Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Toxoplasma

gondii

adalah

protozoa

intraselular

yang

dapat

menyebabkan toksoplasmosis.1,2 Toxoplasmosis adalah suatu penyakit zoonosis


yang biasanya ditularkan dari hewan baik hewan peliharaan misalnya anjing,
kucing, burung ataupun dari hewan ternak misalnya babi, sapi, kambing, domba
dan sebagainya.
Toksoplasmosis laten dewasa diperoleh pada manusia dan hewan yang
imunokompeten secara umum didapatkan tidak adanya gejala (asimptomatik).
Sebaliknya, agen penyebab, Toxoplasma gondii, mewakili salah satu contoh yang
paling meyakinkan dari parasit manipulatif vertebrata. T. gondii adalah protozoa
apicomplexan yang mampu menginfeksi semua hewan berdarah panas di seluruh
dunia, sering pada tingkat prevalensi yang sangat tinggi. Anggota keluarga kucing
(Felidae) adalah satu-satunya host definitif, di mana parasit mengalami
gametogenesis penuh dan kawin dalam epitel usus, yang berpuncak pada generasi
ookista yang mengandung sporozoit yang terdapat dalam kotoran kucing.3,5
Infeksi menengah (seperti tikus dan burung) atau lainnya host sekunder (seperti
manusia dan ternak dalam negeri) dapat terjadi setelah menelan ookista (melalui
terkontaminasi tanah, air atau makanan) atau kista jaringan (melalui daging yang
terinfeksi baku / matang), transmisi bawaan dan juga berpotensi, dalam kondisi
tertentu, melalui transmisi seksual.3
Karena gejala klinis toksoplasmosis umumnya tidak jelas dan tidak spesifik,
maka prevalensi toksoplasmosis biasanya didasarkan atas hasil pemeriksaan
serologik dengan hasil yang sangat bervariasi, rata-rata 50%. Survei
seroepidemiologi di Asia Tenggara menunjukkan angka 26,7% di kepulauan
Taiwan, 14,7% di Thailand, 11,3% di Filipina, dan 42.9% di Indonesia.
Tampaknya ada pengaruh etnis yang membedakan prevalensi toksoplasmosis pada
penduduk Indonesia yang lebih tinggi dibanding penduduk kepulauan Taiwan,

Thailand dan Filipina. 7 Seroprevalensi toxoplasmosis pada 1693 penduduk di


Jakarta yang berumur 20-85 tahun adalah 70%, tanpa perbedaan laki-laki (71%)
dan perempuan (69%). Di Iran, seroprevalensi IgG pada penderita kanker adalah
45,2% sedangkan pada kelompok kontrol (orang sehat) adalah 36,5%. 8 Laporan
survei di kalangan ibu hamil di berbagai tempat menunjukkan angka
seroprevalensi yang bervariasi, yaitu 45% pada ibu hamil, 44,6% dan 36.8% pada
ibu hamil dengan dan tanpa riwayat kegagalan kehamilan di India; 41.3% di
Polandia, 18,2% - 40,6% di Taiwan dan 16% 51% di Perancis.4
Prevalensi antibodi T. gondii di kebun binatang, spesies kebun binatang
sangat

rentan,

dan

kucing

liar

dari

kebun

binatang

dari

Midwest Amerika Serikat ditentukan dengan menggunakan uji aglutinasi


dimodifikasi (MAT). Sebuah titer 1:25 dianggap indikasi paparan T. gondii. Di,
antibodi terhadap T. gondii ditemukan di 6 (27,3%) dari 22 Cheetah, 1 dari 7
macan tutul, 1 dari 5 Pallas kucing, 12 (54,5%) dari 22 singa Afrika, 1 dari 1
jaguar, 1 dari 1 Amur macan tutul, 1 dari 1 Persia macan tutul, 5 (27,8%) dari 18
Amur harimau, 1of4 kucing memancing, 3 dari 6 puma, 2 dari 2 Texas puma, dan
5 (35,7%) dari 14 macan tutul salju. Antibodi ditemukan di 10 dari 34 kucing
domestik liar terjebak di 3 kebun binatang. Toxoplasma gondii ookista tidak
ditemukan dalam salah satu 78 sampel kotoran dari kucing liar dan domestik.
Diantara macropods, antibodi terdeteksi pada 1 dari 3 Dama walabi, 1 dari 1
western grey kangaroo, 1 dari 2 wallaroo, 6 dari 8 walabi Bennett, 21 (61,8%) dari
34 merah kanguru.5
Berdasarkan penjelasan diatas disebutkan bahwa parasit toxoplasma dapat
ditularkan oleh berbagai jenis hewan dari hewan ternak,hewan peliharaan
terutama kucing dan hewan-hewan di kebun binatang. Pada pekerja kebun
binatang, dalam pekerjaannya sehari-hari berhubungan dengan hewan, apakah
mengetahuan mereka tentang toxoplasma tersebut memadai untuk melakukan
pencegahan terhadap toxoplasma tersebut, maka dari itu peneliti memilih
Hubungan Pengetahuan Tentang Toksoplasmosis Dengan Perilaku Mencuci
Tangan Dengan Benar Setelah Bekerja Pada Pekerja Kebun Binatang sebagai
judul skripsi.
2

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka penulis
merumuskan bentuk permasalahannya sebagai berikut :
a. Apakah terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan tentang penyakit
toksoplasmosis dengan perilaku mencuci tangan dengan benar pada pekerja kebun
binatang?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesehatan
pekerja kebun binatang.
1.3.2 Tujuan Khusus
Secara khusus penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengetahui adanya
kesadaran pekerja kebun binatang Ragunan untuk mencuci tangan dilihat dari
apakah pekerja tersebut mengetahui apa toksoplasmosis tersebut.
1.4 Rumusan Hipotesis
Terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan tentang toksoplasmosis dengan
kebiasaan mencuci tangan setelah bekerja pada pekerja kebun binatang Ragunan.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat Penelitian ini dapat dibagi dalam beberapa pembagian:
1.5.1 Manfaat bagi ilmu pengetahuan

Hasil penulisan karya ilmiah ini mampu dijadikan sebagai salah satu referensi
bagi masyarakat, terutama pada pekerja yang khususnya bekerja di kebun
binatang atau yang berhubungan dengan hewan dan yang memelihara binatang
terutama kucing untuk meningkatkan kesadaran untuk mencuci tangan setelah
bekerja.
3

1.5.2

Manfaat bagi profesi

Sebagai wujud kontribusi positif bagi para akademisi, khususnya penulis untuk
dapat mengetahui apakah para pekerja kebun binatang Ragunan memiliki
pengetahuan yang cukup akan toksoplasmosis sehingga sadar untuk mencuci
tangan diterapkan untuk pekerja di kebun binatang Ragunan
1.5.3 Manfaat bagi masyarakat
Samahalnya dengan tujuan penulisan karya ilmiah oleh para peneliti lain, bahwa
penelitian ini memiliki manfaat contribution to knowledge (kontribusi bagi dunia
ilmu pengetahuan), bermanfaat bagi pengembangan keilmuan serta dapat
dijadikan bahan pertimbangan dalam penyusunan penulisan karya ilmiah
selanjutnya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN RINGKASAN PUSTAKA
4

2.1 Toksoplasmosis
2.1.1 Definisi
Toksoplasmosis merupakan penyakit zoonosis yaitu penyakit pada hewan yang
dapat ditularkan ke manusia. Penyakit ini disebabkan oleh sporozoa yang dikenal
dengan nama Toxoplasma gondii, yaitu suatu parasit intraselluler yang banyak
terinfeksi pada manusia dan hewan peliharaan. Penderita toxoplasmosis sering
tidak memperlihatkan suatu gejala klinis yang jelas sehingga dalam menentukan
diagnosis penyakit toxoplasmosis sering terabaikan dalam praktek dokter seharihari. Apabila penyakit toxoplasmosis mengenai wanita hamil trismester ketiga
dapat mengakibatkan hidrochephalus, khorioretinitis, tuli atau epilepsi.
Penyakit toksoplasmosis biasanya ditularkan dari kucing atau anjing tetapi
penyakit ini juga dapat menyerang hewan lain seperti babi, sapi, domba, dan
hewan peliharaan lainnya.

Walaupun sering terjadi pada hewan-hewan yang

disebutkan di atas penyakit to xoplasmosis ini paling sering dijumpai pada kucing
dan anjing. Untuk tertular penyakit toxoplasmosis tidak hanya terjadi pada orang
yang memelihara kucing atau anjing tetapi juga bisa terjadi pada orang lainnya
yang suka memakan makanan dari daging seteng ah matang atau sayuran lalapan
yang terkontaminasi dengan agent penyebab penyakit toxoplasmosis.10
2.1.2 Epidemiologi
Toxoplasma gondii tersebar luas di seluruh dunia. Data prevalensi serologi
menunjukan bahwa 30 samapi 40% penduduk dunia terinfeksi Toxoplasma gondii,
sehingga toksoplasmosis merupakan penyakit infeksi yang paling banyak diderita
pendudukbumi. Infeksi banyak terjadi di daerah dataran rendah beriklik panas
dibangingkan dengan daerah dingin yang terletak didataran tinggi.Perancis dan
negara-negara yang penduduknya mempunyai kebiasaan makan daging mentah
atau yang dimasak kurang matang, menunjukan angka prevalensi toksoplasmosis
yang tinggi. Penelitian USA pada tahun 1004 menunjukan angka prevalensi

serologi toksoplasmosis sebesar 22,5% dan pada perempuan berusia subur (child
bearing age) prevalensi menunjukan angka sebesar 15%.7
Rata-rata 50%. Survei seroepidemiologi di Asia Tenggara menunjukkan
angka 26,7% di kepulauan Taiwan, 14,7% di Thailand, 11,3% di Filipina, dan
42.9% di Indonesia. Tampaknya ada pengaruh etnis yang membedakan prevalensi
toksoplasmosis pada penduduk Indonesia yang lebih tinggi dibanding penduduk
kepulauan Taiwan, Thailand dan Filipina. 7 Seroprevalensi toxoplasmosis pada
1693 penduduk di Jakarta yang berumur 20-85 tahun adalah 70%, tanpa
perbedaan laki-laki (71%) dan perempuan (69%). Di Iran, seroprevalensi IgG
pada penderita kanker adalah 45,2% sedangkan pada kelompok kontrol (orang
sehat) adalah 36,5%. 8 Laporan survei di kalangan ibu hamil di berbagai tempat
menunjukkan angka seroprevalensi yang bervariasi, yaitu 45% pada ibu hamil,
44,6% dan 36.8% pada ibu hamil dengan dan tanpa riwayat kegagalan kehamilan
di India; 41.3% di Polandia, 18,2% - 40,6% di Taiwan dan 16% 51% di Perancis.
2.1.3 Anatomi dan morfologi
Berdasarkan tempat hidupnya Toxoplasma gondii mempunyai dua bentuk,
yaitu bentuk intraseluler dan bentuk ekstraseluler.
Intraseluler, parasit ini mempunyai bentuk yang bulat atau lonjong sehingga
sulit dibedakan Morfologinya dari Morfologi Leishmania. Ekstraseluler, parasit
ini mempunya bentuk seperti bulan sabit yang langsing dengan salah ujungnya
runcing sedangkan ujung lainnya tumpul. Toxoplasma gondii ekstraseluler yang
berukuran sekitar 2 x 5 mikron, mempunyai sebuah inti parasit yang terletak di
bagian ujung yang tumpul dan parasit.9

2.1.4 Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh T.gondii yang merupakan parasit obligat
intraselluler (protozoa) dari ordo Coccidia yang dapat menimbulkan infeksi pada
burung mamalia. Toxoplasma gondii ada dalam 3 bentuk di alam:
6

1. Ookista adalah bentuk yang resisten di alam


2. Trofozoid adalah bentuk vegetatif dan proliferatif
3. Kista bentuk yang resisten di dalam tubuh
Ada 2 aspek yang berbeda pada siklus kehidupan T.gondii, yakni :
1. Bentuk proliferatif (aseksual) terjadi pada penjamu perantara seperti : burung,
mamalia, manusia disebut juga siklus nonfeline.
2. Bentuk reproduktif (seksual), terjadi pada usus kucing sebagai penjamu
definitif, disebut juga siklus feline (kucing).
Toxoplasma gondii dapat tumbuh dalam semua sel mamalia kecuali sel darah
merah yang bisa dimasuki tapi tanpa terjadi pembelahan. Selama infeksi akut,
parasit dapat ditemukan dalam banyak organ tubuh.
Begitu melekat pada sel penjamu dan sel secara aktif mengadakan penetrasi
ke dalamnya, parasit akan membentuk vakuola parasitoforus dan mengadakan
pembelahan. Waktu pembelahan sekitar 6 8 jam untuk strain yang virulen. Bila
jumlah parasit dalam sel mendekati masa kritis (kurang lebih 64 128 dalam
kultur), sel tersebut akan ruptur dalam melepaskan takizoit dan menginfeksi sel
didekatnya. Dengan cara ini organ yang terinfeksi segera memperlihatkan bukti
adanya proses sitopatik.9
Sebagian besar takizoit akan dieliminasi dengan bantuan respon imun dari
penjamu, baik humoral maupun seluler. Sekitar 7 -10 hari sesudah infeksi sistemik
oleh takizoit terbentuklah kista di dalam jaringan yang berisi bradizoit. Kista
jaringan ini terdapat dalam sejumlah organ tubuh, tetapi pada prinsipnya di dalam
SSP dan otot parasit tersebut berada sepanjang siklus penjamu.
Pada toksoplasmosis kongenital penularan pada janin terjadi melalui plasenta
ibu hamil yang menderita toksoplasmosis. Penularan yang terjadi di awal
kehamilan, akan meyebabkan terjadinya abortus pada janin, atau anak lahir dalam
keadaan meninggal. Pada infeksi toksoplasmosis yang terjadi pada trimester akhir
kehamilan, janin yang berada dalam kandungan tidak menunjukan kelainan.
Gejala-gejala klinis toksoplasmosis pada bayi baru terlihat dua tiga bulan pasca
kelahiran. Selain melalui plasenta, Toxoplasma gondii dapat ditularkan dari ibu ke
anak melalui air susu ibu, jika ibu tertular parasit ini pada masa nifas.
7

2.1.5 Faktor Resiko


Penyakit toksoplasmosis biasanya ditularkan dari kucing atau anjing tetapi
penyakit ini juga dapat menyerang hewan lain seperti babi, sapi, domba, dan
hewan peliharaan lainnya, maka faktor resiko terkenanya toksoplasmosis adalah
jika memelihara binatang terutama kucing lalu tidak mencuci tangan setelah
menyentuh hewan tersebut. Faktor resiko terkenanya toksoplasmosis juga didapat
dari memakan makanan yang mentah atau kurang matang. 10 Meminum susu
mentah pada kambing

yang

terinfeksi Toxoplasma gondii dan melakukan

transplantasi organ dan tranfusi darah pada orang yang terinfeksi Toxoplasma
gondii juga merupakan faktor resiko terinfeksi penyakit tersebut.11
2.1.6 Perubahan Patologi dan Gejala
Tergantung pada stadium infektif yang memasuki tubuh penderita, masa
inkubasi toksoplasmosis berlangsung antara 5-23 hari. Melalui aliran darah
parasit akan menyebar ke berbagai organ, misalnya ke otak, sumsum tulang
belakang, sumsum tulang, kelenjar limfe, mata, paru, limpa, hati dan otot jantung.
Pada orang dewasa yang sehat dan tidak sedang hamil, karena sistem imun
tubuhnya mampu melawan infeksi, gejala klinis toksoplasmosis umumnya tidak
jelas dan tidak ada keluhan penderita. Gejala klinis yang ringan mirip gejala flu,
antara lain berupa pembengkakan ringan kelenjar limfe dan nyeri otot yang hanya
berlangsung selama beberapa minggu. Meskipun demikian parasit masih berada
dalam bentuk tidak aktif dalam jaringan dan organ tubuh penderita yang akan
berubah kembali menjadi bentuk aktif jika daya tahan tubuh penderita
menurun.9,13
Gejala toksoplasmosis tampak jelas pada ibu hamil yang menderita
toksoplasmosis karena dapat mengalami abortus,janin lahir mati atau bayi yang
dilahirkan menunjukan tanda-tanda toksoplasmosis. Hal ini disebabkan karena
parasit menyebabkan kerusakan organ dan sistem saraf penderita bayi dan anak.
Ibu hamil yang terinfeksi Toxoplasma gondii pada trimester pertama kehamilan
umumnya akan mengalami abortus atau janin lahir mati. Infeksi toksoplasmosis
yang terjadi pada trimester terakhir kehamilan akan menyebabkan bayi yang
8

dilahirkan menunjukan gejala toksoplasmosis antara lain berupa ensefalomielitis,


korioretinitis, kalsifikasi serebral, hidrosefalus atau mikrosefalus. 13,14 Kelainan
sistem limfatik yang terjadi pada anak dengan toksoplasmosis kongenital yang
berusia 5 sampai 15 tahun, akan menyebabkan terjadinya demam disertai
limfadenitis.
Penyakit mata toksoplasmosis dapat terjadi akibat infeksi kongenital atau
infeksi yang terjadi sesudah anak dilahirkan. Kelainan mata akibat infeksi
kongenital toksoplasmosis biasanya tidak terlihat pada waktu anak dilahirkan.
Melainkan baru tampak pada waktu usia dewasa. Kelainan toksoplasmosis mata
dapat berupa retinochoroiditis dengan gejala dan keluhan antara lain nyeri mata,
fotofobim penglihatan kabur dan keluar air mata yang terus menerus. Penderita
juga dapat mengalami kebutaan.
Toksoplasmosis kulit dapat menimbulkan ruam makulopapuler yang mirip
ruam makulopapuler yang mirip ruam dengan tifus, sedangkan toksoplasmosis
paru dapat menyebabkan pneumonia interstitial. Infeksi Toxoplasmosis gondii
pada jantung dapat menyebabkan miokarditis, sedangkan infeksi pada hati serta
limpa dapat menyebabkan terjadinya pembesaran organ-organ tersebut.
Penderita yang sedang mengalami gangguan sistem imun misalnya menderita
AIDS/HIV akan menunjukan gejala-gejala klinis toksoplasmosis yang berat
berupa demam, sakit kepala, gangguan

kesadaran dan gangguan koordinasi.

Penderita akan sering mengalami kekambuhan dan re-infeksi yang berulangulang.15,16,17


2.1.7 Diagnosis
Gejala-gejala klinis dan keluhan yang dialami penderita dapat juga ditimbulkan
oleh berbagai macam penyakit lain. Diagnosis banding toksoplasmosis yang harus
diperhatikan adalah mononukleosis infeksiosa. tuberkulosis, krptokokosis,
tularemia, bruselosis, listeriosis, penyakit virus, sifilis,

sistiserkosis dan

hidatidosi.
Pada pemeriksaan serologi titer immunoglobulin G (igG) yang tinggi
menunjukan bahwa seseorang telah pernah terinfeksi parasit ini, sedangkan titer
9

IgM yang tinggi menunjukan bahwa seseorang sedang terinfeksi Toxoplasmosis


gondii. Untuk menunjang diagnosis toksoplasmosis pemeriksaan serologi yang
sering dilakukan adalah uji serologi dengan SabinFeldman Dye test, Uji Fiksasi
Komplemen, Tes Hemaglutinasi tak langsung (IHA), Tes toksoplasmin, Uji
netralisasi antibodi dan uji ELISA.18,19
Untuk

menetapkan

diagnosis

pasti

toksoplasmosis

harus

dilakukan

pemeriksaan mikroskopik histologi secara langsung atas hasil biopsi atau pungsi
atau otopsi atas jaringan organ penderita, atau pemeriksaan atas jaringan berasal
dari hewan coba yang dinokulasi dengan bahan infektif. Parasit jug amungkin
ditemukan pada pemeriksaan langsung atas darah penderita, sputum, tinja, cairan
serebrospinal dan cairan amnion.
Untuk menentukan adanya penularan toksoplasmosis dari ibu ke anak dapat
dilakukan pemeriksaan biomolekuler terhadapa DNA parasit yang ada di daalam
cairan amnion.
2.1.8 Pengobatan
Banyak penderita yang terinfeksi Toxoplasmosis gondii dapat sembuh dengan
sendirinya tanpa pengobatan. Pengobatan terutama diberikan pada ibu hamil yang
terinfeksi di awal kehamilan, Jika terjadi chorioretinitis aktif, miokarditis atau jika
terjadi gangguan pada organ-organ.
Penderita yang sedang menderita toksoplasmosis diobati dengan terapi
antiparasit yang diberikan dalam bentuk kombinasi pirimetamin dengan
sulfadiasin, sebaliknya disertai pemberian asam folat untuk mencegah terjadinya
depresi sumsum tulang. Pada infeksi yang berat pengobatan diberikan selama 2
sampai 4 minggu. Cara pemberian kombinasi obat adalah sebagai berikut : hari
pertama pirimetamin diberikan 50mg per oral diikuti 6 jam kemudian, 25mg
ditambah silfadiasin 2 gram. Pada hari ke-2 sampai dengan hari ke 14:
Priimetamin 25mg/hari ditambah silfadiasin 4x 1 gram/hati.
Toksoplasmosis dapat diobati dengan spiramisin sebagai obat tunggal dengan
dosis 2-4gram perhari selama 3 sampai 4minggu.

10

Penderia toksoplasmosis mata sebaiknya diberi tambahan obat klindamisin dan


prednisolon untuk mencegah kerusakan saraf mata dan gangguan pada makula.
Selain itu vitamin B kompleks dan asam folat diberikan sebagai obat penunjang.
Penderita dengan gangguan sistem imun, misalnya AIDS memerlukan pengobatan
yang terus meneurs selama mengalami gangguan sistem imun.
Pada perempuan hamil spiramisin diberikan untuk mencegah terjadinya infeksi
melalui plasenta. Jika pada pemeriksaan USG terdapat dugaan telah terjadi infeksi
pada bayi makan diberikan pirimetamin dan sulfadiazin. Pirimetamin tidak boleh
diberikan pada 16 minggu pertama kehamilan karena bersifat teratogenik,
sehingga hanya diberikan sulfadiazon sebagai obat tunggal.
Bayi yang dilahirkan oleh ibu penderita toksoplasmosis primer atau yang
menderita HIV positif, diberi pengobatan pirimetamin-sulfadiazin-asam folat
selama tahun pertama sampai terbukti baui tidak menderita toksoplasmosis
kongenital.10
2.1.9 Prognosis
Toksoplasmosis yang terjadi pada anak atau orang dewasa. Prognosis
penyakitnya tergantung pada jenis dan beratnya kerusakan organ yang terserang.
Pada orang dewasa toksoplasmosis umumnya tidak menunjukan gejala. Pada bayi
yang menderita toksoplasmosis akut umumnya fatal akibatnya, meskipun ibu
tidak menunjukan gejala. Anak yang menderita infeksi toksoplasmosis prenatal,
meskipun jarang menimbulkan kematian akan mengalami cacat permanen
sifatnya.
2.1.10 Pencegahan
Untuk mencegah penularan toksoplasmosis makanan dan minuman harus
dimasak dengan baik. Selain itu harus dicegah terjadinya kontak langsung dengan
gaing atau jaringan organ hewan yang sedang diproses, misalnya ditempat
pemotongan hewan dan ditempat penjualan daging. Selain mengobati penderita
dengan baik, lingkungan harus dijaga kebersihannya, terutama harus bebas dari
tinja kucing atau tinja hewan lainnya.
11

Toksoplasmosis kongenital dapat dicegah dengan melakukan pemeriksaan pada


ibu hamil. Jika ibu hamil belum diketahui apakah ia mempunyai antibodi terhadap
Toxoplasma gondii dianjurkan untuk tidak mengadakan kontak dengan
kucing,tidak membersihkan tempat sampah, selalu menggunakan sarung tangan
jika berkebun dan selalu mencuci tangan sesudah berkebun, sesudah mencuci
daging mentah dan sebelum makan.
Pada orang yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah atau hamil
maka terdapat beberapa cara untuk mencegah terinfeksinya toksoplasmosis, 10
yaitu:

Jika memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah maka tes darah untuk
toksoplasmosis, jika positif maka dokter akan memberi tahu jika dan
kapan dibutuhkan pengobatan untuk mencegah infeksinya aktif

kembali.
Jika ada rencana untuk hamil, lakukan pemeriksaan toksoplasmosis.
Jika positif, makan sudah terdapat kekebalan pada ibu yang tidak akan

tertular pada bayi dalam kandungannya.19


Pemakaian sarung tangan jika berkebun atau segala sesuatu yang
dilakukan diluar yang berhubungan dengan penanganan tanah yang
dimana kucing biasanya menggunakan kebun sebagai pembuangan
kotoran. Cuci tangan dengan sabun dan air hangat setelah melakukan

aktivitas tersebut, terutama sebelum makan.


Masak makanan dengan matang.

2.2 Mencuci Tangan


Sering mencuci tangan adalah salah satu cara terbaik untuk menghindari
penyakit dan menyebarkan penyakit. Mencuci tangan hanya membutuhkan sabun
dan air atau pembersih tangan berbasis alkohol - pembersih yang tidak
memerlukan air.
Pengumpulan kuman di tangan setelah beraktivitas dapat menginfeksi diri
sendiri dengan kuman ini dengan menyentuh mata, hidung atau mulut. Meskipun
tidak memungkinkan untuk menjaga tangan bebas kuman, mencuci tangan sering
dapat membantu membatasi perpindahan bakteri, virus dan mikroba lainnya.21
12

Selalu cuci tangan sebelum:


- Menyiapkan makanan atau makan,
- Mengobati luka, memberikan obat, atau merawat orang sakit atau terluka
- Memasukkan atau mengeluarkan lensa kontak
Selalu mencuci tangan setelah:
- Menyiapkan makanan, terutama daging mentah atau unggas
- Menggunakan toilet
- Menyentuh binatang atau hewan mainan, kalung, batuk atau bersin ke tangan
- Mengobati luka atau merawat orang sakit atau terluka
- Penanganan sampah kimia, rumah tangga atau berkebun, atau apapun yang
bisa terkontaminasi - seperti kain pembersih atau sepatu kotor.
Cara mencuci tangan yang benar:
-

Basahi tangan dengan air mengalir.

Gunakan sabun bubuk, cair atau batang.

Gosok tangan dengan kuat selama setidaknya 20 detik. Gosoklah semua


permukaan, termasuk bagian belakang tangan, pergelangan tangan, sela-sela
jari dan di bawah kuku Anda.

Bilas dengan baik.

- Keringkan tangan dengan handuk bersih atau sekali pakai atau pengering udara.
Jika memungkinkan, gunakan handuk untuk mematikan kran.
Sabun antibakteri tidak lebih efektif dalam membunuh kuman daripada sabun
biasa. Menggunakan sabun antibakteri bahkan dapat menyebabkan perkembangan
bakteri yang resisten terhadap agen antimikroba produk tersebut - sehingga sulit
untuk membunuh kuman tersebut di kemudian hari.21
2.3 Ringkasan Pustaka
Tabel 1. Ringkasan Pustaka
Peneliti

Lokasi

Studi

Subjek

Lama

Variabel

Penelitian

Desain

Studi

waktu

yang diteliti

Hasil

studi

13

Puguh

Klinik

Cross

Karyawan

Higiene

Dari hasil uji

suroto22

Hewan

sectiona

di Klinik

perorangan

penelitian,

Dinas

Hewan

pada

didapatkan adanya

Peternaka

Dinas

karyawan di hubungan antara

n Jawa

Peternakan

Timur

Jawa

hewan jawa toksoplasmosis

Timur

Timur,

dengan higiene

kejadian

perorangan di Klinik

toksoplasm

Hewan Dinas

osis

Peternakan Jawa

Seroprevale

Timur
Terdapat prevalensi

nsi

tertinggi

toksoplasm

toksoplasmosis pada

Katara

osis pada

pekerja yang bekerja

RD,

pekerja

dengan kucing,

Bhanderi

kebun

diikuti dengan jenis

G,

binatang

reptil

Jani RG,

Gujarat

klinik

Cross

Pekerja

Bhuva

Sectiona

di kebun

tahun

CN,

l Survey

binatang

kejadian

Vadaliya
D23

BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep

14

Pada penelitian ini, perilaku mencuci tangandengan benar pada pekerja di


kebun binatang Ragunan (sample) diuraikan berdasarkan variable pengetahuan
tentang penyakit toksoplasmosis yang diketahui pekerja tersebut.

Karakteristik
Usia
Kelamin
Status
pernikahan
Pendidikan
terakhir

Perilaku mencuci tangan


dengan benar setelah
bekerja

Pengetahuan tentang
toksoplasmosis

(variabel independen)

(variabel dependen)
Gambar 1. Kerangka Konsep

3.2

Variabel Penelitian
Terdapat dua variabel yang digunakan dalam analisis penelitian ini.

3.2.1

Variabel dependen

15

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah perilaku mencuci tangan


dengan benar setelah bekerja.
mencuci tangan merupakan tindakan untuk mencegah dari penyakit.
Terutama pada pekerja kebun binatang yang pekerjaannya berhubungan dengan
hewan. Dalam hal ini penulis membagi tiga penilaian dalam segi frekuensi pekerja
tersebut mencuci tangan setelah bekerja.

Pekerja yang selalu mencuci tangan setelah bekerja diberi nilai 2


Pekerja yang jarang mencuci tangan setelah bekerja diberi nilai 1
Pekerja yang tidak sama sekali mencuci tangan setelah bekerja diberi nilai 0
Perilaku hidup bersih pekerja akan dinilai berdasarkan frekuensi pekerja

tersebut mencuci tangan, Selalu mencuci tangan diberi nilai 2, jarang mencuci
tangan diberi nilai 1 dan tidak sama sekali diberi nilai 0.
3.2.2

Variabel independen
Penelitian independen pada penelitian ini adalah karakteristik dan tingkat

pengetahuan pekerja kebun binatang Ragunan akan toksoplasmosis


Penilaian pada variabel tingkat pengetahuan pekerja kebun binatang
tentang toksoplasmosis menggunakan sistem skor, dengan setiap jawaban benar
bernilai 1 poin

3.3

Definisi Operasional
Tabel 2. Definisi Operasional

No

Variabel

Definisi

Alat Ukur

Hasil Ukur

Skala

16

Karakteristik

Sekumpulan

Wawancara

Data didapat dengan

aspek dan ciri

dengan

kategori :

khusus yang

kuisioner

membentuk
individu

Umur

Lamanya hudup

Wawancara

dalam satuan

dengan

tahun sejak

kuisioner

kelahirannya
hingga saat ini

Kelamin

Jenis Kelamin

Wawancara
dengan

Usia
Kelamin
Status

pernikahan
Pendidikan

terakhir
16-20 tahun
21-25 tahun
26-30 tahun
31-35 tahun
36-40 tahun
>40 tahun

Laki-laki
Perempuan

Nominal,
ordinal
dan
interval

Interval

Nominal

kuisioner
Status

Keadaan ikatan

Wawancara

pernikahan

perkawinan

dengan

yang dilakukan

kuesioner

- Tidak menikah

Nominal

-Menikah
-Janda/duda

sesuai dengan
ketentuan
hukum dan
agama
Pendidikan

Pendidikan

Wawancara

terakhir

terakhir yang

dengan

diselesaikan

kuesioner

pada institusi
pendidikan
formal

- SD

Nominal

-SMP
-SMA
-Akademi/Perguruan
tinggi
17

Pengetahuan

Informasi yang

Wawancara

Sistem skor, untuk

dimiliki oleh

dengan

mengetahui apakah

seseorang

kuisioner

para pekerja

mengenai suatu

meemiliki

objek

pengetahuan tentang

Ordinal

toksoplasmosis
dengan setiap
jawaban benar
masing-masing
bernilai 1 poin dan
jika salah 0 poin,
dikatakan tau jika
menjawab benar 4-5
pertanyaan.
dengan kategori:
Definisi
Toksoplasmosis
Penyebab
Toksoplasmosis
Gejala

Perilaku

Bentuk

Wawancara

Toksoplasmosis
Faktor resiko
Perilaku mencuci

mencuci

pencegahan

dengan

tangan yaitu

tangan

toksoplasmosis

kuisioner

kebiasaan mencuci

dengan benar

tangan setelah

setelah

bekerja

Ordinal,
Interval

bekerja

18

Kebiasaan

Keseringan

Wawancara

1.

Pekerja yang Ordinal

mencuci

pekerja kebun

kuesioner

tangan

binatang setelah

tangan

setelah

setelah

bekerja

bekerja

diberi

selalu

bekerja

mencuci

nilai 2
2.

Pekerja

yang

kadang-kadang
mencuci tangan
setelah

bekerja

diberi nilai 1
3. Pekerja yang tidak
sama

sekali

mencuci tangan
setelah

bekerja

diberi nilai 0

BAB IV
METODE

4.1 Desain penelitian


Desain penelitian yang digunakan adalah

penelitian deskriptif dengan

menggunakan jenis cross sectional, yaitu variabel independen dan variabel


dependen dikumpulkan pada saat bersamaan.
19

4.2 Lokasi dan waktu penelitian


4.2.1 Lokasi
Penelitian akan dilaksanakan pada Kebun Binatang Ragunan, Pasar
Minggu, Jakarta Selatan
4.2.2 Waktu
Penelitian akan dilaksanakan pada bulan September 2013 sampai
dengan Januari 2014

4.3 Populasi dan sampel


4.3.1 Populasi
Populasi penelitian adalah seluruh individu yang menjadi perhatian
dalam lingkup dan waktu yang ditentukan. Pepulasi menunjukkan
Populasi menunjukkan pada sekumpulan orang atau objek yang memiliki
kesamaan dalam satu atau beberapa hal dan yang membentuk masalah
pokok dalam suatu penelitian. Berdasarkan pada pengertian populasi
tersebut dapat disimpulkan bahwa yang dimaksudkan populasi dalam
penelitian in adalah pekerja Kebun Binatang Ragunan, Pasar Minggu,
Jakarta Selatan.

4.3.2 Sampel
Jumlah sampel minimal akan dihitung dengan menggunakan rumus:
n = N / [1+ N x (d)2]

ket:

Gambar 2. Rumus sampel minimal


n = Jumlah sampel
N = Jumlah populasi (158)
d = derajat kepercayaan (0,1)
20

n = 158 / (1+ 158 x 0,01)


n = 61
4.4 Cara Pengumpulan Data
Pengumpulan data diperoleh dengan cara primer, yaitu penulis mendapat data
langsung dari responden melalui wawancara kuesioner yang menuju ke perilaku
mencuci tangan dengan benar dan tingkat pengetahuan tentang penyakit
toksoplasmosis pada pekerja Kebun Binatang Ragunan.
4.5 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan adalah wawancara kuesioner.
4.6 Pengolahan, Penyajian dan Analisa Data
4.6.1 Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan melalui tahap-tahap:
- Data wawancara kuesioner diolah secara manual dengan bantuan
komputer
- Data diolah dengan pemberian kode
4.6.2 Penyajian Data
Data penelitian disajikan dalam bentuk tabel univariat dan bivariat.
4.6.3 Analisis Data
Analisis data digunakan adalah analisis univariat dan analisis bivariat.

4.7 Alur Penelitian


Alur penelitian berisi gambar alur atau skema pelaksanakan dalam
pengambilan data

21

Pekerja Kebun Binatang Ragunan

Informed Consent

Pengumpulan Data

Wawancara Kuesioner

Analisis Data

Gambar 3. Alur Penelitian

4.8 Etika Penelitian


Penelitian ini akandilakukan setelah mendapat persetujuan dari komisi etik
Riset Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti dengan melampirkan informed
consent.
4.9 Penjadwalan penilitian
Penelitian ini akan dilaksakan selama delapan bulan, sejak bulan Juni 2013
sampai dengan bulan Januari 2014
Tabel 3. Jadwal penelitian
22

WAKTU
Kegiatan

Agustus

September

Oktober

November

Desember

2013

2013

2013

2013

2013

26

30

19

27

24

Persiapan dan pengumpulan


data
Penyusunan dan penyelesaian
BAB I (Pendahuluan)
Penyusunan dan penyelesaian
BAB II(Tinjauan Pustaka)
Penyusunan dan penyelesaian
BAB III (Metodologi)
Penyusunan dan penyelesaian
BAB IV (Hasil)
Penyusunan dan penyelesaian
BAB V (Pembahasan)
Penyusunan dan penyelesaian
BAB VI (Kesimpulan dan
saran)
Persiapan ujian skripsi
Penyusunan
manuskrip
publikasi
E-jurnal

23

29

J
5

BAB V
HASIL

Pada bab ini, akan diuraikan hasil penelitian berdasarkan uji analisis yang telah
dilakukan, diantaranya analisis univariat dan analisis bivariate(Chi-Square). Besar
sampel yang dipakai dalam penelitian adalah 64 orang. Pengumpulan data
dilakukan selama bulan Desember 2013 di Kebun binatang Ragunan, Jakarta
Selatan.
5.1 Analisis univariat
5.1.1 Distribusi Jenis Kelamin Pekerja Kebun Binatang

24

Tabel 4. Distribusi jenis kelamin para pekerja kebun binatang


Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Total

Jumlah

n (%)
57
7
64

89.1
10.9
100.0

Tabel diatas menunjukan bahwa untuk peserta penelitian pada pekerja kebun
binatang yang berjenis kelamin laki-laki sebesar 89,1% dan perempuan 10,9%.
5.1.2 Distribusi Umur Para Pekerja Kebun Binatang
Tabel 5. Distribusi umur para pekerja kebun binatang
Umur
Jumlah

n (%)

> 40 tahun
21-25 tahun
26-30 tahun
31-35 tahun
36-40 tahun
Total

22
1
6
18
17
64

34.4
1.6
9.4
28.1
26.6
100.0

Tabel diatas menunjukan bahwa untuk peserta penelitian pada pekerja kebun
binatang dengan umur lebih dari 40 tahun sebesar 34,4%, 21-25 tahun sebesar
1,6%, 26-30 tahun sebesar 9,4%, 31-35 tahun sebesar 28,1% dan untuk umur
berkisar 36-40 tahun sebesar 26,6%.
Tabel 5.1.3 Distribusi Status Pernikahan Para Pekerja Kebun Binatang
Tabel 6. Distribusi status pernikahan para pekerja kebun binatang
Status Penikahan
Janda/duda
Menikah
Tidak menikah
Total

Jumlah

n (%)
1
56
7
64

1.6
87,5
10,9
100.0
25

Tabel diatas menunjukan bahwa untuk status pernikahan para pekerja kebun
binatang yang sudah menikah sebesar 89,1%, Janda/duda 1,6% dan yang tidak
menikah sebesar 9,4%.
Tabel 5.1.4 Distribusi Pendidikan Terakhir Para Pekerja Kebun Binatang
Tabel 7. Distribusi pendidikan terakhir para pekerja kebun binatang
Pendidikan Terakhir
SD-SMP
SMA
Perguruan tinggi
Total

Jumlah

n (%)
5
36
23
64

7,8
56.3
35,9
100.0

Tabel diatas menunjukan bahwa untuk pendidikan terakhir para pekerja kebun
binatang yang perguruan tinggi sebesear 35,9%, Tamat SMA 4,7% dan tamat SDSMP 7,8%.
Tabel 5.1.5 Distribusi Pengetahuan Tentang Toksoplasmosis
Tabel 8. Distribusi pengetahuan tentang toksoplasmosis
Pengetahuan tentang
toksoplasmosis
Tidak
Ya
Total

Jumlah

n (%)
21
43
64

32,8
67,2
100.0

Tabel diatas menunjukan bahwa para pekerja kebun binatang yang mengetahui
apa itu toksoplasmosis didapat presentase sebesar 71,9% dan yang tidak
mengetahui tentang toksoplasmosis adalah 28,1%.
Tabel 5.1.6 Distribusi Perilaku Mencuci Tangan Setelah Bekerja

26

Tabel 9. Distribusi perilaku mencuci tangan setelah bekerja


Perilaku mencuci
tanga setelah bekerja
Tidak Pernah -

Jumlah

Kadang-kadang
Selalu
Total

n (%)
6

9,4

58
64

90,6
100.0

Tabel diatas menunjukan bahwa presentase perilaku mencuci tangan pada pekerja
kebun binatang yang selalu mencuci tangan adalah 90,6%, yang tidak pernah
sama sekali mencuci tangan dan kadang-kadang mencuci tangan sebesar 9,4%.
5.2 Tabel Bivariat
5.2.1

Jenis

kelamin,

umur

dan

pendidikan

terakhir

berdasarkan

pengetahuan tentang toksoplasmosis


Tabel 10. Jenis kelamin, umur dan pendidikan terakhir berdasarkan
pengetahuan tentang toksoplasmosis

Jenis

Laki-laki
Kelamin Perempuan
Umur:
> 40 tahun
21-25 tahun 26-30
tahun
31-35 tahun
36-40 tahun
Pendidikan Terakhir
SD-SMP
SMA
Perguruan Tinggi
Status Pernikahan

Pengetahuan Tentang Toksoplasmosis


Tidak
Ya
20
37
1
6

p
0,269
0,035

9
3

13
4

1
8

17
9
0,005

4
13
4

1
23
19
0,749

27

Tabel 10. Jenis kelamin, umur dan pendidikan terakhir berdasarkan


pengetahuan tentang toksoplasmosis

Jenis

Laki-laki
Kelamin Perempuan
Janda/duda Tidak
menikah

Pengetahuan Tentang Toksoplasmosis


Tidak
Ya
20
37
1
6

Menikah

19

37

p
0,269

Tabel diatas menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin dan
status pernikahan para pekerja kebun binatang dengan pengetahuan tetang
toksoplasmosis, dilihat dari p yang lebih besar dari 0,05. Sedangkan adanya
hubungan antara umur dan pendidikan terakhir pekerja kebun binatang dengan
pengetahuan tentang toksoplasmosis dilihat dari p kurang dari 0,05.24
5.2.4 Pengetahuan Tentang Toksoplasmosis Berdasarkan Perilaku Mencuci
Tangan Setelah Bekerja
Tabel 11. Pengetahuan Tentang Toksoplasmosis Berdasarkan
Perilaku Mencuci Tangan Setelah Bekerja
Perilaku Mencuci Tangan
Setelah Bekerja
Tidak Pernah
Kadang-kadang
Pengetahuan
Tentang

Tidak
Ya

Selalu
4
2

17
41

p
0,064

Toksoplasmosis

28

Tabel diatas menunjukan bahwa didapatkan p lebih dari 0,05 yang menandakan
tidak adanya hubungan antara pengetahuan tentang toksoplasmosis dengan
perilaku mencuci tangan setelah bekerja pada pekerja kebun binatang.24

BAB VI
PEMBAHASAN

Penelitian ini diambil dari hasil kuesioner yang dibagikan kepada para
pekerja kebun binatang khususnya para perawa binatang mamalia, karnivora,
unggas dan reptil. Lokasi penelitian dilakukan di Kebun Binatang Ragunan,
Jakarta Selatan yang diambil pada tanggal 8-21 Desember 2013. Kuesioner yang
dibagikan berisikan data pekerja kebun binatang berupa Nama, Umur, Status
Pernikahan, Pendidikan Terakhir yang mana dikaitkan dengan pengetahuan para
pekerja tentang toksoplasmosis, setelah itu pengetahuan tentang toksoplasmosis
akan dikaitkan dengan pencegahannya yaitu berupa perilaku mencuci tangan
setelah bekerja. Terdapat penelitian yang menunjukan bahwa adanya Toxoplasma
gondii pada beberapa hewan di kebun binatang terutama seperti singa, harimau,
unggas. Didapatkan juga pada penelitian sebelumnya bahwa adanya tingkat
kejadian toksoplasmosis dengan higiene seseorang.

29

Variabel yang diteliti padaa penelitian ini adalah variable independen dan
variable dependen. Variabel didapatkan dengan kuesioner. Variabel-variabelnya
berupa; umur, status pernikahan, Pendidikan terakhir, pengetahuan tentang
toksoplasmosis dan perilaku mencuci tangan setelah bekerja. Masing-masing
variable akan dihitung persentasenya dengan pengukuran frekuensi dan akan
dijabarkan pada table univariat. Hubungan antara variable akan ditentukan
menggunakan SPSS yaitu dengan rumus statistik Chi-Square. Pada penggunaan
statistik pada variabel Jenis Kelamin dengan pengetahuan tentang toksoplasmosis
pada pekerja kebun binatang didapatkan bahwa tidak ada hubungan yang
signifikan antara umur pekerja kebun binatang dengan pengetahuannya akan
toksoplasmosis yang ditandai dengan p > 0,05. Variabel lainnya, Antara Variebel
Status Pernikahan dengan pengetahuan tentang toksoplasmosis tidak didapat
aanya hubungan yang signifikan, dilihat dari hasil p yang lebih dari 0,05.

Pada uji Chi-Square antara variabel umur dengan variabel pengetahuan


tentang toksoplasmosis, didapatkan adanya hubungan yang signifikan antara
pekerja kebun binatang dengan pengetahuannya akan toksoplasmosis. Hubungan
ini ditandai dengan hasil p < 0,05. Didapatkan pula hubungan antara variabel
pendidikan terakhir pekerja kebun binatang dengan pengetahuannya akan
toksoplasmosis yang ditandai dengan P > 0,05, dapat diartikan bahwa semakin
tingginya pencapaian suatu pendidikan akan mempengaruhi pengetahuan tentang
toksoplasmosis.
Pada uji Chi-Square antara variabel pengetahuan tentang toksoplasmosis
dengan variabel perilaku mencuci tangan dengan benar yang mana uji ini adalah
hasil yang dicari dalam penelitian ini, Tidak didapatkan adanya hubungan yang
signifikan antara pengetahuan tentang toksoplasmosis dengan perilaku mencuci
tangan pada pekerja kebun binatang. Dapat diartikan bahwa para pekerja kebun
binatang dengan mengetahui atau tidaknya apa itu toksoplasmosis tidak
mempengaruhi perilaku mencuci tangan yang mereka lakukan setelah bekerja,
adanya kemungkinan perilaku mencuci tangan tersebut disebabkan karena
30

rutinitas mereka sendiri atau untuk menghindari penyakit lainnya, tidak menutup
kemungkinan toksoplasmosis salah satu penyakit yang mereka cegah. Pada
penelitian toksoplasma lainnya didapatkan prevalensi tertinggi toksoplasmosis
pada pekerja yang bekerja dengan kucing, diikuti dengan jenis reptile. Didapatkan
juga adanya peningkatan terjadinya toksoplasmosis dengan higiene seorang
pekerja di peternakan.
Toksoplasmosis itu sendiri merupakan penyakit yang disebabkan oleh
Toxoplasma gondii. prevalensi toksoplasmosis diperkirakan bervariasi dari <2%
hingga 70% pada populasi Asia Tenggara. Kontak dengan kucing dan konsumsi
daging mentah merupakan faktor risiko yang paling umum dalam memperoleh
tingkat tinggi infeksi Toxoplasma.25 Gejala toksoplasma sendiri tidak terlihat
kecuali seseorang tersebut mendapati dirinya memiliki system imun tubuh yang
berkurang. Penelitian mendapatkan bahwa pada orang yang memiliki system imun
tubuh yang kurang dan menderita toksoplasmosis didapatkan gejala seperti
limfadenopati pada umumnya.26,27 Diagnosis dini harus dilakukan khususnya untuk
wanita hamil dan orang yang memiliki sistem imun yang kurang.28 Diagnosis
infeksi T. gondii atau toksoplasmosis dapat dibentuk dengan tes serologi,
amplifikasi sekuens asam nukleat spesifik (yaitu, polymerase chain reaction
[PCR]), demonstrasi histologis dari parasit dan / atau.29 Banyak penderita yang
terinfeksi Toxoplasmosis gondii dapat sembuh dengan sendirinya tanpa
pengobatan. Pengobatan terutama diberikan pada ibu hamil yang terinfeksi di
awal kehamilan, Jika terjadi chorioretinitis aktif, miokarditis atau jika terjadi
gangguan pada organ-organ. Penderita yang sedang menderita toksoplasmosis
diobati dengan terapi antiparasit yang diberikan dalam bentuk kombinasi
pirimetamin dengan sulfadiasin, sebaliknya disertai pemberian asam folat untuk
mencegah terjadinya depresi sumsum tulang.30

31

BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN

7.1

Kesimpulan
Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tidak adanya hubungan

antara pengetahuan dengan perilaku mencuci tangan setelah bekerja pada pekerja
kebun binatang. Umur dan pendidikan terakhir para pekerja kebun binatang
menunjukan bahwa adanya hubungan yang signifikan dengan pengetahuan
mereka tentang Toksoplasmosis.
7.2

Saran
Karena tidak didapatkan hasil yang signifikan antara pengetahuan tentang

toksoplasmosis dengan perilaku mencuci tangan setelah bekerja pada pekerja


kebun binatang, maka perlu diadakan penelitian lanjutan mengenai apakah para
pekerja kebun binatang mengetahui penyakit-penyakit yang ditularkan oleh hewan
32

dan apakah mereka mengetahui pencegahan untuk tidak tertular. Saran lain adalah
menambahkan variabel independen dan mencari berbagai variable dependen
lainnya untuk di teliti, seperti tidak hanya pengetahuan dan pencegahan
toksoplasmosis tetapi juga dapat diteliti apakah para pekerja kebun binatang
terjangkit dengan toksoplasmosis dan dihubungkan dengan pencegahan atau
higiene setiap orang yang bekerja di kebun binatang. Selain menambahkan
variabel, penulis juga menyarankan untuk melakukan penelitian di lebih banyak
kebun binatang dengan jumlah sampel yang lebih besar agar dapat memberikan
gambaran umum populasi yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Susanto L, SupaliT, Gandahusada S. Penentuan Konsentrasi Minimal Gen B1


dan Gen P30 Toxoplasma Gondii Yang Masih Terdeteksi Dengan Reaksi
Rantai Polimerase. Journal of Makara. 6: 64-70.
2. Jones JL, Kruszon-Moran D,Wilson M, McQuillan G, Navin T, McAuley.
Toxoplasma gondii Infection in the United States: Seroprevalence and Risk
Factors 2001; 154: 357 65
3. Webster JP, Kaushik M, Bristow GC, McConkey GA. Toxoplasma gondii
infection, from predation to schizophrenia: can animal behaviour help us
understand human behaviour? The Journal of Experimental Biology 2012; 216:
99 112.
4. Sadjono TW. (2009). Strategi Penanggulangan dan Pencegahan Penyakit
Parasitik di Masyarakat. Journal Maj Kedokt Indon 2002; 59: 298-9.

33

5.Camps S, Dubey JP, Saville WJA. Seroepidemiology of Toxoplasma gondii In


Zoo Animal In Selected Zoos In The Midwestern United States. J. Parasitol
2008; 94: 648-53
6. Fredebaugh SL, Mateus-Pinilla NE, McAllister M, Warner RE. Prevalence Of
Antibody To Toxoplasma gondii In Terestrial Wildlife In A Natural Area.
Journal Of Wildlife Diseases 2011; 47: 381.
7. Aubert D, Terrier ME, Dumetre A, Barrat J, Villena I. Prevalence of
Toxoplasma gondii. Journal of Wildlife Disease 2008; 44: 172 3.
8. Zhou P, Chen Z, Li HL, Zheng H, He S, Lin RQ. Toxoplasma gondii infekction
in humans in China. Parasites $ Vectors 2011, 4; 165.
9. Soedarto. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Jakarta: Sagung Seto, 2011.
10. Jones JL, Bolierts J, Press C, Benington JS, Mortoya JG. Risk Factors for
Toxoplasma gondii Infection in United States. Clinical Infectious Diseases
2009; 49: 878 84.
11.

Cunha

JP,

Stoppler

MC.

Toxoplasmosis.

Available

at:

http://www.onhealth.com/toxoplasmosis/article.htm. Accesed on July 14, 2013.


12. McConkey GA, Martin HL, Bristow GC. Toxoplasma gondii infection dan
behaviour location, location, location? The Journal of Experimental Biology
2012; 216: 113 - 9.
13. Jones JL, Kruszon-Moran D, Won K, Wilson M, Schantz PM. Toxoplasma
gondii and Toxocara spp. Co-infection. The American Journal Of Tropical
Medicine And Hygiene 2008; 78: 35 9
14. Carruthers VB, Suzuki Y. Effects of Toxoplasma gondii Infection on the Brain.
Oxford Journal 2007; 33: 745 - 51.
15. Chioccola P, Lucia V, Vidal, Ernesto J. Toxoplasma gondii infection and
cerebral toxoplasmosis in HIV-infected patients. Future Microbiology 2009:
1363-79.
16. Hari KR, Modi MR, Mochan AHD, Modi G. Reduced risk of toxoplasma
encephalitis in HIV-infekction patients. Sage Journal 2007; 18: 555 - 8.
17. Guenter, Wojlech; Bielinski, Maciej, Deptula, Wiecek Z. Does Toxoplasma
gondii affect cognitive function? Folia Parasitologica 2012: 93-8.
34

18. Hiswani M. Toxoplasmosis Penyakit Zoonosis Yang Perlu DI Waspadai Oleh


Ibu

Hamil.

Available

at:

http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-

hiswani5.pdf. Accessed June 25, 2013.


19. Chatterton JMW, McDonagh S, SpenceN, HoYen DO. Changes in
toxoplasma diagnosis. Journal of Medical Microbiology 2011; 60: 1762-66.
20. Iqbal J, Khalid N. Detection of acute Toxoplasma gondii infection in early
pregnancy by IgG avidity and PCR analysis. Journal of Medical
Microbiology 2007; 56: 1495 99
21. Harms RW, Berge KG, Hagen PT, Litin SC. Hand-washing: Do's and don'ts.
Available at: http://www.mayoclinic.com/health/hand-washing/HQ00407.
Accessed July 22, 2013.
22. Suroto P. Hubungan Kejadian Toksoplasmosis Dengan Higiene Perorangan
Pada Karyawan Di Klinik Hewan Dinas Peternakan Jawa Timur. Thesis &
Research: Airlangga University; 2012.
23. Jani RG, Bhuva CN, Katara RD, Bhanderi G, Vadaliya D. Study of
seroprevalence of toxoplasmosis in workers of zoological gardens of Gujarat.
Journal Intas Polivet 2006; 7: 452-54.
24. Sufren, Natanael. Mahir Menggunakan SPSS Secara Otodidak. Jakarta:
Gramedia, 2013.
25. Nissapatorn V. Toxoplasmosis: A Silent Threat in Southeast Asia. Research
Journal of Parasitology; 2: 1-12.
26. Taila AK, Hingwe AS, Johnson LE. Toxoplasmosis in a patient who was
immunocompetent: a case report. Journal Of Medical Case Reports 2011;
5: 16
27. Torrey EF, Yolken RH. Toxoplasma oocysts as a public health problem. Trends
in Parasitology 2013; 8: 380-4.
28. Remington JS, Thulliez P, Montoya JG. Recent Developments for Diagnosis
of Toxoplasmosis. Journal of Clinical Microbiology 2004; 42: 941-5.
29. Montoya JG. Laboratory Diagnosis of Toxoplasma gondii Infection and
Toxoplasmosis. The Journal Of Infectious Diseases. 2002: 73-82.

35

30. Van der Ven AJAM, Van de Ven S, Camps W, Melchers WJG, Koopmans PP,
Galama JMD. Anti-toxoplasma effect of pyrimethamine, trimethoprim dand
sulphonamides alone and in combination implications for therapy. Journal of
Antimicrobial Chemotherapy. 38: 75-80.

36

Anda mungkin juga menyukai