Anda di halaman 1dari 36

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Anemia
1. Pengertian Anemia
Anemia merupakan keadaan di mana masa eritrosit dan atau masa hemoglobin yang
beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh
(Handayani dan Haribowo, 2008)
Anemia dapat didefinisikan sebagai nilai hemoglobin, hematokrit, atau jumlah eritrosit per
milimeter kubik lebih rendah dari normal (Dallman dan Mentzer, 2006)
Menurut Ahmad Syafiq, dkk (2008) Anemia didefinisikan sebagai keadaan di mana level
Hb rendah karena kondisi patologis.
Menurut Anie Kurniawan, dkk (1998) Anemia adalah suatu penyakit di mana kadar
hemoglobin (Hb) dalam darah kurang dari normal.
2. Tanda-tanda Anemia
Menurut Anie Kurniawan, dkk (1998), tanda-tanda Anemia meliputi:
a. Lesu, Lemah, Letih, Lelah, Lalai (5L)
b. Sering mengeluh pusing dan mata berkunang-kunang
c. Gejala lebih lanjut adalah kelopak mata, bibir, lidah, kulit, dan telapak tangan menjadi
pucat.
10

Menurut Handayani dan Haribowo (2008), gejala anemia dibagi menjadi tiga golongan
besar yaitu sebagai berikut:
1) Gejala Umum anemia
Gejala anemia disebut juga sebagai sindrom anemia atau Anemic syndrome. Gejala umum
anemia atau sindrom anemia adalah gejala yang timbul pada semua jenis Anemia pada
kadar hemoglobin yang sudah menurun sedemikian rupa di bawah titik tertentu. Gejala ini
timbul karena anoksia organ target dan mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan
hemoglobin. Gejala-gejala tersebut apabila diklasifikasikan menurut organ yang terkena
adalah:
a) Sistem Kardiovaskuler: lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak napas saat
beraktivitas, angina pektoris, dan gagal jantung.
b) Sistem Saraf: sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata berkunang-kunang,
kelemahan otot, iritabilitas, lesu, serta perasaan dingin pada ekstremitas.
c) Sistem Urogenital: gangguan haid dan libido menurun.
d) Epitel: warna pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit menurun, serta rambut tipis
dan halus.
2) Gejala Khas Masing-masing anemia
Gejala khas yang menjadi ciri dari masing-masing jenis anemia adalah sebagai berikut: 11

a) Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis.

b) Anemia defisisensi asam folat: lidah merah (buffy tongue)

c) Anemia hemolitik: ikterus dan hepatosplenomegali.

d) Anemia aplastik: perdarahan kulit atau mukosa dan tanda-tanda infeksi.

3) Gejala Akibat Penyakit Dasar


Gejala penyakit dasar yang menjadi penyebab anemia. Gejala ini timbul karena penyakitpenyakit yang mendasari anemia tersebut. Misalnya anemia defisiensi besi yang
disebabkan oleh infeksi cacing tambang berat akan menimbulkan gejala seperti
pembesaran parotis dan telapak tangan berwarna kuning seperti jerami.
Menurut Yayan Akhyar Israr (2008) anemia pada akhirnya menyebabkan kelelahan, sesak
nafas, kurang tenaga dan gejala lainnya. Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi,
tidak dijumpai pada anemia jenis lain, seperti :
a. Atrofi papil lidah : permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah
menghilang
b. Glositis : iritasi lidah
c. Keilosis : bibir pecah-pecah
d. Koilonikia : kuku jari tangan pecah-pecah dan bentuknya seperti sendok.
12

3. Penyebab Anemia
Menurut Tarwoto, dkk (2010) adalah:
a. Pada umumnya masyarakat Indonesia (termasuk remaja putri) lebih banyak
mengkonsumsi makanan nabati yang kandungan zat besinya sedikit, dibandingkan dengan
makanan hewani, sehingga kebutuhan tubuh akan zat besi tidak terpenuhi
b. Remaja putri biasanya ingin tampil langsing, sehingga membatasi asupan makanan
c. Setiap hari manusia kehilangan zat besi 0,6 mg yang diekskresi, khusunya melalui feses
(tinja)
d. Remaja putri mengalami haid setiap bulan, di mana kehilangan zat besi 1,3 mg per
hari, sehingga kebutuhan zat besi lebih banyak dari pada pria
Menurut Handayani dan Haribowo (2008), pada dasarnya gejala anemia timbul karena dua
hal berikut ini:
a. Anoksia organ target karena berkurangnya jumlah oksigen yang dapat dibawa oleh darah
kejaringan.
b. Mekanisme kompensasi tubuh terhadap Anemia.
Menurut Anie Kurniawan, dkk (1998), Anemia Gizi Besi dapat terjadi karena:
a. Kandungan zat besi dari makanan yang di konsumsi tidak mencukupi kebutuhan
13

1) Makanan yang kaya akan kandungan zat besi adalah: makanan yang berasal dari hewani
(seperti ikan, daging, hati, ayam)
2) Makanan nabati (dari tumbuh-tumbuhan) misalnya sayuran hijau tua, yang walaupun
kaya akan zat besi, namun hanya sedikit yang bisa diserap dengan baik oleh usus.
b. Meningkatnya kebutuhan tubuh akan zat besi
1) Pada masa pertumbuhan seperti anak-anak dan remaja, kebutuhan tubuh akan zat besi
meningkat tajam.
2) Pada masa hamil kebutuhan zat besi meningkat karena zat besi diperlukan untuk
pertumbuhan janin serta untuk kebutuhan ibu sendiri.
3) Pada penderita menahun seperti TBC.
c. Meningkatnya pengeluaran zat besi dari tubuh. Perdarahan atau kehilangan darah dapat
menyebabkan anemia. Hal ini terjadi pada penderita:
1) Kecacingan (terutama cacing tambang), infeksi cacing tambang menyebabkan
perdarahan pada dinding usus, meskipun sedikit tetapi terjadi terus menerus yang
mengakibatkan hilangnya darah atau zat besi.
2) Malaria pada penderita Anemia Gizi Besi, dapat memperberat keadaan anemianya.
14

3) Kehilangan darah pada waktu haid berarti mengeluarkan zat besi yang ada dalam darah.
4. Dampak anemia
Menurut Anie Kurniawan, dkk (1998), dampak anemia pada remaja putri ialah:
a. Menurunkan kemampuan dan konsentrasi belajar.
b. Mengganggu pertumbuhan sehingga tinggi badan tidak mencapai optimal.
c. Menurunkan kemampuan fisik olahragawati.
d. Mengakibatkan muka pucat.
Menurut Reksodiputro (2004) yang dikutip oleh Tarwoto, dkk (2010), komplikasi dari
anemia yaitu: Gagal jantung kongesif; Parestesia; Konfusi kanker; Penyakit ginjal;
Gondok; Gangguan pembentukan heme; Penyakit infeksi kuman; Thalasemia; Kelainan
jantung; Rematoid; Meningitis; Gangguan sistem imun.
Menurut Moore (1997) yang dikutip oleh Tarwoto, dkk (2010) dampak anemia pada
remaja adalah:
a. Menurunnya produktivitas ataupun kemampuan akademis di sekolah, karena tidak
adanya gairah belajar dan konsentrasi
b. Mengganggu pertumbuhan di mana tinggi dan berat badan menjadi tidak sempurna
c. Daya tahan tubuh akan menurun sehingga mudah terserang penyakit
15

d. Menurunnya produksi energi dan akumulasi laktat dalam otot


5. Pencegahan anemia
Menurut Tarwoto, dkk (2010), upaya-upaya untuk mencegah anemia, antara lain sebagai
berikut:
a. Makan makanan yang mengandung zat besi dari bahan hewani (daging, ikan, ayam,
hati, dan telur); dan dari bahan nabati (sayuran yang berwarna hijau tua, kacang-kacangan,
dan tempe).
b. Banyak makan makanan sumber vitamin c yang bermanfaat untuk meningkatkan
penyerapan zat besi, misalnya: jambu, jeruk, tomat, dan nanas.
c. Minum 1 tablet penambah darah setiap hari, khususnya saat mengalami haid.
d. Bila merasakan adanya tanda dan gejala anemia, segera konsultasikan ke dokter untuk
dicari penyebabnya dan diberikan pengobatan.
Menurut Anie Kurniawan, dkk (1998), mencegah anemia dengan:
a. Makan-makanan yang banyak mengandung zat besi dari bahan makanan hewani
(daging, ikan, ayam, hati, telur) dan bahan makanan nabati (sayuran berwarna hijau tua,
kacang-kacangan, tempe).
b. Makan sayur-sayuran dan buah-buahan yang banyak mengandung vitamin C (daun
katuk, daun singkong, bayam,
16

jambu, tomat, jeruk dan nanas) sangat bermanfaat untuk meningkatkan penyerapan zat
besi dalam usus
c. Menambah pemasukan zat besi kedalam tubuh dengan minum Tablet Tambah Darah
(TTD)
Menurut Lubis (2008) dalam referensi kesehatan.html, tindakan penting yang dilakukan
untuk mencegah kekurangan besi antara lain:
a. Konseling untuk membantu memilih bahan makanan dengan kadar besi yang cukup
secara rutin pada usia remaja.
b. Meningkatkan konsumsi besi dari sumber hewani seperti daging, ikan, unggas, makanan
laut disertai minum sari buah yang mengandung vitamin C (asam askorbat) untuk
meningkatkan absorbsi besi dan menghindari atau mengurangi minum kopi, teh, teh es,
minuman ringan yang mengandung karbonat dan minum susu pada saat makan.
c. Suplementasi besi. Merupakan cara untuk menanggulangi ADB di daerah dengan
prevalensi tinggi. Pemberian suplementasi besi pada remaja dosis 1 mg/KgBB/hari.
d. Untuk meningkatkan absorbsi besi, sebaiknya suplementasi besi tidak diberi bersama
susu, kopi, teh, minuman ringan yang mengandung karbonat, multivitamin yang
mengandung phosphate dan kalsium.
17

e. Skrining anemia. Pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit masih merupakan pilihan


untuk skrining anemia defisiensi besi.
Menurut De Maeyer (1995) yang dikutip oleh Tarwoto, dkk (2010), pencegahan adanya
anemia defisiensi zat besi dapat dilakukan dengan tiga pendekatan dasar yaitu sebagai
berikut:
a. Memperkaya makanana pokok dengan zat besi, seperti: hati, sayuran berwarna hijau dan
kacang-kacangan. Zat besi dapat membantu pembentukan hemoglobin (sel darah merah)
yang baru
b. Pemberian suplemen zat besi. Pada saat ini pemerintah mempunyai Program
Penanggulangan Anemia Gizi Besi (PPAGB) pada remaja putri, untuk mencegah dan
menanggulangi masalah Anemia gizi besi melalui suplementasi zat besi
c. Memberikan pendidikan kesehatan tentang pola makan sehat. Kehadiran makanan siap
saji (fast food) dapat mempengaruhi pola makan remaja. Makanan siap saji umumnya
rendah zat besi, kalsium, riboflavin, vitamin A, dan asam folat. Makanan siap saji
mengandung lemak jenuh, kolesterol dan natrium yang tinggi.
6. Pengobatan anemia
Menurut Handayani dan Haribowo (2008), pada setiap kasus anemia perlu diperhatikan
prinsip-prinsip sebagai berikut ini: 18

a. Terapi spesifik sebaiknya diberikan setelah diagnosis ditegakkan.


b. Terapi diberikan atas indikasi yang jelas, rasional, dan efisien.
Jenis-jenis terapi yang dapat diberikan adalah:
a. Terapi gawat darurat
Pada kasus anemia dengan payah jantung atau ancaman payah jantung, maka harus segera
diberikan terapi darurat dengan transfusi sel darah merah yang dimampatkan (PRC) untuk
mencegah perburukan payah jantung tersebut.
b. Terapi khas untuk masing-masing anemia
Terapi ini bergantung pada jenis anemia yang dijumpai, misalnya preparat besi untuk
anemia defisiensi besi.
c. Terapi kausal
Terapi kausal merupakan terapi untuk mengobati penyakit dasar yang menjadi penyebab
anemia. Misalnya, anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh infeksi cacing tambang
harus diberikan obat anti-cacing tambang.
d. Terapi ex-juvantivus (empiris)
Terapi yang terpaksa diberikan sebelum diagnosis dapat dipastikan, jika terapi ini berhasil,
berarti diagnosis dapat dikuatkan. Terapi hanya dilakukan jika tidak tersedia fasilitas
diagnosis yang mencukupi. Pada pemberian terapi jenis ini, penderita harus diawasi
dengan ketat. Jika terdapat respons 19

yang baik, terapi diteruskan, tetapi jika tidak terdapat respons, maka harus dilakukan
evaluasi kembali.
Menurut Yayan Ahyar Israr (2008) Setelah diagnosis ditegakan maka dibuat rencana
pemberian terapi, terapi terhadap anemia difesiensi besi dapat berupa
a. Terapi kausal: tergantung penyebabnya, misalnya, pengobatan cacing tambang,
pengobatan hemoroid, pengobatan menoragia. Terapi kausal harus dilakukan, kalau tidak
maka anemia akan kambuh kembali.
b. Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh
1) Besi per oral merupakan obat pilihan pertama karena efektif, murah, dan aman. preparat
yang tersedia, yaitu:
a) Ferrous sulphat (sulfas ferosus): preparat pilihan pertama (murah dan efektif). Dosis: 3
x 200 mg.
b) Ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate, dan ferrous succinate, harga lebih
mahal, tetepi efektivitas dan efek samping hampir sama.
2) Besi parenteral
Efek samping lebih berbahaya, serta harganya lebih mahal. Indikasi, yaitu :
a) Intoleransi oral berat
b) Kepatuhan berobat kurang
20

c) Kolitis ulserativa
d) Perlu peningkatan Hb secara cepat (misal preoperasi, hamil trimester akhir).
c. Penatalaksanaan yang juga dapat dilakukan
1) Mengatasi penyebab perdarahan kronik, misalnya pada ankilostomiasis diberikan
antelmintik yang sesuai.
2) Pemberian preparat Fe : Pemberian preparat besi (ferosulfat/ferofumarat/feroglukonat)
dosis 4-6 mg besi elemental/kg BB/hari dibagi dalam 3 dosis, diberikan di antara waktu
makan. Preparat besi ini diberikan sampai 2-3 bulan setelah kadar hemoglobin normal.
3) Bedah : Untuk penyebab yang memerlukan intervensi bedah seperti perdarahan karena
diverticulum Meckel.
4) Suportif : Makanan gizi seimbang terutama yang megandung kadar besi tinggi yang
bersumber dari hewani (limfa, hati, daging) dan nabati (bayam, kacang-kacangan).
Menurut Ahmad Syafiq, dkk (2008) screening diperlukan untuk mengidentifikasi
kelompok wanita yang harus diobati dalam mengurangi mordibitas anemia. CDC
menyarankan agar remaja putri dan wanita dewasa yang tidak hamil harus di-screening
tiap 5-10 tahun melalui uji kesehatan, meskipun tidak ada faktor risiko anemia seperti
perdarahan, rendahnya intake Fe, dan sebagainya. 21

Namun, jika disertai adanya faktor risiko anemia, maka screening harus dilakukan secara
tahunan.
Penderita anemia harus mengkonsumsi 60-120 mg Fe per hari dan meningkatkan asupan
makanan sumber Fe. Satu bulan kemudian harus dilakukan screening ulang. Bila hasilnya
menunjukkan peningkatan konsentrasi Hb minimal 1 g/dl atau hematokrit minimal 3%,
pengobatan harus diteruskan sampai tiga bulan.
B. Remaja
1. Definisi Remaja
Remaja atau adolesence (Inggris), berasal dari bahasa latin adolescere yamg berarti
tumbuh ke arah kematangan. Kematangan yang dimaksud adalah bukan hanya kematangan
fisik saja, tetapi juga kematangan sosial dan psikologis.
Menurut Santrock (1993) yang dikutip oleh Tarwoto, dkk (2010) remaja didefinisikan
sebagai periode transisi perkembangan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, yang
mencakup aspek biologi, kognitif, dan perubahan sosial yang berlangsung antara usia 1019 tahun.
DeBrun (dalam Rice, 1990) yang dikutip oleh Tarwoto, dkk (2010) mendefinisikan remaja
sebagai periode pertumbuhan antara 22

masa kanak-kanak dengan masa dewasa sedangkan Anna Freud (dalam Hurlock, 1990)
berpendapat bahwa pada masa remaja terjadi proses perkembangan meliputi perubahanperubahan yang berhubungan dengan perkembangan psikoseksual, dan juga terjadi
perubahan dalam hubungan dengan orangtua dan cita-cita mereka, dimana pembentukan
cita-cita merupakan proses pembentukan orientasi masa depan.
2. Pembatasan usia remaja
Lazimnya masa remaja dianggap mulai pada saat anak secara seksual menjadi matang dan
berakhir saat ia mencapai usia matang secara hukum. Menurut Harlock secara umum masa
remaja dibagi menjadi dua bagian yaitu remaja awal dan remaja akhir. Garis pemisah
antara awal masa remaja dan akhir masa remaja terletak kira-kira di sekitar usia tujuh
belas tahun. Awal masa remaja berlangsung kira-kira dari tiga belas tahun sampai enam
belas atau tujuh belas tahun sampai delapan belas tahun. Dengan demikian akhir masa
remaja merupakan periode tersingkat.
Tak jauh berbeda dengan itu Santrock mengatakan, bahwa perkembangan masa remaja
secara global berlangsung antara umur 10-19 tahun, dengan pembagian 10-14 tahun masa
remaja awal, 14-17 tahun masa remaja pertengahan, 17-19 tahun masa remaja akhir.
Sedangkan pada umumnya masa pubertas terjadi antara 12-16 tahun 23

pada anak laki-laki dan 11-15 tahun pada anak perempuan (Monks dan Knoers, 2002).
Batasan usia remaja menurut WHO adalah 12 sampai 24 tahun. Menurut Depkes RI adalah
antara 10 sampai 19 tahun dan belum kawin.
3. Perkembangan masa remaja
Menurut Widyastuti (2009) berdasarkan sifat atau ciri-ciri perkembangan masa (rentang
waktu) remaja ada tiga tahap, yaitu:
a. Masa Remaja Awal (10-12 tahun)
1) Tampak dan memang merasa lebih dekat dengan teman sebaya.
2) Tampak dan merasa ingin bebas.
3) Tampak dan memang lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai
berpikir yang khayal (abstrak).
b. Masa Remaja Tengah (13-15 tahun)
1) Tampak dan merasa ingin mencari identitas diri.
2) Ada keinginan untuk berkencan atau tertarik pada lawan jenis.
3) Timbul perasaan cinta yang mendalam.
4) Kemampuan berpikir abstrak (mengkhayal) makin berkembang.
5) Berkhayal mengenai hal-hal yang berkaitan dengan seks.
24

c. Masa Remaja Akhir (16-19 tahun)


1) Menampakkan pengungkapan kebebasan diri.
2) Dalam mencari teman sebaya lebih selektif.
3) Memiliki citra (gambaran, keadaan, peranan) terhadap dirinya.
4) Dapat mewujudkan perasaan cinta.
5) Memiliki kemampuan berpikir khayal atau abstrak.
C. Pendidikan Kesehatan
1. Definisi Pendidikan Kesehatan
Menurut Nyswander (Mahfudz, 2005) pendidikan kesehatan adalah suatu proses
perubahan pada diri manusia yang ada hubungannya dengan tercapainya tujuan kesehatan
perorangan dan masyarakat. Pendidikan kesehatan bukanlah suatu yang dapat diberikan
oleh seseorang kepada orang lain dan bukan pula sesuatu rangkaian tata laksana yang akan
dilaksanakan ataupun hasil yang akan dicapai, melainkan suatu proses perkembangan yang
selalu berubah secara dinamis dimana seseorang dapat menerima atau menolak keterangan
baru, sikap baru dan perilaku baru yang ada hubungannya dengan tujuan hidup.
Menurut Wood (Mahfudz, 2005) pendidikan kesehatan adalah sejumlah pengalaman yang
berpengaruh secara menguntungkan 25

terhadap kebiasaan, sikap, dan pengetahuan yang ada hubungannya dengan kesehatan
perseorangan, masyarakat, dan bangsa. Kesemuanya ini dipersiapkan dalam rangka
mempermudah diterimanya secara sukarela perilaku yang akan meningkatkan atau
memelihara kesehatan.
2. Tujuan Pendidikan Kesehatan
Menurut Azwar (1983) yang dikutip oleh Mahfudz (2005) membagi perilaku kesehatan
sebagai tujuan pendidikan kesehatan menjadi 3 macam:
a. Perilaku yang menjadikan kesehatan sebagai suatu yang bernilai di masyarakat. Dengan
demikian kader kesehatan mempunyai tanggung jawab di dalam penyuluhannya
mengarahkan kepada keadaan bahwa cara-cara hidup sehat menjadi kebiasaan hidup
masyarakat sehari-hari.
b. Secara mandiri mampu menciptakan perilaku sehat bagi dirinya sendiri maupun
menciptakan perilaku sehat di dalam kelompok. Itulah sebabnya dalam hal ini Pelayana
Kesehatan Dasar (PHC) diarahkan agar dikelola sendiri oleh masyarakat, dalam hal bentuk
yang nyata adalah PKMD, satu contoh PKMD adalah posyandu. Seterusnya dalam
kegiatan ini diharapkan adanya langkah-langkah mencegah timbulnya penyakit.
c. Mendorong berkembangnya dan penggunaan sarana pelayanan kesehatan yang ada
secara tepat. Ada kalanya masyarakat
26

memanfaatkan sarana kesehatan yang ada secara berlebihan. Sebaliknya sudah sakit belum
pula menggunakan sarana kesehatan yang ada sebagaiman mestinya.
3. Sasaran Pendidikan Kesehatan
Sasaran pendidikan kesehatan di Indonesia, berdasarkan kepada program pembangunan
Indonesia, adalah:
a. Masyarakat umum dengan berorientasi pada masyarakat pedesaan.
b. Masyarakat dalam kelompok tertentu, seperti wanita, pemuda, remaja. Termasuk dalam
kelompok khusus ini adalah kelompok lembaga pendidikan mulai dari TK sampai
perguruan tinggi, sekolah agama swasta maupun negeri.
c. Sasaran individu dengan teknik pedidikan kesehatan individual.
4. Metode Pendidikan Kesehatan
Metode Pendidikan Kesehatan menurut Notoatmodjo (2007) adalah:
a. Metode Pendidikan Individual (perorangan)
Dasar digunakannya pendekatan individual ini karena setiap orang mempunyai masalah
atau alasan yang berbeda-beda sehubungan dengan penerimaan atau perilaku baru tersebut.
Agar petugas kesehatan mengetahui dengan tepat serta dapat membantunya maka perlu
menggunakan metode (cara). Bentuk pendekatan ini antara lain:
1) Bimbingan dan penyuluhan (Guidance and counceling). Dengan cara ini kontak antara
klien dengan petugas lebih intensif.
27

2) Wawancara (Interview)
Cara ini sebenarnya merupakan bagian dari bimbingan dan penyuluhan. Wawancara antara
petugas kesehatan dengan klien untuk menggali informasi mengapa ia tidak atau belum
menerima perubahan, apakah ia tertarik atau tidak terhadap perubahan, untuk mengetahui
apakah perilaku yang sudah atau yang akan diadopsi itu mempunyai dasar pengertian dan
kesadaran yang kuat.
b. Metode Pendidikan Kelompok
Dalam memilih metode pendidikan kelompok, harus diingat besarnya kelompok sasaran
serta tingkat pendidikan formal dari sasaran. Untuk kelompok yang besar, metodenya akan
lain dengan kelompok kecil. Efektivitas suatu metode akan tergantung pula pada besarnya
sasaran pendidikan.
1) Kelompok besar
Yang dimaksud kelompok besar di sini adalah apabila peserta penyuluhan itu lebih dari 15
orang. Metode yang baik untuk kelompok besar ini antara lain ceramah dan seminar.
2) Kelompok kecil
Apabila peserta kegiatan itu kurang dari 15 orang biasanya kita sebut kelompok kecil.
Metode-metode yang cocok untuk kelompok kecil ini antara lain:
a) Diskusi kelompok
28

b) Curah pendapat (Brain storming)


c) Bola salju (Snow balling)
d) Kelompok-kelompok kecil (Buzz group)
e) Memainkan peranan (Role play)
f) Permainan simulasi (Simulation game)
c. Metode Pendidikan Massa
Metode pendidikan massa (pendekatan) massa cocok untuk mengomunikasikan pesanpesan kesehatan yang ditujukan kepada masyarakat. Oleh karena sasaran pendidikan ini
bersifat umum, dalam arti tidak membedakan golongan umur, jenis kelamin, pekerjaan,
status sosial ekonomi, tingkat pendidikan, dan sebagainya, maka pesan-pesan kesehatan
yang akan disampaikan harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat ditangkap oleh
massa tersebut. Berikut ini beberapa contoh metode yang cocok untuk pendekatan massa
antara lain:
1) Ceramah umum (public speaking)
2) Pidato-pidato/diskusi tentang kesehatan melalui media elektronik
3) Simulasi
4) Sinetron Dokter Sartika dalam acara TV pada tahun 1990-an
5) Tulisan-tulisan di majalah atau koran
6) Billboard
29

D. Perilaku
1. Definisi Perilaku
Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai
bentangan yang sangat luas antara lain: berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja,
kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang
dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmojo,
2007)
Menurut Skiner, seperti yang dikutip oleh Notoatmojo (2007), merumuskan bahwa
perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari
luar. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme,
dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skiner ini disebut S-O-R atau
Stimulus - Organisme Respon.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku
Menurut Lawrence Green (1980) dalam Notoatmojo (2007), faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku antara lain:
a. Faktor Predisposisi (predisposing factor), yang terwujud dalam sikap, pengetahuan,
kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.
b. Faktor Pendukung (enabling factor), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia
atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas
30

atau sarana-sarana kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat steril dan


sebagainya.

c. Faktor Pendorong (reinforcing factor), yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas
kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.
E. Pengetahuan
1. Definisi Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu (Notoatmojo, 2003). Dalam pengertian lain,
pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui
pengamatan akal. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan akal budinya untuk
mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan
sebelumnya.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk
tindakan seseorang (overt behavior). Suatu perbuatan yang didasari oleh pengetahuan akan
lebih langgeng daripada perbuatan yang tidak didasari oleh pengetahuan, dan orang yang
mengadopsi perbuatan dalam diri seseorang tersebut akan terjadi proses sebagai berikut:
a. Kesadaran (awareness) di mana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui
terlebih dahulu terhadap obyek (stimulus).
31

b. Merasa tertarik (interest) terhadap stimulus atau objek tertentu. Di sini sikap subyek
sudah mulai timbul.
c. Menimbang-nimbang (evaluation) terhadap baik dan tidaknya terhadap stimulus
tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah tidak baik lagi.
d. Trial, di mana subyek mulai melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki
oleh stimulus.
e. Adopsi (adoption), di mana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
2. Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat (Notoatmojo,
2003), yaitu:
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap
suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
Oleh sebab itu, tahu ini adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
b. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek
yang diketahui dan dapat menginterpretasi mataeri tersebut secara benar. 32

c. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari
pada situasi atau kondisi sebanarnya (riil). Aplikasi di sini dapat diartikan aplikasi atau
penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, adanya prinsip terhadap objek yang dipelajari.
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek ke dalam
komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih
ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan
bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dalam kata lain sintesis itu
suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan suatu justifikasi atau penilaian
terhadap suatu materi atau objek. 33

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan


Pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh 6 faktor (Notoatmojo, 2007), yaitu:
a. Pendidikan
Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di
dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi
proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang tersebut untuk
menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan cenderung untuk
mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa. Semakin banyak
informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang di dapat tentang kesehatan.
Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana diharapkan seseorang
dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya.
Namun perlu ditekankan bahwa seseorang yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak
diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan non
formal. Pengetahuan seseorang tentang suatu obyek juga mengandung dua aspek yaitu
aspek positif dan negatif. Kedua aspek inilah yang akhirnya akan menentukan sikap
seseorang terhadap obyek tertentu. Semakin banyak aspek positif dari obyek 34

yang diketahui, akan menumbuhkan sikap makin positif terhadap obyek tertentu.
b. Mass media / informasi
Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal dapat
memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga menghasilkan
perubahan atau peningkatan pengetahuan. Majunya teknologi akan tersedia bermacammacam media massa yang dapat mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang inovasi
baru.
Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat
kabar, majalah dan lain-lain mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan
kepercayaan orang. Dalm penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa
membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini sesorang.
Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi
terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut.
c. Sosial budaya dan ekonomi
Kebiasaan dan tradisi adalah hal yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran
apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian seseorang akan bertambah
pengetahuannya walaupun tidak melakukan. Status ekonomi seseorang juga akan
menentukan 35

tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk keguatan tertentu, sehingga stasus sosial
ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan seseorang.
d. Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar individu, baik lingkungan fisik,
biologis maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan
ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya
interaksi timbal balik atauapun tidak yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap
individu.
e. Pengalaman
Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran
pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam
memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu. Pengalaman belajar dalam bekerja yang
dikembangkan memberikan pengetahuan dan ketrampilan profesional serta pengalaman
belajar selama bekerja akan dapat memgembangkan kemampuan mengambil keputusan
yang merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang
bertolak belakang dari masalah nyata dalam bidang kerjanya. 36

f. Usia
Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertamabah
usia akan semakin berkembang pula daya tangakap dan pola pikirnya, sehingga
pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Pada usia madya, individu akan lebih
berperan aktif dalam sosial serta lebih banyak melakukan persiapan demi suksesnya upaya
menyesuaikan diri menuju usia tua. Selain itu orang usia madya akan lebih banyak
menggunakan banyak waktu untuk membaca. Kemampuan intelektual, pemecahan
masalah, dan kemampuan verbal dilaporkan hampir tidak ada penurunan pada usia ini.
F. Bidan
1. Pengertian
Dengan memperhatikan aspek sosial budaya dan kondisi masyarakat Indonesia, maka
Ikatan Bidan Indonesia (IBI) menetapkan bahwa bidan Indonesia adalah seorang
perempuan yang lulus dari pendidikan Bidan yang diakui pemerintah dan organisasi
profesi di wilayah Negara Republik Indonesia serta memiliki kompetensi dan kualifikasi
untuk diregister, sertifikasi dan atau secara sah mendapat lisensi untuk menjalankan
praktik kebidanan. 37

2. Tugas pokok dan fungsi


a. Melaksanakan asuhan kebidanan kepada ibu hamil (Ante Natal Care)
b. Melakukan asuhan persalinan fisiologis kepada ibu bersalin (Post Natal Care)
c. Menyelenggarakan pelayanan terhadap bayi baru lahir (kunjungan neanatal)
d. Mengupayakan kerjasama kemitraan dengan dukun bersalin di wilayah kerja
puskesmas.
e. Memberikan edukasi melalui penyuluhan kesehatan reproduksi dan kebidanan.
f. Melaksanakan pelayanan Keluarga Berencana (KB) kepada wanita usia subur (WUS).
g. Melakukan pelacakan dan pelayanan rujukan kepada ibu hamil risiko tinggi (bumil risti)
h. Mengupayakan diskusi audit maternal perinatal (AMP) bila ada kasus kematian ibu dan
bayi.
i. Melaksanakan mekanisme pencatatan dan pelaporan terpadu pelayanan puskesmas.
38

Proses perubahan perilaku


Predisposing Factors
1.Pengetahuan dasar
2.Kepercayaan pada pengajar
Enabling Factors
Ketersediaan sarana dan
prasarana/fasilitas

Reinforcing Factors
Dukungan, pengetahuan,
sikap dari keluarga,
petugas kesehatan dan
tokoh masyarakat
Pemberdayaan
Masyarakat

Pemberdayaan Sosial
Training
Komunikasi Penyuluhan
Pendidikan Kesehatan
(Promosi Kesehatan)
VARIABEL BEBAS

Pendidikan Kesehatan tentang anemia pada siswa sebelum dan sesudah


VARIABEL TERIKAT
Pengetahuan tentang anemia pada siswa
G. Kerangka Teori
Gambar 2.1 Kerangka Teori
Sumber: Notoatmojo S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
H. Kerangka Konsep
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
I. Hipotesis
Ada perbedaan yang signifikan pengetahuan tentang anemia sebelum dan sesudah penyuluhan.
39

Anda mungkin juga menyukai