Anda di halaman 1dari 31

1.

Pendahaluan
Pada referat untuk gangguan cemas organik akan dibahas dua bagian yang penting yaitu
gangguan cemas dan gangguan mental organik yang mendasari timbulnya gejala cemas. Dokter
umum berperan penting dalam menentukan gejala gangguan jiwa itu disebabkan oleh gangguan
organik atau disebabkan oleh factor psikogenik seperti fobia social, agoraphobia, gangguan
obsesi-kompulsif, gangguan stress pasca trauma atau gangguan cemas menyeluruh. Terdapat
beberapa penyakit organic yang menganggu system neuroendokrin pada tubuh sehingga dapat
menimbulkan gejala-gejala cemas. Dalam hal ini, penting untuk membedakan gangguan cemas
ini disebabkan oleh factor psikogenik atau kelainan organic. Antara penyakit yang dapat
menimbulkan gejala cemas adalah hipotiroid dan feokromasitoma yang timbul akibat kelainan
pada system neuroendokrin sedangkan gangguan cemas pada epilepis lobus temporalis
disebabkan oleh gangguan neurotransmitter. Oleh itu, pada makalah ini, akan dibahas terlebih
dahulu pengertian tentang gangguan cemas itu sendiri. Setelah itu, barulah dibahas tentang
penyebab gangguan cemas yang bisa disebabkan factor psikogenik ataupun organic. Selain itu,
akan dibahas juga tentang penegakan diagnose dan terapi yang sesuai untuk penyebab gangguan
cemas tersebut serta komplikasi yang dapat timbul akibat penyakit yang mendasari gangguan
cemas tersebut sehingga dapat mempengaruhi prognosis bagi kondisi pasien tersebut.
Kecemasan merupakan pengalaman emosional yang berlangsung singkat dan merupakan
respon yang wajar, pada saat individu menghadapi tekanan atau peristiwa yang mengancam
kehidupannya.
Pada tahun 1894, Freud menciptakan istilah anxiety neurosis. Kata anxiety diambil
dari kata angst yang berarti ketakutan yang tidakperlu . Pada mulanya Freud mengartikan
kecemasan (anxietas) sebagai transformasi lepasnya ketegangan seksual yang menumpuk
melalui sistem saraf otonom dengan menggunakan saluran pernafasan. Kemudian kecemasan ini
diartikan sebagai perasaan takut atau khawatir yang berasal dari pikiran atau keinginan yang
direpresi. Dapat pula diartikan sebagai suatu respon terhadap situasi yang berbahaya. Kecemasan
merupakan pengalaman yang bersifat subjektif, tidak menyenangkan, tidak menentu,
menakutkan dan mengkhawatirkan akan adanya kemungkinan bahaya atau ancaman bahaya, dan
seringkali disertai oleh gejala-gejala atau reaksi fisik tertentu akibat peningkatan aktifitas
otonomik.
1

Istilah kecemasan dalam psikiatri muncul untuk merujuk suatu respons mental dan fisik
terhadap situasi yang menakutkan dan mengancam. Secara mendasar lebih merupakan respon
fisiologis ketimbang respon patologis terhadap ancaman. Sehingga orang cemas tidaklah harus
abnormal dalam perilaku mereka, bahkan kecemasan merupakan respon yang sangat diperlukan.
Ia berperan untuk menyiapkan orang untuk menghadapi ancaman (baik fisik maupun
psikologik). Perasaan cemas atau sedih yang berlangsung sesaat adalah normal dan hampir
semua orang pernah mengalaminya
Menurut DSM-IV yang termasuk gangguan kecemasan adalah gangguan panik dengan
dan tanpa agorafobia, agorafobia tanpa riwayat gangguan panik, fobia spesifik dan sosial,
gangguan obsesif-kompulsif, gangguan stres pascatraumatik, gangguan stress akut, gangguan
kecemasan menyeluruh, gangguan kecemasan karena kondisi medis umum, gangguan
kecemasan akibat zat dan gangguan kecemasan yang tidak ditentukan, termasuk gangguan
kecemasan-depresif campuran.
Jika memeriksa pasien dengan kecemasan, dokter harus membedakan antara jenis
kecemasan yang normal dan patologis. Gejala kecemasan patologis antara lain rasa was-was
yang berlebihan, ketakutan, penarikan diri dari masyarakat dan lingkungan, kesukaran
berkonsentrasi dan berfikir, gejala-gejala somatik seperti tremor, panas dingin, berkeringat, sesak
napas, jantung berdebar, serta dapat pula ditemui gejala gangguan persepsi seperti
depersonalisasi, derealisasi dan mungkin terdapat gejala yang lain. Kecemasan normal
ditemukan misalnya pada bayi yang ditinggal orang tuanya, anak yang masuk sekolah untuk
pertama kalinya, atau orang dewasa yang menghadapi hari tuanya dan saat mau meninggal. Pada
umumnya kecemasan merupakan fenomena normal dalam mengiringi proses pertumbuhan dan
perkembangan, pada pengalaman-pengalaman baru dan pada hal-hal yang belum pernah dicoba.

Definisi
Anxietas adalah perasaan yang sangat tidak menyenangkan,agak tidak menentu dan kabur
tentang sesuatu yang akan terjadi. Perasaan ini biasanya disertai dengan reaksi badan yang khas
dan yang akan datang berulang bagi seseorang. Perasaan ini dapat berupa rasa kosong di perut,
sesak nafas, jantung berdebar, keringat berlebihan, sakit kepala atau rasa mau kencing atau
buang air besar. Perasaan ini disertai dengan rasa ingin bergerak dan gelisah. ( Harold I. LIEF)
Anenvous condition of unrest ( Leland E. HINSIE dan Robert S CAMBELL)
Anxietas adalah perasaan tidak senang yang khas yang disebabkan oleh dugaan akan bahaya
atau frustrasi yang mengancam yang akan membahayakan rasa aman, keseimbangan, atau
kehidupan seseorang individu atau kelompok biososialnya. ( J.J GROEN)
Menurut Capernito (2001) kecemasan adalah keadaan individu atau kelompok mengalami
perasaan gelisah dan aktivitas sistem saraf autonom dalam berespons terhadap ancaman yang
tidak jelas, nonspesifik. Kecemasan merupakan unsur kejiwaan yang menggambarkan perasaan,
keadaan emosional yang dimiliki seseorang pada saat menghadapi kenyataan atau kejadian
dalam hidupnya. (Rivai, 2000).

Klasifikasi cemas menurut penyebabnya


Menurut Binder dan Kielholz dan Galderen kecemasan itu dapat dibagi menurut sumber sebabnya
sebagai berikut :

1. Kecemasan hati nurani (concience-induced anxiety)


Disini kecemasan timbul karena individu mempunyai kesadaran akan moralitas. Kecemasan
disinipun melindungi individu terhadap perbuatan-perbuatan yang bersifat amoral atau tidak bermoral.

2. Kecemasan neurotik
Disini kecemasan berasal dari dalam tubuh, dan tidak berhasil dihilangkan oleh individu,
sehingga kecemasan bersembunyi dalam gangguan lain seperti pada fobia, reaksi obsesif kompulsif,
reaksi konversi dan pada gangguan psikofisiologik.

Dalam psikiatri terdapat free-floating anxiety dan bound anxiety. Free-floating anxiety
merupakan kecemasan yang tidak terdapat pada salah satu gagasan melainkan mengembara kian kemari.
Sedangkan dalam bound anxiety kecemasan terikat pada gagasan seperti pada fobia dan obsesi. Free
floating anxiety merupakan inti dan gejala penting menentukan pada kecemasan neurotik. Dalam garis
besarnya kecemasan neurotik dapat terjadi menurut skema di bawah ini :
Kecemasan akut (fear)

Represi dan konflik

Kecemasan menahun

Stress

Kurang efektifnya mekanisme pembelaan

Kecemasan neurotik

3. Kecemasan psikotik
Kecemasan disini bukanlah merupakan gejala inti atau yang menentukan. Melainkan sebagai
gejala biasa, yang kadang-kadang merupakan penjelmaan dari segala depresi dangan agitasi. Kecemasan
dapat juga dirasakan begitu hebat sehingga penderita tidak dapat berbuat apa-apa selain diam saja.
Biasanya kecemasan ini disertai dengan waham-waham, halusinasi dan perbuatan-perbuatan yang
destruktif.

4. Kecemasan sosial
Kecemasan sosial ini akan dirasakan individu, kalau ia takut terhadap pendapat umum atau
pendapat lingkungannya mengenai perbuatannya dikenal :
a. Cemas jika memperlihatkan diri di depan umum
b. Cemas kalau-kalau kehilangan kontrol atas dirinya
c. Cemas kalau-kalau memperlihatkan ketidakmampuannya

Teori tentang gangguan kecemasan

1. Teori psikoanalisa
Evolusi teori Freud tentang kecemasan dapat dikembalikan dari tulisannya pada tahun 1895
Obsessions and Phobias sampai bukunya di tahun 1895 Studies in Hysteria dan akhirnya pada bukunya di
tahun 1926 Inhibitions, Symptoms and anxiety. Menurut Sigmund Freud, kecemasan disebabkan oleh
karena impuls yang tidak terkontrol, ego yang tidak dapat diterima dan super ego yang terganggu. Dalam
keadaan normal hal tersebut di atas akan direpresi di bawah alam sadar dalam bentuk mekanisme
pertahanan. Jika represi tersebut tidak berhasil dipertahankan maka akan timbul mekanisme pertahanan
lain seperti konversi, pengalihan dan regresi yang dapat menyebabkan timbulnya kecemasan.
Berdasarkan teori di atas, maka kecemasan dapat terbagi atas :
1. Id / impulse anxiety : perasaan tidak nyaman pada anak
2. Separation anxiety : pada anak yang merasa takut akan kehilangan kasih sayang orangtuanya.
3. Castration anxiety : merupakan fantasi kastrasi pada masa kanak-kanak yang berhubungan
dengan pembentukan impuls seksual.
4. Super Ego anxiety : pada fase akhir pembentukan Super Ego yaitu pada masa prepubertas.

2. Teori perilaku
Kecemasan merupakan suatu kondisi sebagai respon terhadap stimulus / suasana lingkungan yang
spesifik. Konsep perilaku pada kecemasan non-fobia terdapat perasaan bersalah, penyimpangan
pemikiran yang berlawanan, maladapatasi perilaku dan gangguan emosional. Menurut salah satu model,
pasien yang menderita gangguan kecemasan cenderung menilai lebih (overestimate) terhadap derajat
bahaya dan kemungkinan bahaya di dalam situasi tertentu dan cenderung menilai rendah (underestimate)
kemampuannya untuk mengatasi ancaman tersebut.

3. Teori eksistensial
Teori eksistensial tentang kecemasan memberikan model untuk gangguan kecemasan umum
(generalized anxiety disorder), dimana tidak terdapat stimulus yang dapat diidentifikasi secara spesifik
untuk suatu perasaan kecemasan yang kronis. Biasanya untuk gangguan cemas menyeluruh, seseorang
merasa cemas akan hidupnya dan perasaan takut akan kematian.

4. Teori biologis
Teori biologis tentang kecemasan telah dikembangkan dari penelitian praklinis dengan model
kecemasan pada binatang, penelitian pasien yang faktor biologisnya dipastikan, berkembangnya
pengetahuan tentang neurologi dasar dan kerja obat psikoterapeutik. Pada dasarnya berhubungan dengan :
1. Sistem Saraf Otonom
Stimulasi SSO menyebabkan gejala tertentu misalnya kardiovaskular (sebagai contoh takikardi),
muskular dengan gejala nyeri kepala, gastrointestinal dengan gejala diare, dan pernapasan dengan
gejala takipneu.

2. Neurotransmitter
Tiga neurotransmiter utama yang berhubungan dengan kecemasan berdasarkan penelitian
pada binatang adalah norepinefrin, serotonin dan gamma-amonibutyris acid (GABA).
a. Norepinferin
Gejala kronis yang ditunjukan oleh pasien dengan gangguan cemas berupa
serangan panik, insomnia, terkejut, dan autonomic hyperarousal, merupakan
karakteristik dari peningkatan fungsi noradrenergik. Teori umum dari keterlibatan
norepinephrine pada gangguan cemas, adalah pasien tersebut memiliki
kemampuan regulasi sistem noradrenergik yang buruk terkait dengan peningkatan
aktivitas yang mendadak. Sel-sel dari sistem noradrenergik terlokalisasi secara
primer pada locus ceruleus pada rostral pons, dan memiliki akson yang menjurus
pada korteks serebri, sistem limbik, medula oblongata, dan medula spinalis.
Percobaan pada primata menunjukan bila diberi stimulus pada daerah tersebut
menimbulkan rasa takut dan bila dilakukan inhibisi, primata tersebut tidak
menunjukan adanya rasa takut. Studi pada manusia, didapatkan pasien dengan
gangguan serangan panik, bila diberikan agonis reseptor -adrenergik (
Isoproterenol ) dan antagonis reseptor -2 adrenergik dapat mencetuskan serangan
panik secara lebih sering dan lebih berat. Kebalikannya, clonidine, agonis reseptor
-2 menunjukan pengurangan gejala cemas.
b. Serotonin berhubungan dengan perasaan cemas dan depresi. Ditemukannya
banyak reseptor serotonin telah mencetuskan pencarian peran serotonin dalam
gangguan

cemas.

Berbagai

stress

dapat

menimbulkan

peningkatan

56

hydroxytryptamine pada prefrontal korteks, nukleus accumbens, amygdala, dan


hipotalamus lateral. Penelitian tersebut juga dilakukan berdasarkan penggunaan
obat-obatan serotonergik seperti clomipramine pada gangguan obsesif kompulsif.
Efektivitas pada penggunaan obat buspirone juga menunjukkan kemungkinan
relasi antara serotonin dan rasa cemas. Sel-sel tubuh yang memiliki reseptor
serotonergik ditemukan dominan pada raphe nuclei pada rostral brainstem dan
menuju pada korteks serebri, sistem limbik, dan hipotalamus.
c. GABA . Peranan GABA dalam gangguan kecemasan didukung paling kuat oleh
manfaat Benzodiazepin yang meningkatkan aktivitas GABA reseptor GABA A
didalam pengobatan beberapa jenis gangguan kecemasan. Data tersebut
menyebabkan beberapa peneliti menghipotesiskan bahwa beberapa pasien dengan
gangguan kecemasan memiliki reseptor GABA yang abnormal.
3. Penelitian Genetika
Penelitian genetika telah menghasilkan data yang kuat bahwa sekurang-kurangnya suatu
komponen genetika berperan terhadap perkembangan gangguan kecemasan. Hampir
separuh dari semua pasien dengan gangguan panik memiliki sekurang-kurangnya satu
sanak saudara yang menderita gangguan tersebut
4. Neuroanatomi
Berdasarkan pertimbangan neuroanatomis, daerah sistem limbik dan korteks serebri
dianggap memegang peran penting dalam proses terjadinya cemas.
Korteks Serebri
Korteks serebri bagian frontal berhubungan dengan regio parahippocampal, cingulate
gyrus, dan hipotalamus, sehingga diduga berkaitan dengan gangguan cemas. Korteks temporal
juga dikaitkan dengan gangguan cemas. Hal ini diduga karena adanya kemiripan antara
presentasi klinis dan EEG pada pasien dengan epilepsy lobus temporal dan gangguan obsesif
kompulsif.
Sistem Limbik
Selain menerima inervasi dari noradrenergik dan serotonergik, sistem limbik juga
memiliki reseptor GABA dalam jumlah yang banyak. Ablasi dan stimulasi pada primata juga
7

menunjukan jikalau sistem limbik berpengaruh pada respon cemas dan takut. Dua area pada
sistem limbik menarik perhatian peneliti, yakni peningkatan aktivitas pada septohippocampal,
yang diduga berkaitan dengan rasa cemas, dan cingulate gyrus, yang diduga berkaitan dengan
gangguan obsesif kompulsif.

Gambaran tentang kecemasan


Neale dkk (2001) mengatakan bahwa kecemasan sebagai perasaan takut yang tidak
menyenangkan dan apprehension, dapat menimbulkan beberapa keadaan psikopatologis
sehingga mengalami apa yang disebut gangguan kecemasan. Walaupun sebagai orang normal,
diakui atau tidak, kita dapat saja mengalami kecemasan, namun kecemasan pada orang normal
berlangsung dalam intensitas atau durasi yang tidak berkeanjangan sehingga individu dapat tetap
memberikan respon yang adaptif.1,
Untuk memahami kecemasan yang mempengaruhi beberapa area dari fungsi-fungsi individu,
Acocella dkk (1996) mengatakan bahwa kecemasan seharusnya melibatkan atau memiliki 3
komponen dasar, yaitu1, 2:
1.

Adanya ungkapan yang subjektif (subjective reports) mengenai ketegangan, ketakutan


dan tidak adanya harapan untuk mengatasinya.

2.

Respon-respon perilaku (behavioral responses), seperti menghindari situasi yang


ditakuti, kerusakan pada fungsi bicara dan motorik dan kerusakan tampilan untuk
tugas-tugas kognitif yang kompleks.

3.

Respon-respon fisiologis (physiological responses), termasuk ketegangan otot,


peningkatan detak jantung dan tekanan darah, nafas yang cepat, mulut yang kering
nausea, diare, dan dizziness.

2. Epidemiologi
Jenis kelamin wanita 2-3 kali lebih sering terkena dari pada laki-laki, walaupun
kurangnya diagnosis gangguan panik pada laki-laki mungkin berperan dalam distribusi yang
tidak sama tersebut. Perbedaan antara kelompok Hispanik, kulit putih non-Hispanik, dan kulit
hitam adalah sangat kecil. Faktor sosial satu-satunya yang dikenali berperan dalam
perkembangan gangguan panik adalah riwayat perceraian atau perpisahan yang belum lama.
Gangguan paling sering berkembang pada dewasa muda - usia rata-rata timbulnya adalah kirakira 25 tahun, tetapi baik gangguan panik maupun agorafobia dapat berkembang pada setiap
usia. Sebagai contohnya. gangguan panik telah dilaporkan terjadi pada anak-anak dan remaja.
dan kemungkinan kurang diagnosis pada mereka.
Survei terkini di Amerika melaporkan bahwa 15 - 33% pasien yang datang berobat ke
dokter non psikiater merupakan pasien dengan gangguan mental. Dari jumlah tersebut sepertiga
daripadanya menderita gangguan kecemasan. Di Indonesia penelitian yang dilakukan di
Puskesmas Kecamatan Tambora Jakarta Barat tahun 1984 menunjukkan bahwa di puskesmas
jumlah gangguan kesehatan jiwa yang sering muncul sebagai gangguan fisik adalah 28,73%
untuk dewasa dan 34,39% untuk anak.

3. Etiologi

Faktor Biologis
Faktor biologik yang berperan pada gangguan ini adalah neurotransmitter.Ada tiga
neurotransmitter utama yang berperan pada gangguan ini yaitu, norepinefrin, serotonin, dan
gamma amino butiric acid atau GABA. Namun neurotransmitter yang memegang peranan utama
pada gangguan cemas adalah serotonin, sedangkan norepinefrin terutama berperan pada
gangguan panik.
Dugaan akan peranan norepinefrin pada gangguan cemas didasarkan percobaan pada
hewan primata yang menunjukkan respon kecemasan pada perangsangan locus sereleus yang

dilakukan dengan pemberian obat-obatan yang meningkatkan kadar norepinefrin sehingga dapat
menimbulkan tanda-tanda kecemasan, sedangkan obat-obatan yang menurunkan kadar
norepinefrin akan menyebabkan depresi.
Peranan Gamma Amino Butiric Acid pada gangguan ini berbeda dengan norepinefrin.
Norepinefrin bersifat merangsang timbulnya kecemasan, sedangkan Gamma Amino Butiric Acid
atau GABA bersifat menghambat terjadinya kecemasan ini. Pengaruh dari neutronstransmitter
ini pada gangguan kecemasan didapatkan dari peranan benzodiazepin pada gangguan tersebut.
Benzodiazepin dan GABA membentuk GABA Benzodiazepin complex yang akan menurunkan
anxietas atau kecemasan.
Satu penelitian (PET; positron emission tomography) melaporkan suatu penurunan
kecepatan metabolik di ganglia basalis dan substansia alba pada pasien gangguan cemas
menyeluruh dibandingkan dengan kontrol normal.
Faktor genetika
Satu penelitian menemukan bahwa hubungan genetika mungkin terjadi antara gangguan
cemas menyeluruh dan gangguan depresif berat pada wanita. Penelitian lain menemukan adanya
komponen yang terpisah tetapi sulit untuk ditentukan pada gangguan cemas menyeluruh. Kirakira 25 persen sanak saudara derajat pertama dari pasien dengan gangguan cemas menyeluruh
umum juga terkena gangguan. Sanak saudara laki-laki lebih sering menderita suatu gangguan
penggunaan alkohol. Beberapa laporan penelitian pada anak kembar menyatakan suatu angka
kesesuaian 50 persen pada kembar monozigotik dan 15 persen pada kembar dizigotik.
Faktor Psikodinamika
Sebagamana diketahui, Sigmund Freud sebagai bapak dari pendekatan psikodinamika
mengatakan bahwa jiwa individu diibaratkan sebagai gunung es. Bagian yang muncul
dipermukaan dari gunung es itu, bagian terkecil dari kejiwaan yang disebut sebagai bagian
kesadaran. Agak di bawah permukaan air adalah bagian yang disebut pra-kesadaran, dan bagian
yang terbesar dari gunung es tersebut ada di bawah sekali dari permukaan air, dan ini
merupakan alam ketidaksadaran (uncounsciousness). Ketidaksadaran ini berisi ide, yaitu
dorongan-dorongan primitif, belum dipengaruhi oleh kebudayaan atau peraturan-peraturan yang
10

ada di lingkungan. Dorongan-dorongan ini ingin muncul ke permukaan/ ke kesadaran,


sedangkan tempat di atas sangat terbatas. Ego, yang menjadi pusat dari kesadaran, harus
mengatur dorongan-dorongan mana yang boleh muncul dan mana yang tetap tinggal di
ketidaksadaran karena ketidaksesuaiannya dengan superego, yaitu salah satu unit pribadi yang
berisi norma-norma sosial atau peraturan-peraturan yang berlaku di lingkungan sekitar. Jika
ternyata ego menjadi tidak cukup kuat menahan desakan atau dorongan ini maka terjadilah
kelainan-kelainan atau gangguan-gangguan kejiwaan. Neurosis adalah salah satu gangguan
kejiwaan yang muncul sebagai akibat dari ketidakmampuan ego menahan dorongan ide.1
Jadi, individu yang mengalami gangguan cemas, menurut pendekatan psikodinamika
berakar dari ketidakmampuan egonya untuk mengatasi dorongan-dorongan yang muncul dari
dalam dirinya secara terus menerus sehingga ia akan mengembangkan mekanisme pertahanan
diri. Mekanisme pertahanan diri ini sebenarnya upaya ego untuk menyalurkan dorongan dalam
dirinya dan bisa tetap berhadapan dengan lingkungan. Tetapi jika mekanisme pertahanan diri ini
dipergunakan secara kaku, terus-menerus dan berkepanjangan maka hal ini dapat menimbulkan
perilaku yang tidak adaptif dan tidak realistis.1
Ada beberapa mekanisme pertahanan diri yang bisa dipergunakan oleh individu, antara lain1, 4:
1. Represi, yaitu upaya ego untuk menekan pengalaman yang tidak menyenangkan dan
dirasakan mengancam ego masuk ke ketidaksadaran dan disimpan di sana agar tidak
menganggu ego lagi. Tetapi sebenarnya pengalaman yang sudah disimpan itu masih punya
pengaruh tidak langsung terhadap tingkahlaku si individu.
2. Rasionalisasi, yaitu upaya ego untuk melakukan penalaran sedemikian rupa terhadap
dorongan-dorongan dalam diri yang dilarang tampil oleh superego, sehingga seolah-olah
perilakunya dapat dibenarkan.
3. Kompensasi, upaya ego untuk menutupi kelemahan yang ada di salah satu sisi kehidupan
dengan membuat prestasi atau memberikan kesan sebaliknya pada sisi lain. Dengan
demikian, ego terhindar dari ejekan dan rasa rendah diri.
4. Penempatan yang keliru, yaitu upaya ego untuk melampiaskan suatu perasaan tertentu ke
pihak lain atau sumber lain karena tidak dapat melampiaskan perasaannya ke sumber
masalah.

11

5. Regresi, yaitu upaya ego untuk menghindari kegagalan-kegagalan atau ancaman terhadap
ego dengan menampilkan pikiran atau perilaku yang mundur kembali ke taraf
perkembangan yang lebih rendah.
Para ahli dari aliran humanistik-eksternal mengatakan bahwa konsep kecemasan bukan
hanya sekedar masalah, yang bersifat individual tetapi juga merupakan hasil konflik antara
individu dengan masyarakat atau lingkungan sosialnya.1
Jika individu melihat perbedaan yang sangat luas antara pandangannya tentang dirinya
sendiri dengan yang diinginkan maka akan`muncul perasaan inadekuat dalam menghadapi
tantangan di kehidupan ini, dan hal ini menghasilkan kecemasan. Jadi menurut pandangan
humanis eksternalis, pusat kecemasan adalah konsep diri, yang terjadi sehubungan dengan
adanya gap antara konsep diri yang sesungguhnya (real self) dan diri yang diinginkan (idea
self). Hal ini muncul sehubungan tidak adanya kesempatan bagi individu untuk
mengaktualisasikan` dirinya sehingga perkembangannya menjadi terhalang. Akibatnya,
dalam menghadapi tantangan atau kendala dalam menjalani hari-hari, di kehidupan
selanjutnya, ia akan mengalami kesulitan untuk membentuk konsep diri yang positif.
Setiap kita sebenarnya perlu mengembangkan suatu upaya untuk menjadi diri sendiri
(authenticity), sedangkan individu yang neurotis, atau mengalami gangguan kecemasan
adalah individu yang gagal menjadi

diri sendiri (inauthenticity) karena mereka

mengembangkan konsep diri yang keliru/palsu1


Ada 2 tahapan belajar yang berlangsung dalam diri individu yang menghasilkan
kecemasan yaitu:1
1. Dalam pengalaman individu, beberapa stimulus netral tidak berbahaya atau tidak
menimbulkan kecemasan, dihubungkan dengan stimulus yang menyakitkan (aversive)
akan menimbulkan kecemasan (melalui respondent condotioning)
2. Individu yang menghindar dari stimulus yang sudah terkondisi, dan sejak penghindaran
ini menghasilkan pembebasan/terlepas dari rasa cemas, maka respon menghindar ini
akan menjadi kebiasaan (melalui operant conditioning)
Dari sudut pandang kognitif, gangguan kecemasan terjadi karena adanya kesalahan
dalam mempersepsikan hal-hal yang menakutkan. Berdasarkan dari teori kognitif, masalah
12

yang terjadi dari individu yang mengalami gangguan kecemasan adalah terjadinya
kesalahan persepsi atau kesalahan interpretasi terhadap stimulus internal maupun eksternal.
Indivisu yang mengalami gangguan kecemasan akan melihat suatu hal yang tidak benarbenar mengancam sebagai sesuatu yang mengancam. Jika individu mengalami pengalaman
sensasi dalam tubuh yang tidak biasa, lalu mengintepretasikannya sebagai sensasi yang
bersifat catastropic, yaitu suatu gejala bahwa ia sedang mengalami sesuatu hal seperti
serangan jantung, maka akan timbul rasa panik. 1

4. Patofisiologi
Pada kecemasan terjadi mekanisme sebagaimana terjadi pada stress. Terjadi pengaktifan
sistem saraf simpatis dan aktivasi hipotalamus-hipofisis-adrenal. Bila sebagian besar daerah
sistem saraf simpatis melepaskan impuls pada saat yang bersamaan, maka dengan berbagai cara,
keadaan ini akan meningkatkan kemampuan tubuh untuk melakukan aktivitas otot yang besar,
diantaranya dengan cara :
1. Peningkatan tekanan arteri
2. Peningkatan aliran darah untuk mengaktifkan otot-otot bersamaan dengan penurunan
aliran darah ke organ-organ, seperti traktus gastrointestinalis dan ginjal, yang tidak
diperlukan untuk aktivitas motorik cepat
3. Peningkatan kecepatan metabolisme sel di seluruh tubuh
4. Peningkatan konsentrasi glukosa darah
5. Peningkatan proses glikolisis di hati dan otot
6. Peningkatan kekuatan otot
7. Peningkatan aktivitas mental
8. Peningkatan kecepatan koagulasi darah.

13

Seluruh efek diatas menyebabkan orang tersebut dapat melaksanakan aktivitas fisik yang
jauh lebih besar daripada bila tidak ada efek tersebut. Keadaan ini sering disebut sebagai respons
stress simpatis. Sistem simpatis terutama teraktivasi dengan kuat pada berbagai keadaan emosi,
termasuk didalamnya kecemasan dan stres.
Jika stress menyebabkan keseimbangan terganggu, maka tubuh kita akan melalui
serangkaian tindakan (respons stres) untuk

membantu tubuh mendapatkan kembali

keseimbangan. Perjuangan untuk mempertahankan keseimbangan ini disebut sebagai sindrom


adaptasi umum. Ini adalah cara tubuh bereaksi terhadap stres dan untuk membawa kembali
sistem tubuh ke keadaan yang seimbang.
Tahapan salah satu responnya disebut fase alarm, yang dicirikan oleh aktivasi langsung
dari sistem saraf dan kelenjar adrenal. Berikutnya fase resistensi, yang ditandai dengan aktivasi
hipotalamus-hipofisis-adrenal (HPA) axis. HPA axis adalah sistem terkoordinasi dari tiga
jaringan endokrin yang mengelola respon kita terhadap stres.
HPA adalah bagian utama dari sistem neuroendokrin yang mengendalikan reaksi
terhadap stres dan memiliki fungsi penting dalam mengatur berbagai proses tubuh seperti
pencernaan, sistem kekebalan tubuh dan penggunaan energi. Spesies dari manusia ke organisme
yang paling kuno berbagi komponen dari sumbu HPA. Ini adalah mekanisme untuk satu set
interaksi di antara kelenjar, hormon dan bagian-bagian tengah otak yang menengahi sindrom
adaptasi umum.
Sedikit kenaikan kortisol memiliki beberapa efek positif termasuk semburan energi untuk
alasan bertahan hidup, peningkatan fungsi memori, semburan lebih rendah meningkatkan
kekebalan dan kepekaan terhadap rasa sakit.
Masalah terjadi ketika kita meminta tubuh kita bereaksi terlalu sering atau dengan
perlawanan yang berlebihan - baik dari yang dapat mengakibatkan meningkatnya kadar kortisol.
Ketika stres diulangi, atau konstan, kadar kortisol meningkat dan tetap tinggi - menyebabkan
fase ketiga dari sindrom adaptasi umum yang tepat disebut sebagai overload. Pada tahap
overload, sistem tubuh mulai memecah dan risiko penyakit kronis meningkat secara signifikan.

14

Diketahui bahwa orang-orang normal tingkat kortisol dalam aliran darah puncaknya
terjadi pada pagi hari dan berkurang seiring berjalannya hari itu. Sekresi kortisol bervariasi antar
individu. Satu orang dapat mengeluarkan kortisol lebih tinggi daripada yang lain dalam situasi
yang sama. Penelitian juga menunjukkan bahwa orang-orang yang mengeluarkan tingkat kortisol
lebih tinggi sebagai respons terhadap stres juga cenderung makan lebih banyak makanan, dan
makanan yang lebih tinggi karbohidrat daripada orang yang kurang mengeluarkan kortisol.
Neurotransmitters
Tiga neurotransmitters utama yang berhubungan dengan dasar dari penelitian binatang
dan respon kepada penanganan obat adalah norepinephrine, serotonin, dan -asam aminobutyric
(GABA). Sebagian besar informasi dasar neuroscience tentang eksperimen binatang membentuk
paradigma tingkah laku dan agen psikoaktif. Satu diantarnya adalah eksperimen untuk
mempelajari test konflik, dimana binatang secara simultan menghadiahi stimuli yang positif
(e.g., makanan) dan negatif (e.g., goncangan elektrik). Obat-obatan Anxiolytic (e.g.,
benzodiazepines) cenderung untuk memberikan fasilitas adaptasi pada binatang terhadap situasi
ini, sedangkan obat-obatan lain (e.g., amfitamin) secara lebih lanjut mengganggu respon tingkah
laku binatang.1
Norepinephrine
Gejala kronis pasien dengan gangguan cemas, seperti serangan panik, kesulitan untuk
tidur,

adalah karakteristik noradrenergic yang meningkat. Teori umum tentang peran dari

norepinephrine dalam ketidakteraturan dipengaruhi oleh pasien,yang mungkin mempunyai satu


sistem noradrenergic yang buruk pengaturannya sehingga terjadi ledakan sekali-kali dari
aktivitas ini. Badan sel dari sistem noradrenergic terutama dilokalisir pada tempat ceruleus di
rostral pons, dan fungsinya memproyeksikan akson-akson pada korteks cerebral, sistem limbic,
brainstem,

dan

tali

tulang

belakang.

Eksperimen

dalam

kardinal/primata

telah

mendemonstrasikan stimulasi itu sehingga dari tempat ceruleus menghasilkan suatu respon
ketakutan dalam binatang dan ablasi pada area yang sama, menghalangi atau seluruhnya
menghalangi kemampuan dari binatang untuk membentuk suatu respon ketakutan.
Penelitian pada manusia telah ditemukan bahwa dalam pasien dengan gangguan panik,
receptor adrenergic agonists (e.g., isoproterenol [Isuprel]) dan sel peka terhadap rangsangan 215

adrenergic antagonis (e.g., yohimbine [Yocon]) bisa membuat serangan panik bertambah parah.
Sebaliknya, clonidine (Catapres), sel yang peka terhadap rangsangan agonist, mengurangi gejala
pada beberapa situasi eksperimental dan dapat mengobati. Sebuah temuan lain adalah pasien
dengan gangguan cemas, gangguan terutama panik, telah menyebabkan cerebrospinal mengalir
(CSF) atau terpresentasi dalam uruin dalam bentuk noradrenergic metabolite 3-methoxy-4hydroxyphenylglycol (MHPG).1
Serotonin
Identifikasi dari banyak jenis reseptor serotonin telah menstimulasi pencarian dari peran
serotonin pada pathogenesis gangguan cemas. Tipe berbeda dari hasil tekanan akut dalam
peningkatan 5-hydroxytryptamine (5-HT) terjadi di korteks prefrontal, nukleus accumbens,
amygdala, dan hypothalamus lateral. Keterikatan pada hubungan ini pada awalnya termotivasi
oleh observasi dimana serotonergic antidepressants mempunyai efek terapeutik pada beberapa
gangguan cemas, sebagai contoh, clomipramine (Anafranil) pada obsessive compulsive disorder
OCD. Efektivitas dari buspirone (BuSpar), suatu serotonin 5-HT1A reseptor agonis, dalam
penanganan dari gangguan cemas juga menyarankan kemungkinan dari satu asosiasi antara
serotonin dan kecemasan. Badan sel dari sebagian besar neuron serotonergic adalah terletak di
raphe nuclei di rostral brainstem dan memproyeksikan ke korteks cerebral, sistem limbik
(terutama, amygdala dan hippocampus), dan hipotalamus. Beberapa laporan menunjukkan bahwa
meta-chlorophenylpiperazine (mCPP), satu obat dengan berbagai efek serotonergik dan
nonserotonergik, dan fenfluramine (Pondimin), yang menyebabkan pelepasan dari serotonin,
juga menyebabkan peningkatan rasa cemas pada pasien dengan gangguan cemas, dan banyak
laporan menunjukkan bahwa serotonergic hallucinogens serta stimulan, sebagai contoh, asam
lysergic diethylamide (LSD) dan 3,4-methylenedioxymethamphetamine (MDMA) dihubungkan
dengan perkembangan gangguan cemas akut dan kronis pada orang yang menggunakan obatobatan ini. Penelitian Klinis dari 5-HT berfungsi pada gangguan cemas yang mempunyai hasil
campuran. Satu penelitian menemukan bahwa pasien dengan gangguan panik mempunyai tingkat
yang lebih rendah dalam sirkulasi 5-HT bandingkan dengan pengaturannya. Dengan begitu, tidak
ada pola jelas dari kelainan dalam fungsi 5-HT pada gangguan panik yang muncul dari analisa
dari unsur-unsur darah perifer.1

16

GABA
Sebuah peran dari GABA pada gangguan cemas adalah sebagian besar didukung oleh
keefektifan dari benzodiazepines, yang meningkatkan aktivitas dari GABA pada reseptor GABA
tipe A (GABAA), dalam penanganan dari beberapa bentuk gangguan cemas. Walaupun
benzodiazepines potensi-rendah adalah paling efektif untuk gejala gangguan cemas pada
umumnya, potensi-tinggi benzodiazepines, seperti alprazolam (Xanax), dan clonazepam adalah
efektif dalam penanganan dari gangguan panik. Penelitian pada primata telah ditemukan bahwa
susunan saraf otonom memperlihatkan gejala gangguan cemas yang diinduksi ketika satu
benzodiazepine invers agonist, asam -carboline-3-carboxylic (BCCE) dikelola. BCCE juga
dapat menyebabkan

kecemasan. Antagonis

benzodiazepine, flumazenil (Romazicon),

menyebabkan serangan panik yang sering pada pasien dengan gangguan panik. Data ini telah
memimpin peneliti untuk memberikan hipotesa bahwa beberapa pasien dengan gangguan cemas
mempunyai fungsi abnormal dari reseptor GABAA mereka, walaupun hubungan ini sudah tidak
diperlihatkan secara langsung.1
Hypothalamic-Pituitary-Adrenal Axis
Bukti tetap yang menunjukan bahwa banyak peningkatan sintesa dan pelepasan dari cortisol
dapat membuat dampak psikologis. Cortisol berfungsi untuk mengerahkan dan untuk mengisi
penyimpanan energi serta meningkatkan kewaspadaan, memfokuskan perhatian, dan formasi
memori; pertumbuhan dan sistem reproduksi; dan respon kekebalan tubuh (imun). Pengeluaran
cortisol berlebihan dapat mempunyai efek kurang baik yang serius, mencakup hipertensi,
osteoporosis, immunosuppresi, resistensi hormon insulin, dyslipidemia, dyscoagulation, dan,
pada akhirnya, atherosclerosis dan penyakit cardiovasculer. Pada pasien dengan gangguan panik,
pengaruh adrenocorticoid hormon (ACTH) pada corticotropin-releasing factor (CRF) masih
sedang dipelajari dalam beberapa penelitian.1

17

5. Gejala klinik
Gejala-gejala umum ansietas dapat dilihat pada tabel di bawah:

Ketegangan Motorik

1. Kedutan otot/ rasa gemetar


2. Otot tegang/kaku/pegal
3. Tidak bisa diam
4. Mudah menjadi lelah

Hiperaktivitas Otonomik

5. Nafas pendek/terasa berat


6. Jantung berdebar-debar
7. Telapak tangan basah/dingin
8. Mulut kering
9. Kepala pusing/rasa melayang
10. Mual, mencret, perut tak enak
11. Muka panas/ badan menggigil
12. Buang air kecil lebih sering

Kewaspadaan

berlebihan

Penangkapan berkurang

dan

13. Perasaan jadi peka/mudah ngilu


14. Mudah terkejut
15. Sulit konsentrasi
16. Sukar tidur
17. Mudah tersinggung

BENTUK GANGGUAN ANXIETAS

Gangguan Panik

Gangguan Fobik

Gangguan Obsesif-kompulsif

Gangguan Stres Pasca Trauma

Gangguan stres Akut

Gangguan Anxietas Menyeluruh.

Gangguan cemas organik di dalam diagnosis gangguan jiwa menurut PPDGJ-III Pedoman
Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia edisi 3 tahun 1993 menyatakan bahwa
18

gannguan cemas organic merupakan gangguan yang ditandai oleh gambaran utama dari
gangguan cemas menyeluruh, gangguan panic atau campuran dari keduannya tetapi timbul akibat
gangguan organic yang menyebabkan disfungsi otak. Oleh itu, daripada beberapa bentuk
gangguan cemas, yang lebih dibahaskan lagi dalam referat ini adalah gangguan panic dan
gangguan anxietas menyeluruh yang dapat berpunca dari disfungsi otak. Bentuk dari gangguan
cemas lain seperti gangguan fobik dengan jelas merupakan gangguan cemas yang dicetuskan
oleh adanya situasi atau objek yang menimbulkan gejala cemas sedangkan pada gangguan
obesesi-kompulsif dicetuskan oleh pikiran yang terpusat untuk melakukan sesuatu sehingga
timbul gejala cemas jika tidak melakukan hal tersebut. Kedua bentuk gangguan cemas di atas
jelas bukan disebabkan oleh disfungsi otak. Selain itu, gangguan cemas yang disebabkan oleh
stress seperti pada gangguan stress pasca trauma dan gangguan stress akut jelas bukan
disebabkan oleh disebabkan oleh disfungsi otak sehingga dengan mudah kita dapat
menyingkirkan factor organic yang menjadi penyebab terjadinya gangguan cemas pada orang
tersebut. Oleh itu, penting bagi seorang dokter untuk mengetahui dua bentuk gangguan cemas
yaitu gangguan panic dan gangguan anxietas menyeluruh sebelum menegakan diagnose untuk
gangguan cemas organic yang dapat merupakan gangguan cemas yang bersifat gangguan panic,
gangguan anxietas menyeluruh atau campuran dari keduanya.

GANGGUAN PANIK
Definisi gangguan panik
Gangguan panik ditandai dengan terjadinya serangan panik yang spontan dan tidak
diperkirakan. Serangan panik adalah periode kecemasan dan ketakutan yang kuat dan relatif
singkat (biasanya kurang dari satu tahun), yang disertai oleh gejala somatik tertentu seperti
palpitasi dan takipnea. Frekuensi pasien dengan gangguan panik mengalami serangan panik
adalah bervariasi dari serangan multiple dalam satu hari sampai hanya beberapa serangan selama
setahun.1
Tanda dan Gejala Klinis Gangguan Panik
Serangan panik adalah periode kecemasan atau ketakutan yang kuat dan relatif singkat
dan disertai gejala somatik. Suatu serangan panik secara tiba-tiba akan menyebabkan minimal 4
dari gejala-gejala somatik berikut:1
19

1. Palpitasi
2. Berkeringat
3. Gemetar
4. Sesak napas
5. Perasaan tercekik
6. Nyeri dada atau perasaan tidak nyaman
7. Mual dan gangguan perut
8. Pusing, bergoyang, melayang atau pingsan
9. Derealisasi atau depersonalisasi
10. Ketakutan kehilangan kendali atau menjadi gila
11. Rasa takut mati
12. Parestesi atau mati rasa
13. Menggigil atau perasaan panas.
Serangan panik sering dimulai dengan periode gejala yang meningkat dengan cepat
selama 10 menit. Gejala mental utama adalah ketakutan yang kuat dan suatu perasaan ancaman
kematian dan kiamat. Pasien biasanya tidak mampu menyebutkan sumber ketakutannya.

GANGGUAN ANXIETAS MENYELURUH


Definisi gangguan cemas menyeluruh
Gangguan cemas menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder, GAD) merupakan
kekhawatiran yang berlebih dan meresap disertai oleh berbagai gejala somatik yang
menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan atau penderitaan yang
jelas bagi pasien. Beberapa gejala somatik yang dialami adalah ketegangan otot, iritabilitas,
kesulitan tidur, keluhan epigastrik dan kegelisahan sehingga menyebabkan penderitaan yang
jelas dan gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial dan pekerjaan. 1

20

Tanda dan Gejala Klinis Gangguan Cemas Menyeluruh

Gejala utama adalah sepeti gejala cemas secara umum yang disertai oleh ketegangan
motorik, hiperaktivitas otonom, dan kewaspadaan secara kognitif. Kecemasan bersifat berlebihan
dan mempengaruhi aspek kehidupan pasien. Ketegangan motorik bermanifestasi sebagai
bergetar, kelelahan dan sakit kepala. Hiperaktivitas otonom timbul dalam bentuk pernafasan
yang pendek, berkeringat, palpitasi, dan disertai gejala saluran pencernaan. Terdapat juga
kewaspadaan kognitif dalam bentuk iritabilitas.1
Terdapat beberapa penyakit yang secara langsung menyebabkan disfungsi otak sehingga
menyebabkan timbul gejala cemas. Penyakit tersebut mempengaruhi factor biologi dalam tubuh
seperti hormone atau neurotransmitter. Sebagai contoh penyakit yang mempengaruhi fungsi
hormonal adalah hipertiroid dan feokromasitoma yang secara langsung mempengaruhi system
saraf simpatis sehingga dapat timbul gejala otonom yang seperti gejala cemas. Selain itu,
epilepsy yang menimbulak gangguan cemas merupakan disebabkan efek dari cetusan
neurotransmitter yang dapat menimbulak gangguan cemas seperti pada epilepsy lobus temporal
yang dapat menyebabkan gangguan panic pada beberapa pasien. Oleh itu, penting untuk
mengetahui gejala pada penyakit tersebut yang disertai juga oleh gangguan cemas. Jika terdapat
gejala penyerta selain, gejala umum cemas kita dengan segera dapat menyimpulkan bahwa
cemas itu disebabkan oleh gangguan organic.1
Hipertiroid
Pada individu yang lebih muda manifestasi yang umum termasuk palpitasi, kegelisahan,
mudah lelah dan diare, banyak keringat, tidak tahan panas, dan senang dingin. Sering terjadi
penurunan berat badan jelas, tanpa penurunan nafsu makan. Pembesaran tiroid, tanda-tanda
tirotoksikosis pada mata, dan takikardi ringan umumnya terjadi. Kelemahan otot dan
berkurangnya massa otot dapat sangat berat sehingga pasien tidak dapat berdiri dari kursi tanpa
bantuan. Pada anak-anak terdapat pertumbuhan cepat dengan pematangan tulang yang lebih
cepat. Pada pasien diatas 60 tahun, manifestasi kardiovaskuler dan miopati sering lebih

21

menonjol. Keluhan yang paling menonjol adalah palpitasi, dispneu d`effort, tremor, nervous dan
penurunan berat badan.
Terjadinya hipertiroidisme biasanya perlahan-lahan dalam beberapa bulan sampai
beberapa tahun, namun dapat juga timbul secara dramatik. Manifestasi klinis yang paling sering
adalah penurunan berat badan, kelelahan, tremor, gugup, berkeringat banyak, tidak tahan panas,
palpitasi, dan pembesaran tiroid. Penurunan berat badan meskipun nafsu makan bertambah dan
tidak tahan panas adalah sangat spesifik, sehingga segera dipikirkan adanya hipertiroidisme.
Penderita hipertiroidisme memiliki bola mata yang menonjol yang disebut dengan
eksoftalmus, yang disebabkan oleh edema daerah retro-orbita dan degenerasi otot-otot
ekstraokuli. Penyebabnya juga diduga akibat proses autoimun. Eksoftalmus berat dapat
menyebabkan teregangnya N. Optikus sehingga penglihatan akan rusak. Eksoftalmus sering
menyebabkan mata tidak bisa menutup sempurna sehingga permukaan epithel menjadi kering
dan sering terinfeksi dan menimbulkan ulkus kornea.
Feokromasitoma
Manifestasi klinis tumor ini berkaitan dengan pelepasan katekolamin. Gambaran gejala yang
paling penting adalah hipertensi yang terjadi terus menerus atau paroksismal (45% kasus). Pasien
dengan gejala paroksismal memperlihatkan episode akut hipertensi berat (250/140 mmHg)
selama beberapa menit hingga berjam-jam. Episode tersebut dapat dicetuskan oleh latihan berat,
mengkonsumsi makanan yang mengandung tirosin (anggur merah, keju tua, yoghurt), makanan
yang mengandung kafein, palpasi abdominal, atau induksi anestesi. Diantara episode, pasien
mempertahankan tensi yang normal. Bersamaan dengan hipertensi, pasien juga mengeluh sakit
kepala hebat pada bagian atas kepala, palpitasi, pucat, diaforesis, dan disritmia. Pasien dengan
hipertensi terus menerus dapat memperlihatkan variabilitas pada pembacaan tekanan darah
mereka yang tinggi dan mengeluh sakit kepala serta denyut jantung yang tidak teratur. Didalam
tubuh, glikogen dipecah menjadi glukosa dan lemak diubah menjadi asam lemak. Tetapi karena
pelepasan katekolamin secara terus menerus dan peningkatan glykogenolisis dan lipolisis.
menyebabkan aktivitas metabolik meningkat (berat badan menurun) dan darah menjadi kental.
Aliran darah ke otak lambat menyebabkan lemas dan mengantuk.

22

Epilepsi lobus temporalis.


Epilepi ini jarang terlihat pada usia sebelum 10 tahun.Memperlihatkan gejala fokalitas yang khas
sekali. Manifestasi klinik fokalitas ini sangat kompleks karena fokus epileptogennya terletak di
lobus temporalis dan bagian otak ini meliputi kawasan pengecap, pendengar, penghidu dan
kawasan asosiatif antara ketiga indra tersebut dengan kawasan penglihatan. Manifestasi yang
kompleksini bersifat psikomotorik, dan oleh karena itu epilepsi jenis ini dulu disebut epilepsy
psikomotor. Bangkitan psikik berupa halusinasi dan bangkitan motorik lazimnya berupa
automatisme. Manifestasi klinik ialah sebagai berikut: Kesadaran hilangsejenak, dalam keadaan
hilang kesadaran ini penderita masuk ke alam pikiran antarasadar dan mimpi (twilight state),
dalam keadaan ini timbul gejala fokalisasi yangterdiri dari halusinasi dan automatisme yang
berlangsung beberapa detik sampai beberapa jam. Halusinasi dan automatisme yang mungkin
timbul : Halusinasi denganautomatisme pengecap, halusinasi dengan automatisme membaca,
halusinasi denganautomatisme penglihatan, pendengaran atau perasaan aneh.

6. Diagnosis
Untuk mendiagnosa gangguan cemas organic pada PPDGJ-III harus ditegakan dahulu
diagnose untuk gangguan serangan panic atau gangguan cemas menyeluruh. Ini adalah bagi
menyingkirkan gangguan cemas lain yang murni disebabkan factor psikogenik dan bukan
kelainan organic. Untuk mendiagnosa penyakit organic yang mendasari gangguan cemas
tersebut tergantung kepada gejala yang ada selain gejala cemas dan dapat dilakukan
pemeriksaan penunjang bagi mengukuhkan lagi diagnosa untuk penyakit yang mendasari
gangguan cemas tersebut.

23

Pedoman Diagnostik Gangguan Panik


Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ III)

Gangguan Panik baru ditegakkan sebagai diagnosis utama bila tidak ditemukan adanya
gangguan anxietas fobik.3

Untuk diagnosis pasti, harus ditemukan adanya beberapa kali serangan anxietas berat
(severe attacks of autonomic anxiety) dalam masa kira-kira satu bulan:3
a.

Pada keadaan-keadaan diamna sebenarnya secara objektif tidak ada bahaya;

b. Tidak terbatas pada situasi yang telah diketahui atau yang dapat diduga
sebelumnya (unpredictable situations);
c.

Dengan keadaan yang relatif bebas dari gejala-gejala anxietas pada periode di
antara serangan-serangan panik (meskipun demikian umumnya dapat terjadi
juga anxietas antisipatorik, yaitu anxietas yang terjadi setelah membayangkan
sesuatu yang mengkhawatirkan akan terjadi).

Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders IV ( DSM-IV-TR)


Kriteria diagnostik untuk gangguan panik tanpa agorafobia2
A. Baik (1) atau (2):
1. Serangan panik rekuren yang tidak diharapkan
2. Sekurangnya 1 serangan telah diikuti oleh sekurangnya 1 bulan atau lebihberikut ini:
(a) Kekhawatiran yang menetap akan mengalami serangan tambahan
(b) Ketakutan tentang arti serangan atau akibatnya
(c) Perubahan perilaku bermakna berhubungan dengan perubahan perilaku bermakna
berhubungan dengan serangan
B. Tidak terdapat serangan
C. Serangan panik bukan karena efek fisiologis langsung dari zat atau kondisi medis umum
D. Serangan panik tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan mental lain, seperti fobia
sosial, fobia spesifik gangguan obsesif-kompulsif, gangguan stress pasca traumatik,atau
gangguan cemas perpisahan.:

24

Pedoman Diagnostik Gangguan Cemas Menyeluruh


Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ III)
Penderita harus menunjukkan gejala primer anxietas yang berlangsung hampir setiap hari
selama beberapa minggu, bahkan biasanya sampai beberapa bulan. Gejala-gejala ini biasanya
mencakup hal-hal berikut : 3
a) Kecemasan tentang masa depan (khawatir akan nasib buruk, perasaan gelisah seperti di
ujung tanduk, sulit berkonsentrasi, dan sebagainya) ;
b) Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat santai) ;
c) Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, takikardi, takipneu, keluhan
epigastrik, pusing kepala, mulut kering, dan sebagainya).

Pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk ditenangkan serta
keluhan somatik berulang-ulang. Adanya gejala-gejala lain yang bersifat sementara, terutama
depresi, tidak menyingkirkan gangguan anxietas menyeluruh sebagai diagnosis utama, selama
pasien tidak memenuhi kriteria lengkap dari episode depresif (F32), gangguan anxietas fobik
(F40), gangguan panik (F41.0) atau gangguan obsesif kompulsif (F42).
Termasuk :

Neurosis anxietas

Reaksi anxietas

Keadaan anxietas

Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders IV ( DSM-IV-TR)


Kriteria Diagnosis berdasarkan DSM-IV TR :
A. Kecemasan dan kekhawatiran berlebihan (harapan yang mengkhawatirkan), terjadi lebih
banyak dibandingkan tidak selama paling kurang 6 bulan, tentang sejumlah peristiwa atau
aktivitas (seperti pekerjaab atau prestasi sekolah).2
B. Orang kesulitan untuk mengendalikan kekhawatiran.
25

C. Kecemasan dan kekhawatiran adalah dihubungkan dengan tiga (atau lebih) dari enam
gejala berikut (dengan paling kurang beberapa gejala terjadi lebih banyak dibandingkan
tidak selama 6 bulan terakhir). Catatan : Hanya satu gejala yang diperlukan pada anakanak.
Catatan : Hanya satu gejala yang diperlukan pada anak-anak :
1. Gelisah atau perasaan tegang atau cemas
2. Merasa mudah lelah
3. Sulit berkonsentrasi atau pikiran menjadi kosong
4. Iritabilitas
5. Ketegangan otot
6. Gangguan tidur (kesulitan untuk memulai atau tetap tertidur, atau tidur yang
gelisah dan tidak memuaskan)
D. Fokus kecemasan dan kekhawatiran adalah tidak dibatasi pada gambaran utama
gangguan Aksis I, misalnya, kecemasan atau ketakutan adalah bukan suatu Serangan
Panik (seperti pada Gangguan Panik), merasa malu di depan umum(seperti pada Fobia
Sosial), terkontaminasi (seperti pada Gangguan Obsesif Kompulsif), merasa jauh dari
rumah atau kerabat dekat (seperti pada Gangguan Cemas Perpisan), pertambahan berat
badan (seperti pada Anoreksia Nervosa), menderita berbagai keluhan fisik (seperti pada
Gangguan Somatisasi), atau menderita penyakit serius (seperti pada Hipokondriasis),
serta kecemasan dan kekhawatiran tidak terjadi secara eksklusif selama Gangguan Stres
Pascatrauma.2
E. Kecemasan, kekhawatiran, atau gejala fisik menyebabkan penderitaan yang bermakna
secara klinis atau gangguan pada fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.2
F. Gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari zat (misalnya,
penyalahgunaan zat, pengobatan) atau suatu kondisi medis umum (misalnya
hipertiroidisme) dan tidak terjadi secara eksklusif selama suatu Gangguan Mood,
Ganguan Psikotik, atau Gangguan Perkembangan Pervasif.2

26

Untuk mendiagnosa kelainan organic yang mendasari gangguan cemas tersebut berdasakan
daripada temuan yang didapatkan pada pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang
telah dilakukan. Contohnya pada penderita hipertiroid dari pemeriksaan fisik ditemukan
kelenjar tiroid yang membesar yang disertai juga oleh gejala klinis dari hipertiroid yang lain.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan TSH untuk mengetahui
kadar hormone tiroid dalam badan.
Untuk penyakit lain seperti feokromasitoma dapat dilakukan pemeriksaan tes darah
dengan hasil :
a. Glukosa darah meningkat.
b. Kalsium mungkin meningkat.
c. Hemoglobin meningkat karena haemoconcentration yang disebabkan oleh penurunan
volume sirkulasi.
d. Katekolamin plasma dan metanephrines plasma (alkohol metabolit katekolamin)
memiliki keduanya telah digunakan dalam diagnosis.
Tes urin 24 jam, diperlukan untuk kreatinin (untuk memastikan spesimen 24 jam penuh), total
katekolamin,

asam

vanillylmandelic

(VMA)

dan

metanephrines.

Penentuan

lokasi

feokromositoma dikerjakan dengan pemeriksaan pencitraan (CT,MRI, MIBG scan). Dapat


dilihat adanya tanda pendorongan ginjal organ lain di sekitarnya. Kadang-kadang sukar untuk
menentukan lokasi tumor karena ukurannya yang sangat kecil. Pemeriksaan sidik radioaktif (I
131) dapat digunakan untuk membantu mengetahui lesi multipel dan menetapkan letaknya.
Pada kelainan neurologis seperti epilepsy selain ditemukan kelainan pada pemeriksaan
neurologis yang ditemukan reflex patologis dan juga dilakukan pemeriksaan EEG untuk
membantu diagnose.

27

7. Penatalaksanaan
Untuk penatalaksanaan gangguan cemas organic selain untuk mengurangi gejala cemas yang
penting untuk diterapi adalah penyebab daripada kelainan organic itu sendiri. Sebagai contoh,
untuk kelainan hipertiroid, pengobatan dapat berupa obat-obatan seperti propiltiouracil (PTU)
untuk mengurangi hormone tiroid atau bila perlu dilakukan tindakan bedah untuk mengangkat
kelenjar tiroid tersebut. Feokromasitoma juga memerlukan pengangkatan tumor untuk terapinya.
Untuk epilepsy dapat digunakan obat anti epilepsy seperti asam valproat atau carbamazepin
untuk mengurangi berulangnya epilepsy. Untuk terapi gangguan cemas secara umum dapat
dipertimbangkan penggunaan obat-obatan anti-anxietas. Anti depresan yang baru, venlafaksin
XR, tampaknya cukup efektif dan aman untuk pengobatan gangguan cemas menyeluruh.
Gunakan benzodiazepin dengan tidak berlebihan(diazepam, 5 mg per oral, 3-4 kali sehari atau 10
mg sebelum tidur) untuk jangka pendek(beberapa minggu hingga beberapa bulan); biarkan
penggunaan obat-obatan untuk mengikuti perjalanan penyakitnya. Pertimbangkan pemberian
buspiron untuk pengobatan awal atau untuk pengobatan kronis (20-30 mg/hari dalam dosis
terbagi). Pasien tertentu yang telah terbiasa dengan efek cepat benzodiazepin akan merasakan
kurangnya efektivitas buspiron. Anti depresan trisiklik, SSRI, dan MAOI bermanfaat terhadap
pasien-pasien tertentu (terutama bagi mereka yang disertai dengan depresi). Sedangkan pasien
dengan gejala otonomik akan membaik dengan -bloker (misal, propanolol 80-160 mg/hari).5
Tabel 2. Sediaan Obat Anti-Anxietas dan Dosis Anjuran
No
1.

Nama Generik
Diazepam

Nama Dagang

Sediaan

Diazepin

Tab. 2-5 mg

Lovium

Tab. 2-5 mg

Stesolid

Tab. 2-5 mg

Dosis Anjuran
10-30 mg/h

Amp. 10mg/2cc
2.

3.

Chlordiazepoxide

Lorazepam

Cetabrium

Drg. 5-10 mg

Arsitran

Tab. 5 mg

Tensinyl

Cap. 5 mg

Ativan

Tab. 0,5-1-2 mg

Renaquil

Tab. 1 mg

15-30 mg/h

2-3 x 1 mg/h

28

4.

Clobazam

Frisium

Tab. 10 mg

2-3 x 1m mg/h

5.

Alprazolam

Xanax

Tab. 0,25-0,5 mg

0,75-1,50 mg/h

Alganax

Tab. 0,25-0,5 mg

6.

Sulpiride

Dogmatil

Cap. 50 mg

100-200 mg/h

7.

Buspirone

Buspar

Tab. 10 mg

15-30 mg/h

8.

Hydroxyzine

Iterax

Caplet 25 mg

3x25 mg/h

Obat anti-anxietas benzodiazepine yang bereaksi dengan reseptornya (benzodiazepine receptors)


akan meningkatkan efek inhibitor GABA, sehingga hiperaktivitas tersebut mereda.5

8. Komplikasi

Komplikasi yang dapat timbul akibat daripada gangguan cemas organic tergantung daripada
kelainan organic. Pada kelainan endokrin, beberapa organ lain akan turut terpengaruh sehingga
jika kelainan tersebut lambat dideteksi dapat menyebabkan kegagalan fungsi organ. Pada
kelainan neurologis yang kemungkinan terjadi adalah gangguan kognitif yang menetap sehingga
dapat menyebabkan retardasi mental atau gangguan motorik atau sensorik yang dapat berupa
kelumpuhan pada anggota gerak.

9. Prognosis
Prognosis untuk gangguan cemas organic juga tergantung daripada kelainan organic yang
mendasari gangguan cemas. Sekiranya , penyakit itu sudah lama terjadi maka, prognosis untuk
pasien tersebut akan menjadi lebih buruk. Selain itu, prognosis juga dipengaruhi oleh factor usia
sehingga jika pada usia lanjut karena sudah berkurang fungsi organ dapat menyebabkan prognosi
menjadi lebih buruk karena lebih mudah terjadi komplikasi.

29

10. Kesimpulan

Gangguan cemas organic merupakan suatu gangguan yang berupa gangguan jiwa tetapi
penyebab gangguan tersebut merupakan daripada kelainan organic yang dapat daripada
gangguan system endokrin ataupun system neurologi. Oleh itu, yang diutamakan dalam
gangguan cemas organic adalah untuk menentukan apakah terdapat kelainan organic yang
menyebabkan gangguan tersebut. Caranya adalah melalui pemeriksaan fisik yang teliti sehingga
dapat membantu para dokter untuk mendeteksi kelainan organic yang mendasari gangguan
cemas tersebut. Untuk penatalaksanaan selanjutnya adalah untuk mengatasi kelainan organic
yang menyebabkan gangguan cemas tersebut. Selain itu, anamesis yang teliti turut membantu
kita untuk mendiagnosa gangguan cemas organic sehingga kita dapat membedakan apakah
pasien itu mengalami gangguan cemas itu karena factor psikogenik seperti ataupun kelainan
organic seperti kelainan neuorologis ataupun kelainan endokrin.

30

Daftar pustaka

1. Kaplan HI, Sadock BJ. : Anxiety Disorder, Sypnosis of Psychiatry, 7 th ed,William &
Wilkins, Baltimore USA, 1994, 573-616.
2. American Pshyciatryc Association : Anxiety Disorder, Diagnostic and Statistical Manual
of Mental Disorder IV (DSM-IV), Washington , USA, 1994.
3. Departemen Kesehatan R.l. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di
Indonesia III, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik 1993: 171 -195.
4. Rowney, Jess; Hermida, Teresa; Maloney, Donald. Anxiety Disorders. Cleveland Clinic.
Di unduh dari www.clinicmeded.com tanggal 25 September 2013
5. Stahl SM: Essential Psychopharmacology Neuroscientific Basis and Practical Applications
2nd ed Cambridge University Press . 2002 : 300

31

Anda mungkin juga menyukai