Nurul Fadhilah
27153116-2
ABSTRAK
Adanya arus modern yang begitu kuat dan tidak terbendung dari barat menyebabkan
tidak hanya kemajuan ilmu pengetahuan dan juga teknologi, tetapi juga berpengaruh
terhadap pemikiran dan pandangan hidup umat Islam. Hal ini dilakukan dengan
penyesuaian agama Islam dengan ide-ide ilmu pengetahuan dan teknologi modern
sehingga Islam menjadi kompatibel terhadap perubahan zaman. Dalam hal ini
berakibat munculnya sekularisme, pluralisme, dan liberalisme. Sekularisme
memandang agama sebagai jalan bagi manusia berhubungan dengan Tuhan, dan
menolak campur tangan nilai-nilai keagamaan dalam urusan manusia, dengan kata
lain urusan manusia tidak boleh diintervensi agama. Segala tata cara kehidupan antar
manusia adalah menjadi hak manusia untuk mengaturnya, Tuhan tidak boleh
mengintervensinya. Sedangkan pluralisme merupakan suatu paradigma yang berawal
dari adanya pemahaman bahwa ciptaan Tuhan adalah majemuk, beraneka ragam, dan
berbeda-beda. Berangkat dari pemikiran inilah kemudian mulai muncul bahwa
pluralisme sejatinya meyakini semua agama benar dan memiliki keselamatan yang
sama, sama-sama menuju surga, selama penganut agama tersebut menjalankan
perintah Tuhan. Tidak ada klaim kebenaran terhadap sesuatu agama. Adanya
sekularisme menyebabkan lahirnya liberalisme. Liberalisme ini merupakan suatu
paradigma yang memberikan kebebasan berpikir dan menentang secara rasional teori
atau aturan agama apapun termasuk aturan didalam kitab suci. Begitu juga Islam
liberal, sangat berbahaya jika dalam memahami atau menafsirkan Al-Quran dan
1
I.
Pendahuluan
Tantangan yang dihadapi saat ini bukan dalam bidang ekonomi, politik, sosial
II. Pembahasan
1. Sekularisme
Peradaban barat telah mengalami masa pahit yang mereka sebut sebagai
zaman kegelapan (dark age). Zaman itu dimulai ketika imperium Romawi
barat runtuh dan digantikan dengan gereja sebagai institusi dominan dalam
masyarakat Kristen barat sampai masuknya zaman renaissance. Pada masa
itu gereja bersikap keras terhadap para ahli pikir yang dengan hasil penelitian
ilmiah dan nalarnya mengeluarkan sejumlah teori dan pandangannya yang
bertentangan dengan pemahaman dan keyakinan aktivis gereja. Setiap orang
yang bertentangan dengan ajaran gereja akan mengalami penyiksaan yang
berat. Munculnya sikap menentang ini adalah keinginan mereka untuk
melepaskan diri dari belenggu gereja dan menuntut pemisahan antara agama
dan gereja.
Pertentangan yang terjadi selama priode renaissance inilah yang
menyebabkan lahirnya sekularisme1. Konsep sekularisme didasarkan kepada
asumsi umum bahwa dengan semakin berkembangnya modernisasi maka akan
menyebabkan agama kehilangan daya tarik dan kehilangan pengaruhnya atas
manusia modern. Oleh sebab itu, sekularisasi merupakan bagian dari
modernisasi.
Adeng Muchtar Ghazali, Pemikiran Islam Kontemporer, cet. 1 (Bandung: Pustaka setia, 2005), hlm.
189.
Harun Nasution, Islam Rasional, cet. 5 (Bandung: Mizan, 1998), hlm. 188.
Yusuf Qaradhawi, Sekular Ekstrim, cet. 1, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2000), hlm. 3.
4
Yusuf Qaradhawi, Sekular, hlm. 4
3
Sekularisme jenis ini adalah sekularisme yang dianut oleh Uni Soviet dan
Rusia yang atheis serta negara lain yang sepaham.
Sekularisme kemudian mulai masuk ke dunia Islam sebagai prasyarat
transformasi masyarakat dari tradisional menjadi modern, tetapi di gunakan
dalam istilah yng lebih halus yaitu modernisasi, pembangunan, demokratisasi
dan lain-lain.
Sekularisasi di dunia Islam terjadi pasca kolonialisasi negeri-negeri
muslim oleh bangsa-bangsa Eropa. Contohnya di Turki setelah mengalami
kekalahan dari Rusia, Turki menggantikan syariah Islam dengan hukum dari
negara barat, yang pada perkembangan selanjutnya ideologi menjelma
menjadi sangat anti Islam.
Sekularisme menginginkan agar Islam hanya masuk dalam wilayahwilayah pinggiran. Karena menurut paham secular Islam pada asalnya
memang diperuntukkan untuk itu.
Tokoh-tokohnya diantaranya adalah Sir Sayid Ahmad Nawwab Abd alLatif, Mustafa Khan, dan Khuda Bakhsh, Ali Abdur-Raziq. Sedangkan di
Indonesia tokohnya yang terkenal adalah Nurchalish Madjid.
Ide dan gagasan Nurchalish Madjid bersandar pada paham sekularisme,
dan ide sekularisme ini adalah yang pertama kali diangkat, diantaranya urusan
dunia diserahkan kepada umat manusia, manusia diberi wewenang untuk
memahami dunia ini, bismillah artinya Atas nama Tuhan dan bukan dengan
nama Allah dan sebagainya.
6
2. Pluralisme
Lahirnya gagasan mengenai pluralisme didasarkan atas adanya
keyakinan masing-masing pemeluk agama yang menganggap bahwa konsep
ketuhanannyalah yang paling benar dan agamanyalah yang menjadi jalan
keselamatan. Keinginan untuk menghilangkan klaim kebenaran (truth claim)
inilah yang menyebabkan munculnya paham pluralisme.
Pluralisme merupakan suatu gagasan atau ide yang mengakui bahwa
semua agama pada hakikatnya menyembah kepada Tuhan yang sama, hanya
beda pada penyebutannya saja,semuanya benar, dan tidak boleh mengklaim
salah satu agama saja yang benar.
Menurut Budhy Munawar, mengenai pluralisme, bahwa semua agama
yang ada pada mulanya menganut prinsip yang sama, dan persis karena alasan
inilah adanya satu titik pertemuan, siapapun dapat memperoleh keselamatan
asalkan dia beriman5. Ini menegaskan bawa siapapun orang yang beriman
tanpa melihat agamanya apa, adalah sama, karena Tuhan semua agama adalah
Tuhan yang satu.
Kaum pluralis memiliki keyakinan bahwa klaim kebenaran berpotensi
lahirnya benturan, konflik, kekerasan, dan sikap anarkis terhadap agama lain.
Hal ini diakibatkan karena setiap agama memiliki aspek ekslusif berupa truth
claim, yaitu pengakuan bahwa agamanya yang paling benar. Sehingga ada
keinginan untuk meluruskan dan mengembalikan manusia ke jalan yang benar
5
Budhy Munawar Rachman, Islam Pluralis, cet. 1 (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 20
karena menganggap agama yang lain adalah sesat dan tidak benar, dan tidak
heran jika seluruh agama berlomba-lomba melakukan dakwah untuk mencari
pengikut sebanyak-banyaknya.
Menurut Nurcholis Madjid, mengenai pluralismenya ada tiga sikap
dialog antar agama yang dapat diambil, yaitu: pertama, sikap ekslusif dalam
melihat agama lain, kedua, sikap inklusif (agama-agama lain adalah bentuk
implisit agama kita, ketiga sikap pluralis, yang bisa terekspresi dalam
bermacam macam rumusan. Misalnya agama-agama lain adalah jalan yang
sama-sama sah untuk mencapai kebenaran yang sama, agama-agama lain
berbicara secara berbeda tetapi merupakan kebenaran-kebenaran yang sama
sah, atau setiap agama mengekspresikan bagian yang penting sebuah
kebenaran6.
Dalam menyikapi pluralisme agama maka lahirlah konsep-konsep
mengenai sikap keagamaan yang diusung oleh beberapa tokoh. Misalnya,
Hans Kung yang mempromosikan ide global ethics, Jhon Hick mengusulkan
global theologinya. Pemikiran ekslusif dari agama-agama diglobalkan dan
dilebur agar dikenal dengan gagasan yang disebut inklusif. Teologi ini
Menekankan bahwa semua agama pada esensinya adalah sama, semuanya
Adian Husaini, dan Nuim Hidayat, Islam Liberal, cet. 1 (Jakarta: gema Insani Press, 2002), hlm. 105.
Attabik, dan Sumiarti, Pluralisme Agama: Studi Tentang Kearifan Lokal, dalam Jurnal Penelitian
Agama, Vol. 9, No.2, Juli-Desember 2008, hlm.2.
menganut
kebebasan
berpikir,
menyakini,
dan
10
lewat media massa, dan internet juga mengadakan talk show yang diikuti oleh
sepuluh radio.
Tokoh-tokoh Islam liberal lainnya yang bekerja sama dengan JIL
diantaranya adalah Charles Kurzman, Azyumardi Azra, Abdallah Laroui,
Komaruddin Hidayat, Budhy Munawar Rahman. JIL ini dianggap memiliki
pemikiran dan gagasan yang sesat dan di Indonesia sendiri hal ini ditentang
oleh ulama-ulama.
Terlepas dari pemikiran yang diusung oleh JIL tersebut, dapat kita
ketahui bahwa Islam membolehkan adanya ijtihad dalam mengkritisi AlQuran dan Hadits. Tetapi harus adanya batasan, tidak boleh berpikir dengan
sebebas-bebasnya. Manusia memiliki keterbatasan dalam berpikir dan sudah
sewajarnya kebebasan berpikir tersebut harus bersandar kepada Al-Quran
dan Hadits. Sehingga dengan adanya sikap umat Islam yang kritis tersebut
dapat melahirkan ilmu-ilmu yang bermanfaat untuk perkembangan Islam.
Selama bukan merombak atau merubah aturan Allah yang bersifat qathi,
Islam membolehkannya.
Dengan demikian dalam menafsirkan Al-Quran dan Hadits tidak
boleh hanya sebagian atau tidak mendalam dan langsung dijadikan suatu
landasan berpikir atau teori. Pemikiran atau penafsiran yang salah yang tidak
dicermati dan direnungkan secara mendalam, dan tanpa melakukan penelitian
menyebabkan kesalahan pemahaman dan penafsiran yang bisa berakibat pada
pendangkalan aqidah.
11
10
Kementrian Agama RI, Al-Quran dan Terjemahan (Solo: Abyan, 2014), hlm. 277.
Yusuf Al- Qaradhawi, Meluruskan dikotomi Agama dan Politik (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2008),
hlm. 69.
11
12
Kementrian Agama RI, Al-Quran dan Terjemah ( Solo: Abyan,2014), hlm. 52-61.
13
13
14
Syamsuddin Arif, Orientalis dan Diabolisme Pemikiran (Jakarta: Gema Insani, 2008), hlm. 79.
Yusuf Qaradhawi, Meluruskan Dikotomi, hlm. 133.
14
III.
PENUTUP
Sekularisme, pluralisme, dan liberalisme adalah gagasan, ide atau pemikiran
yang berasal dari pandangan hidup barat. Usaha-usaha untuk merombak ketentuan
yang telah tetap dalam islam merupakan ciri dari pemikiran ini.
Semua paham yang tersebut diatas yaitu sekularisme, pluralisme, liberalisme
lebih merupakan paham pendangkalan aqidah daripada pendalaman aqidah.
Seharusnya
DAFTAR PUSTAKA
Adian Husaini dan Nuim Hidayat, Islam Liberal, cet. 1, Jakarta: Gema Insani Press,
2002
Adeng Muchtar Ghazali, Pemikiran Islam Kontemporer, cet. 1, Bandung: Pustaka
Setia, 2005
Attabik dan Sumiarti, Pluralisme Agama: Studi Tentang Kearifan Lokal dalam
Jurnal Penelitian Agama, Vol. 9, No. 2, 2008
Budhy Munawar Rachman, Islam Pluralis, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004
Fazlur Rahman, Islam dan Modernity: Transformation Of an Intellectual Tradition,
Chicago: The University Of Chicago Press, 1982
Harun Nasution, Islam Rasional, cet. 5, Bandung: Pustaka Setia, 2005.
Kementrian Agama RI, Al-Quran dan Terjemah, Solo: Abyan, 2014
Syamsuddin Arif, Orientalis dan Diabolisme Pemikiran, Jakarta: Gema Insani, 2008
Yusuf Al-Qaradhawi, Sekular Ekstrim, cet. 1, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2000
Yusuf Al-Qaradhawi, Meluruskan Dikotomi Agama dan Politik, Jakarta: Pustaka AlKautsar, 2008
16