Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Toxoplasma adalah parasit protozoa bersel tunggal penyebab Toxoplasmosis.
Virus ini pertama kali ditemukan dalam hewan pengerat di Afrika Utara yang
disebut gondii oleh Charles Nicolle dan Lonis Manceaux di Laboartorium Institut
Pasteur di Tunisia pada tahun 1908. Siklus hidup selengkapnya baru ditemukan
pada tahun 1970 yakni ditemukannya siklus seksual pada kucing sebagai hospes
tetapnya, sedangkan pada hospes perantara adalah berbagai jenis burung dan
mamalia termasuk manusia. Toxoplasma gondii (sebutan di dunia medis) tersebar
luas di alam, baik pada manusia maupun hewan, dan merupakan salah satu
penyebab penyakit infeksi yang paling sering terjadi pada manusia di seluruh
permukaan bumi. Angka prevalensi Toxoplasmosis di berbagai negara bervariasi,
tidak membedakan jenis kelamin pria dan wanita. Dalam dunia medis, Toxoplasma
sering disebut juga dengan virus kucing. Padahal sesungguhnya ini bukan virus
kucing, tetapi parasit darah. Kenapa sering disebut virus kucing : selain sebutan ini
sudah salah kaprah, memang parasit ini tumbuhnya di dalam tubuh binatang. Hal
mana menurut penelitian di dalam maupun di luar negeri, 70% penyebab penyakit
ini adalah kotoran kucing. Kemudian melalui hewan lain yang menempel dalam
makanan, lalu masuklah ke dalam tubuh manusia dan menyatu dalam darah.
Awalnya seseorang yang mengidap Toxoplasma ini tampak sehat tetapi kemudian
ketika sedang hamil mulai muncul sejumlah gejala. Gejala yang sering terjadi
adalah flek pada wanita yang sedang hamil. Flek ini bisa terjadi terus menerus
sepanjang kehamilan, janin di dalam rahim tidak berkembang, hamil anggur, atau
bayinya meninggal pada usia kandungan 7-8 bulan. Bahkan yang seringkali terjadi
adlah keguguran. Sebenarnya Toxoplasma bukanlah penyakit menular kepada
pasangan, tetapi ia menular pada keturunan. Bisa jadi anak pertama dan kedua
sehat, tetapi anak ketiga cacat atau mengalami Epilepsi dan autisme. Tetapi yang
sering terjadi sesungguhnya jika dilakukan tes di laboratorium, baik anak pertama
maupun anak kedua sesungguhnya turut terinfeksi.

1.2 Rumusan Masalah


1) Apakah pengertian Toxoplasma?
2) Bagaimana model transmisi Toxoplasma?
Epidemiologi Toxoplasma | 1

3)
4)
5)
6)

Bagaimana faktor resiko penyakit Toxoplasma?


Bagaimana penyelidikan epidemiologi Toxoplasma?
Bagaimana cara pengendalian sumber Toxoplasma?
Bagaimana cara pengendalian penyakit Toxoplasma?
7) Bagaimana data 10 tahun terakhir Toxoplasma di Indonesia dan dunia?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan daei penyusunan makalah ini, yaitu:
1) Mengetahui pengertian Toxoplasma
2) Mengetahui model transmisi Toxoplasma
3) Mengetahui faktor resiko penyakit Toxoplasma
4) Mengetahui penyelidikan epidemiologi Toxoplasma
5) Mengetahui cara pengendalian sumber Toxoplasma
6) Mengetahui cara pengendalian penyakit Toxoplasma
7) Mengetahui data 10 tahun terakhir Toxoplasma di Indonesia dan dunia

Epidemiologi Toxoplasma | 2

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Toxoplasma
Toxoplasma merupakan suatu penyakit zoonosis, yaitu pada hewan yang
ditularkan kepada manusia. Penyakit ini disebabkan oleh suatu parasit yang
dikenal dengan nama Toxoplasma gondii, yang dapat menginfeksi hewan dan
manusia. Diperkirakan sepertiga penduduk dunia menderita toksoplasmosis, tetapi
kebanyakan penderita tidak menunjukkan adanya suatu gejala klinis, karena
adanya system kekebalan tubuh yang mempertahankan diri terhadap parasit
tersebut. Namun toksoplasmosis dapat menjadi masalah yang berat jika terjadi
pada bayi yang baru lahir dan orang dengan system kekebalan tubuh yang
melemah.
Infeksi Toxoplasma terjadi tanpa disertai gejala yang spesipik. Kira-kira hanya
10-20% kasus infeksi . Toxoplasma yang disertai gejala ringan, mirip gejala
influenza, bisa timbul rasa lelah, malaise, demam, dan umumnya tidak
menimbulkan masalah.
Infeksi Toxoplasma berbahaya bila terjadi saat ibu sedang hamil atau pada
orang dengan sistem kekebalan tubuh terganggu (misalnya penderita AIDS,
pasien transpalasi organ yang mendapatkan obat penekan respon imun).
Jika wanita hamil terinfeksi Toxoplasma maka akibat yang dapat terjadi adalah
abortus spontan atau keguguran (4%), lahir mati (3%) atau bayi menderita
Toxoplasmosis bawaan. pada Toxoplasmosis bawaan, gejala dapat muncul setelah
dewasa, misalnya kelinan mata dan atelinga, retardasi mental, kejang-kejang dan
ensefalitis.
Diagnosis Toxoplasmosis secara klinis sukar ditentukan karena gejalagejalanya tidak spesifik atau bahkan tidak menunjukkan gejala (sub klinik). Oleh
karena itu, pemeriksaan laboratorium mutlak diperlukan untuk mendapatkan
diagnosis yang tepat. Pemeriksaan yang lazim dilakukan adalah Anti-Toxoplasma
IgG, IgM dan IgA, serta Aviditas Anti-Toxoplasma IgG.
Pemeriksaan tersebut perlu dilakukan pada orang yang diduga terinfeksi
Toxoplasma, ibu-ibu sebelum atau selama masa hamil (bila hasilnya negatif pelu
diulang sebulan sekali khususnya pada trimester pertma, selanjutnya tiap trimeter),
serta bayi baru lahir dari ibu yang terinfeksi Toxoplasma.

2.2 Model Transmisi


Model Transmisi dari Toxoplasma, yaitu:
Epidemiologi Toxoplasma | 3

o Kontak langsung dengan kotoran kucing yang terinfeksi toksoplasma


(kucing terinfeksi ketika memakan hewan pengerat, burung, atau hewan
kecil lainnya yang terinfeksi)
o Memakan daging mentah dan setengah matang
o Memakan buah atau sayuran yang tidak dicuci yang telah terkontaminasi
kotoran
o Bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi toksoplasma selama hamil
o Transfusi darah dan transplantasi organ dari pendonor yang terinfeksi
tokplasma.
2.3 Faktor Resiko Penyakit Toxoplasma
Situasi-situasi berikut berpotensi memaparkan seseorang pada parasit
toxoplasma dan meningkatkan risiko memperoleh toxoplasmosis:
a. tangan masuk ke mulut anda setelah berkebun, membersihkan tempat
kucing buang air besar, atau apa saja yang bersentuhan dengan feces
kucing
b. kebiasaan kontak dengan kucing
c. memakan daging mentah atau yang kurang matang, terutama daging babi,
daging kambing, atau daging rusa
d. tangan masuk ke mulut anda setelah kontak dengan daging mentah atau
setengah matang
e. transplantasi organ atau transfusi (ini adalah jarang)
Jika seorang wanita hamil ketika ia terinfeksi dengan toxo, infeksi dapat ditularkan
kepada bayi.
2.4 Penyelidikan Epidemiologi Toxoplasma
Toxoplasma merupakan penyakit sistemik Coccidian protozoan, infeksi
biasanya tanpa gejala atau muncul dalam bentuk akut dengan gejala limfadenopati
atau dengan gejala menyerupai mononucleosis infectiosa disertai dengan demam,
linfadenopati dan linfositosis yang berlangsung sampai berhari-hari atau beberapa
minggu. Dengan terbentuknya antibodi, jumlah parasit dalam darah akan menurun
namun kista Toxoplasma yang ada dalam jaringan tetap masih hidup. Kista
jaringan ini akan reaktif kembali jika terjadi penurunan kekebalan.
Penyebab penyakit adalah Toxoplasma gondii, merupakan suatu coccidian
protozoa intraseluler pada kucing, termasuk dalam famili Sarcocystidae yang
dikelompokkan kedalam kelas Sporozoa.
Penyakit toksoplasma ini tersebar diseluruh dunia pada mamalia dan burung.
Infeksi pada manusia umum terjadi.
Penyakit toksoplasma dapat terjadi karena adanya hospes definitif dari T.
gondii adalah kucing dan hewan sejenis kucing lainnya yang mendapatkan infeksi
karena kucing memakan mamalia (terutama rodentia) atau burung yang terinfeksi
dan jarang sekali infeksi terjadi dari kotoran kucing yang terinfeksi. Hospes
Epidemiologi Toxoplasma | 4

perantara dari T. gondii antara lain biri-biri, kambing, binatang pengerat, sapi, babi,
ayam, dan burung. Semua binatang tersebut dapat mengandung stadium infektif
(cystozoite atau bradizoite) dari T. gondii yang membentuk kista dalam jaringan
terutama jaringan otot dan otak. Kista jaringan dapat hidup dalam jangka waktu
panjang kemungkinan seumur hidup binatang tersebut.
Toxoplasma gondii ditemukan di seluruh dunia. Infeksi terjadi, di mana ada
kucing yang mengeluarkan ookista bersama tinjanya. Ookista ini adalah bentuk
yang infektif dan dapat menular pacta manusia atau hewan lain.
PenyebaranToxoplasma gondii sangat luas, hampir di seluruh dunia, termasuk
Indonesia baik pada manusia maupun pada hewan. Sekitar 30% dari penduduk
Amerika Serikat positif terhadap pemeriksaan serologis, yang menunjukkan
pernah terinfeksi pada suatu saat dalam masa hidupnya. Kontak yang sering
terjadi dengan hewan terkontaminasi atau dagingnya, dapat dihubungkan dengan
adanya prevalensi yang lebih tinggi di antara dokter hewan, mahasiswa
kedokteran hewan, pekerja di rumah potong hewan dan orang yang menangani
daging mentah seperti juru masak.
Krista T. gondii dalam daging dapat bertahan hidup pada suhu -4C sampai tiga
minggu. Kista tersebut akan mati jika daging dalam keadaan beku pada suhu
-15C selama tiga hari dan pada suhu -20C selama dua hari. Daging dapat
menjadi hangat pada semua bagian dengan suhu 65C selama empat sampai lima
menit atau lebih maka secara keseluruhan daging tidak mengandung kista aktif,
demikian juga hasil daging siap konsumsi yang diolah dengan garam dan nitrat.
Konsumsi daging mentah atau daging yang kurang masak merupakan sumber
infeksi pada manusia. Tercemarnya alat-alat untuk masak dan tangan oleh bentuk
infektif parasit ini pada waktu pengolahan makanan merupakan sumber lain untuk
penyebaran T. gondii. Di Indonesia, prevalensi zat anti T. gondii pada hewan
adalah sebagai berikut: kucing 35-73%, babi 11-36%, kambing 11-61%, anjing
75% dan pada ternak lain kurang dari 10%.
2.5 Cara Pengendalian Sumber Toxoplasma
1) Laporan kepada Dinas Kesehatan setempat
2) Isolasi penderita toksoplasma dan sumber penyebab penyakit ini
3) Dilakukannya disinfeksi serentak
4) Dilakukannya karantina pada sumber penyebab penyakit
5) Diadakannya imunisasi kontak
6) Investigasi kontak dan sumber infeksi: Pada infeksi kongenital lakukan
pemeriksaan titer antibodi ibu; sedangkan pada infeksi yang didapat,
periksalah titer antibodi pada anggota keluarga dan selidiki kemungkinan
terjadinya pemajanan terhadap kotoran kucing, tanah, daging mentah tau
terpajan dengan binatang yang terinfeksi.
7) Pengobatan spesifik: Untuk orang yang sehat dengan status imunitas yang
baik, tidak ada indikasi untuk diberi pengobatan kecuali jika infeksi terjadi
Epidemiologi Toxoplasma | 5

pada awal kehamilan atau adanya Chorioretinitis aktif, myocarditis atau ada
organ lain yang terkena. Obat yang dipakai adalah Pyrimethamine
(Daraprim) dikombinasi dengan Sulfadiazine dan asam folat (untuk
mencegah depresi sumsum tulang). Pengobatan diberikan selama 4
minggu untuk mereka yang menunjukkan gejala klinis berat. Selain obat
diatas, untuk toxoplasmosis pada mata ditambahkan Clindamycin. Pada
toxoplasmosis okuler, terjadi penurunan visus yang irreversible. Jika yang
terserang mata maka yang dapat terkena adalah macula, syaraf mata atau
papillomacular bundle, untuk mencegah hal ini diberikan kortikosteroid
sistemik.Pengobatan terhadap wanita hamil menjadi masalah. Spiramycin
sering digunakan untuk mencegah infeksi plasenta; jika pada pemeriksaan
USG ada indikasi telah terjadi infeksi pada bayi maka berikan pengobatan
pyrimethamine dan sulfadiazine. Pyrimethamine tidak diberikan pada 16
minggu pertama kehamilan karena dikawatirkan akan terjadi teratogenik;
dalam hal ini sulfadiazine dapat diberikan tersendiri. Bayi yang lahir dari ibu
yang menderita infeksi primer atu dari ibu yang HIV positif selama
kehamilan diberikan pengobatan pyrimethamine-sulfadiazine-asam folat
selama tahun pertama sampai terbukti bahwa bayi tersebut tidak menderita
toxoplasmosis kongenital. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya
Chorioretinitis atau gejala sisa. Belum ada pegangan dan petunjuk yang
jelas tentang pengobatan bayi yang lahir dari ibu yang HIV positif disertai
toxoplasma seropositif.
2.6 Cara Pencegahan Penyakit Toxoplasma
1) Berikan penyuluhan kepada para ibu tentang upaya pencegahan seperti
berikut:
a. Daging yang akan dikonsumsi hendaknya daging yang sudah diradiasi
atau yang sudah dimasak pada suhu 1500F (660C), daging yang
dibekukan mengurangi infektivitas parasit tetapi tidak membunuh
parasit.
b. Ibu hamil yang belum diketahui telah mempunyai antibodi terhadap T.
gondii, dianjurkan untuk tidak kontak dengan kucing dan tidak
membersihkan tempat sampah. Pakailah sarung tangan karet pada
waktu berkebun dan cucilah tangan selalu setelah bekerja dan sebelum
makan.
2) Kucing diberi makanan kering, makan yang diberikan sebaiknya makanan
kaleng atau makanan yang telah dimasak dengan baik. Kucing jangan
dibiarkan memburu sendiri makanannya (jaga agar kucing tetap didalam
rumah sebagai binatang peliharaan).
3) Buanglah kotoran kucing dan sampah tiap hari (sebelum sporocysts
menjadi infektif). Kotoran kucing dapat dibuang kedalam toilet yang saniter,
Epidemiologi Toxoplasma | 6

dibakar atau ditanam dalam- dalam. Tempat pembuangan sampah di


disinfeksi setiap hari dengan air mendidih. Pakailah sarung tangan atau cuci
tangan dengan sabun dan air mengalir setelah menangani barang-barang
yang terkontaminasi. Sampah kering dibuang sedemikian rupa tanpa
menggoyang goyang agar oocysts tidak tersebar keudara.
4) Cucilah tangan baik-baik sebelum makan dan sesudah menjamah daging
mentah atau setelah memegang tanah yang terkontaminasi kotoran kucing.
5) Awasi kucing liar, jangan biarkan kucing tersebut membuang kotoran
ditempat bermain anak-anak. Kotak pasir tempat bermain anak ditutup jika
tidak dipakai.
6) Penderita AIDS dengan toxoplasmosis simptomatik agar diberikan
pengobatan profilaktik seumur hidup dengan pyremethamine, sulfadiazine
dan asam folat.
2.7 Data 10 Tahun Terakhir Di Indonesia dan Dunia
2.7.1 Toxoplasma di Indonesia
Di Indonesia, survey prevalensi zat antitoxoplasma dengan
hemaglutination test indirect dibeberapa dearah menunjukkan bahwa
seropositifvitas berkisar antara 2-53%. Di Jakarta ditenukan prevalensi 1012,5%. Hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa anjing dan kucing
merupakan hospes yang sangat potensial, hal ini disebabkan oleh hewan
hewan ini umumnya hidup bebas dan makan daging mentah yang
mengandung tropozoit.
Prevalensi pada laki laki lebih besar daripada wanita, seperti di Irian
Jaya laki laki 31,6% dan di Palu 13%. Hal ini disebabkan kehidupan sosiobudaya di daerah tersebut, laki laki sering berada di luar, sering berburu
dan lebih dekat berhubungan dengan ternak, selain kebiasaan memakan
daging setengah matang.
Di Indonesia, kasus toksoplasmosis di berbagai wilayah menunjukkan
prevalensi yang tinggi yaitu sekitar 43 - 88% pada manusia, sedangkan
pada hewan berkisar 6 - 70% bergantung jenis hewan dan wilayahnya.
2.7.2 Toxoplasma di Dunia
Penyebaran Toxoplasma gondii sangat luas, hampir di seluruh dunia,
termasuk Indonesia baik pada manusia maupun pada hewan. Sekitar 30%
dari penduduk Amerika Serikat positif terhadap pemeriksaan serologis, yang
menunjukkan pernah terinfeksi pada suatu saat dalam masa hidupnya
(Levin, 1990). Kontak yang sering terjadi dengan hewan terkontaminasi
atau dagingnya, dapat dihubungkan dengan adanya prevalensi yang lebih
tinggi di antara dokter hewan, mahasiswa kedokteran hewan, pekerja di
rumah potong hewan dan orang yang menangani daging mentah seperti
juru masak (Konishi dkk., 1987).
Epidemiologi Toxoplasma | 7

Sebelum memulai paparan mengenai teknologi diagnsosis untuk


toksoplasmosis akan lebih bijaksana untuk mengetahui tren atau
kecenderungan kasus di dunia internasional. Khususnya yang terkait
dengan penetapan kasus sebagai komparasi dengan berbagai penetapan
kasus yang dilakukan di Indonesia. Apabila di Indonesia sebagian besar
data yang diketahui hanya terbatas pada prevalensi berdasar
seroepidemiologis, maka dibeberapa negara berkembang maupun negara
maju telah diketahui masing masing klonet dari toksoplasma. Melalui
informasi keterkaitan klonet dengan galur
Toxoplasma gondii dapat
diprediksi sumber sumber yang mungkin menjadi penularan disuatu wilayah
sekaligus dapat menentukan tindakan medis yang paling sesuai dan harus
dilakukan disuatu wilayah tertentu.
Berdasar laporan yang dikemukakan oleh FUENTES et al (2001) terlihat
bahwa secara nasional di Spanyol kasus toksoplasmosis yang disebabkan
oleh klonet I adalah 40%, klonet II 40% dan klonet III 20%. Sebaliknya
secara nasional di Prancis kasusnya berbeda yaitu 10% toksoplasmosis
disebabkan oleh klonet I, 81% oleh klonet II, 9% oleh klonet III (HOWE et
al., 1997). Implikasi dari deskripsi kasus tersebut adalah, wilayah Spanyol
dan Prancis memiliki berbagai perbedaan baik geografis, budaya dan gaya
hidup, variasi dan lalu lintas ternak maupun faktor lain yang belum
tereksplorasi.
Dibeberapa negara juga telah dilaporkan (secara parsial) klonet atau
tipe Toxoplasma gondii yang telah teridentifikasi dari ayam yang dipelihara
bebas (free range chickens) di negara tersebut. Diantaranya adalah dari
SAO PAOLO Brasil diketahui 64% adalah tipe I dan 36% adalah tipe III
(DUBEY et al., 2002). Laporan berikutnya dari Parana Brasil juga
memperlihatkan hasil serupa yaitu 53,85% adalah tipe I dan 46,15% tipe III
(DUBEY et al., 2003). Informasi dari Asia diantaranya adalah dari Srilanka
yang menunjukkan bahwa tipe II dan III masing masing 50% ditemukan
pada ayam ayam yang dipelihara secara bebas (DUBEY et al., 2005a).
Demikian pula di India dilaporkan 28,57% tipe II dan 71,43% tipe III
ditemukan menginfeksi ayam ayam yang dipelihara secara bebas
(SREEKUMAR et al., 2004). Contoh lain dari Eropa misalnya adalah dari
Austria yang justru dilaporkan 100% adalah tipe II (DUBEY et al., 2005b).
Secara keseluruhan contoh laporan tersebut diatas hanya berasal dari
ayam yang dipelihara secara bebas dalam skala terbatas. Belum banyak
diperoleh laporan lain yang terbaru mengenai tipe tipe pada setiap ternak
secara regional.
Apabila dibandingkan dengan Indonesia yang merupakan negara
kepulauan dengan keragaman geografis, budaya, prilaku dan ternak yang
demikian majemuk tentu akan mempengaruhi distribusi kasus
Epidemiologi Toxoplasma | 8

toksoplasmosis dan tipe Toxoplasma gondii yang mungkin menginfeksi


masing masing hewan dan manusia serta strategi pengendalian yang paling
tepat untuk diaplikasikan secara integral. Secara umum, jelas bahwa
sesungguhnya penetapan kausal dan status infeksi serta epidemiologi
toksoplasmosis merupakan hal yang lebih mendasar jika dibandingkan
dengan sekadar mengetahui besaran kasus (prevalensi) temporer insidental
secara serologis. Terlebih lagi, tipe yang menginfeksi manusia dan hewan
belum dideterminasi dengat jelas. Penetapan tipe toksoplasma pada
manusia dan hewan (ternak) juga dapat membantu mendeterminasi sumber
penularan yang dominan menginfeksi kelompok populasi manusia pada
suatu wilayah (SWITAJ et al., 2005).
Angka kejadian Toxxoplasmosis di berbagai negara berbeda beda dan
lebih sering ditemukan didaerah dataran rendah dengan kelembapan udara
yang tinggi. Di Amerika Serikat dilaporkan 5-30% penderita berumur 10-19
tahun dan 10-67% pada kelompok umur diatas 50 tahun. Di Inggris
dilaporkan angka prevalensi 30%, sedangkan di Paris 87% dan hal ini erat
hubungannya dengan kebiasaan makan daging setengah matang.
Data yang diperoleh dari National Collaborative Perinatal Project
(NCPP) menunjukkan angka prevalensi toxoplasma 38,7% dari 22.000
wanita di Amerika Serikat mencapai 1-8/1000 kelahiran. Transmisi vertikal T.
Gondii dari ibu ke bayi berkisar antara 30-4-%, namun angka tersebut
sangat bervariasi menurut usia kehamilan dimana infeksi akut tersebut
muncul. Angka transmisi rata-rata pada trimester pertama sekitar 15%,
namun meningkat hingga mencapai 60% pada trimester ketiga.
Kejadian pertama infeksi pada ibu atau maternal selama kehamilan
ditaksir 6 per 1000 kehamilan di USA. Pada studi perspektif diperkirakan 44
infeksi per 1000 kehamilan selama 40 minggu. Lebih kurang 45% wanita
hamil dengan infeksi akuisita tanpa pengobatan akan melahirkan bayi
dengan infeksi konginetal.
2.8 Web of Causation Disease dan Kapita Selekta
Suatu penelitian di Norwegia yang melibatkan 35.940 wanita hamil selama
1992 hingga 1994 memberikan gambaran sebagai berikut : 10,9% wanita
terinfeksi sebelum kehamilan dan 0,17% terjangkit infeksi selama kehamilan. Ini
berarti 1 dari 10 ibu hamil berisiko mengidap infeksi Toxoplasma gondii. 45%
wanita mendapat infeksi pertama kali tanpa pengobatan menyebabkan infeksi
pada bayinya kongenital toxoplasmosis. Pada penderita AIDS dengan seropositif
toxoplasmosis gondii 25% s/d 50% akan berkembang menjadi toxoplasmic
encephalitis.

Epidemiologi Toxoplasma | 9

Epidemiologi Toxoplasma | 10

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Toxoplasma disebabkan oleh parasit Toxoplasma gondii. Gejala Toxoplasma
ringan yaitu mirip influenza, bisa timbul rasa lelah, demam dan umumnya tidak
menimbulkan masalah. Gejala - gejala umum yang sering tampak pada bayi
berusia 1 tahun atau lebih adalah anemia, kejang-kejang, pembengkakan kelenjar
air liur, muntah, timbul bisul - bisul, radang paru-paru, Diare, Demam, Kulit Kuning,
pengapuran dalam tengkorak, gejala lebih lanjut adanya keterlambatan mental dan
fisik pada usia selanjutnya.
Wanita hamil terinfeksi Toxoplasma menyebabkan abortus spontan (4%), lahir
mati (3%) atau bayi menderita Toxoplasmosis bawaan. risiko gangguan
perkembangan susunan saraf, serta retardasi mental. Pemeriksaan yang perlu
dilakukan yaitu dengan IgG, IgM dan IgA, serta Aviditas anti Toxoplasma IgG.
Cara pengendalian dan pencegahannya adalah melaporkan kepada petugas
kesehatan setempat, isolasi, karantina, disinfeksi, imunisasi, investigasi kontak
dan sumber infeksi, serta menjaga personal-hygiene dan lingkungan.
3.2 Saran
Sebaiknya kita lebih mempelajari ciri-ciri dari penyakit ini, karena apabila masih
sulit dalam membedakannya, kita dapat salah mengambil tindakan. Perlunya
catatan secara berkala mengenai penyakit-penyakit ini, agar kita dapat memantau
sejauh mana penyakit ini berkembang dan dapat atau tidaknya menyebabkan
KLB, serta dapat melakukan program pencegahan terhadap penyakit ini.

Epidemiologi Toxoplasma | 11

DAFTAR PUSTAKA
Anonim.
2012.
Toksoplasma.
http://www.fortunestar.co.id/index.php?option=com_
content&view=article&id=34:toksoplasma&catid=22:lain-lain&Itemid=117.
Kompasiana.
2012.Toxoplasma:
http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2012/09/18/
toksoplasmosis-waspadalahfaktor-resiko-faktor-pencetus-dan-pencegahannya493982.html
http://books.google.co.id/books?
id=SIionRwiX8gC&pg=PT99&lpg=PT99&dq=faktor+resiko+dari+toxoplasma&source=
bl&ots=ePt4XBljw&sig=sg1oU6Yn8dByRkjUtZL2sLRgPEk&hl=en&sa=X&ei=J_7UOihDMnKrAfYjoAI&ved=0CDoQ6AEwAjgK
Buku manual pemberantasan penyakit menular james chin, MD, M. Ph tahun 2000.
Subekti, Didik T. 2005. Perkembangan Kasus Dan Teknologi Diagnosis Toksoplasmosis.
Yogyakarta: Fkh Ugm. http://peternakan.litbang.deptan.go.id/fullteks/lokakarya/ lkzo0541.pdf
Arrasyid, Nurfidak. 2006. Imunopatogenesis Toxoplasma Gondii Berdasarkan Perbedaan Galur.
Medan : FK USU. http://peternakan.litbang.deptan.go.id/fullteks/wartazoa/ wazo1633.pdf
Depkes. 2010. Profil Data Kesehatan Indonesia tahun 2010. Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia.
http://www.depkes.go.id/downloads/PROFIL_KESEHATAN_INDONESIA_2010.pdf

Epidemiologi Toxoplasma | 12

Anda mungkin juga menyukai