dari bagian yang rendah, sehingga dapat terjadi
mekanisme self drainage (pengeringan langsung).
Gambar 6.4
6.2.3
Test pit (sumur uji) merupakan salah satu cara dalam pencarian endapan atau pemastian kemenerusan
lapisan dalam arah vertikal. Pembuatan sumur uji ini dilakukan jika dibutuhkan kedalaman yang lebih (>
2,5 m). Pada umumnya suatu deretan (series) sumur uji dibuat searah jurus, sehingga pola endapan
dapat dikorelasikan dalam arah vertikal dan horisontal.
Sumur uji ini umum dilakukan pada eksplorasi endapan-endapan yang berhubungan dengan pelapukan
dan endapan-endapan berlapis.
Pada endapan berlapis, pembuatan sumur uji ditujukan untuk mendapatkan kemenerusan
lapisan dalam arah kemiringan, variasi litologi atap dan lantai, ketebalan lapisan, dan karakteristik variasi
endapan secara vertikal, serta dapat digunakan sebagai lokasi sampling (lihat Gambar 6.5). Biasanya
sumur uji dibuat dengan kedalaman sampai menembus keseluruhan lapisan endapan yang dicari,
misalnya batubara dan mineralisasi berupa urat (vein).
Pada endapan yang berhubungan dengan pelapukan (lateritik atau residual), pembuatan sumur
uji ditujukan untuk mendapatkan batas-batas zona lapisan (zona tanah, zona residual, zona lateritik),
ketebalan masing-masing zona, variasi vertikal masing-masing zona, serta pada deretan sumur uji dapat
dilakukan pemodelan bentuk endapan.
Pada umumnya, sumur uji dibuat dengan besar lubang bukaan 35 m dengan kedalaman
bervariasi sesuai dengan tujuan pembuatan sumur uji. Pada endapan lateritik atau residual,
kedalaman
sumur
uji
dapat mencapai 30 m atau sampai menembus batuan dasar.
Gambar 6.5
Dalam pembuatan sumur uji tersebut perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1.
Metode Sampling
6.3.1
Konsep sampling
Sampel (conto) merupakan satu bagian yang representatif atau satu bagian dari keseluruhan yang bisa
menggambarkan berbagai karakteristik untuk tujuan inspeksi atau menunjukkan bukti-bukti kualitas, dan
merupakan sebagian dari populasi stastistik dimana sifat-sifatnya telah dipelajari untuk mendapatkan
informasi keseluruhan.
Secara spesifik, conto dapat dikatakan sebagai sekumpulan material yang dapat mewakili jenis batuan,
formasi, atau badan bijih (endapan) dalam arti kualitatif dan kuantitatif dengan pemerian (deskripsi)
termasuk lokasi dan komposisi dari batuan, formasi, atau badan bijih (endapan) tersebut. Proses
pengambilan conto tersebut disebut sampling (pemercontoan).
Sampling dapat dilakukan karena beberapa alasan (tujuan) maupun tahapan pekerjaan (tahapan
eksplorasi, evaluasi, maupun eksploitasi).
Selama fase eksplorasi sampling dilakukan pada badan bijih (mineable thickness) dan tidak
hanya terbatas pada zona mineralisasi saja, tetapi juga pada zona-zona low grade maupun
material barren, dengan tujuan untuk mendapatkan batas yang jelas antara masing-masing zona
tersebut.
Selama fase evaluasi, sampling dilakukan tidak hanya pada zona endapan, tapi juga pada
daerah-daerah di sekitar endapan dengan tujuan memperoleh informasi lain yang berhubungan dengan
kestabilan lereng dan pemilihan metode penambangan.
Sedangkan selama fase eksploitasi, sampling tetap dilakukan dengan tujuan kontrol kadar
(quality control) dan monitoring front kerja (kadar pada front kerja yang aktif, kadar pada bench open pit,
atau kadar pada umpan material).
Pemilihan metode sampling dan jumlah conto yang akan diambil tergantung pada beberapa faktor, antara
lain :
Kedalaman pengambilan conto, yang berhubungan dengan letak dan kondisi batuan induk.
Salting, yaitu peningkatan kadar pada conto yang diambil sebagai akibat masuknya material lain
dengan kadar tinggi ke dalam conto.
Kesalahan dalam analisis kimia, akibat conto yang diambil kurang representatif.
Secara umum, dalam pemilihan metode sampling perlu diperhatikan karakteristik endapan yang
akan diambil contonya. Bentuk keterdapatan dan morfologi endapan akan berpengaruh pada
tipe dan kuantitas sampling. Aspek karakteristik endapan untuk tujuan sampling ini dapat
dijelaskan sebagai berikut :
a.
b.
Komponen mineral atau logam tidak tersebar merata pada badan urat.
Mineral bijih dapat berupa kristal-kristal yang kasar sehingga diperlukan sample dengan
volume yang besar agar representatif.
Kebanyakan urat mempunyai lebar yang sempit (jika dibandingkan dengan bukaan stope)
sehingga rentan dengan dilution.
Kebanyakan urat berasosiasi dengan sesar, pengisi rekahan, dan zona geser (regangan),
sehingga pada kondisi ini memungkinkan terjadinya efek dilution pada batuan samping,
sehingga batuan samping perlu dilakukan sampling.
Perbedaan assay (kadar) antara urat dan batuan samping pada umumnya tajam,
berhubungan dengan kontak dengan batuan samping, impregnasi pada batuan samping,
serta pola urat yang menjari (bercabang), sehingga dalam sampling perlu dicari dan
ditentukan batas vein yang jelas.
Fluktuasi ketebalan urat sulit diprediksi, dan mempunyai rentang yang terbatas, serta
mempunyai kadar yang sangat erratic (acak/tidak beraturan) dan sulit diprediksi, sehingga
diperlukan sampling dengan interval yang rapat.
Kebanyakan urat relatif keras dan bersifat brittle, sehingga cukup sulit untuk mencegah
terjadinya bias akibat variabel kuantitas per unit panjang sulit dikontrol.
Sampling lanjutan kadang-kadang terbatas terhadap jarak (interval), karena pada umumnya
harus dilanjutkan melalui pemboran inti.
Kadang-kadang diganggu oleh struktur geologi atau tektonik yang kuat, sehingga dapat
menimbulkan masalah dalam sampling.
Arah kecenderungan kadar relatif seragam dan dapat diprediksi, namun kadang-kadang
dapat terganggu oleh adanya remobilisasi, metamorfisme, atau berbentuk urat.
Perubahan-perubahan gradual atau sistematis dalam kadar harus diikuti oleh perubahan
dalam interval sampling.
Dalam beberapa kondisi mungkin terdapat mineralisasi yang berbutir halus dan kemudian
berpengaruh pada besar volume material yang dilakukan sampling.
Pada tipe hosted by meta-sediment, perlu diperhatikan variabel ukuran conto akibat
perubahan ukuran, kekerasan batuan, atau nugget effect.
Setempat dapat terjadi perubahan kadar yang moderat dan dapat menyebabkan kesalahan
pada sampling yang signifikan.
c.
d.
Rekomendasi pola sampling (strategi sampling) adalah dengan interval teratur secara
vertikal, bed by bed (atau ply by ply), atau jika relatif homogen dapat dilakukan secara
komposit.
batubara,
6.3.2
Mempuyai dimensi yang besar, sehingga sampling lebih diprioritaskan dengan pemboran inti
(diamond atau percussion).
Keberadaan zona-zona pelindian atau oksidasi, zona pengkayaan supergen, dan zona
hipogen, juga perlu mendapat perhatian khusus.
Mineralisasi dengan kadar hipogen yang relatif tinggi sering terkonsentrasi sepanjang sistem
kekar sehingga penentuan orientasi sampling dan pemboran perlu diperhatikan dengan
seksama.
Zonasi-zonasi internal (alterasi batuan samping) harus selalu diperhatikan dan direkam
sepanjang proses sampling.
Variasi dari kerapatan pola kekar akan mempengaruhi kekuatan batuan, sehingga interval
(kerapatan) sampling akan sangat membantu dalam informasi fragmentasi batuan nantinya.
Grab sampling
Secara umum, metode grab sampling ini merupakan teknik sampling dengan cara mengambil bagian
(fragmen) yang berukuran besar dari suatu material (baik di alam maupun dari suatu tumpukan) yang
mengandung mineralisasi secara acak (tanpa seleksi yang khusus). Tingkat ketelitian sampling pada
metode ini relatif mempunyai bias yang cukup besar.
Beberapa kondisi pengambilan conto dengan teknik grab sampling ini antara lain :
6.3.3
Pada tumpukan material hasil pembongkaran untuk mendapatkan gambaran umum kadar.
Pada material di atas dump truck atau belt conveyor pada transportasi material, dengan
tujuan pengecekan kualitas.
Pada fragmen material hasil peledakan pada suatu muka kerja untuk memperoleh kualitas
umum dari material yang diledakkan, dll.
Bulk Sampling
Bulk sampling (conto ruah) ini merupakan metode sampling dengan cara mengambil material dalam
jumlah (volume) yang besar, dan umum dilakukan pada semua fase kegiatan (eksplorasi sampai dengan
pengolahan). Pada fase sebelum operasi penambangan, bulk sampling ini dilakukan untuk mengetahui
kadar pada suatu blok atau bidang kerja. Metode bulk sampling ini juga umum dilakukan untuk uji
metalurgi dengan tujuan mengetahui recovery (perolehan) suatu proses pengolahan. Sedangkan pada
kegiatan eksplorasi, salah satu penerapan metode bulk sampling ini adalah dalam pengambilan conto
dengan sumur uji (lihat Gambar 6.5).
6.3.4
Chip sampling
Chip sampling (conto tatahan) adalah salah satu metode sampling dengan cara mengumpulkan pecahan
batuan (rock chip) yang dipecahkan melalui suatu jalur (dengan lebar 15 cm) yang memotong zona
mineralisasi dengan menggunakan palu atau pahat. Jalur sampling tersebut biasanya bidang horizontal
dan pecahan-pecahan batuan tersebut dikumpulkan dalam suatu kantong conto. Kadang-kadang
pengambilan ukuran conto yang seragam (baik ukuran butir, jumlah, maupun interval) cukup sulit,
terutama pada urat-urat yang keras dan brittle (seperti urat kuarsa), sehingga dapat menimbulkan
kesalahan seperti oversampling (salting) jika ukuran fragmen dengan kadar tinggi relatif lebih banyak
daripada fragmen yang low grade.
6.3.5
Channel sampling
Channel sampling adalah suatu metode (cara) pengambilan conto dengan membuat alur
(channel) sepanjang permukaan yang memperlihatkan jejak bijih (mineralisasi). Alur
tersebut dibuat secara teratur dan seragam (lebar 3-10 cm, kedalaman 3-5 cm) secara
horizontal, vertikal, atau tegak lurus kemiringan lapisan (Gambar 6.6 dan 6.7).
Gambar 6.6 Sketsa pembuatan channel sampling pada urat (Chaussier et al., 1987)
Gambar 6.7 Sketsa pembuatan channel sampling pada endapan yang berlapis
(Chaussier et al., 1987)
Ada beberapa cara atau pendekatan yang dapat dilakukan dalam mengumpulkan fragmenfragmen batuan dalam satu conto atau melakukan pengelompokan conto (sub-channel)
yang tergantung pada tipe (pola) mineralisasi, antara lain :
sampling per
Pada urat bijih, dapat dibuat sub-channel (1, 2, 3, 4, 5) yang ditujukan untuk mengetahui lebar bijih (kadar).
Sub-channel 2
high grade.
Dapat dibuat kombinasi-kombinasi untuk analisis, seperti komposit 1 s/d 5, atau komposit 1,4, & 5, atau
komposit 2 & 3, atau dianalisis tunggal untuk masing-masing sub-channel.
&
diperkirakan
merupakan
bidang
urat
Pada urat bijih, dapat dibuat sub-channel (P1, P2, dan P3) yang ditujukan untuk mengetahui lebar bijih (kadar)
saja.
Dapat dilakukan juga pengambilan conto pada keseluruhan lebar urat (bijih dan pengotornya) dengan tujuan
memperoleh kadar keseluruhan badan bijih.
Terlihat bahwa sub-channel yang dibuat ada tiga, yaitu A, B, dan C selebar a', b', dan c'.
adalah
a,
b,
dan
c,
yang
merupakan
proyeksi
Gambar 6.9 Sketsa pembuatan channel pada bukaan stope untuk mineralisasi
berupa urat (Annels, 1991)
Gambar 6.10 Sketsa pembuatan channel pada sumur uji untuk endapan berlapis.
Informasi-informasi yang harus direkam dalam pengambilan conto dari setiap alur adalah sebagai
berikut :
Lebar atau tebal zona bijih/endapan (lebar horizontal, tebal semu, atau tebal sebenarnya).
Penamaan (pemberian kode) kantong conto, sebaiknya mewakili interval atau lokasisub-channel.
Sedangkan informasi-informasi yang sebaiknya juga dicatat (dideskripsikan) dalam pengambilan conto
adalah :
Setelah conto diperoleh, kemudian dibawa ke laboratorium untuk dilakukan assay (analisis kadar).
Karena yang dianalisis tersebut hanya sebagian kecil dari conto, maka diperlukan preparasi (persiapan)
conto, agar bagian conto yang dianalisis masih representatif terhadap kondisi yang sebenarnya. Namun
secara umum, ukuran conto dapat berpengaruh terhadap hasil analisis, sehingga biasanya analisis
dilakukan sedikitnya pada 2 (dua) laboratorium yang berbeda, dan sebagian conto lagi disimpan sebagai
dokumentasi (lihat Gambar 6.11).
Pengurangan conto (reduksi sampel) sebaiknya dilakukan setelah pengurangan ukuran partikel, atau
dengan kata lain proses pembagian (split) conto dilakukan pada fraksi ukuran yang telah seragam.
Secara teoritis, pengurangan bobot conto dapat mengikuti persamaan berikut (Carras op cit. Annels,
1997) :
dimana :
RW
OW
D1
D2
Gambar 6.11 Prosedur umum (coning & quartering) preparasi conto untuk
analisis laboratorium dan dokumentasi (Chaussier et al., 1987)
Formula ini hanya dapat diterapkan pada conto yang telah mempunyai ukuran relatif seragam. Jika
distribusi tidak homogen, maka ukuran conto harus dikurangi sampai dengan didapatkan ukuran yang
paling ekonomis (secara kadar). Sebagai ilustrasi dapat dilihat contoh hasil assay pada beberapa kondisi
ukuran (Tabel 6.1). Prosedur umum dalam proses reduksi ukuran conto dapat dilihat pada Gambar 6.12.
Tabel 6.1 Hasil analisis pada masing-masing tahapan reduksi ukuran conto (Chaussier et al.,
1987)
Conto-1
Conto-2
551 ppm
24106 ppm
Kadar rata-rata
21,90 ppm
61,2 0ppm
Simpangan baku
10,10 ppm
21,30 ppm
0,46
0,35
1031 ppm
3169 ppm
Kadar rata-rata
21,80 ppm
49,50 ppm
Simpangan baku
3,90 ppm
8,90 ppm
0,18
0,18
2026 ppm
4453 ppm
Kadar rata-rata
23,80 ppm
49,90 ppm
Simpangan baku
1,00 ppm
1,90 ppm
0,04
0,04
Koefisien Variansi
Koefisien Variansi
Koefisien Variansi
Gambar 6.12 Prosedur umum proses pengecilan ukuran (Chaussier et al., 1987)
Setelah ukuran dari conto terdistribusi pada fraksi yang seragam, kemudian dilakukan
pengurangan (reduksi) bobot/jumlah conto. Metode reduksi yang umum digunakan
adalahsplitting dan quartering. Metode reduksi splitting dapat dilihat pada Gambar 6.13 dan
metode quartering dapat dilihat pada Gambar 6.14.
Gambar 6.13 Reduksi jumlah conto dengan metode splitting (Chaussier et al., 1987)
Gambar 6.14 Reduksi jumlah conto dengan metode quartering (Chaussier et al., 1987)
6.3.7
Pada suatu kegiatan pengambilan conto (sampling) dan penentuan kadar rata-rata dari lokasi
pengambilan conto, dilakukan penentuan kadar dengan menggunakan pembobotan kadar. Secara umum
ada 2 (dua) metode pembobotan dalam penentuan kadar, yaitu :
Pembobotan aritmetik sederhana, yang digunakan jika interval pengambilan conto seragam dan
homogenitas dari masing-masing interval diasumsikan tinggi (besar).
Pembobotan oleh lebar (tebal), panjang, luas, volume, dan SG (specific gravity), jika interval
pengambilan conto tidak seragam dan diasumsikan bahwa karakteristik material pada masing-masing
interval tidak sama (bervariasi).
Persamaan :
Pembobotan tebal-lebar-panjang
Jika semua blok mempunyai luas dan SG relatif sama (seragam)
Persamaan :
Pembobotan luas
Jika semua blok mempunyai ketebalan dan SG relatif sama (seragam)
Persamaan :
Pembobotan volume
Jika semua blok mempunyai SG relatif sama (seragam)
Persamaan :
Pembobotan tonase
Jika semua blok mempunyai tonase yang berbeda-beda
Persamaan :
Interval
Tebal
SG
Kadar
t1
SG1
k1
t2
SG2
k2
t3
SG3
k3
Maka :
1.
Pemboran Eksplorasi
Salah satu keputusan penting di dalam kegiatan eksplorasi adalah menentukan kapan kegiatan
pemboran dimulai dan diakhiri. Pelaksanaan pemboran sangat penting jika kegiatan yang dilakukan
adalah menentukan zona mineralisasi dari permukaan. Kegiatan ini dilakukan untuk memperoleh
gambaran mineralisasi dari permukaan sebaik mungkin, namun demikian kegiatan pemboran dapat
dihentikan jika telah dapat mengetahui gambaran geologi permukaan dan mineralisasi bawah permukaan
secara menyeluruh.
Dalam melakukan perencanaan pemboran, hal-hal yang perlu diperhatikan dan direncanakan dengan
baik adalah :
spasi pemboran,
Selain itu aspek logistik juga harus dipikirkan dengan cermat, antara lain :
juru bor,
alat transportasi,
geometri endapan,
sampling, dll.
Umumnya mekanisme pemboran dibagi menjadi tiga jenis, yaitu rotary drilling, percussive drilling,
dan rotary-percussive drilling. Pada mekanisme rotary drilling terdapat tiga macam penggerak atau
pemutar stang bor yaitu spindle, rotary table, dan top drive. Mesin penggerak yang digunakan dapat
bekerja secara mekanik (dengan bahan bakar) maupun elektrik. Mata bor yang sering digunakan
umumnya berupa tricone bit untuk pemboran open hole (non coring) ataupun diamond bit untuk
pemboran inti (coring).
Fluida bor yang sering digunakan dalam suatu operasi pemboran dapat berupa udara, air, lumpur atau
campuran air dan lumpur. Fluida bor pada umumnya berfungsi untuk : (a) pendingin mata bor, (b)
pelumas, (c) mengangkat sludge ke atas, (d) melindungi dinding lubang bor dari runtuhan.
6.4.1
Metode pemboran yang digunakan bergantung kepada asumsi letak dan ketebalan target yang
akan dibor berdasarkan pada informasi/data permukaan yang diperoleh. Dengan melakukan
pemboran, maka dapat dievaluasi kembali konsep dan prediksi geologi (interpretasi) yang telah
ada sebelumnya.
Pembuatan lubang bor secara vertikal digunakan untuk kondisi dimana zona mineralisasi diperkirakan
pada kedalaman yang dangkal atau pada endapan disseminated. Namun demikian kondisi lubang bor
yang cenderung miring atau curam biasanya digunakan untuk target endapan yang mempunyai
kemiringan yang besar, dengan tujuan agar dapat menembus zona mineralisasi pada sudut 90 0 (relatif
tegak lurus). Selain itu dari pemboran juga diharapkan dapat diketahui batas-batas zona pelapukan, zona
oksidasi, atau zona bijih (batuan dasar), lihat Gambar 6.15.
a. Pola pemboran
Pemboran dilakukan untuk dapat menentukan batas (outline) dari beberapa endapan dan juga
kemenerusan dari endapan tersebut yang berfungsi untuk perhitungan cadangan. Metode pemboran
yang akan digunakan bergantung kepada akses permukaan. Pada daerah yang tidak mengalami kendala
akses pola pemboran yang digunakan adalah persegi panjang dengan bentuk teratur. Lubang bor
pertama digunakan untuk proyeksi dip dari anomali bawah permukaan atau interpretasi pusat anomali
geofisika (atau anomali geokimia) di bawah permukaan.
Program berikutnya direncanakan setelah melihat hasil dari sejumlah lubang bor pada daerah target.
Spasi lubang bor didasarkan pada antisipasi ukuran target, atau pengalaman sebelumnya terhadap
endapan yang sejenis dan dari sejumlah kegiatan pemboran di lokasi tersebut. Lokasi pemboran dan
orientasi titik bor selanjutnya didasarkan pada sukses pemboran pada lubang pertama. Jika pemboran
pada lubang pertama tidak memberikan keyakinan geologi yang pasti maka daerah target lain harus
dicoba.
Suatu endapan paling tidak sudah didefinisikan arah kemenerusan dan zona mineralisasinya. Spasi antar
lubang bor bergantung pada tipe mineralisasi dan kemenerusannya. Contoh kasus seperti endapan urat,
lubang bor pertama digunakan untuk mengidentifikasikan struktur, dan tidak banyak digunakan untuk
penentuan kadar karena hal tersebut biasanya ditaksir secara akurat dengan sampel bawah permukaan.
Tipe spasi untuk endapan urat adalah 2550 m sedangkan untuk endapan stratiform spasinya antara 100
m sampai beberapa ratus meter.
Pola pemboran dalam kegiatan eksplorasi bergantung dari data yang diperoleh. Pada tahap
pengenalan dimana seorang geologist belum mengetahui secara jelas lokasi tsb maka
lubang bor pertama dapat digunakan untuk orientasi. Untuk eksplorasi endapan uranium,
batubara dan borat lubang pengamatan dapat dibuat pada jarak 10 km dari formasi
sedimen yang diamati. Lubang berikutnya terletak beberapa km dari target dengan spasi
100200 m. Namun demikian spasi pemboran dapat juga ditentukan dari peta geologi,
geokimia, geofisika dan hasil geostatistik.
Penentuan pola pemboran secara normal dilakukan dengan grid yang teratur pada suatu
zona mineralisasi. Hal ini akan memberikan data statistik yang baik dan penampang geologi
dengan proyeksi minimum. Pagaran sangat baik dibuat pada jarak 200400 m dengan
interval lubang antara 100200 m sehingga memberikan ruang untuk pengisian kembali.
Letak lubang khusus sangat penting dan biasanya dibor dengan sudut siku-siku terhadap
arah kemiringan rata-rata.
Sebelum membor sebuah lubang, disarankan untuk membuat penampang memanjang hal ini
bertujuan untuk deviasi lubang jika memungkinkan. Pemboran sangat mahal dan memerlukan
waktu yang banyak dalam kegiatan eksplorasi karena obyeknya adalah jumlah lubang yang
pasti dan dilengkapi dengan data kadar dan tonase tiap level dari zona mineralisasi.
Permasalahan utama yang dihadapi dalam perhitungan cadangan adalah zona pengaruh tiap
conto belum dapat diketahui sampai setengah perkerjaan selesai.
Sebagai contoh, pada Gambar 6.16 dapat dilihat beberapa tahapan pemboran berdasarkan
anamoli geokimia :
Titik bor ke-1 dan ke-2 ditujukan untuk memastikan (membuktikan) adanya zona
mineralisasi (secara vertikal) pada pusat anomali.
Selanjutnya pemboran pada titik bor ke-3 bersifat memastikan kemenerusan zona
mineralisasi tersebut (ke arah kemiringan).
Sedangkan titik bor ke-4 dan ke-5 merupakan titik bor yang ditujukan untuk melihat
kemenerusan zona mineralisasi ke arah jurus dari hasil pemboran pada titik ke-1 dan ke-2.
Begitu juga dengan titik bor ke-6 dan ke-7, ditujukan untuk mengetahui kemenerusan
searah jurus hasil pemboran pada titik bor ke-3.
Dan selanjutnya dilanjutkan dengan titik bor ke-8 dan ke-9, yang ditujukan untuk
mengetahui kemenerusan titik bor sebelumnya, dan seterusnya dengan pola yang sama
sampai diperkirakan zona mineralisasi telah tercakup secara keseluruhan.
Gambar 6.16 Lay out pemboran berdasarkan anomali permukaan (Annels, 1991)
Sedangkan pada Gambar 6.17 dapat dilihat penampang hasil interpretasi suatu series
pemboran dalam penentuan zona bijih, dimana pemboran yang dilakukan merupakan
kombinasi antara bor tegak dan pemboran miring.
Gambar 6.17 Sketsa suatu hasil pemboran dalam penentuan badan bijih suatu
endapan (Evans, 1995)
b. Monitoring kegiatan pemboran
Monitoring geologi dan mineralisasi yang dipotong selama pemboran sangat penting dalam rangka
pengontrolan harga/biaya. Pada tahap awal dari pemboran dibutuhkan seorang engineer disamping alat
bor sehingga kegiatan pemboran dapat berjalan dengan cepat.
Contoh :
Jika menggunakan percussive drilling maka ahli geologi bertugas untuk melakukan observasi
atau pengamatan material yang keluar dari lubang bor.
Pada pemboran dengan diamond drilling maka pengamatan dilakukan dua kali sehari untuk
menganalisis inti bor, membuat log awal, dan memutuskan lokasi lubang bor berikutnya.
Disamping penggunaan core log secara detail, logging geofisika juga sering digunakan.
Data mineralisasi, litologi, dan struktur dapat direkam dan diplot pada grafik log sesegera mungkin
setelah data diperoleh. Data ini umumnya diperoleh dari kepingan material yang dibor yang biasanya
menyatu dengan permukaan alat bor. Informasi mengenai assay dapat diperoleh beberapa hari kemudian
tetapi lokasi dan kedudukan mineralisasi harus segera diplot pada log litologi.
Dengan pemboran dapat diketahui kontrol struktur dan stratigrafi dari suatu zona mineralisasi. Adanya
pengambilan asumsi pada saat interpretasi pemboran sering tidak dapat dilokalisasi sampai adanya data
yang valid tentang kondisi bawah permukaan. Contoh dapat dilihat pada Gambar 6.18 dimana terdapat
tiga interpretasi yang berbeda dari data yang ada.
Gambar 6.18 Kemungkinan perbedaan interpretasi dari hasil pemboran (Evans, 1995)
Beberapa metode yang digunakan untuk memplot atau mengekspresikan data lubang bor, antara lain :
Kontur struktur.
Peta isopach.
Kontur kadar.
Peta ketebalan.
Peta-peta tersebut biasanya digunakan untuk memperkirakan letak bijih dan juga membantu
dalam pemboran lanjut. Salah satu kunci dalam kegiatan pemboran adalah kemenerusan zona
mineralisasi, hal ini menentukan spasi lubang bor serta ketelitian dalam perhitungan cadangan.
Dalam beberapa kegiatan eksplorasi kemenerusan ini dapat dilihat dengan membandingkan
endapan tersebut dengan endapan yang sejenis, uji kemenerusan ini dilakukan dengan jalan
menguji titik-titik terdekat atau pengujian terhadap suatu lokasi kecil dengan spasi rapat.
Salah satu keputusan yang paling sulit dalam kegiatan pemboran adalah memutuskan
kapan pemboran tersebut diakhiri. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mengambil
keputusan adalah :
Keputusan pada langkah pertama relatif lebih mudah, namun demikian penyebab anomali
permukaan atau bawah permukaan yang menentukan letak lubang bor tidak dapat
dihindari. Langkah kedua lebih sulit dan dalam hal ini kemungkinan mineralisasi kadar tinggi
harus dapat dieliminasi. Adanya beberapa perpotongan pada saat prospeksi memberikan
gambaran bahwa proses penentuan kadar yang ekonomis berlaku tetapi tidak pada skala
yang memungkinkan dalam suatu endapan yang besar. Adanya kadar mineralisasi yang
tinggi sering menghasilkan beberapa tahap pemboran untuk menguji semua hipotesis dan
lokasi di sekitarnya.
d. Kontrak pemboran
Tujuan pemboran adalah untuk memperoleh data yang representatif dari target yang ada
dengan biaya yang tersedia. Konsekuensinya pemilihan alat bor sangat penting dan
bergantung kepada pemimpin proyek. Disamping kondisi pemboran yang harus diperhatikan
kita juga harus dapat membandingkan beberapa metode pemboran yang berbeda sebelum
kegiatan lain dilakukan.
Setiap hal tersebut harus dapat dideskripsikan secara detail didalam kontrak. Dalam hal
pembayaran tenaga kerja juru bor biasanya dibayar per shift dan sesuai dengan kedalaman
lubang yang dibor, sedangkan wellsite geologist dibayar sesuai dengan perjanjian mulai dari
kegiatan eksplorasi sampai target tercapai.
Beranekaragam metode pemboran memiliki tujuan tertentu dalam eksplorasi, jika kondisi dimana dana
tidak mencukupi maka kita dapat menggunakan metode pemboran yang agak murah
sepertiauger, rotary atau percussive drilling, namun kekurangannya adalah kualitas samplingnya kurang
baik dengan kemungkinan terjadinya percampuran material pada level yang berbeda dapat terjadi. Untuk
pemboran yang lebih mahal biasanya menggunakan metode sirkulasi balik atau dengandiamond drilling.
Pada prinsipnya pemboran adalah suatu kegiatan pembuatan lubang berdiameter kecil pada
suatu target eksplorasi dengan kedalaman mencakup ratusan meter untuk memperoleh data
yang representatif.
a. Pemboran auger
Auger adalah bor tangan dengan tangkai yang dilengkapi spiral untuk membawa material
halus ke permukaan, biasanya digunakan untuk endapan plaser. Kelebihan alat bor ini
adalah dapat digunakan untuk sampling dalam jika sumuran uji tidak praktis.
Dengan auger kita dapat mencapai kedalaman 60 m tapi biasanya cukup sampai 30 m. Pada
tanah yang halus pemboran dengan augerbiasanya cepat sehingga conto yang keluar harus
dapat diorganisasikan dengan baik. Auger adalah bor ringan dan tidak cocok digunakan
untuk tanah atau material yang keras dan berbongkah.
c. Rotary drilling
Rotary drilling adalah metode pemboran non-coring dan tidak sebanding jika pemboran
dilakukan pada batuan dengan kekerasan halus-sedang seperti batugamping atau
batulumpur. Tipe mata bor (bit) pada jenis pemboran ini menggunakan tricone atau roller
rock bit yang ditutupi oleh tungsten karbida. Potongan atau kepingan batuan akan ditekan
keluar oleh fluida bor yang rata-rata kecepatannya 100 m/jam. Tipe alat bor ini biasanya
digunakan oleh industri minyak dengan diameter lubang besar (>20 cm) dan kedalaman
ratusan sampai ribuan meter dengan fluida bor berupa lumpur.
d. Percussive drilling
Pada dasarnya alat ini menggunakan kompresor udara dan ukurannya bervariasi dari kecil
(bor tangan) sampai alat bor besar dengan rata-rata kedalaman pemboran ratusan meter.
Secara umum alat ini dapat dibagi dalam dua tipe, yaitu :
e. Reverse circulation
Reverse circulation (RC) drilling mulai digunakan pada pertengahan tahun 70-an dan
biasanya digunakan untuk material sedimen yang tidak terkonsolidasi seperti pada endapan
aluvial. Air atau udara dapat digunakan sebagai fluida bor dan inti bor atau sludge dapat
diperoleh semua. Media fluida dialirkan ke sludge lewat dua dinding pada stang bor dan
kembali ke permukaan lewat pusat stang bor. Pada percussive drilling kepingan batuan juga
tertransport ke permukaan lewat tengah stang bor kemudian menuju ke cyclon dimana
disana ditampung conto bor (lihat Gambar 6.19). Kegunaan alat bor ini adalah untuk
mengumpulkan kepingan batuan lebih dari auger, rotary ataupercussive drilling. Conto
dapat dikumpulkan dengan cepat dan kadar kontaminasinya sedikit.
Skema dari beberapa metode pemboran yaitu diamond core, reverse circulation, dan rotary
drllingditunjukkan pada Gambar 6.20.
Gambar 6.20 Skema beberapa metode pemboran (dari Australian Drilling Industry, 1996)
Pada pemboran dengan metode ini sampel diambil dari target dengan diamond
bit atau impregnated bit. Hal ini mengakibatkan conto yang diperoleh pada tabung dalam
(inner tube) dari core barrelberbentuk silinder. Mata bor dan core barrel dihubungkan ke
permukaan dengan tali baja yang juga digunakan untuk menurunkan mata bor dan core
barrel ke dalam lubang.
a. Drill bit
Bentuk mata bor ini terdiri dari butiran sintetik halus dengan kadar intan tanpa semen
metalik yang memiliki karatan tertentu. Pada umumnya keseluruhan mata bor ini digunakan
untuk batuan yang sangat keras seperti rijang, sedangkan mata bor intan tunggal digunakan
untuk batuan yang lebih halus seperti batugamping. Diamond bit dapat digunakan untuk
batuan tertentu tetapi karena harganya yang sangat mahal maka perlu pengalaman dan
pemilihan lokasi yang tepat dalam penggunaannya.
b. Core barrel
Inti bor diperoleh dari perputaran mata bor dan kemudian didorong ke core barrel oleh
perputaran tabung. Core barrel dapat diklasifikasikan sesuai panjang inti bor yang
ditampung biasanya 1,53 m namun dapat pula mencapai 6 m. Umumnya terdapat dua
tabung dimana tabung luar untuk menangkap inti bor dan tabung dalam dalam posisi tidak
berputar. Triple-tube dapat digunakan untuk tanah yang kurang baik selanjutnya inti bor
dapat diangkat dengan menggunakan tali pada stang bor ke permukaan.
c. Sirkulasi
Air disirkulasikan pada bagian dalam dari stang bor dengan tujuan untuk mencuci sludge,
permukaan mata bor dan kemudian dikeluarkan lewat celah antara antara dinding lubang
bor dan stang bor. Tujuan sirkulasi ini juga untuk memberi pelumasan pada mata bor,
mendinginkannya dan melepaskan hancuran batuan yang menempel pada permukaan mata
bor. Air dapat dikombinasikan dengan lempung atau bahan aditif lainnya untuk memberikan
daya angkat bagi material yang dibor.
d. Casing
Casing digunakan
untuk
menutupi
atau
menguatkan
permukaan
lubang
bor. Casing dilengkapi dengan tabung baja sehingga tali baja dapat dioperasikan dengan
aman. Casing dan mata bor telah seukuran sehingga ukuran yang lebih kecil dari itu
(diameter kecil) akan melewati ukuran besar pada lubang yang akan dibor.
Mesin bor yang digunakan dalam eksplorasi mineral biasanya memiliki kapasitas sampai
2000 m dan dapat diletakan horisontal atau vertikal. Rata-rata penggunaannya bergantung
kepada tipe alat bor, mata bor, diameter lubang, tipe batuan, kedalaman dan keahlian juru
bor. Seorang juru bor harus mempertimbangkan berapa besar volume fluida yang akan
digunakan, besar tekanan yang akan dipakai, besarnya perubahan putaran dan pemilihan
mata bor yang benar. Sampai sekarang belum ada kondisi baku untuk menentukan faktor
kritis penggunaan mata bor jika kita menginginkan optimasi pemboran yang efisien.
Pemboran sampai kedalaman 10 m/jam mungkin saja terjadi bergantung kepada
kemampuan juru bor yang menanganinya dan juga kondisi batuan yang dibor. Beberapa
permasalahan (kendala) yang muncul dalam pemboran dapat dilihat pada Tabel 6.2.
- jalan transportasi
Lokasi
- alat transportasi
- mesin yang sesuai
- efisiensi kerja
Biaya dan waktu
- logistik
- pemanfaatan tenaga dan waktu
- RPM
- WOB
casing
fluida bor : - kecepatan <<
Runtuhan dinding
- viskositas
- BJ >>
- bentuk mud cake
- casing
Kehilangan air (water loss)
- penambahan lumpur bor
- RPM <<
Mata bor leleh
- WOB <<
- fluida >
- tenaga cukup
- rod cukup
Kedalaman
- casing cukup
- debit dan tekanan pompa cukup
- fluida bor tersedia
fishing tools
Pada Tabel 6.3 dan 6.4 berikut ini secara berurutan diberikan ukuran wireline drill rod dan wireline core
barrel untuk seri Q.
Tabel 6.3 Ukuran wireline drill rod seri Q (dari Australian Drilling Industry, 1996)
Ukuran
O.D. mm (inci)
I.D. mm (inci)
AQ
44,5 (1 )
34,9 (1 3/8)
BQ
55,6 (2 3/16)
46,0 (1 13/16)
NQ
69,9 (2 )
60,3 (2 3/8)
HQ
88,9 (3 )
77,8 (3 1/16)
PQ
117,5 (4 5/8)
103,2 (4 1/16)
Tabel 6.4 Ukuran wireline core barrel seri Q/Q-3 (dari Australian Drilling Industry, 1996)
Ukuran
AQ
48,0 (1 57/64)
27,0 (1 1/16)
BQ
59,9 (2 23/64)
35,4 (1 7/16)
59,9 (2 23/64)
33,5 (1 5/16)
NQ
75,7 (2 63/64)
47,6 (1 7/8)
NQ-3
75,7 (2 63/64)
45,1 (1 25/32)
HQ
96,0 (3 25/32)
63,5 (2 )
HQ-3
96,0 (3 25/32)
61,1 (2 13/32)
BQ-3
Informasi dari lubang bor dapat diperoleh dari beberapa sumber : batuan, inti bor
atau sludge, geofisika bawah permukaan; dan informasi dari hasil pemboran. Pada bagian ini
akan lebih ditekankan pada pengamatan geologi.
Core recovery (CR) atau perolehan inti sangat penting, biasanya dinyatakan dalam persen
volume. Jika CR kurang dari 8590% maka inti bor tersebut masih diragukan nilainya, hal ini
berarti terjadiloss selama pemboran dan inti bor tersebut tidak menunjukkan conto yang
sebenarnya.
Logging (pengamatan) inti bor biasanya dilakukan di samping lokasi bor untuk menentukan
apakah pemboran dilanjutkan atau dihentikan. Beberapa organisasi memiliki prosedur
standar dalamlogging inti bor dan terminologi standar untuk mendeskripsikan sifat
geologi. Logging awal pada lokasi bor biasanya dilengkapi dengan hasil analisis inti bor.
Dari logging awal ini biasanya diperoleh data tentang gambaran umum struktur (rekahan
dan orientasi) juga litologi (warna, tekstur, mineralogi, alterasi dan nama batuan) serta core
recovery. Deskripsi harus dilakukan secara sistematis menyangkut kualitas dan
kuantitasnya.
Inti bor biasanya disimpan dalam boks kayu, plastik atau logam yang dapat memudahkan
orang memindahkannya. Inti bor dikumpulkan untuk berbagai tujuan, bukan untuk sekedar
deskripsi geologi saja biasanya digunakan juga untuk analisis metalurgi dan assay. Untuk
kedua tujuan tersebut inti bor biasanya dibagi dalam dua bagian dengan gergaji intan,
setengah untuk assay dan investigasi lain, setengahnya lagi disimpan dalam core box untuk
tujuan lain.
Potongan
batuan
dari sludge dapat
dikumpulkan
selama
pemboran;
keduanya
menggambarkan batuan yang dipotong oleh mata bor intan. Pemboran dengan
menggunakan
sirkulasi
udara
pada
lubang
dangkal
biasanya
menghasilkan cutting atau sludge yang sangat cepat ke permukaan. Namun demikian
dengan pemboran inti sirkulasi air untuk lubang yang dalam sering terjadi cuttinglambat
naik ke permukaan, hal ini dapat dilihat bahwa untuk kedalaman 1000 m cutting dapat
diambil dalam waktu 2030 menit ke permukaan sehingga biasanya sludge yang dianalisis
dahulu selama pemboran.
b. Pemboran non-corring
Dalam pemboran non-coring kepingan (chips) batuan dapat diperoleh pada selang 12 m
dalam keadaan kering dan dikumpulkan pada sisi lokasi bor, setelah dicuci conto tersebut
lebih mudah untuk dianalisis secara mikroskopi. Conto tersebut dapat juga didulang untuk
memperoleh mineral berat dan kemudian diberi perekat dan disusun sesuai interval untuk
memberikan gambaran lubang bor tersebut.
Core adalah inti bor yang ditampung dalam core barrel dimana ukuran inti sangat tergantung
dengan ukuran mata bor. Sedangkan sludge adalah hancuran batuan yang diangkat (terbawa)
oleh fluida bor, dan biasanya sludge ditampung dalam sludge tank. Gambar 6.21 menunjukkan
sketsa pendefinisian antara core dan sludge.
Dalam pengambilan conto dari inti bor (core recovery), harus diperhatikan reabilitas dari conto.
Seperti terlihat pada Gambar 6.22, conto 1, 2, dan 3 harus dipisahkan, karena segmen conto
dipisahkan oleh bagian yang hancur (conto 2).
Berikut ini dapat dilihat beberapa rumus yang dapat digunakan dalam penentuan kadar
sampling dengan penggabungan core dan sludge.
Rumus I2 :
1.
Interpretasi dan kompilasi data hasil eksplorasi langsung secara umum dapat berupa peta-peta atau
penampang (profil). Hasil kompilasi data pemetaan geologi atau alterasi tentu saja berupa peta
penyebaran batuan/struktur atau alterasi, serta penampang geologi/struktur atau alterasi (lihat contoh
Gambar 6.23). Sementara kompilasi data tracing float berupa peta penyebaran mineralisasi yang
mengarah ke sumber primernya. Data-data dari uji sumuran dan paritan umumnya digunakan untuk
melengkapi data penyebaran singkapan, misalnya pada endapan batubara.
Sedangkan dari kompilasi data bawah permukaan hasil pemboran dapat dibuat penampang melintang
untuk menggambarkan penyebaran dan model suatu endapan atau badan bijih, baik model 2-D maupun
3-D. Sebagai contoh interpretasi dan kompilasi data pemboran ditunjukkan pada Gambar 6.24 berupa
model blok dan Gambar 6.25 berupa diagram Fence. Dari kedua gambar tersebut terlihat dengan jelas
pola dan arah penyebaran suatu endapan bahan galian.
Gambar 6.23 Penampang melintang diagramatik dari potongan jalan raya di Kentucky
timur menunjukkan zona urutan transisi yang terbentuk antara lingkungan dataran bawah
dan atas hasil interpretasi observasi singkapan (Peters, 1978)
Gambar 6.24 Diagram blok yang menunjukkan kenampakan 3D dari beberapa
perlapisan batubara di daerah Alaska. Beberapa lubang bor menjadi kontrol
struktur dan stratigrafi (Peters, 1978)
Gambar
6.25
Diagram Fence yang
menunjukkan
korelasi
dan
ketebalan seambatubara utama di Campbell County, Wyoming ( Peters, 1978)