Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
Di era globalisasi ini tingkat moralitas bagi anak di Indonesia masih
sangat tinggi 40/1000 kelahiran hidup. Hal ini menunjukkan tingkat pengetahuan
dan pemahaman orang tua tentang pemeliharaan dan perawatan serta hygieni diri /
perorangan dan lingkungan masih kurang.
Kejang demam merupakan penyakit yang mempunyai komplikasi yang
sangat berbahaya, seperti kerusakan sel otak, cedera, anoksia. Oleh karena itu
perlu perawatan yang intensif yang meliputi perawatan secara medik, terapeutik,
supportif yang dapat segera dilaksanakan. Maka diperlukan kerja sama yang baik
antara tenaga kesehatan dan keluarga dalam mencegah terjadinya bahaya tersebut,
dengan cara memberi penyuluhan dan pemahaman tentang arti pentingnya
kebersihan baik diri, keluarga dan lingkungan. Oleh karena itu penulis tertarik
untuk mengangkat kasus kejang demam ini sebagai laporan asuhan kebidanan
pada anak.
Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering
dijumpai pada anak. Kejang ini terjadi karena adanya kenaikan suhu tubuh yang
disebabkan oleh proses ekstrakranium. Penyebab demam terbanyak adalah infeksi
saluran pernapasan bagian atas, kemudian disusul dengan infeksi saluran
pencernaan. Insiden terjadinya kejang demam terutama pada anak umur 6 bulan
sampai 4 tahun. Hampir 3% dari anak yang berumur dibawah 5 tahun pernah
menderita kejang demam. Kejang demam lebih sering didapatkan pada anak lakilaki dari pada perempuan. Hal tersebut disebabkan karena para wanita didapatkan
maturasi serebral yang lebih cepat dibandingkan dengan laki-laki.
Hal inilah yang menjadi latar belakang penulisan laporan kasus ini.
Penulis berharap agar karya tulis ini dapat berguna bagi semua pihak yang
memerlukan, khususnya sesama rekan tenaga kesehatan guna menambah
pengetahuan, kemampuan mengatasi kejang demam, yang mencakup apa kejang
demam, bagaimana cara penanganannya, dan komplikasi yang terjadi jika kejang
demam tidak segera ditangani dengan cepat dan tepat.

BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama

: An. F

Umur

: 4 tahun

JenisKelamin

: Perempuan

Agama

: Islam

Alamat

: Candimulyo, RT 013/002, Magelang

Tanggal Masuk IGD

: 15-11-2015, pukul 01.00 WIB

Tanggal Masuk Bangsal

: 15-11-2015, pukul 02.00 WIB

ANAMNESA
Anamnesa dilakukan secara alloanamnesis terhadap pasien pada tanggal
15-11-2015, pagi menjelang siang di Bangsal Flamboyan RST Dr. Soedjono.
a. Keluhan Utama
Pasien datang ke IGD RST Dr. Soedjono, kejang 1 jam SMRS
kurang lebih selama 1 menit.
b. Keluhan Tambahan
Demam, batuk, dan pilek
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Berdasarkan alloanamnesis dari ibu pasien, pasien mengalami kejang sejak
1 jam SMRS selama kurang lebih 1 menit. Kejang dengan kedua lengan anak
menekuk dan kedua kaki lurus. Saat kejang mata melirik ke atas. Kejang hanya 1x
selama 24 jam. Keluhan disertai demam sejak 18 jam SMRS, batuk dan pilek
sejak 1 hari sebelumnya. Pasien sadar setelah mengalami kejang. Suhu sebelum
kejang ibu tidak mengetahui. Pasien sempat berobat ke bidan untuk mengatasi
demamnya dan suhu sempat turun. Diare disangkal, sesak disangkal, riwayat sakit
telinga disangkal. BAB dan BAK normal. Tidak ada riwayat trauma/kontak
dengan luka yang kotor.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


Saat usia 2,5 tahun pasien pernah mengalami hal yang serupa. Sifat kejang
sama seperti apa yang dirasakan sekarang. Durasi saat itu sekitar 5 menit. Suhu
sebelum kejang saat itu 40oC. Kejang hanya 1x selama 24 jam.
RIWAYAT PENGOBATAN
Diberikan obat penurun panas syrup paracetamol
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Riwayat epilepsi (-), riwayat kejang demam (+) pada ayah pasien.
PEMERIKSAAN FISIK
a. Status Generalis
Keadaan Umum :Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Tanda Vital
N

: 90x/menit

RR

: 32x/menit

: 38,3o C, saat masuk IGD 40,1 o C

BB : 15 Kg
Kepala
Bentuk

: Normocephal

Rambut

: Hitam, tidak mudah dicabut

Mata
Palpebra

: Edema /

Pupil

: Bulat, isokor

Konjungtiva

: Anemis/

RefleksCahaya : +/+

Sklera

: Ikterik/

Cekung: -/-

Telinga
Bentuk : Normal/Normal

Serumen

: /

Liang : Lapang

MembranTimpani:Intak/Intak

Mukosa:Tidak hiperemis

Hidung
Bentuk

: Normal

Deviasi Septum :
Sekret

: /

Concha

: Hipertrofi/, hiperemis/, oedem/

Mulut
Bibir : kering

Tonsil

: T1T2tenang

Lidah : Tidak kotor

Mukosa Faring: Hiperemis (-)

Leher
KGB

: Tidak terdapat pembesaran

Kel. Thyroid : Tidak terdapat pembesaran

Thoraks
Paru
-

Inspeksi
: Hemithorax kanan-kiri simetris dalam keadaan
statis dan dinamis
Palpasi
: Fremitus taktil dan vocal kanan sama dengan kiri
Perkusi
: Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi
: Suara nafas vesikuler, rhonki/, wheezing /

Jantung
Inspeksi

: Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi

: Ictus cordis tidak teraba

Perkusi

: Jantung dalam batas normal

Auskultasi

: BJ IBJ II reguler, murmur (), gallop ()

Abdomen

Inspeksi

: Datar, simetris

Auskultasi

: Bising usus(+) normal

Palpasi

: Supel

Perkusi

: Timpani

Ekstremitas
Atas
Akral

: Hangat

Perfusi

: Baik

Sianosis

: ()

Edema

: ()

Bawah
Akral

: Hangat

Sianosis

: (-)

Perfusi

: Baik

Edema

: (-)

Status Neurologis:
PCS: E4V5M6 = 15

Refleks Patologis:
Babinsky: (-)

Meningeal Sign:

Refleks Fisiologis:

Kaku kuduk: (-)

Tricep: +2

Brudzinsky I IV: (-)

Biceps brachialis: +2

Laseque: (-)

Patella: +2

Kernig:(-)

Achilles: +2

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium 15-11-2015, jam 11.00 WIB
Paramete
r
WBC
LYM %
MID%
GRAN%

Result
14.5
49.7
5.6
44.7

LYM#

2.9

MID#

1.3

GRAN#

2.7

RBC
HGB
HCT
MCV
MCH
MCHC
RDW_CV
RDW_SD

4.60
12.1
34.4
74.8
24.7
40.4
14,8
33.1

PLT
MPV
PDW
PCT

227
6.4
10.4
0.15

Unit
X
10^3/U
L
%
%
%
X
10^3/UL
X
10^3/UL
X
10^3/UL
x10^6/U
L
g/dl
%
f
pg
g/dl
%
f
X
10^3/UL
f
f
%

DIAGNOSIS KERJA
Kejang Demam Simpleks ec ISPA
DIAGNOSIS BANDING
Kejang intrakranial:
1. Meningitis
2. Ensefalitis
Kejang ekstrakranial:
1. Kejang Demam

PLAN TERAPI

Range
4.0-10.0
20.0-40.0
1.0-15.0
50.0-70.0
0.6-4.1
0.1-1.8
2.0-7.8
3.50-5.50
11.0-15.0
36.0-48.0
80.0-99.0
26.0-32.0
32.0-36.0
11.5-14.5
39.0-46.0
150-450
7.4-10.4
10.0-14.0
0.2-0.5

Inf D5 1/2 NS 1200ml/24 jam.


Norages 150 mg k/p
Lapixim 3x500 mg
Lapifed DM 3x1/4 cth
Sanmol 175 mg
Stesolid 0,3 mg
Puyer 3x1

PLAN FOLLOW UP
Hari/Tanggal/
Jam
16/11/2015

Hasil Pemeriksaan

Instruksi Dokter

S : kejang (-), demam (+), batuk (+), Therapy:


pilek (+). BAB dan BAK normal.

O: KU/KS : tampaksakitsedang / CM
VS :
N : 120x/menit
R : 32 x/menit

S : 38 oC
Kepala : normochepal
Mata

Inf D5 1/2 NS 1200


ml/24 jam.
Lapifed DM 3x1/4 cth
Lapixim 3x500 mg
Norages 150mg k/p
Sanmol 175 mg
Stesolid 0,3 mg
Puyer 3x1

: CA /, SI /

Hidung: rinorhe (-)


Thorax : Simetris, statis&dinamis,
retraksi (-)
Pulmo : Suaranafasvesikuler +/+,
Rh -/- , Wh -/Cor : SI>S2 regular, murmur (),
gallop ()
Abdomen: BU (+) normal, nyeritekan
()
+
+

+
+

17/11/2015

Ekstremitas : akralhangat
edem
A : kejang demam simpleks ec ISPA
S : demam (+), batuk (+), pilek (+), Therapy:
mual (-), muntah (-), belum BAB 1

Inf D5 1/2 NS 1200

hari, BAK normal, kejang (-)


O: KU/KS : tampaksakitsedang / CM
VS :
N : 100x/menit

R : 32 x/menit
S : 37,8 oC

ml/24 jam.
Lapifed DM 3x1/4 cth
Lapixim 3x500 mg
Norages 150 mg k/p
Sanmol 175 mg
Stesolid 0,3 mg
Puyer 3x1

Kepala : normochepal
Mata

: CA /, SI /

Hidung: rinorhe (-)


Thorax : Simetris, statis&dinamis,
retraksi (-)
Pulmo : Suaranafasvesikuler +/+,
Rh -/- , Wh -/Cor : SI>S2 regular, murmur (),
gallop ()
Abdomen: BU (+) normal, nyeritekan
()
+
+

+
+

18/11/2015

Ekstremitas : akralhangat
edem
A : Kejang Demam Simpleks ec ISPA
S : demam (+), batuk (+), pilek (+), Therapy:
mual (-), muntah (-),BAB dan BAK

normal, kejang (-).


O: KU/KS : tampak sakit sedang / CM
VS :
N : 96x/menit
R : 24 x/menit
S : 37o C
Kepala : normochepal
Mata

: CA /, SI /

Hidung: rinorhe (-)


Thorax : Simetris, statis & dinamis,
retraksi (-)

Inf D5 1/2 NS 1200


ml/24 jam.
Lapifed DM 3x1/4 cth
Lapixim 3x500 mg
Norages 150 mg k/p
Sanmol 175 mg
Stesolid 0,3 mg
Puyer 3x1

Pulmo : Suaranafasvesikuler +/+,


Rh -/- , Wh -/Cor : SI>S2 regular, murmur (),
gallop ()
Abdomen: BU (+) normal, nyeritekan
()
+
+

+
+

Ekstremitas : akralhangat
edem
A : kejang demam simpleks ec ISPA

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A.

Definisi
Kejang demam (febrile convulsion) adalah kejang yang terjadi pada kenaikan suhu

tubuh (suhu rectal lebih dari 380 ) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Kejang demam
merupakan kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada anak, terutama pada
golongan anak umur 6 bulan sampai 4 tahun. Hampir 3% dari anak yang berumur dibawah 5
tahun pernah menderita kejang demam. Pada percobaan yang dilakukan pada binatang, suhu
yang tinggi menyebabkan terjadinya kejang.
B.

Etiologi
Penyebab demam itu sendiri disebabkan oleh:

1.

Demam yang disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan atas, otitis media, pneumonia,

gastroentritis, dan infeksi saluran kemih, kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi.
2.

Efek produk toksik pada mikroorganisme

3.

Respon alaergik atau keadaan umum yang abnormal oleh infeksi.

4.

Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit.

5.

Ensefalitis viral ( radang otak akibat virus ) yang ringan, yang tidak diketahui atau

enselofali toksik sepintas.


Menurut staf pengajar ilmu kesehatan anak FKUI (1985: 50) faktor presipitasi kejang
demam: cenderung timbul 24 jam pertama pada waktu sakit demam atau dimana demam
mendadak tinggi karena infeksi pernapasan bagian atas. Demam lebih sering disebabkan oleh
virus daripada bakterial.
C.

Patologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan energi

yang didapat dari metabolisme. Bahan baku metabolisme otak yang terpenting adalah
glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dengan perantara fungsi paru-paru dan diteruskan ke
otak melalui sistem kardiovaskuler. Dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa sumber energi
otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi yang dipecah menjadi karbondioksida dan
air.
Pada keadaan demam kenaikan suhu 10C akan mengakibatkn kenaikan metabolisme
basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak umur 3 tahun

sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewaa yang
hanya 15%. Oleh karena itu, kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari
membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion
natrium melalui membrane tersebut dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas
muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapt meluas keseluruh sel maupun membran
sel disekitarnya dengan bantuan yang disebut neurotransimitter dan terjadi kejang. Tiap
anak memiliki ambang kejang yang berbeda dan tergangtung tinggi rendahnya ambang
kejang seseorang. Anak akan menderita kejang pada suhu tertentu. Pada anak dengan ambang
kejang yang rendah, kejang akan terjadi pada suhu 38 0C sedangkan anak dengan ambang
kejang yang tinggi, kejan akan terjadi pada suhu 40 0C atau lebih. Dari kenyataan ini dapat
disimpulkan bahwa berulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada anak dengan
ambang kejangg yang rendah. Dalam penanggulannya perlu memperhatikan pada tingkat
suhu beberapa pasien menderita kejang.
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak
meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit)
biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot
skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapia, asidosis laktat disebabkab oleh
metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu
tubuh makin meningkat yang disebabkan makin meningkaynya aktifitas otot dan selanjutnya
mneyebabkan metabolisme otak meningkat.
Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan
neuron otak selama berlangsungnya kejan lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran
darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permehabilitas kapiler dan timbul
odema otak yang mengakibatkan kerusakan neuron otak. Kerusakan pada daerah medial
lobus temporalis setelah mendapatkan serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi
matang dikemudian hari sehingga terjadi serangan epilepsy yang spontan. Karena itu
kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak
sehingga terjadi epilepsi.

D.

Manifestasi klinik (Tanda gejala)


Kebanyakan kejang demam berlangsung singkat, bilateral, serangan berupa kronik

atau tonik-klonik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak
memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak

terbangun dan sadar kembali tanpa adanya kelainan saraf. Kejang demam dapat berlangsung
lama atau parsial. Pada kejang yang unilateral kadang-kadang diikuti oleh hemiplegi yang
menetap. Kejang demam terkait dengan suhu yang tinggi dan biasanya berkembang bila suhu
tubuh mencapai 390C atau lebih, ditandai dengan adanya kejang khas menyeluruh lamanya
beberapa detik sampai 10 menit. Kejang demam yang menetap >15 menit menunjukkan
penyebab organik seperti proses infeksi atau toksik, selain itu juga dapat terjadi mata terbalik
keatas dengan disertai kekakuan dan kelemahan serta gerakan sentakan berulang.

E.

Komplikasi
Komplikasi kejang demam umumnya berlangsung 15 menit yaitu:

1.

Kerusakan otak yang terjadi melalui mekanisme eksitotoksik neuron saraf yang aktif

sewaktu kejang melepaskan glutamat yang mengikat resptor yang mengakibatkan ion kalsium
dapat masuk ke sel otak yang merusak sel neuron secara irrevesible.
2.

Retardasi mental dapat terjadi karena deficit neurologis ada demam neonatus.

F.

Penatalaksanaan Medis
Dalam penanggulangan kejang demam sederhana adapun penatalaksanaan medisnya

sebagai berikut:
1.

Mengatasi kejang dengan memberikan obat anti kejang


Obat piliha utama adalah Diazepam yang diberikan secara intravena. Keampuhan

diazepam ini yang diberikan secara intravena tidak perlu dipersoalkan lagi karena
keberhasilan untuk menkan kejag sekitar 80% - 90%. Efek terapeutiknya sangat cepat, kirakira 30 detik sampai 5 menit dan efek toksiknya yang serius hampir tidak dijumpai apabila
diberikan secara perlahan dan dosisnya tidak melebihi 50 mg per suntikan. Dosisnya
diberikan sesuai dengan berat badan, biasanya dosis rata-rata yang dipakai 0.3 mg/kg BB/
kali maksimum 5 mg pada anak berumur kurang dari 5 tahun, dan 10 mg pada anak yang
lebih besar. Diazepam dapat diberikan secara berulang pada kejang tetapi tidak dianjurkan
untuk digunakan pada dosis yang tinggi.
2.

Membebaskan jalan nafas, oksigenasi secukupnya.

3.

Menurunkan panas bila demam atau hipereaksi, dengan kompres seluruh tubuh dan bila

telah memungkinkan dapat diberikan paracetamol 10mg/kg BB/kali kombinasi diazepam 0,3
mg/ kg BB.

4.

Memberikan cairan yang cukup bila kejang berlangsung cukup lama kurang dari 10

menit, dengan IV : D5 NS, D5 1/5, RL


BAB IV
ANALISIS KASUS
Pasien An. F, perempuan (4 tahun) datang ke IGD RST Soedjono berdasarkan
alloanamnesis dari ibu pasien, pasien mengalami kejang sejak 1 jam SMRS selama kurang
lebih 1 menit. Kejang dengan kedua lengan anak flexi dan kedua tungkai ekstensi. Saat
kejang mata melirik ke atas. Kejang hanya 1x selama 24 jam. Keluhan disertai demam sejak
18 jam SMRS, batuk dan pilek sejak 1 hari sebelumnya. Pasien sadar setelah mengalami
kejang. Suhu sebelum kejang ibu tidak mengetahui. Pasien sempat berobat ke bidan untuk
mengatasi demamnya dan suhu sempat turun. Diare disangkal, sesak disangkal, riwayat sakit
telinga disangkal. BAB dan BAK normal. Tidak ada riwayat trauma/kontak dengan luka yang
kotor.
Untuk menegakkan diagnosis penyakit pada pasien tersebut, dilakukan anamnesis secara
menyeluruh yang meliputi keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu,
riwayat penyakit keluarga, riwayat alergi, dan riwayat sosial. Dari anamnesis lebih lanjut setelah
anamnesis keluhan utama dan riwayat penyakit sekarang, diketahui bahwa ayah pasien saat kecil
memiliki riwayat kejang demam, dan saat pasien umur 2,5 pernah demam dengan suhu 40 oC.
Pasien tidak memiliki riwayat mondok sebelumnya dan riwayat menderita demam berdarah
dengue (DBD).
Langkah selanjutnya adalah melakukan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan yang dilakukan
pertama adalah pemeriksaan tanda vital suhu 40,1oC per aksilar, nadi 90 kali per menit, frekuensi
nafas 32 kali per menit. Frekuensi nadi, dan frekuensi nafas berada dalam batas normal. Suhu
tubuh yang meningkat menunjukkan demam. Pemeriksaan fisik pada kepala didapatkan
normocephal, pada mata didapatkan konjungtiva anemis (-) sklera ikterik (-), udem palpebra (-),
pada hidung didapatkan nafas cuping hidung (-), discharge (-), pada mulut didapatkan mukosa
basah (-), sianosis (-) faring dan tonsil tidak hiperemis, pembesaran tonsil (-), pada leher tidak
didapatkan pembesaran kelenjar getah bening, pada thoraks didapatkan retraksi (-), pada jantung
didapatkan bunyi jantung I-II intensitas normal, regular, dan bising (-), pada pulmo didapatkan
suara dasar vesikuler (+), suara tambahan (-), pada abdomen didapatkan dinding abdomen dan
dinding abdomen sejajar, bising usus (+) normal, suara perkusi timpani, konsistensi saat palpasi
supel, serta tidak teraba hepar dan lien. Pada ekstremitas pasien tidak didapatkan akral dingin,

udem, dan anemis. Capillary refill time (CRT) kembali kurang dari dua detik dan arteri dorsalis
pedis teraba kuat.
Untuk lebih mengarahkan diagnosis pada pasien ini, kemudian dilakukan pemeriksaan
penunjang untuk lab darah. Hasil lab darah hematologi rutin pada tanggal 15 Novemeber 2015
pukul 11.00 WIB di Laboratorium Patologi Klinik RST menunjukkan kadar Hb (12,1 g/ dl),
kadar Hct (34,4%), kadar leukosit (14,5 ribu/ l), kadar trombosit (227 ribu/ l).
Hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan
pada pasien mengarahkan diagnosis banding bahwa pasien mengalami febris konvulsif, ISPA
dengan manifestasi kejang disertai demam dan batuk. Pasien An. A didiagnosis mengalami febris
konvulsif karena mengalami kejang selama 1 menit yang di sertai demam dan geajala ISPA
berupa batuk.
Terapi awal yang diberikan pada tanggal 15 November 2015 sesuai hasil anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium adalah Inf D5 1/2 NS 1200 ml/24 jam, Lapifed
DM 3x1/4 cth, Lapixim 3x500 mg, Norages 150 mg k/p, sanmol 175 mg + stesolid 0,3 mg
( puyer 3x1)
Cairan parenteral berupa D5 1/2 NS diberikan sebagai terapi suportif. Sanmol dan
stesolid diberikan untuk menurunkan demam pasien dan mencegah kemungkinan terjadinya
kejang berulang. Antibiotik lapixim diberikan indikasi ispa.

DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, aziz alimun. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba.
Suriadi, dkk2001. Askep Pada Anak. Jakarta. Pt Fajar Interpratama.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 2000. Buku Kuliah Dua Ilmu KesehatanAnak.
Jakarta : Percetakan Info Medika Jakarta.
Behrman, Kliegmen dan Arvin. 2000. Ilmu Kesehatan Anak, penerbit Buku Kodektoren EGC,
Jakarta.
Mansjoer Arif dkk, Kapita Selecta Kedokteran, Edisi Ke 3 Jilid I, FKUI.

Anda mungkin juga menyukai