Difusi Kesehatan Pedesaan
Difusi Kesehatan Pedesaan
2.
Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah membantu dalam
penyusunan tugas ini.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan
saran yang bersifat membangun sangat penyusun harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN .......................................................................
BAB II
PEMBAHASAN ..........................................................................
13
13
17
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penerapan teknologi informasi di bidang kesehatan dapat diibaratkan sebagai pisau bermata
dua.di satu sisi, inovasi ini dapat meningkatkan efisiensi, tetapi di sisi lain dapat menyebabkan
pemborosan, memperburuk kinerja organisasi bahkan kegagalan.oleh karena sebab itu disini
panulis akan sedikit menerang imbas dari adanya difusi dalam kesehatan.
2.
3.
4.
1.3.tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas Mata kuliahJurnalistik
Online, serta untuk wawasan dan ilmu Penulis tentang Pentingnya Difusi Inovasi Komunikasi
Terhadap Kesehatan Masyarakat desa
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Sejarah dutemukanya difusi komunikasi dalam kesehatan
Teori mengenai difusi inovasi pertama kali dicetuskan oleh Everett Rogers melalui publikasinya
pada tahun 1960 dengan mendefinisikan sebagai proses dimana inovasi dikomunikasikan
melalui saluran tertentu pada kurun waktu tertentu kepada anggota sistem sosial. Sedangkan
inovasi diartikan sebagai ide, praktek atau obyek yang dianggap baru oleh individu, kelompok
atau bahkan organisasi. Proses individu mengadopsi inovasi secara bertahap meliputi fase
pengetahuan, persuasi, keputusan, implementasi dan konfirmasi. Pengenalan obat baru juga
mengikuti fase tersebut. Dokter akan menggunakan obat baru setelah menerima berbagai
informasi melalui berbagai saluran komersial dan divalidasi oleh saluran profesional.
Di sinilah peran jaringan sosial menentukan perilaku adopsi inovasi di sektor kesehatan.
Kehadiran seorang juara (champion) juga akan menentukan proses adopsi inovasi tersebut.
Champion adalah orang yang memiliki ide kreatif dan menerapkannya di organisasi. Mereka
adalah orang yang membuat kontribusi terhadap proses inovasi dengan secara aktif dan
bersemangat mempromosikan inovasi, membuat dukungan, mengatasi resitensi serta
memastikan bahwa inovasi diterapkan.
Sudah fase implementasi, model kepemimpinan yang hirarkis disebut-sebut lebih menentukan
tingkat keberhasilannya. Yang terakhir adalah kesiapan terhadap perubahan. Zaltman et
al. mengatakan bahwa pada fase implementasi, struktur organisasi yang mendukung
pengendalian serta manajemen proyek yang berhati-hari sangat mempengaruhi keberhasilan
proses inovasi. Oleh karena itu, perencanaan merupakan salah satu variabel penting dalam
penerapan inovasi.
Atribut organisasi merupakan prediktor penting dalam meluasnya penggunaan inovasi teknologi
informasi. Akan tetapi variabel ini tidak cukup meyakinkan untuk mempengaruhi tingkat inovasi.
Penelitian Ash menyimpulkan bahwa kesadaran terhadap komunikasi yang akurat dan tepat
waktu, mekanisme reward yang menerapkan prinsip ekspektansi, pengambilan keputusan yang
bersifat partisipatif, serta keberadaan champiorn sangat diperlukan untuk menjamin bahwa
difusi komunisikomunasui kesehatan dapat dimanfaat kan secara optimal. Selain itu, aspek
organisasi juga perlu diperhatikan tidak hanya teknologi saja.
normal ini dibagi sesuai dengan segmennya, didapatkan lima kategori ke-inovatif-an seseorang
yang diurutkan berdasarkan kecepatan pengadopsian suatu inovasi, yaitu (Rogers, 1995):
1.
Inovator berani mengambil resiko, terpelajar, informasi didapat dari berbagai sumber
2.
3.
4.
5.
Orang-orang kuno/kolot lamban dalam mengadopsi inovasi, sumber utama informasi
berasal dari tetangga dan teman, takut kepada hutang
Keuntungan relatif,
2.
Kompatibilitas,
3.
4.
5.
Kompleksitas
Inovasi dengan biaya rendah bisa menyebar dengan cepat di awal kemunculannya.
Sedangkan inovasi yang nilainya meningkat sebanding dengan tingkat penyebaran bisa
berkembang lebih cepat di tahap akhir penyebaran. Kecepatan pengadopsian suatu inovasi
juga dapat dipengaruhi oleh fenomena lain, misalnya fenomena yang dilakukan oleh kaderkader POSYANDU di desa.
BAB III
PENUTUP
Dari penjelasan diatas kita dapat menyimpulkan bahwa teori difusi inovasi ini selalu mengikuti
perkembangan yang terjadi. Perkembangan tekhnologi maupun cara berkomunikasi
menggunakan media baru. Begitu juga dengan contoh kasus yang telah saya jelaskan diatas.
Bahwa Agent of change harus memiliki kriteria dan persiapan yang matang agar orang lain bisa
mengikuti serta memahami tahapan apa saja yang harus dilakukan kepada Balita mereka.
Mereka juga harus melakukan follow up atas apa yang mereka lakukan untuk mengetahui
keberhasilan dari program tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Ardianto, Elvinaro & Erdinaya, Lukiati Komala. Komunikasi massa : Suatu Pengantar. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, 2004.
Rogers, Everret M. Dan F. Floyd Shoemaker. Memasyarakatkan Ide-ide Baru. Surabaya:
Penerbit Usaha Nasional,1981.
Severin, Werner Joseph dan James W. Tankard, Jr. Communication Theories: Origins,
Methods, Uses. Edisi 3. New York: Longman, 1991.
Bungin, Burhan. Sosiologi komunikasi. Jakarta : Kencana, 2007.
F. Floyd Shoemaker & Rogers. Communication of Innovation: A Cross Cultural Approach (1971)
en.wikipedia.org/wiki/Everett_Rogers
http://www.valuebasedmanagement.net/methods_rogers_innovation_adoption_curve.html
a.parsons.edu/~limam240/thesis/documents/Diffusion_of_Innovations.pdf
http://www.stsc.hill.af.mil/crosstalk/1999/11/paulk.asp
http://www.soc.iastate.edu/sapp/Soc415Diffusion2.html
For Soft File Download of the copy Above Please Download Trough this link Bellow:
http://www.4shared.com/file/KIJBiXgK/makalah_bu_merry.html