Etiologi yang pasti belum diketahui, tetapi diduga sebagai akibat gangguan
keseimbangan fungsi vasomotor dimana sistem saraf parasimpatis relatif lebih dominan.
Keseimbangan vasomotor ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berlangsung temporer,
seperti emosi, posisi tubuh, kelembaban udara, perubahan suhu luar, latihan jasmani dan
sebagainya, yang pada keadaan normal faktor-faktor tadi tidak dirasakan sebagai gangguan oleh
individu tersebut.1,3,4
Beberapa faktor yang mempengaruhi keseimbangan vasomotor : 1,3,15
1. obat-obatan yang menekan dan menghambat kerja saraf simpatis, seperti ergotamin,
2.
yang merangsang.
3. faktor endokrin, sepeti keadaan kehamilan, pubertas, pemakaian pil anti hamil dan
hipotiroidisme.
4. faktor psikis, seperti stress, ansietas dan fatigue.
EPIDEMIOLOGI :
Mygind ( 1988 ), seperti yang dikutip oleh Sunaryo ( 1998 ), memperkirakan sebanyak 30
60 % dari kasus rinitis sepanjang tahun merupakan kasus rinitis vasomotor dan lebih banyak
dijumpai pada usia dewasa terutama pada wanita.10 Walaupun demikian insidens pastinya tidak
diketahui.2,5 Biasanya timbul pada dekade ke 3 4.3 Secara umum prevalensi rinitis vasomotor
bervariasi antara 7 21%.5
Dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh Jessen dan Janzon ( 1989 ) dijumpai
sebanyak 21% menderita keluhan hidung non alergi dan hanya 5% dengan keluhan hidung
yang berhubungan dengan alergi. Prevalensi tertinggi dari kelompok non alergi dijumpai pada
dekade ke 3.5
Sibbald dan Rink ( 1991 ) di London menjumpai sebanyak 13% dari pasien, menderita
rinitis perenial dimana setengah diantaranya menderita rinitis vasomotor.5
Sunaryo, dkk ( 1998 ) pada penelitiannya terhadap 2383 kasus rinitis selama 1 tahun di
RS Sardjito Yogyakarta menjumpai kasus rinitis vasomotor sebanyak 33 kasus ( 1,38 % )
sedangkan pasien dengan diagnosis banding rinitis vasomotor sebanyak 240 kasus ( 10,07 % ). 14
PATOFIOLOGI :
Sistem saraf otonom mengontrol aliran darah ke mukosa hidung dan sekresi dari kelenjar.
Diameter resistensi pembuluh darah di hidung diatur oleh sistem saraf simpatis sedangkan
parasimpatis mengontrol sekresi kelenjar. Pada rinitis vasomotor terjadi disfungsi sistem saraf
otonom yang menimbulkan peningkatan kerja parasimpatis yang disertai penurunan kerja saraf
simpatis. Baik sistem simpatis yang hipoaktif maupun sistem parasimpatis yang hiperaktif,
keduanya dapat menimbulkan dilatasi arteriola dan kapiler disertai peningkatan permeabilitas
kapiler, yang akhirnya akan menyebabkan transudasi cairan, edema dan kongesti.5,13,16,17
Peningkatan peptide vasoaktif dari sel - sel seperti sel mast. Termasuk diantara peptide ini
adalah histamin, leukotrin, prostaglandin, polipeptide intestinal vasoaktif dan kinin. Elemenelemen ini tidak hanya mengontrol diameter pembuluh darah yang menyebabkan kongesti, tetapi
juga meningkatkan efek asetilkolin dari sistem saraf parasimpatis terhadap sekresi hidung, yang
menyebabkan rinore. Pelepasan peptide-peptide ini tidak diperantarai oleh Ig-E (non-Ig E
mediated) seperti pada rinitis alergi.17
Adanya reseptor zat iritan yang berlebihan juga berperan pada rinitis vasomotor. Banyak
kasus yang dihubungkan dengan zat-zat atau kondisi yang spesifik. Beberapa diantaranya adalah
perubahan temperatur atau tekanan udara, perfume, asap rokok, polusi udara dan stress
( emosional atau fisikal ).17
MANISFESTASI KLINIS :
Gejala klinis Rhinitis Vasomotor sulit sekali dibedakan dengan Rhinitis Alergikan namun
adapun gejala klinis yang sering dijumpai dari Rhinitis Vasomotor adalah : 2,18
1.
Hidung tersumbat : diakibatkan adanya paparan terhadap suatu iritan seperti obat obat
vasokontriktor topical yang digunakan berlebihan dapat memicu ketidak seimbangan sistem saraf
otonom dalam mengontrol pembuluh darah pada hidung yang mengakibatkan vasodilatasi dan
edema pembuluh darah mukosa hidung yang menyebabkan hidung tersumbat.
2. Rinore : disebabkan karena paparan terhadap suatu iritan seperti obat obat vasokontriktor topical
yang digunakan berlebihan dapat memicu ketidak seimbangan sistem saraf otonom dalam
mengontrol kelenjar pada mukosa hidung yang mengakibatkan Rinore.
DIAGNOSIS :
Gambaran pemeriksaan Rhinitis Vasomotor adalah : 7, 11
1. Riwayat penyakit
- Tidak berhubungan dengan musim
- Riwayat keluarga ( - )
- Riwayat alergi sewaktu anak-anak ( - )
- Timbul sesudah dewasa
- Keluhan gatal dan bersin ( - )
2. Pemeriksaan THT
- Struktur abnormal ( - )
- Tanda tanda infeksi ( - )
- Pembengkakan pada mukosa ( + )
- Hipertrofi konka inferior sering dijumpai
3. Radiologi
X Ray / CT
- Tidak dijumpai bukti kuat keterlibatan sinus
- Umumnya dijumpai penebalan mukosa
4. Bakteriologi
- Rinitis bakterial ( - )
5. Test alergi
a. Ig E total : didapatkan hasil Normal
b.
Melakukan yoga
Dimana dengan melakukan yoga seseorang dapat berfikir positif dan membuat pikiran
menjadi ringan.4
c.
2.2.2 FARMAKOTERAPI
a)
Dekongestan (pseudoefedrin)
Mekanisme kerja
: menstimulasi secara lansung reseptor Alpa 1 adregenik yang terdapat
pada pembulu darah mukosa saluran pernafasan bagian atas yang
menyebabkan terjadinya vasokontriksi.6,11
Efek samping
Dosis penggunaan
:
a. < 2 tahun diberikan dosis 4mg /6 jam.
b. 2 5 tahun diberikan dosis 15mg/6 jam dengan pemberian maksimal 60mg/24jam.
b) Antihistamin
Mekanisme kerja
: mengantagonis H1 secara kompotitif dan reversible,
tetapi tidak memblok pelepasan histaminin.8,10,11
Farmakokinetik
: Absorsinya baik, dimana kadar puncak plasmanya 2 3 jam.
Dimana efek kerja obat 4 6 jam.
Indikasi
: Rhinitis alergika, syok anafilatik, asma, dermatitis alergika.8,11
Interaksi obat
: mengurangi gejala beringus.8
c)
Kortikosteroid
Mekanisme kerja
Interaksi obat
PROGNOSIS :
Penyakit ini prognosisnya bervariasi, dimana kadang kadang dapat membaik dengan tiba
tiba, tetapi bisa juga resistensi terhadap pengobatan yang diberikan.12
DAFTAR PUSTAKA
1. Elise Kasakeyan. Rinitis Vasomotor. Dalam : Soepardi EA, Nurbaiti Iskandar,Ed. Buku Ajar
Ilmu Penyakit THT. Edisi ke-5.Jakarta : Balai Penerbit FK UI,2007
2. Rhinitis vasomotor : http://www.icondata.com/health/pedbase/files/RHINITI1.HTM
3. Kopke RD, Jackson RL. Rhinitis. Dalam : Byron J, Bailey JB,Ed. Otolaryngology Head and
Neck Surgery. Philadelph.
4. Segal S, Shlamkovitch N, Eviatar E, Berenholz L, Sarfaty S, Kessler A. Vasomotor rhinitis
following trauma to the nose.
5. Jones AS. Intrinsic rhinitis. Dalam : Mackay IS, Bull TR, Ed. Rhinology. Scott Browns
Otolaryngology.
6. Suharti.2012. Obat obat Dekongestan. Available from :
http://www.scribd.com/doc/48310627/Dekongestan [Accessed 04 oktober 2012]
7. Yunita Adriana. 2012. Rhinitis Vasomotor. Available from : http://www.library.usu.ac./fk/Fthtandrina.pdf/ [Accessed 04 oktober 2012]
8. Fk.unja. 2012 . Histamin dan Antihistamin. Available from : http://www.fk.unja.ac./histamindan-antihistamin [Accessed 04 oktober 2012]
9. Husni maftuha. 2012. Oral Kortikosteroid. Available from :
http://www.scribd.com/doc/13461798/Oral-Kortikosteroid [Accessed 04 oktober 2012]
10. Katzung, B.G. 2012. Farmakologi Dasar dan Klinik. Salemba Medika.Jakarta.
11. Bahry B, Setiabudy R. Obat jamur. In. Ganiswarna SG, Setiabudi R, Suyatna FD,
Purwantyastuti, Nafrialdi. Farmakologi dan terapi. Ed 4. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI; 2004
12. Becker W, Naumann H H, Pfaltz C R. Ear, Nose, and Throat Diseases A Pocket Reference. 4 th ed.
New York : Thieme Medical Publishers Inc.
13. Cody DTR, Kern EB, Pearson BW. Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorokan, EGC, Jakarta,
1986, h. 183 8.
14. Sunaryo, Soepomo S, Hanggoro S. Pola Kasus Rinitis di Poliklinik THT
Yogyakarta Tahun 1998. Disampaikan pada Kongres
30 Oktober, 1999.
15. Ramalingam KK,Sreeramamoorthy. A short practice of otolaryngology.India : All India
Publishers & Distributors, 1992, p.196 7.
16. Sutji Rahardjo, Burhanuddin, FG Kuhuwael. Efektifitas Kauterisasi Konka
Rinitis Vasomotor. Disampaikan pada Kongres Nasional
Pada Penderita
Oktober, 1995.
17. Wainwright M, Gombako LA. Vasomotor Rhinitis :
http://www.medschool.lsuhsc.edu/otor/Vasorhi.htm
18. Vasomotor ( non allergic rhinitis ) :
http://www.regionalallergy.com/education/understanding/sinusitis/rhinitis/ rhinitis.html