BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Beberapa kelainan mempengaruhi sistem bilier dan mempengaruhi
drainase empedu yang normal ke dalam duodenum. Penyakit kandung empedu
merupakan kelainan pada sistem bilier, kelainan ini mencakup karsinoma,
infeksi serta batu pada kandung empedu. Cholecystitis adalah radang kandung
empedu yang merupakan inflamasi akut dinding kandung empedu (Noer,
2007). Pada kelainan bilier tidak semua kejadian infeksi pada kandung empedu
(cholecystitis) berhubungan dengan batu empedu (cholelithiasis) namun lebih
dari 90% penderita kolesistitis akut menderita batu empedu.
Berdasarkan literatur barat, pasien batu empedu ternyata sangat banyak.
Misalnya, di negara Amerika Serikat, sekitar 12% penduduk dewasa atau
sekitar 20 juta jiwa menderita batu empedu. Dari jumlah tersebut, pasien
wanita lebih banyak dibadingkan pria. Setiap tahun, 1 juta pasien batu empedu
baru ditemukan. Setiap tahun, 500.000 pasien batu empedu menjalani operasi
pengangkatan batu empedu (kolesistektomi laparoskopi), dengan total biaya
sekitar 4 triliun dollar (Suharjo, 2009).
Di Eropa dan Amerika utara, angka kejadian batu empedu 15%. Di
Inggris, berdasarkan penelitian menggunakan ultrasonografi, dilaporkan ada
6,9-8% populasi dewasa yang menderita batu empedu. Hal ini berarti ada 4,1
juta pasien batu empedu. Jumlah pasien batu empedu di Indonesia belum
diketahui karena belum ada studi tentang hal tersebut (Suharjo, 2009).
Kolesistektomi adalah tindakan pilihan untuk pasien dengan batu
empedu multipel/besar karena berulangnya pembentukan batu secara
simtomatologi akut atau mencegah berulangnya pembentukan batu. Pendekatan
lain yaitu dengan kolesistektomi dini. Keadaan umum diperbaiki dan sepsis
diatasi dengan pemberian antibiotik seperti yang dilakukan pada pengobatan
konservatif, sambil memastikan diagnosis memperbaiki keadaan umum, dan
mengatasi penyakit penyerta seperti pankreatitis. Setelah 24-48 jam, keadaan
penderita umumnya lebih baik dan infeksi telah dapat diatasi. Tindakan bedah
dini yang dapat dilakukan dalam 72 jam pertama perawatan ini memberikan
keuntungan karena mempersingkat masa rawat di rumah sakit sampai 5-7 hari,
dan mempersingkat masa sakit sekitar 30 hari (Sjamsuhidajat, 2011).
B. RUMUSAN MASALAH
Bagaimanakah konsep penyakit cholecystitis dan asuhan keperawatan pada
klien dengan cholecystitis?
C. TUJUAN
1. Tujuan umum
Mengidentifikasi konsep cholecystitis dan asuhan keperawatan
yang dapat diterapkan pada kasus cholecystitis.
2. Tujuan khusus
1 kandung empedu
a. Menjelaskan anatomi fisiologi
b. Menjelaskan pengertian cholecystitis
c. Menjelaskan faktor risiko cholecystitis
d. Menjelaskan etiologi cholecystitis
e. Menjelaskan klasifikasi cholecystitis
f. Menjelaskan patofisiologi cholecystitis
g. Menjelaskan manifestasi klinik cholecystitis
h. Menjelaskan pemeriksaan penunjang cholecystitis
i. Menjelaskan penatalaksanaan cholecystitis
j. Menjelaskan komplikasi cholecystitis
k. Menjelaskan prognosis cholecystitis
l. Menjelaskan Web Of Causation (WOC) cholecystitis
m. Menjelaskan pengkajian keperawatan pada kasus cholecystitis
n. Menjelaskan diagnosa keperawatan pada kasus cholecystitis
o. Menjelaskan intervensi pada kasus cholecystitis
D. MANFAAT
1. Mahasiswa memahami konsep dan proses asuhan keperawatan pada klien
cholecystitis dengan sehingga menunjang pembelajaran mata kuliah.
2. Mahasiswa mengetahui proses asuhan keperawatan cholecystitis yang benar
sehingga dapat menjadi bekal dalam persiapan praktik di rumah sakit.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI FISIOLOGI KANDUNG EMPEDU
1. Anatomi
Kandung empedu berbentuk bulat lonjong seperti buah alpukat
dengan panjang sekitar 4-6 cm dan berisi 30-60 ml empedu. Bagian fundus
umumnya menonjol sedikit ke luar tepi hati, di bawah lengkung iga kanan,
di tepi lateral m. Rektus abdominis. Sebagian besar korpus menempel dan
tertanam di dalam jaringan hati. Kandung empedu tertutup seluruhnya oleh
peritoneum viseral, tetapi infundibulum kandung empedu tidak terfiksasi
ke permukaan hati oleh lapisan peritonium. Apabila kandung empedu
mengalami distensi akibat bendungan oleh batu, bagian infundibulum
menonjol seperti kantong yang disebut kantong hartmann (Sjamsuhidajat,
2011).
Duktus sistikus panjangnya 1-2 cm dengan diameter 2-3 mm.
Dinding lumennya mengandung katup berbentuk spiral disebut katup
spiral heister, yang memudahkan cairan empedu mengalir masuk ke dalam
kandung empedu, tetapi menahan aliran keluarnya (Sjamsuhidajat, 2011).
Saluran empedu ekstrahepatik terletak di dalam ligamentum
hepatoduodenale yang batas atasnya porta hepatis, sedangkan batas
bawahnya distal papilla vater. Bagian hulu saluran empedu intrahepatik
berpangkal dari saluran paling kecil yang disebut kanilikulus empedu yang
meneruskan curahan sekresi empedu melalui duktus interlobaris ke duktus
lobaris, dan selanjutnya ke duktus hepatikus di hillus (Sjamsuhidajat,
2011).
Panjang duktus hepatikus kanan dan kiri masing-masing antara 14 cm. Panjang duktus hepatikus komunis sangat bervariasi, bergantung
pada letak muara duktus sistikus. Duktus koledokus berjalan di belakang
duodenum menembus
jaringan pankreas
dan dinding
duodenum
kolesterol.
Dua
garam
empedu
primer,
kolat
dan
10
oleh
faktor
esterogen-progesteron
sehingga
11
Sjamsuhidajat
(2011),
hampir
semua
12
13
dinding kandung empedu dapat kekurangan oksigen dan mati ketika organ
mengalami distensi tersebut menekan pembuluh darah dan mengganggu
aliran darah. Sel-sel yang mati akan mengelupas sehingga kandung
empedu melekat pada struktur di sekitarnya (Batticaca, 2009).
Cholecystitis kronis terjadi ketika peristiwa kemacetan saluran pipa
cystic, yang umumnya karena batu. Ada radang kronis. Kantung empedu
sering kontraksi, yang menyebabkan permasalahan pada penyimpanan dan
gerakan empedu. Pasien dapat terjangkit penyakit kuning karena
tertekannya empedu atau penyakit kuning yang bersifat menghalangi.
Mereka akan memperlihatkan suatu warna kekuning-kuningan keselaput
lendir dan kulit. Jika pasien mempunyai suatu pewarnaan yang gelap pada
kulit mereka, periksa telapak tangan dan kaki. Icterus adalah perubahan
warna kuning yang terlihat diselaput putih mata (Batticaca, 2009).
6. Tanda dan Gejala
Menurut Batticaca (2009), tanda dan gejala yang dapat timbul
pada pasien dengan kolesistitis antara lain:
a. Perut atas, epigastric, atau sakit abdominal kanan atas yang dapat
menyebar ke punggung dan skapula kanan. Rasa sakit pada Right
Upper Quadrant (RUQ) meningkat dengan palpasi abdomen kanan
atas selama inspirasi (tanda Murphy) menyebabkan pasien berhenti
mengambil napas panjang. Nyeri bersifat kolik atau terus-menerus
disertai tanda rangsangan peritoneal berupa nyeri tekan, nyeri lepas
dan defans muskuler otot perut.
b. Mual dan muntah, terutama setelah makan makanan berlemak (pada
kolesistitis yang menyertai kolelitiasis).
c. Selera makan hilang.
d. Demam (38-38,5C). Apabila timbul demam dan menggigil, harus
dicurigai komplikasi yang lebih berat atau penyakit lain.
e. Udara bertambah pada saluran usus (bersendawa, kentut).
f. Kulit gatal-gatal karena terbentuknya garam empedu.
14
berwarna
gelap
dan
berbusa
karena
ginjal
berusaha
membersihkan bilirubin.
7. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Doengoes (2012), pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan pada pasien dengan cholecystitis adalah:
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Jumlah leukosit meningkat atau dalam batas normal. Apabila
jumlah leukosit melebihi 15.000 harus dicurigai komplikasi yang
lebih berat.
2) Kadar bilirubin meningkat sedang, mungkin karena sindrom
Mirizzi atau penjalaran radang ke duktus koledokus.
3) Fosfatase alkali sering kali mengalami kenaikan sedang, begitu
juga dengan kadar amilase darah.
b. Ultrasonografi
Dapat memperlihatkan gambaran batu di dalam kandung empedu.
Ultrasonografi juga dapat memperlihatkan gangren dengan gambaran
destruksi dinding dan nanah atau cairan sekitar kandung empedu pada
komplikasi
abses
perikolesistitis. Apabila
secara
klinis
sulit
15
16
17
18
ursodeoksilat
(urdafalk)
dan
kenodeoksikolat
19
endoskop
ERCP
(Endoscopic
Retrograde
Choledochopancreaticographic);
d) Kateter bilier transnasal;
Kateter dimasukkan melalui mulut dan diinsersikan ke
dalam duktus koledokus. Ujung proksimal kateter tersebut
kemudian dipindahkan dari mulut ke hidung dan dibiarkan pada
tempat tersebut. Cara ini memungkinkan pasien untuk tetap
makan dan minum secara normal sementara pelintasan batu dan
pemasukkan bahan kimia untuk melarutkan batu melalui infus
terus dipantau. Metode pelarutan batu ini tidak banyak
dilakukan pada pasien-pasien batu empedu (Smeltzer, 2002).
2) Pengangkatan nonbedah
a) Sebuah kateter dan alat disertai jaring yang terpasang padanya
disisipkan lewat saluran T-tube atau lewat fistula yang terbentuk
pada saat insersi T-tube; jaring digunakan untuk memegang dan
menarik keluar batu yang terjepit dalam duktus koledokus
(Smeltzer, 2002).
b) Penggunaan endoskop ERCP
Sesudah endoskop terpasang, alat pemotong dimasukkan lewat
endoskop tersebut ke dalam ampula Vater dari duktus
koledokus. Alat ini digunakan untuk memotong serabut-serabut
mukosa atau papila dari sfingter Oddi sehingga mulut sfingter
tersebut dapat diperlebar; pelebaran ini memungkinkan batu
yang terjepit untuk bergerak dengan spontan ke dalam
duodenum. Alat lain yang dilengkapi jaring dan balon kecil pada
ujungnya
dapat
dimasukkan
melalui
endoskop
untuk
20
Penggunaan
asam
ursodeoksilat
sesudah
prosedur
21
22
23
24
kanker kantung empedu. Ada peningkatan risiko operasi pasien lanjut usia
atau pasien dengan komorbilitas.
C. ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN CHOLESCYSTITIS
1.
Pengkajian
Menurut Doengoes (2012) hal yang perlu dikaji pada penderita
cholecystitis preoperasi adalah:
a. Aktivitas/ istirahat
Gejala
: Kelemahan.
Tanda
: Gelisah.
b. Sirkulasi
Tanda
: Takikardia, berkeringat.
c. Eliminasi
Gejala
Tanda
: Distensi abdomen.
Teraba massa pada kuadran kanan atas.
Urine gelap, pekat.
Feses warna tanah liat, steatorea.
d. Makanan/ cairan
Gejala
: Anoreksia, mual/muntah.
Tidak toleran terhadap lemak dan makanan
pembuat
gas;
regurgitas
berulang,
nyeri
e. Nyeri/ kenyamanan
Gejala
Tanda
: Nyeri lepas, otot tegang atau kaku bila kuadran kanan atas
ditekan; tanda Murphy positif.
25
f. Pernapasan
Tanda
g. Keamanan
Tanda
: Demam, menggigil.
Ikterik, dengan kulit berkeringat dan gatal (pruritus).
Kecenderungan perdarahan (kekurangan Vitamin K).
h. Penyuluhan/ pembelajaran
Gejala
Pertimbangan
Diagnosa Keperawatan
Menurut Doenges (2012), diagnosa keperawatan yang lazim terjadi pada
kasus cholecystitis sebelum dilakukan kolesistektomi antara lain :
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri (biologi, kimia,
atau fisik) atau kerusakan jaringan.
b. Nyeri kronis berhubungan dengan ketidakmampuan
fisik-psikologis
kronik
(metastase
kanker,
injuri
neurologis, artritis)
c. Hipertermia berhubungan dengan penyakit/trauma, peningkatan
metabolisme atau dehidrasi.
d. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual/muntah.
e. Mual berhubungan dengan iritasi gaster, distensi gaster.
Biofisika:
gangguan
biokimia
(Uremia).
Situasional:
perubahan
status
kesehatan,
ancaman
26
yang
salah,
kurangnya
keinginan
untuk
Perencanaan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri (biologi, kimia,
atau fisik) atau kerusakan jaringan.
NOC:
1)
Pain level
2)
Pain control
3)
Comfort level
Mampu
mengontrol
nyeri
(tahu
untuk
mengurangi
nyeri,
mencari
bantuan)
2)
Mampu
mengenali
nyeri
(skala,
nyeri berkurang
5)
6)
Intervensi (NIC):
1) Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
2) Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas
27
pengkajian
nyeri
secara
komprehensif
intervensi
11)
Berikan
informasi
tentang
nyeri
seperti
28
Pain Manajemen
1)
2)
3)
4)
5)
punggung)
c. Hipertermia berhubungan dengan penyakit/ trauma, peningkatan
metabolisme, atau dehidrasi
NOC: Termoregulasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, menunjukkan
suhu tubuh dalam batas normal dengan kriteria hasil:
1) Suhu 36-37C
2) Nadi dan RR dalam rentang normal
3) Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada
pusing, merasa nyaman
Intervensi (NIC):
1) Monitor suhu sesering mungkin
2) Monitor warna dan suhu kulit
3) Monitor tekanan darah, nadi dan RR
4) Catat adanya fluktuasi tekanan darah
5) Monitor penurunan tingkat kesadaran
6) Monitor WBC, Hb, dan Hct
7) Monitor intake dan output
8) Monitor hidrasi seperti turgor kulit, kelembaban
membran mukosa)
9) Selimuti pasien
10)
11)
12)
13)
29
14)
Berikan antipiretik
15)
Kelola antibiotik
d. Ketidakseimbangan
nutrisi
kurang
dari
keperawatan,
kebutuhan
tubuh
dibutuhkan
Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
Berikan substansi gula
Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
9) Berikan makanan yang terpilih (sudah dikonsultasikan dengan ahli
gizi)
10) Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian
11) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
nutrisi yang dibutuhkan pasien
e. Mual berhubungan dengan
iritasi
gaster,
distensi
30
2) Hidrasi
3) Nutritional Status
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, mual pasien
teratasi dengan kriteria hasil:
1) Melaporkan bebas dari mual
2) Mengidentifikasi hal-hal yang mengurangi mual
3) Nutrisi adekuat
4) Status hidrasi: hidrasi kulit membran mukosa baik,
tidak ada rasa haus yang abnormal, panas, urin
output normal, TD, HCT normal
Intervensi (NIC):
Fluid Management
1) Pencatatan intake output secara akurat
2) Monitor status nutrisi
3) Monitor
status
hidrasi
(Kelembaban
membran
31
tekanan
11)
karakteristik,warna cairan, granulasi, jaringan nekrotik, tandatanda infeksi lokal, formasi traktus
12)
luka
13)
14)
15)
16)
32
perubahan
status
kesehatan,
ancaman
mengungkapkan
dan
menunjukkan
tehnik
informasi
faktual
mengenai
diagnosis,
tindakan prognosis
7) Instruksikan pada pasien untuk menggunakan tehnik
relaksasi
8) Libatkan keluarga untuk mendampingi klien
9) Dengarkan dengan penuh perhatian
10)
Jelaskan
semua
prosedur
dan
apa
yang
33
Dorong
pasien
untuk
mengungkapkan
34
muncul memburuk
11)
12)
13)
i. Kurang
pengetahuan
tentang
kondisi
berhubungan
yang
salah,
kurangnya
keinginan
untuk
dilakukan
tindakan
keperawatan,
pasien
dan
keluarga
menyatakan
pemahaman
35
pasien
untuk
mengeksplorasi
atau
Eksplorasi
kemungkinan
sumber
atau
Implementasi
Implementasi disesuaikan dengan intervensi yang telah disusun.
5.
Evaluasi
Evaluasi mengacu pada hasil yang diharapkan dari intervensi dan
implementasi.
D. ASUHAN
KEPERAWATAN
POST
OPERATIF
KLIEN
DENGAN
CHOLECYSTITIS
1. Pengkajian
Pengkajian pasien post operatif meliputi (Doenges, 2012):
a. Sirkulasi
36
stress
multiple,
misalnya
financial,
dapat
istirahat,
peningkatan
pancreas/DM,
(predisposisi
untuk
membran
(pembatasan
mukosa
pemasukan/
yang
kering
periode
puasa
preoperasi)
d. Pernapasan
Gejala : Infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok.
e. Keamanan
Gejala : Alergi/sensitif terhadap obat, makanan, plester,
dan larutan; Defisiensi imun (peningkatan risiko
infeksi sistemik dan penundaan penyembuhan);
Munculnya kanker/terapi kanker terbaru; Riwayat
keluarga tentang hipertermia malignan/reaksi
anestesi; Riwayat penyakit hepatik (efek dari
detoksifikasi obat-obatan dan dapat mengubah
koagulasi);
Riwayat
transfusi
darah/reaksi
transfusi.
Tanda : Munculnya
proses
infeksi
yang
melelahkan;
demam.
f. Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : Penggunaan antikoagulasi, steroid, antibiotik,
antihipertensi,
kardiotonik
glokosid,
37
antidisritmia,
dekongestan,
bronkodilator,
analgesik,
diuretik,
antiinflamasi,
dijual
bebas,
atau
obat-obatan
jaringan
dan
peningkatan
paparan
lingkungan (Doenges,2012).
3. Perencanaan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri (fisik) atau
kerusakan jaringan.
NOC:
1) Pain level
2) Pain control
3) Comfort level
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien tidak
mengalami nyeri/nyeri berkurang, dengan kriteria hasil:
1) Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri,
mampu menggunakan tehnik non farmakologi untuk
mengurangi nyeri, mencari bantuan)
2) Melaporkan
bahwa
nyeri
berkurang
dengan
38
pengkajian
nyeri
secara
komprehensif
intervensi
11)
Berikan
informasi
tentang
nyeri
seperti
jaringan
dan
peningkatan
paparan
lingkungan.
NOC:
1) Immune Status
2) Knowledge : Infection control
3) Risk control
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien tidak
mengalami infeksi dengan kriteria hasil:
39
1)
2)
infeksi
mencegah timbulnya infeksi
3)
4)
5)
kulit
dan
membran
mukosa
terhadap
baju,
sarung
tangan
sebagai
alat
pelindung
9) Ganti letak IV perifer dan dressing sesuai dengan
petunjuk umum
10)
12)
13)
14)
infeksi
15)
4. Implementasi
40
41
BAB III
WOC KOLESISTITIS
Akut
Kronis
Kalkuli
Akalkuli
Kolelitiasis
Pembedahan
Aliran empedu
tersumbat
Obstruksi duktus
sistikus dan
common bile
duct
Distensi
kandung
empedu
Lapisan dinding
kandung empedu
rusak
Trauma dinding
kandung
empedu
Nonbedah
Bedah
a. Disolu
si
Medis
b. ERCP
c. ESWL
a. Koliseste
k-tomi
terbuka
b. Koliseste
k-tomi
Laparoskopik
Luka postoperasi
Diskontinuita
s jaringan
Infeksi bakteri
(escherichia coli) ke
dalam k. empedu
Port of entri oral
(bersama
makanan)
Terjadi proses
pencernaan di
dalam usus halus
Terjadi absorpsi
oleh kapiler
mukosa usus
halus
Nutrisi dan bakteri
menyebar melalui
aliran darah
(hematogen)
Invasi bakteri
ke vesica
fellea
Pemasangan infus
(elektrolit) yang
lama
Kerusakan
pembuluh
darah
Permeabilitas
vaskuler
Cairan
plasma,
sel darah,
& albumin
keluar dari
pembuluh
darah
Osmolarita
s darah
Endotel
pemb.
darah
rusak
Sumbatan
pemb.
darah
Reaksi
radang
sistemik
berlebih
Cairan infus
pekat
Cairan tdk dapat
diserap
k.empedu
Elektrolit
mengendap
membentuk
kristal dalam
k.empedu
39
42
MK:Nye
ri akut
MK:Risik
o Infeksi
Dehidrasi
masif
Inflamasi
Radang
kandung
empedu
Sirkulasi sistem
GIT
Gg. Peristaltik
usus dan
lambung
Kontraktilitas
GIT
Statis
empedu
Pengosongan
kandung empedu
terganggu
Proses inflamasi
Aliran darah
di lokasi jejas
Migrasi leukosit
ke lokasi jejas
Merangsang
serabut saraf
reseptor nyeri
Pengeluaran
prostaglandin
Penurunan
peristaltik usus
dan lambung
Makanan tertahan
di lambung
Perubahan status
kesehatan
MK:
Cemas
MK:
Defisiensi
pengetahua
43
PGD
PGE2
PGF2
Pergerakan sel-sel
PMN: neutrofil, basofil,
eosinofil
leukosit
Suhu tubuh
MK: Nyeri
MK:
Hipertermi
MK: Mual
Pengaktifan
pusat muntah
(medula
oblongata)
Nafsu makan
Fagositosis
Reaksi
radang: calor
dan rubor
Reaksi radang:
dolor
Rasa mual
meningkat
Nyeri abdomen
kuadran kanan
atas
MK: Nyeri
Muntah
MK:
Ketidakseimbangan
nutrisi : kurang dari
MK: Resiko
kekurangan
volume
44
BAB IV
TINJAUAN KASUS
Ny. T berusia 55 tahun MRS tanggal 15 September 2014 dengan keluhan
utama nyeri di daerah perut kanan atas, nyeri datang terus-menerus terutama pada
saat klien menarik napas. Diperoleh hasil TD: 120/60 mmHg. RR:26 x/menit,
N:110 x/menit, S:38,5C. Klien juga mengatakan sehari sebelumnya muntah dua
kali. Setelah dilakukan pemeriksaan USG, tampak adanya pus pada kandung
empedu serta batu pada duktus sistikus. Foto polos abdomen menunjukkan adanya
batu pada kandung empedu. Pada pemeriksaan darah terjadi peningkatan jumlah
leukosit sebanyak 12500/uL dan bilirubin total 2 mg%, bilirubin direk 0,4 mg%.
Sejak MRS sampai saat pengkajian tanggal 17 September 2014, Ny. T mengeluh
perutnya kembung, mual dan tidak nafsu makan. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan ikterus pada sklera (+/+), perkusi abdomen pekak pada RUQ, Murphy
sign(+), BOAS sign (+). Pasien mengatakan sebelumnya pernah dirawat di rumah
sakit karena terkena batu empedu, dan menjalani operasi pemasangan stend 2
tahun yang lalu.
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Identitas Pasien
Nama
: Ny. T
Umur
: 55 tahun
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
Alamat
: Surabaya
: 15 September 2014
45
Pasien mengatakan mulai merasakan nyeri pada perut kanan atas sejak 1
minggu yang lalu, nyeri semakin terasa ketika pasien menarik nafas. Mata
pasien mulai menguning 2 hari yang lalu. Nyeri perut semakin memberat
terasa menyebar ke punggung sehingga pasien dibawa ke IRD tanggal 15
September 2014.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengatakan sebelumnya pernah dirawat di rumah sakit karena terkena
batu empedu, dan menjalani operasi pemasangan stend 2 tahun yang lalu.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien mengatakan keluarganya tidak ada yang menderita penyakit seperti
yang diderita pasien sekarang.
6. Pola Fungsi Kesehatan
a. Aktivitas/ istirahat
Pasien mengatakan mudah lelah ketika beraktifitas, tidak mampu
beraktifitas lama dan selama di rawat pasien harus bedrest. Pasien
mengatakan susah tidur dan ketika tidur sering terbangun karena nyeri.
b. Eliminasi
Klien mengatakan kencingnya menjadi gelap seperti teh, BAB berwarna
seperti lumpur, dan seperti ada minyaknya.
c. Makanan/ cairan
Pasien mengeluh perutnya kembung dan mual serta tidak nafsu makan.
Pasien mengatakan sempat muntah.
d. Nyeri/ kenyamanan
Pasien mengeluh nyeri di daerah perut kanan atas, nyeri datang terusmenerus terutama pada saat menarik napas dan menyebar ke
atau bahu kanan
e. Keamanan
Pasien mengeluh badannya panas dan kulitnya terasa agak gatal.
7. Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda Vital:
TD
: 120/60 mmHg
RR
: 26 x/menit
:110 x/menit
: 38,5C
a. B1 (Breathing)
punggung
46
Inspeksi
Palpasi
Auskultasi
Perkusi
b. B2 (Blood)
Inspeksi
Palpasi
Auskultasi
Perkusi
c. B3 (Brain)
Inspeksi
d. B4 (Bladder)
Inspeksi
e. B5 (Bowel)
Inspeksi
Palpasi
Auskultas
Perkusi
f. B6 (Bone)
Inspeksi
Palpasi
+
+
+
+
Akral hangat
47
Oedema
+
+
+
+
CRT<2 dtk
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan USG: tampak adanya pus pada kandung empedu serta batu
pada duktus sistikus.
b. Foto polos abdomen menunjukkan adanya batu pada kandung empedu.
c. Pemeriksaan darah: Leukosit 12500/uL, bilirubin total 2 mg%, bilirubin
direk 0,4 mg%
Analisa Data
N
O
1
DATA
DS: Pasien
mengeluh
nyeri di daerah perut
kanan atas, terusmenerus dan semakin
sakit ketika menarik
napas.
DO :
- Perut tegang
- Pasien tampak meringis
menahan sakit.
- TTV:
Nadi: 110x/ menit
RR: 26x/ menit
KEMUNGKINAN
PENYEBAB
Kantong empedu terinfeksi
Nyeri dipersepsikan
MASALAH
Nyeri akut
DS: Pasien
mengeluh Invasi kuman ke dalam tubuh Hiperthermi
badannya
terasa
panas.
Melakukan proses peradangan
DO :
Impuls disampaikan ke
hypothalamus bagian
thermoregulator melalui
ductus trofacicus
48
DS: Pasien
mual.
DO: -
mengeluh
Mual
Mual
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi ditandai dengan:
a. Pasien mengeluh nyeri di daerah perut kanan atas, terus-menerus dan
semakin sakit ketika menarik napas.
b. Perut tegang
c. Pasien tampak meringis menahan sakit.
d. TTV: Nadi: 110x/ menit
RR: 26x/ menit
2. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi ditandai dengan:
a. Pasien mengeluh badannya terasa panas.
b. Suhu tubuh 38,5oC
c. Nadi 110x/menit
d. Muka tampak merah
e. Kulit teraba hangat
3. Mual berhubungan dengan penumpukan makanan di gaster sekunder
kolesistitis ditandai dengan:
Pasien mengeluh mual
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen
injuri (biologi, kimia, fisik)
NOC:
49
1)
Pain level
2)
Pain control
3)
Comfort level
Melaporkan
bahwa
nyeri
berkurang
Mampu
mengenali
nyeri
(skala,
berkurang
5)
6)
Intervensi (NIC) :
1) Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
2) Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dalam,
relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin
3) Tingkatkan istirahat
4) Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
5) Lakukan
pengkajian
nyeri
secara
komprehensif
pasien
dan
menemukan dukungan
keluarga
untuk
mencari
dan
MK:Risiko
Infeksi
50
intervensi
11)
hidrasi
seperti
turgor
kulit,
kelembaban
membran mukosa)
9) Selimuti pasien
10)
11)
12)
13)
14)
Berikan antipiretik
15)
Kelola antibiotik
51
dalam
untuk
52
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Cholecystitis adalah inflamasi akut atau kronis dari kandung empedu.
Penyebabnya yakni karena peradangan mekanis, kimiawi dan bakteri.
Penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita karena terbentuknya batu
kolesterol. Komplikasi yang terjadi adalah perforasi dan pembentukan abses,
pembentukan fistula, gangren sampai karsinoma.
Penatalaksanaan pasien dengan kolesistitis yakni terapi suportif dan
diet,
medikasi
pelarut
batu
empedu,
pengangkatan
nonbedah
dan
pembedahan.
Peran perawat pada klien dengan cholecystitis adalah sebagai care
giver, educator, communicator, advocator dan manajer dalam pemberian
asuhan keperawatan pada setiap tahap keperawatan.
B. SARAN
1. Kepada masayarakat agar selalu menjaga pola hidup sehat khususnya
dalam hal pola dan diit sehari-hari. Diet tinggi lemak sangat merugikan
bagi tubuh karena efek jangka panjang dapat menimbulkan penyakit
cholecystitis.
2. Kepada petugas kesehatan, khususnya perawat, untuk menerapkan asuhan
keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis cholecystitis sesuai
dengan teori sehingga dapat memperbaiki keadaan umum pasien,
mencegah komplikasi serta mempercepat penyembuhan pasien dengan
cholecystitis.
53
DAFTAR PUSTAKA
50
Almadzier, Sunita 2006. Penuntun Diet Edisi Baru. Yogyakarta. Gramedia
Batticaca, F.B. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Pencernaan. Jakarta: Salemba Medika.
Cahyono, J. B. Suharjo B. 2009. Batu Empedu. Yogyakarta: Kanisius.
Doengoes, Marilynn E. 2012. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.
Longo, Dan L. Dan Anthony S. Fauci. 2014. Harrison: Gastroenterologi dan
Hepatologi. Jakarta: EGC.
Kowalak, Jennifer P. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2011. Gangguan Gastrointestinal: Aplikasi
Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika.
Noer, Sjaifoellah. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Percetakan Jaya
Abadi.
Pridady. 2006. Kolesistitis. Dalam: Sudoyo AW, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid I. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Price S.A. dan Wilson L.M. 2006. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Vol. 1 Ed. IV. Jakarta: EGC.
Ruben Stein, David, at all. 2003. Lecture Notes : Kedokteran Klinis. Jakarta:
Erlangga.
Sjamsuhidajat R dan Wim de Jong. 2011. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed 2. Jakarta:
EGC.
Suharjo, J. B. 2009. Batu Empedu. Yogyakarta: Kanisius.
54