Anda di halaman 1dari 18

PART V A DISCUSSION ON

GENDER

PLANNING IN A
DIFFERENT VOICE
BY SUSAN S.
FAINSTEIN
Oleh:
Yunita Permatasari Fushia Dewi
(I0612046)

PENGANTAR

Mrs. Susan S.
Fainstein

Susan S. Fainstein ada seorang


peneliti senior di Harvard Graduate
School of Design, Ia bergabung di
fakultasnya pada tahun 2006
sebagai seorang profesor urban
planning. Selain sudah
menerbitkan buku, ia juga sebagai
editor kedua dalam buku teori
perencanaan (Readings in Urban
Theory).

PENGANTAR
Kaum perempuan adalah pihak yang sering
dirugikan dengan adanya ketidakadilan gender.
Dalam rangka mengurangi ketidakadilan gender,
diambillah suatu strategi yang disebut dengan
pengarusutamaan gender, yang strategi ini telah
diterapkan di berbagai aspek kehidupan di dalam
proses perumusan dan pengambilan keputusan oleh
kaum feminis. Di antara aspek yang menjadi target
pengarusutamaan gender adalah perencanaan.
Perbedaan peran gender ini juga menjadikan orang
berpikir kembali tentang pembagian peran yang
dianggap telah melekat, baik pada perempuan

PENGANTAR
Perencana feminis menilai menurut sudut pandang
perempuan dengan berfokus pada isu-isu yang paling
melekat dengan kehidupan perempuan. Hal ini
termasuk
feminisasi
kemiskinan,
perlindungan
perempuan korban kekerasan, upah yang sepadan
untuk pekerjaan yang sebanding, dan penyediaan
infrastruktur pelayanan sosial yang memungkinkan
perempuan berpeluang lebih besar dalam hal tersebut.

ISI UTAMA
Pemikir feminis berusaha untuk melampaui
pembacaan kritis sejarah, geografi, dan ilmu
pengetahuan dari sudut pandang kaum tertindas
untuk menegaskan cara yang berbeda untuk
mengetaui mode intervensi sosial.
Pertama-tama yang akan diuraikan yaitu unsurunsur utama dari kritik feminis patriarki sebagai
penanggung pada perencanaan dan kemudian
mengatasi masalah dari "different voice
kemudian mempertimbangkan cara-cara di mana
klaim tersebut dapat mempengaruhi teori
perencanaan dan akhirnya berpengaruh pada

KRITIK FEMINIS
DAN AGENDANYA
Pada dasarnya, pemikiran feminis terdiri atas serangan
terhadap dominasi laki-laki. Dalam urbanisme feminis
dunia telah menyatakan bahwa kota di desain untuk
melayani kebutuhan laki-laki (Birch 1985; International
Journal of Urban and Regional Research 1978; Signs,
1980; Wekerle, Peterson, and Morley 1980).
Bahkan ketika wanita menduduki posisi sebagai
perencana, mereka tetap didikte oleh laki-laki, dan
mereka tidak memiliki kekuatan untuk melakukan
reorientasi proyek perencanaan sehingga dapat
mengakomodasi kepentingan perempuan.

KRITIK FEMINIS DAN


AGENDANYA
Konsep zonasi hingga kini masih menjadi salah satu
instrumen yang dipercayai di dalam pengaturan ruang kota.
Dengan adanya zonasi, peruntukan fungsi kawasan bisa
diatur agar terjadi keseimbangan pemanfaatan ruang.
Namun di berbagai tempat kaum feminis mengkritik metode
zoning yang selama ini digunakan.
Zoning dianggap hanya mempertimbangkan faktor efisiensi,
ekonomi, dan lingkungan semata sehingga hal tersebut tak
jarang merugikan kaum perempuan (Hidayati, 2008).
Bukannya menekan peningkatan upah perempuan, banyak
kritik dari revitalisasi perkotaan mendukung pekerja adalah
laki-laki dan suatu keyakinan yang masih lazim bahwa gaji
perempuan merupakan "penghasilan kedua"

INISIATIF TEORITIS
Tahap pertama dari teori feminis merupakan serangan
terhadap androsentrisme dan kategori sosial dari perspektif
feminis. Seiring dengan perkembangan teoritis, feminisme
telah menghasilkan eklektisisme metodologis yang
mencerminkan sifat interdisipliner studi perempuan serta
penolakan pada kerangka rasionalistik ilmu sosial modern.
Dengan demikian, teori feminis telah berganti wawasan
menjadi psikoanalitik dan kritik budaya untuk positivisme
atau dialektika Marxis; dan mereka telah mempekerjakan
secara terbuka narasi subyektif dan media visual di tempat
eksposisi standar ilmiah.

INSIATIF TEORITIS
Substansial teori sosial feminis telah merumuskan
kembali konsep kebebasan dan keadilan. Menurut
Nanncy Chodorow (1978) menekankan hasil yang
berbeda dari krisis antara laki-laki dan perempuan.
Laki-laki lebih dihargai karena prinsip keadilan
yang rasional, sedangkan perempuan menekankan
hubungan (dalam hal ini "nilai-nilai perempuan"
kedekatan dan empati) yang bertentangan dengan
definisi klasik dari kebebasan yaitu freedom
from pemisahan yang negara inginkan.

INSIATIF TEORITIS
Feminisme menyiratkan intuitif, pendekatan
partisipatori untuk memperoleh pengetahuan dan
rasional (meskipun tidak rasional) solusi
kontekstual untuk masalah perencanaan. Sehingga
teori feminis memperkenalkan perspektif yang
dimulai dengan konsep hubungan komunal dan
nilai-nilai dapat dibandingkan, yang substitusi
pengembangan konsensus untuk pendekatan
permusuhan, yang melindungi yang lemah dan
mengakui pentingnya sentimen.

KESULITAN TEORI
PERENCANAAN
FEMINIS
Teori feminis terdiri dari bagian pasca-strukturalis yang
lebih luas post-modernis terhadap penolakan wacana
totaliter eksklusif. Penekanan feminis pada keterhubungan
dan kewajiban alami, dikombinasikan sebagai penolakan
dari pengukuran yang objektif antara biaya dan manfaat,
dapat memiliki kecenderungan konservatif yang kuat.
Secara historis, dorongan ke arah resistensi terhadap
penindasan dan upaya transformasi sosial progresif di
dunia Barat berasal dari logika rasional yang
membandingkan apa yang diformulasikan tentang apa
yang seharusnya.
kecenderungan konservatif yang kuat.

PEMBAHASAN
Aliran feminisme lahir karena didasari rasa ingin
mendapatkan persamaan kedudukan dengan kaum
pria dalam aspek sosial politik, hukum, pendidikan
dimana wanita diharapkan lebih berperan dalam
perencanaan (include).
Kaum feminisme yang menilai segalanya menurut
sudut pandang perempuan dengan berfokus pada isuisu yang paling melekat dengan kehidupan perempuan
hal ini dapat menjadikan tonggak utama adanya
persamaan hak anatara laki-laki dan perempuan untuk
menjadi leader dalam perencanaan tanpa harus
merasa diragukan.

PEMBAHASAN
Teori feminis telah berganti wawasan menjadi psikoanalitik dan
kritik budaya untuk positivisme atau dialektika Marxis; dan
mereka telah mempekerjakan secara terbuka narasi subyektif
dan media visual di tempat eksposisi standar ilmiah terjadi

transformasi fakta biologis bahwa perempuan dalam


norma sosial adalah hanya sebagai pengasuh anak
Berangkat dari teori feminis, yang benar-benar mengedepankan
wanita. Seluruh aspek di dominasi oleh laki-laki wanita

harus bisa lebih beradaptasi dengan lingkungan yang


lebih luas, terutama di dunia yang didominasi laki-laki
(lebih mengenali lingkungannya dengan baik)

ZONASI DAN GENDER


Konsep zonasi hingga kini masih menjadi salah
satu instrumen yang dipercayai di dalam
pengaturan ruang kota. Dengan adanya zonasi,
peruntukan fungsi kawasan bisa diatur agar
terjadi keseimbangan pemanfaatan ruang.
Kaum feminis menganggap zoning yang selama
ini dilakukan kurang peka terhadap persepsi dan
perilaku perempuan. Zoning dianggap hanya
mempertimbangkan faktor efisiensi, ekonomi, dan
lingkungan semata sehingga hal tersebut tak
jarang merugikan kaum perempuan.

ZONASI DAN GENDER


Anggapan kaum feminis tersebut diantaranya berawal
dari ketidaknyamanan mereka atas adanya pemisahan
kawasan permukiman dengan kawasan komersil atau pun
industri. Kawasan permukiman biasanya dijauhkan dari
kawasan komersil dan industri demi kesehatan dan
kenyamanan lingkungan kawasan permukiman

Mendapat respon negatif dari kaum feminis karena


menyebabkan pembatasan akses perempuan ke
lapangan pekerjaan dikarenakan menyulitkan
perempuan untuk memadukan pekerjaan dalam
rumah (rumah tangga) dan pekerjaan luar rumah.

CONTOH KASUS
Contoh ketidakadilan gender terkait zonasi
adalah penempatan kawasan permukiman
di pinggiran kota. Dengan terus terjadinya
pertambahan penduduk maka kota semakin
padat dan menyebabkan kota harus tumbuh
ke periferi termasuk permukiman.
Sementara, pada kawasan periferi
transportasi umum sangat minim,
sedangkan akses perempuan ke kendaraan
pribadi juga tidak semudah kaum laki-laki
(Greed, 1994 dalam Hidayati, 2008). Hal ini
juga berakibat pada terbatasnya akses
perempuan ke pekerjaan yang berujung
pada diskriminasi struktural aktivitas
ekonomi.

CONTOH KASUS
Contoh ekstrim penataan ruang yang berlandaskan
patriarki murni adalah apa yang terjadi di sebagian suku
di Israel, suku nomaden tanpa pemukiman tetap. Ruang
bagi wanita pada sebagian suku tersebut dibagi menjadi
ruang yang 'terlarang' dan ruang yang 'diizinkan'. Hal
ini sangat membatasi mobilitas perempuan sesuai dengan
prinsip-prinsip patriarki. Bahkan batas-batas ruang yang
diizinkan bagi perempuan ditentukan berdasarkan jenis
pakaian yang dikenakan. Beberapa nilai budaya seperti
nilai kehormatan, kesopanan, malu, aib, kedewasaan, dan
lain-lain sangat berpengaruh dalam perwujudan ruang.
Nilai-nilai budaya ini ini menentukan batas-batas spasial
dari individu. (Fenster, 1999 dalam Cuthbert, 2006)

DAFTAR PUSTAKA
Fainstein, S. S. 1996. Planning in a different voice, in S.
Campbell and S. Fainstein, eds. 1996 - 2003. Readings in
Planning Theory. Cambridge, MA: Blackwell.
George Ritzer dan Douglas Goodman. 2011. Teori Sosiologi.
Bantul: Kreasi Wacana.
Rezki, Muhammad. 2011. Mata Kuliah Teori Keruangan
Advance. Magister Perencanaan Wilayah dan Kota.
Universitas Gajah Mada: Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai