Anda di halaman 1dari 4

Nama : Feriska Dinda Reina

Nim : 201410110311294 / III-F

Kronologi konflik :

Pada oktober 2013 , pemerintah Republik Demokratik Timor Leste membangun jalan
di dekat perbatasan Timor Leste , dimana menurut warga timor tengah utara, jalan tersebut
telah melintasi wilayah NKRI sepanjang 500 m dan juga menggunakan zona bebas sejauh 50
m. padahal berdasarkan nota kesepahaman kedua Negara pada tahun 2005, zona bebas ini
tidak boleh dikuasai secara sepihak, baik oleh Indonesia maupun timor leste . selain itu ,
pembangunanjalan oleh timur leste tersebut merusak tiang-tiang pilar perbatasa , merusak
pintu gudang genset pos penjagaan perbatasan milik Indonesia , serta merusak Sembilan
kuburan orang tua warga nelu , kec.Naibenu , Kab. Timor Tengah Utara.
Pembangunan jalan baru tersebut kemudian memacu terjadinya konflik antara warga
Nelu , Indonesia dengan warga Leolbatan , Timor Leste pada senin ,14 oktober 2013. Mereka
saling lempar batu dan kayu. Aksi ini semakin besar karena melibatkan anggota polisi
perbatasan timor leste (cipol) yang turut serta dalam aksi yang saling lempar tersebut. Dari
aksi tersebut , enam warga leolbatan dan satu anggota cipol menderita luka parah , sementara
dari sisi Indonesia hanya ada satu warga Nelu yang menderita luka ringan.
Setelah jatuhnya korban dari kedua belah pihak, aksi saling serang kemudian
dihentikan . namun demikian, warga masih berjaga-jaga di perbatasan masing-masing .
eskalasi konflik semakin , meningkat setelah terjadi insiden penggiringan 19 ekor sapi milik
warga Indonesia yang diduga digiring oleh warga Timor Leste masuk ke wilayah mereka
.selanjutnya, 10 warga Indonesia didampingi enam anggota TNI satgas-pamtas masuk ke
wilayah timor leste untuk mencari 19 ekor sapi tersebut. Sementara itu, ratusan warga lainnya
dari empatdesa di kecamatan Naibenu berjaga-jaga di perbatasan dan siap perang melawan
warga leolbatan., desa kosta,kecamatan kota, distrik oekussi, Timor Leste. Berita terakhir
yang terkumpul dari media masa , warga masih berjaga-jaga diperbatasan (tempo, 18 oktober
2013)
Konflik tersebut bukan pertama kali terjadi di perbatasan Indonesia- timor leste . satu
tahun sebelumnya , konflik juga terjadi di perbatasan timur tengah utara oecussi. Pada 31
juli 2012 , warga desa haumeni ana, kec bikomi utara bentrok dengan warga passabe, distrik
oecussi, timor leste.bentrokan inin dipicu oleh pembangunan kantor pelayanan bea cukai,
imigrasi, dan karantina (CIQ) Timor leste di zona netral yang masih disengketakan , bahkan
di tuduh telah melewati batas dan masuk ke wilayah Indonesia sejauh 20 m. tanaman dan
pepohonan di tanah tersebut dibabat habis oleh pihak timor lestesetelah terlibat aksi saling
ejek, wargadari keduanegara kemudian saling lempar batu dan benda tajam sebelum akhirnya
dilerai oleh aparat TNI perbatasan dan tentara timor leste.

Analisis Konflik :

Perlu kita ketahui bahwa Yurisdiksi/kedaulatan negara atas wilayah dipandang dan
diinterprestasikan di dalam hukum Romawi sebagai milik. Di dalam praktek internasional
adanya kaitan yang erat antara kedaulatan (sovereignty) dan milik (property) dipakai
menetapkan keabsahan dari hak suatu negara terhadap wilayah tertentu dan rakyatnya. Dalam
aspek hukumnya kedaulatan meliputi suatu konsepsi yang lebih luas dan fundamentil yakni :
hak berdasarkan hukum dan hak yang melekat pada seseorang raja atau bangsa atas suatu
wilayah.
Dengan demikian dari kasus sengketa perbatasan antara indonesia dan timor leste ini
menganut teori hukum internasional Yurisdiksi eksklusif karena seperti yang kita ketahui
Yurisdiksi eksklusif muncul sebagai akibat adanya keinginan dari kemampuan negara-negara
untuk mengeksploitasi dasar laut dan tanah di bawahnya serta mengeksploitasi sumber daya
alamnya. Dan dilihat dari kasus sengketa tersebut secara lebih khusus, untuk sengketa dan
konflik perbatasan antara indonesia dan timor leste ada 2 faktor lagi yang mempengaruhi
terjadinya konflik yaitu terjadi perbedaan interpretasi mengenai mana perbatasan kedua
Negara dari sudut pandang Indonesia pemerintah dan warganya menganggap bahwa zona
netral adalah zona yang masih belum ditetapkan statusnya sebagai milik Negara Indonesia
atau timor leste ,sehingga harus dikosongkan dari segala aktivitas warga . dan terkait dengan
aspek sosial budaya , yaitu masih terdapat sentiment negative antarwarga Indonesia dengan
warga timor leste . sebenarnya warga timor tengah utara dan oecussi di perbatasan berasal
dari nenek moyang yang sama, yaitu sama-sama orang timor, baik itu suku tetun , marae
(Bunak), Kemak dan Dawan. Hubungan kekerabatan pun sudah lama terjalin , apalagi timor
leste pernah menjadi bagian dari Indonesia sejak tahun 1975 hingga 1999 , Sengketa
perbatasan yang terjadi antara Indonesia dan timor leste memang lebih disebabkan perebutan
lahan petanian (sumber daya alam) antara kedua warga negara yakni warga desa Haumeni
Ana, Kecamatan Bikomi Nilulat, Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur dan
warga Pasabbe, Distrik Oecussi, Timor Leste sehingga dari faktor-faktor tersebut
menimbulkan sengketa dari kedua negara .
Konflik sendiri secara umum didefinisikan sebagai situasi dimana dua atau lebih aktor
berjuang untuk mendapatkan sumber langka dalam waktu yang sama,atau setidaknya aktoraktor tersebut mempunyai posisi yang dipersepsikan dan diyakini berlawanan dalam satu
waktu yang sama Perbatasan wilayah negara pada hakekatnya mengandung potensi strategis
dalam segala aspek kehidupan bernegara dan berbangsa antara negara yang berbatasan
wilayahnya, baik yang bernilai positif maupun negatif khususnya aspek politik luar negeri
dan aspek pertahanan keamanan negara di daerah perbatasan tersebut. Paul K. Huth juga
menjelaskan ada tiga faktor mengapa wilayah perbatasan sering disengketakan dan menjadi
pemicu konflik, yaitu kandungan sumber daya alamnya, Komposisi agama dan etnis dalam
populasinya, dan lokasinya yang strategis secara militer
Dengan demikian timbul penyelesain masalah yang dilakukan dari kedua negara
tersebut yaitu dari sisi Indonesia sudah melakukan berbagai tindakan untuk menyelesaikan
masalah ini, baik tindakan yang bersifat jangka pendek (penyelesaian konflik yang terjadi )
maupun tindakan yang bersifat jangka panjang (penyelesaian sumber konflik) .pada

penyelesaian yang bersifat jangka pendek, untuk konflik yang terjadi tahun 2012, aparat TNI
dari korem 161 wirasakti kupang berhasil menghentikan pembangunan kantor QIC yang
dilakukan oleh pihak timor leste. Menurut komandan korem, pembangunan tersebut sudah
melewati tapal batas Indonesia sejauh 20 m sehingga TNI meminta timor leste agar segera
menghentikan pembangunan tersebut. Sambil menunggu penyelesaian lebih lanjut, TNI
bersama tentara timor leste berhasil menghentikan konflik antarwarga perbatasan kedua
Negara dan menciptakan kondisi yang kondusif kembali. Dari kasustersebut , Indonesia
mendapat pembelajaran bahwa kekuatan TNI yang ditempatkan di titik titik perbatasan
ternyata masi kurang dalam menghentikan konflik antarwarga perbatasan , sehingga
komandan korem di kupang perlu dating sendiri ke lokasi konflik. Oleh karena itu dalam
jangka panjang , kekuatan TNI di titik perbatasan perlu di tambah agar di masa yang akan
dating konflik-konflik tersebut bisa diantisipasi.
Namun , dalam kasus 2013 keterlibatan anggota keamanana dari kedua Negara baik
cipol-nya timor leste maupun TNI-nya Indonesia, justru membuat konflik ini semakin besar.
Dengan kekuatan senjata api yang mereka pegang, keterlibatan aparat keamanan justru
semakin meningkatkan eskalasi konflik dan menimbulkan korban yang lebih besar . padahal
aparat keamanan ini seharusnya bisa menjadi functional actor yang bisa menenangkan warga
dari Negara masing-masing untuk tidak melakukan aksi kekerasan , seperti yang terjadi pada
kasus tahun 2012.
Dalam usaha penyelesaian yang bersifat jangka panjang, Indonesia melakukan
diploma dalam rangka menyelesaikan delimitasi terhadap segmen-segmen yang masih belum
disepakati . berdasarkan perjanjian perbatasan darat 2012 , kedua Negara telah menyepakati
907 koordinat titik-titik batas darat atau sekitar 96% dari panjang total garis batas. Garis batas
darat tersebut ada di sector timur (kab.Belu) yang berbatasan langsung dengan distrik
covalima da distrik bobonaro sepanjang 149.1 km dan di sector barat (Kab.Kupang dan Kab
timor tengah utara ) yang berbatasan langsung dengan wilayah enclave oecussi sepanjang
119.7 km. upaya diplomasi ini tidak hanya befokus pada penyelesaian garis demarkasi
terhadap tiga segmen batas yang belum di sepakati , tetapi juga pengenalan pengaturan di
kawasan perbatasan yang memungkinkan warga timlor leste dan warga Indonesia yang
berada di sisis perbatasan masing-masing untuk bisa melanjutkan hubungan social dan
kekeluargaannya yan selama ini telah terjalin diantara mereka. dalam upaya diplomasi untuk
menyelesaikan sisa segmen yang belum disepakati, hambatan yang perlu diantisipasi adalah
perbedaan pola pendekatan penyelesaian yang digunakan oleh masing-masing pihak.
Sedangkan dari pihak Timor Leste dengan dipandu oleh ahli perbatasan UNTEA
menekankan bahwa penyelesaian perbatasan hanya mengacu kepada traktat antara BelandaPortugis Tahun 1904 dan sama sekali tidak berkenan memperhatikan dinamika adat-istiadat
yang berkembang di wilayah tersebut. Sementara itu, pihak Indonesia mengusulkan agar
pendapat masyarakat adat ikut dipertimbangkan. Upaya diplomasi yang dilakukan kedua
memang perlu dilakukan, hal ini setidaknya penggunaan kekuatan structural mampu
mengatasi konflik di perbatasan tersebut. Namun perbedaan pendapat antara kedua negara
tentang refrensi pembagian batas wilayah juga harus diselesaikan. Apabila sengketa
perbatasan ini belum final bisa jadi konflik tersebut akan terulang kembali dan tidak perlu

ada campur tangan asing dalam kasus ini, lebih baik Indonesia melakukan kebijakan
domestic seperti pengembangan perbatasan diwilayah tersebut begitu juga dengan pihak
Timor-Leste. Pertemuan bilateral antara Indonesia dan Timor Leste memang perlu dilakukan
guna membahas konflik yang terjadi agar tidak meluas. Pertemuan antara Xanana Goesmau
dan SBY pada tahun 2012 yang lalu mengenai kesepakatan perbatasan masih belum selesai
dan final. Harus ada pertemuan lanjutan untuk membahas masalah tersebut, mengingat
sengketa perbatasan ini apaila tidak ditangaani secara serius maka akibatnya akan besar dan
menggangu hubungan antar kedua negara. Namun langkah berupa pertemuan tersebut harus
dibarengi dengan penyelesaian konflik di akar rumput. Baik pihak Indonesia dan Timor Leste
harus bisa memberikan pemahaman mengenai batas-batas wilayah negara masing-masing.
Sehingga masyarakat di wilayah perbatasan paham mengenai tapal batas. yang tidak kalah
penting khususnya bagi pemerintahan Indonesia yakni pendekatan Democratic Peace, berupa
pembangunan sumber daya manusia, ekonomi kesejahterahan dan tentunya pendidikan.
Selama urusan ekonomi (kesejahterahan) masih menjadi motif utama dalam isu sengketa
perbatasan maka akan cukup sulit apabila konflik tersebut mampu diatasi.
Pendekatan militer juga masih perlu digunakan, untuk mengamankan wilayah
perbatasan, setidaknya pemerintah Indonesia telah membangun penambahan pos pantau
perbatasan di beberapa titik perbatasan yang bersebarangan di timor leste. Pelibatan pemuka
adat antar masing-masing warga desa beda negara ini juga harus dilakukan dengan difasilitasi
oleh pemerintah kedua negara. Pemuka adat maupun tokoh adat masih merupakan orangorang yang punya pengaruh dalam masyarakat pedesaan. Dengan dilakukanya pertemuan
pemuka adat tersebut diharapkan ada suatu kesepakatan antar kedua warga desa untuk
menyelesaikan konflik .

Anda mungkin juga menyukai