Anda di halaman 1dari 26

Hipotesis Penelitian

Perbedaan perbandingan formulasi campuran tepung beras ketan, tepung


ubi kayu, tepung kedelai, pati kentang, xanthan gum dan perbandingan formulasi
isolat protein kedelai, pati jagung dan guar gum serta interaksi antara kedua faktor
tersebut berpengaruh terhadap karakteristik fisik, kimia dan sensori cake yang
dihasilkan.

TINJAUAN PUSTAKA
Tepung Terigu
Tepung terigu merupakan hasil ekstraksi dari proses penggilingan gandum
(T. sativum) yang tersusun oleh 67-70 % karbohidrat, 10-14 % protein, dan 1-3 %

lemak (Riganakos dan Kontominas, 1995). Menurut Damodaran dan Paraf (1997)
pada sebagaian besar produk makanan, pati terigu terdapat dalam bentuk granula
kecil (1-40 m) dan dalam suatu sistem, contohnya adonan, pati terigu terdispersi
dan berfungsi sebagai bahan pengisi. Protein dari tepung terigu membentuk suatu
jaringan yang saling berikatan (continous) pada adonan dan bertanggung jawab
sebagai komponen yang membentuk viskoelastik.
Gluten merupakan protein utama dalam tepung terigu yang terdiri dari
gliadin (20-25 %) dan glutenin (35-40%). Menurut Fennema (1996), sekitar 30%
asam amino gluten adalah hidrofobik dan asam-asam amino tersebut dapat
menyebabkan protein mengumpul melalui interaksi hidrofobik serta mengikat
lemak dan substansi non polar lainnya. Ketika tepung terigu tercampur dengan air,
bagian-bagian protein yang mengembang melakukan interaksi hidrofobik dan
reaksi pertukaran sulfidril-disulfida yang menghasilkan ikatan seperti polimerpolimer. Polimer-polimer ini berinteraksi dengan polimer lainnya melalui ikatan
hidrogen, ikatan hidrofobik, dan disulfida cross-linking untuk membentuk seperti
lembaran film (sheet-like film) dan memiliki kemampuan mengikat gas yang
terperangkap. Tepung terigu merupakan tepung yang berasal dari bahan dasar
gandum

yang

diperoleh

dengan

cara

penggilingan

gandum yang

banyak

digunakan dalam industri pangan. Komponen yang terbanyak dari tepung terigu
adalah pati, sekitar 70% yang terdiri dari amilosa dan amilopektin. Besarnya
kandungan amilosa dalam pati ialah sekitar 20% dengan suhu gelatinisasi 56 62

(Fennema, 1996). Komposisi tepung terigu per 100 g bahan dapat dilihat

pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi tepung terigu per 100 g bahan
Komposisi
Jumlah

Kalori (kal)
Protein (g)
Lemak (g)
Karbohidrat (g)
Kalsium (mg)
Fosfor ( mg)
Besi (mg)
Vitamin A (S.I)
Vitamin B1 (mg)
Vitamin C (mg)
Air (g)

365,00
8,90
1,30
77,30
16,00
106,00
1,20
0,00
0,12
0,00
12,00

Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan R. I., (1996)

Dalam pembuatan makanan, hal yang harus diperhatikan ialah ketepatan


penggunaan jenis tepung terigu. Tepung terigu berprotein 12 %-14 % ideal untuk
pembuatan roti dan mie, 10,5%-11,5% untuk biskuit, pastry atau pie dan donat.
Sedangkan untuk gorengan, cake dan wafer menggunakan tepung yang berprotein
8%-9%. Jadi suatu tepung terigu belum tentu sesuai dengan semua makanan
(Astawan, 2004).
Kualitas tepung terigu dipengaruhi juga oleh kadar air, kadar abu, dan
beberapa parameter fisik lainnya, seperti penyerapan air, development time,
stability, dan lain-lain. Persyaratan mutu tepung terigu dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Persyaratan mutu terigu sebagai bahan makanan


Kriterian uji
Keadaan
- Bentuk
- Bau
- Warna
Benda-benda asing
Kadar air
Kadar abu

Satuan

Persyaratan

% (b/b)
% (b/b)

serbuk
normal
putih, khas terigu
tidak ada
maksimal 14,5
maksimal 0,70

Kadar protein
Derajat asam
Asam sianida
Kehalusan
Falling number (atas dasar
kadar air 14%)
Besi (Fe)
Seng (Zn)
Vitamin B1 (tiamin)
Vitamin B2 (riboflavin)
Asam folat
Cemaran logam :
- Timbal (Pb)
- Kadmium (Cd)
- Raksa (Hg)
- Arsen
Cemaran mikroba
- Angka lempeng total
- E. Coli
- Kapang
- Bacillus cereus

% (b/b)
ml. KOH/100 g
mg/kg
% (lolos ayakan 70 mesh)
detik

minimal 7,0
maksimal 50
maksimal 40
minimal 95
minimal 300

mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg

minimal 50
minimal 30
minimal 2,5
minimal 4
minimal 2

mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg

maksimal 1,00
maksimal 0,1

maksimal 0,05
maksimal 0,50

koloni/g
APM/g
koloni/g
koloni/g

maksimal 1 x 106
maksimal 10
maksimal 1 x 104
maksimal 1 x 104

Sumber : Dewan Standarisasi Nasional, (2009).

Tepung Beras Ketan


Salah satu sumber protein yang penting di wilayah Asia ialah beras, yang
menyumbang sekitar 30-80% dari kebutuhan akan protein. Beras kaya akan
vitamin B, sedikit lemak dan mineral. Kandungan protein dari tepung beras lebih
tinggi daripada pati beras yaitu untuk tepung beras 5,2-6,87% dan pati beras 0,20,9% (Inglett dan Munk, 1980 ; Singh, et al., 2000). Tepung beras merupakan
produk setengah jadi dari beras dan digunakan untuk bahan baku industri lebih
lanjut. Pembuatan tepung beras dilakukan dengan cara perendaman dalam air
selama 12 jam pada suhu kamar, ditiriskan, dijemur, dihaluskan dan diayak
dengan ayakan 80 mesh (Hasnelly dan Sumartini, 2011).
Tepung beras merupakan salah satu alternatif bahan dasar tepung komposit
dan kandungan yang dimilikinya adalah karbohidrat, lemak, protein, mineral serta
vitamin. Tepung beras memiliki ciri fisik yang lembut, tidak berwarna, dan

karbohidrat yang mudah dicerna. Oleh karena itu, tepung beras paling cocok
dijadikan sebagai sereal untuk membuat produk bebas gluten. Tepung beras
berpeluang menghasilkan produk dengan karakterisik yang berbeda dibandingkan
dengan produk berbasis pati beras (Lopez, et al., 2004 ; Munarso, et al., 2004).
Komposisi zat gizi tepung beras per 100 g bahan dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Komposisi zat gizi tepung beras per 100 g bahan
Komponen
Komposisi
Kalori (kal)
364,00
Protein (g)
7,00
Lemak (g)
0,50
Karbohidrat (g)
80,00
Kalsium (mg)
5,00
Fosfor (mg)
140,00
Besi (mg)
0,80
Vitamin B1 (mg)
0,12
Air (g)
12,00
Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI., (1996)

Ubi Kayu (Manihot esculenta)


Ubi kayu atau singkong merupakan tanaman yang banyak mengandung
karbohidrat sehingga dapat digunakan sebagai sumber karbohidrat disamping
beras dan dapat pula dijadikan bahan baku industri seperti tepung tapioka, pelet,
gaplek, gula pasir, gasohol, protein sel tunggal, dan asam sitrat. Pemanfaatan ubi
kayu secara langsung sebagai bahan makanan ditentukan oleh kandungan racun
yang disebut juga linamarin (glikosida dengan inti senyawa sianida yang dibalut
oleh glukosa atau (cyanogenic glycosides). Senyawa ini tidak boleh lebih dari
50 mg/kg umbi basah. Kadar glikosida sianogenik ini dapat diturunkan atau
dihilangkan melalui beberapa proses seperti perebusan, perendaman, fermentasi
dan pengeringan. (Janagam, et al., 2008).
Ubi kayu memiliki kelemahan yaitu mudah mengalami penurunan kualitas
(rusak) apabila tidak dijual dan diolah setelah pemanenan. Umbi singkong dapat

dimanfaatkan

dalam

beberapa

bentuk

makanan

jadi atau

setengah

jadi

(intermediate). Chuzel, et al (1994) menyatakan bahwa beberapa produk antara


(intermediate) singkong (chips, tepung, dan pati) merupakan sumber nutrisi untuk
manusia dan ternak, serta bahan baku berbagai macam industri makanan seperti
roti dan kerupuk. Pembuatan tepung ubi kayu memiliki beberapa keuntungan
yaitu lebih mudah dalam penyimpanan dan distribusi, memberikan nilai tambah,
sebagai bahan subsitusi terigu. Selanjutnya tepung ubi kayu dapat digunakan
sebagai bahan baku untuk diolah menjadi berbagai produk olahan baik basah
maupun kering.
Menurut Ginting dan Hartojo (2002), tepung ubi kayu (cassava) dapat
digunakan dalam pembuatan tepung campuran, yaitu campuran antara tepung
terigu dengan tepung ubi kayu (cassava), karena tepung ubi kayu mempunyai
warna, tekstur, dan aroma yang menyerupai tepung terigu. Tepung campuran
tersebut dapat digunakan dalam pembuatan roti, kue, mie, dan produk makanan
ringan lain. Dengan berkembangnya pengolahan tepung ubi kayu dan teknologi
pengolahan tepung ubi kayu menjadi berbagai makanan, diharapkan tepung ubi
kayu dapat digunakan sebagai bahan baku dan substitusi tepung terigu.
Kandungan gizi dalam 100 g ubi kayu dan persyaratan mutu tepung ubi
kayu dapat dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 5.
Tabel 4. Daftar komposisi kimia ubi kayu per 100 g bahan basah
Komponen
Komposisi

Kalori (kal)
Protein (g)
Lemak (g)
Karbohidrat (g)
Kalsium (g)
Fosfor (g)
Besi (mg)
Vitamin A (SI)
Vitamin B1 (mg)
Vitamin C (mg)
Air (g)
BDD (%)

146
1,2
0,3
34,7
33
40
0,7
0
0,06
30
62,5
75

Sumber : Direktorat Gizi Depkes RI, 1996.

Tabel 5. Persyaratan mutu tepung ubi kayu


Kriterian uji
Satuan
Keadaan
- Bau
- Rasa
- Warna
Benda-benda asing
Air
% b/b
Abu
% b/b
Derajat asam
ml. NaOH/100 g
Asam sianida
mg/kg
Kehalusan
% (lolos ayakan 80 mesh)
Pati
% b/b
Bahan tambahan pangan sesuai SNI 01-0222-1995
Cemaran logam :
- Pb
mg/kg
- Cu
mg/kg
- Zn
mg/kg
- Raksa (Hg)
mg/kg
- Arsen
mg/kg
Cemaran mikroba
- Angka lempeng total
koloni/g
- E. Coli
koloni/g
- Salmonella
koloni/g

Persyaratan
khas ubi kayu
khas ubi kayu
khas ubi kayu
tidak boleh ada
maksimal 12
maksimal 1,50
maksimal 3
maksimal 40
minimal 90
minimal 70

maksimal 1,00
maksimal 10,00
maksimal 40,00
maksimal 0,05
maksimal 0,50
maksimal 1 x 106
maksimal 2 x 101
maksimal 1 x 104

Sumber : Dewan Standarisasi Nasional, (1992)

Kentang
Di Indonesia, kentang
jenis

sayuran yang

(Solanum

tuberosum L) merupakan salah satu

menjadi prioritas untuk dikembangkan karena konsumsi

kentang terus meningkat dimana di Indonesia sendiri merupakan negara penghasil

kentang yang besar di kawasan Asia tenggara. Tanaman kentang dapat hidup
di

dataran tinggi

dengan

ketinggian

sekitar

1300-1500

meter

di

atas

permukaan laut. Sentra produksi kentang di Indonesia tersebar di daerah


Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur,
dan Sulawesi Selatan (Setiadi, 2009). Kandungan gizi dalam 100 g kentang dapat
dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Kandungan gizi dalam 100 g kentang
Senyawa
Komposisi
Protein (g/100 g)
2
Lemak (g/100 g)
0,1
Karbohidrat (g/100 g)
19,1
Vitamin A
sedikit/diabaikan
Thiamine (Vitamin B1 ) (mg/100 g)
0,081
Ribovlavin (Vitamin B2 ) (mg/100 g)
0,040
Vitamin C (mg/100 g)
17,0-25,0
Fosfor (mg/100 g)
60
Besi (mg/100 g)
0,8
Kalsium (mg/100 g)
10,0
Air (g/100 g)
77,8
Kalori (kal)
83,0-85,0
Bagian dapat dimakan (%)
85
Sumber : Soelarso, (1997)

Kentang termasuk umbi-umbian yang banyak mengandung karbohidrat


dalam bentuk pati sehingga dapat dikeringkan menghasilkan tepung dengan
menggunakan beberapa proses. Kelemahan dari kentang yaitu mengandung
banyak air sehingga produk tepung yang dihasilkan akan jauh lebih sedikit
dibandingkan dengan produk tepung dari umbi-umbian lainnya. Dibandingkan
dengan bahan baku lain seperti jagung, gandum, ubi dan lainnya, tepung kentang
ini memiliki kandungan protein dan lemak yang rendah, suhu gelatinisasi yang
rendah,

tetapi dapat

disimpan

dengan

kandungan air yang tinggi tanpa

menimbulkan bau apek. Dibandingkan dengan tepung dengan bahan baku lainnya,
tepung kentang memiliki butiran tepung yang lebih besar (Diputri, 2009).

Pati kentang
Starch atau pati merupakan polisakarida hasil sintesis dari tanaman hijau
melalui proses fotosintesis. Pati memiliki bentuk kristal bergranula yang tidak
larut

dalam air pada temperatur ruangan yang memiliki ukuran dan bentuk

tergantung pada jenis tanamannya. Pati digunakan sebagai pengental dan penstabil
dalam makanan (Fortuna et al.,2001)
Komposisi
bagian terbesar
sifat

alami

pati
dan

yang

pada

umumnya

terdiri

sisanya amilosa, dimana

dari

amilopektin

masing-masing

sebagai

memiliki

sifat-

berbeda yaitu 10-20% amilosa dan 80 -90% amilopektin.

Amilosa tersusun dari molekul-molekul glukosa dengan ikatan (1,4)-glikosida


membentuk rantai linier. Amilopektin terdiri dari rantai-rantai amilosa (1,4)glikosida yang saling terikat membentuk cabang dengan ikatan (1,6)-glikosida.
Sebagian besar pati alami seperti pati jagung, gandum, tapioka, kentang dan sagu
mengandung persentase
(Pomeranz,

1991).

yang

Pati kentang

tinggi dari rantai percabangan amilopektin


mengandung

amilosa

sekitar

23%

dan

amilopektin 77% (Sunarti, et al., 2002). Amilopektin mempunyai peran dalam


meningkatkan

kerenyahan

kekerasan. Perbedaan peran


amilosa

dan

sedangkan

amilosa

berperan dalam meningkatkan

menyebabkan diperlukannya suatu

proses

isolasi

amilopektin dari pati kentang yakni dengan menggunakan proses

pengisolasian pati. (Niken dan Pristian, 2013). Komposisi kimia dalam 100 g pati
kentang dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Komposisi kimia dalam 100 g pati kentang
Komposisi
Jumlah
Energi (kal)
345
Air (g)
13,0
Protein (g)
0,3
Lemak (g)
0,1

Karbohidrat (g)
Mineral (g)
Kalsium (mg)
Fosfor (mg)
Tiamin (mg)
Besi (mg)
Asam Askorbat (mg)

85,6
1,0
20
30
0,11
0,5
0

Sumber : Nio, (1992)

Struktur

rantai

linier

dari

molekul

amilosa

dan

struktur

molekul

amilopektin dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2.

C
H
O
H
2
H

H
H
O O

C
H
O
H
2
H

O
H

C
H
O
H
2

H
O
H

O
H

HH

O
H

HO
H

O
H

Gambar 1. Struktur rantai linier dari molekul amilosa (Kusnandar,2011)


CH2OH
HH
O

CH2OH

OH

OH

OH

OH

CH2OH

OH

OH

Ikatan -1,6

HO

HH
O

HH

CH2

HH

CH2OH
H

OH

OH

HH

OH

OH

Ikatan -1,4

Gambar 2. Struktur molekul amilopektin (Kusnandar, 2011)

Pati kentang memiliki rasio amilosa dan amilopektin 24 : 76, bentuk


granula pati bulat dengan ukuran 15 100 m, dan suhu gelatinisasi 56 69 C.
Pati kentang merah memiliki kadar protein 0,32%, amilosa 25,5%, -glucan
87,2%, kandungan fosfor 52,9 mg/100 g, suhu gelatinisasi 59,2 C, suhu
viskositas puncak 63,6 C. Daya pembengkakan pati kentang merah pada suhu

40 C ialah 1 g/g, pada suhu 60 C sebanyak 37 g/g, dan suhu 80 C sebanyak


99 g/g (Kusnandar, 2010; Yusuph, et al., 2003).
Pati Jagung
Tanaman jagung (Zea Mays L) merupakan salah satu komoditas strategis
dan bernilai ekonomis, serta mempunyai peluang untuk dikembangkan karena
kedudukannya sebagai sumber utama karbohidrat dan protein setelah beras.
Jagung juga berperan sebagai pakan ternak, bahan baku industri dan rumah
tangga. Beberapa tahun terakhir kebutuhan jagung terus meningkat, hal ini sejalan
dengan

semakin

meningkatnya

laju

pertumbuhan

jumlah

penduduk

dan

peningkatan kebutuhan untuk pakan. Komposisi kimia dalam 100 g pati jagung
dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Komposisi kimia dalam 100 g pati jagung
Komponen
Jumlah (%bk)
Pati
88,11
Amilosa
57,74
Gula
0,14
Protein
3,80
Lipida
3,76
Abu
1,54
Serat
3,19
ALB
I,18
Sumber : Tovar et al., (2002).

Salah satu produk olahan jagung yang penting dan belum banyak diketahui
oleh petani adalah pati jagung. Pati jagung dapat dimanfaatkan sebagai bahan
baku untuk produksi High Fructose Corn Syrup (sirup jagung), makanan ringan,
sohun dan bahan pengental dalam pembuatan berbagai macam saus. Sebagai
bahan industri non pangan, pati jagung dibutuhkan antara lain dalam industri
plastik, industri kertas, industri tekstil, dan untuk bahan perekat (Fennema, 1985)

Kedelai
Kedelai (Glycine max

(L.) Merrill) merupakan komoditas pangan

penghasil protein nabati yang sangat penting, baik karena kandungan gizinya,
aman dikonsumsi, maupun harganya yang relatif murah dibandingkan dengan
sumber protein hewani. Di Indonesia, kedelai umumnya dikonsumsi dalam bentuk
pangan olahan seperti: tahu, tempe, kecap, tauco, susu kedelai, dan berbagai
bentuk makanan ringan (Damardjati, et al., 2005).
Secara fisik setiap biji kedelai berbeda dalam hal warna, ukuran dan
bentuk biji serta komposisi kimianya. Perbedaan sifat fisik dan kimia tersebut
dipengaruhi oleh varietas dan kondisi tempat kedelai itu tumbuh. Kacang kedelai
mengandung sekitar 9 % air, 40 % protein, 18 % lemak, 3.5 % serat, 7 % gula dan
sekitar 18 % zat lainnya. Minyak kedelai banyak mengandung asam lemak tidak
jenuh sebesar lebih kurang 86 % terdiri dari asam lemak linoleat sekitar 52 %, 30
% asam oleat, 2 % asam linolenat dan 2 % asam lemak jenuh lainnya. Asam
lemak jenuh hanya sekitar 14 %, yaitu 10 % asam palmitat, 2 % asam stearat dan
2 % asam arakidat. Dibandingkan dengan kacang tanah dan kacang hijau, maka
kacang

kedelai

mengandung

asam

amino

esensial

yang

lebih

lengkap

(Warintek, 2008). Menurut Dziedzic dan Kearsley, (1995) komposisi kimia


kacang kedelai dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Komposisi kimia kacang kedelai berdasarkan berat kering
Komposisi
Terendah (%)
Tertinggi (%)
Rata-rata (%)
Abu
3,67
5,90
4,99
Lemak kasar
14,95
22,90
19,63
Serat kasar
4,34
7,60
5,53
Protein (N x 6.25)
36,62
53,19
42,78
Gula(total sukrosa) 2,70
11,97
7,97
P
0,42
0,82
0,66
K
1,29
2,17
1,67
Ca
0,16
1,47
0,28
Sumber : (Dziedzic dan Kearsley, 1995).

Ditinjau

dari

susunan

asam-asam aminonya

maka

mempunyai mutu yang mendekati mutu protein hewani,

protein

kedelai

yaitu mempunyai

susunan asam amino lengkap dan serasi. Kandungan asam-asam amino essensial
kedelai dibandingkan asam-asam amino dalam protein yang dianjurkan FAO
dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Susunan asam amino essensial biji kedelai dan susunan asam amino
essensial yang dianjurkan FAO (g / 100 g bahan)

Asam Amino

Kedelai

Pola FAO

Isoleucine
Leucine
Lycine
Phenilalanine
Tyrosine
Methionine
Threonine
Tryptophan
Valine

4,8
7,8
6,5
5,1
3,9
1,4
4,2
1,3
5,0

4,3
4,9
4,3
2,9
2,9
2,3
2,9
1,4
2,9

Sumber: Mudjisihono (2000).

Proses Pembuatan Tepung


Pembuatan tepung melewati beberapa tahapan proses yaitu sortasi,
bertujuan mengelompokkan bahan berdasarkan sifat fisik bentuk dan ukuran.
Proses pemotongan harus menggunakan pisau stainless steel dan segera direndam
air untuk mecegah pencoklatan. Bahan kimia yang ditambahkan yatu natrium
bisulfit dengan dosis 0,3-1,0%. Pengeringan dilakukan dengan penjemuran sinar
matahari ataupun metode oven. Proses penggilingan dan pengayakan dilakukan
setelah bahan dikeringkan (Suprapti, 2002).
Natrium metabisulfit adalah bahan tambahan pangan yang berfungsi untuk
mencegah terjadinya pencoklatan pada bahan pangan yang mengandung senyawa
fenolik.

Batas

yang

ditetapkan

oleh

BPOM

dalam penggunaan

natrium

metabisulfit dalam ADI (Acceptable daily intake) adalah 0-0,7 mg/kg berat badan.
Pada kategori produk pangan tepung dan pati, batas penggunaan maksimum sulfit
ialah 70 mg/kg. Natrium metabisulfit berfungsi sebagai pengawet (preservative)
untuk menghambat fermentasi, pengasaman, penguraian, dan perusakan lainnya
terhadap pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme (Badan Pengawas Obat
dan Makanan Republik Indonesia, 2013).
Tepung Komposit
Tepung komposit merupakan salah satu bahan dasar pembuatan kue
pengganti terigu. Bahan baku utama yang lazim digunakan ialah tepung beras dan
bahan tambahan lain seperti maizena, tepung ketan, tapioka dan tepung jagung.
Tepung komposit mempunyai nilai gizi yang lebih tinggi dibandingkan hanya satu
jenis tepung saja karena dapat melengkapi karakteristik kimia tepung komposit itu
sendiri serta kualitas fisik dan organoleptik yang lebih baik (Hasnelly dan
Sumartini, 2011).
Banyak usaha yang telah dilakukan untuk menekan ketergantungan dari
tepung terigu seperti pengguanan tepung komposit. Berbagai bahan lokal di olah
menjadi tepung sehingga nutrisinya saling melengkapi dan dapat menggantikan
peran terigu, seperti pati jagung, tepung kedelai, tepung ubi-ubian dan lainnya.
Usaha tersebut diharapkan dapat menekan jumlah impor tepung terigu atau
gandum (Giami, et al., 2004).
Penelitian tentang tepung komposit telah banyak dilakukan, diantaranya
penggunaan tepung komposit dari jagung, ubi kayu, ubi jalar, dan tepung terigu
(lokal dan impor) untuk produk mi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan karakteristik dari tepung komposit dengan perbandingan yang berbeda,

yaitu kadar air (9,85-11,49%), abu (0,57-1,03%), lemak (1,57-2,02%), protein


(10,7-13,43%),

serat

(2,67-5,58%),

dan

karbohidrat

(67,8-73,04%)

(Ratnaningsih, et al., 2010).


Penelitian tentang tepung komposit pada pembuatan roti telah dilakukan
dengan judul karakteristik kualitas roti dari tepung komposit dengan tepung
terigu, pisang raja, dan kedelai. Substitusi tepung terigu sebanyak 0-15% dengan
menggunakan

tepung

kedelai

dan

tepung

pisang

pada

pembuatan

roti,

menunjukkan bahwa semakin tinggi substitusi kedelai hingga 15% terhadap


tepung terigu akan meningkatkan kadar protein, serat kasar, abu, dan nilai sensori,
tetapi akan menurunkan kandungan karbohidratnya. Substitusi tepung pisang
terhadap

tepung

terigu

akan

menurunkan kandungan protein tetapi akan

meningkatkan kadar abu (Olaoye, et al., 2006).


Tepung Telur
Tepung telur disebut juga telur kering yang merupakan salah satu bentuk
awetan telur melalui proses pengeringan dan penepungan. Selain lebih awet,
keuntungan lain dari tepung telur ialah volume bahan menjadi jauh lebih kecil
sehingga menghemat ruang penyimpanan dan biaya pengangkutan. Tepung telur
juga memungkinkan jangkauan pemasaran yang lebih luas dan penggunaannya
lebih beragam dibandingkan telur segar (Suprapti, 2006).
Kandungan gizi telur dan olahannya dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Kandungan gizi telur dan olahannya
Nutrisi
(per 100 g)
Protein (g)
Air (g)

Basah
Kering
Asinan Asinan Manisan
Telur Kuning Putih
Telur Kuning
kuning telur kuning
utuh telur telur
utuh telur
telur utuh
telur
12,56 15,86 10,90 14,00 10,97 13,80 47,35 34,25
76,15 52,31 87,57 50,80 67,83 51,25 3,10 2,95

Putih
telur
82,40
8,54

Basah
Kering
Asinan Asinan Manisan
Telur Kuning Putih
Telur Kuning
kuning telur kuning
utuh telur telur
utuh telur
telur utuh
telur
9,51 26,54 0,17 23,00 10,07 22,75 40,95 55,80
1,06 1,71 0,63 10,60 10,30
1,40 3,65 3,40

Nutrisi
(per 100 g)
Lemak (g)
Abu (g)
Karbohidrat
(g)
Kalori (Kal)
Kolesterol
(mg)

Putih
telur
0,04
4,55

0,72

3,59

0,73

1,60

0,83

10,80

4,95

3,60 4,47

143

322

52

274

138

307

594

666

376

372

1085

955

387

959

1507

2052

Sumber: United States Department of Agriculture (2010)

Fungsi telur pada proses pembuatan roti yaitu dalam proses pembentukan
krim, meningkatkan jumlah gas yang ditangkap oleh gluten, memberikan warna
serta flavor yang khas, menangkap air, sebagai pelunak, dan memberikan
kontribusi terhadap nilai gizi. Sifat telur yang unggul dalam hal ini sulit diganti
dengan bahan lain. Albumin pada telur menyebabkan pengikatan air yang lebih
baik pada crumb roti. Protein putih telur mempunyai sifat yang mirip dengan
gluten karena dapat membentuk lapisan tipis yang cukup kuat untuk menahan gas
yang dihasilkan selama proses fermentasi (Nugraheni, 2013).
Egg Replacer
Egg replacer merupakan bahan yang digunakan untuk dapat menggantikan
keseluruhan sifat fisik, kimia, dan fungsional dari telur yang digunakan dalam
pengolahan

bahan

pangan.

Berbeda

dengan

egg

substitute

yang hanya

menggantikan sebagian dari telur, atau mengurangi penggunaan telur (Tucson,


2008). Egg replacer yang ada di pasaran saat ini terbuat dari pati kentang, tapioka,
leavening agent (kalsium laktat, kalsium karbonat, dan asam sitrat) dan gum yang
berasal dari biji kapas. Produk tersebut terutama ditujukan untuk menggantikan
karakteristik leavening/mengikat telur dalam kue, tetapi dapat digunakan untuk
roti dan bakery (Vegweb, 2013).

Banyak orang ingin menghindari telur untuk berbagai alasan seperti


kesehatan, budaya, agama, ketidaksukaan, dan lainnya. Meskipun menambahkan
telur membuat produk akhir jauh lebih baik, namun tidak berarti bahwa kita tidak
bisa hidup tanpa telur. Fungsi telur seharusnya bisa digantikan oleh bahan yang
memiliki sifat sama dengan telur atau setidaknya yang mirip dengan telur
(Chefinyou, 2013). Egg replacer adalah suatu keharusan jika ingin membuat
bakery tanpa telur. Banyak orang menggunakan biji rami, pisang atau bahkan tahu
sutra untuk menggantikan telur dalam resep bakery mereka namun hasilnya tidak
sebaik jika menggunakan telur. Diperlukan formulasi dari beberapa bahan untuk
memenuhi syarat karakteristik sebagai egg replacer (Vegetarian, 2010).
Egg replacer yang berbeda telah dicoba selama bertahun-tahun untuk
sebagian atau sepenuhnya menggantikan telur. Beberapa egg replacers terbuat
dari whey protein dan gum. Banyak penelitian yang sudah dan sebagian besar dari
penelitian tidak mencakup evaluasi sensorik yang sangat penting dalam produk
bakery (Kohrs, dkk., 2010). Patino, dkk., (2007), menunjukkan bahwa kapasitas
buih meningkat dengan meningkatnya protein dan hidrolisat dalam laruta.
Stabilitas buih juga meningkat seiring meningkatnya jumlaah protein. Ashwini,
dkk.,

(2009),

menemukan bahwa penambahan beberapa jenis hidrokoloid

meningkatkan kualitas keseluruhan eggless cake dengan natrium stearoil-2-laktilat


(SSL)

dan

peningkatan

tertinggi dibawa oleh hydroxylpropyl metilselulosa

(HPMC).
Ada banyak pengganti telur komersial yang di pasar saat ini untuk orangorang yang ingin menghindari telur. Sebagian besar produk ini tanpa mengandung
produk

hewani,

dan

dengan

demikian

tidak

mengandung

kolesterol.

Beberapa produk egg replacer komersial yaitu Ener-G Egg Replacer, The Vegg,
dan Beyond Egg (Vegweb, 2013).
Ener-G Egg Replacer terbuat dari campuran dari pati kentang, tepung
tapioka, leavening (kalsium laktat, kalsium karbonat), selulosa gum, dan selulosa
termodifikasi. The Vegg seperti kuning telur cair, cocok dalam setiap resep yang
alternatif pengganti kuning telur (Peta, 2012). The Vegg terbuat dari serpihan ragi
nutrisional, sodium alginat, Kala Namak, dan beta-karoten. The Vegg pertama kali
dijual pada tahun 2012, dan tersedia dalam berbagai media online dan di dalam
toko pengecer di Amerika Serikat, beberapa negara Eropa Barat, Inggris,
Australia, Selandia Baru, dan Afrika Selatan (The Vegg, 2012).
Xanthan Gum
Xanthan gum adalah heterepolisakarida ekstraselular yang diperoleh dari
fermentasi aerobik bakteri Xanthomonas campestris. Karena sifat reologinya yang
sempurna, maka xanthan gum dapat diaplikasikan pada berbagai macam produk.
Kebanyakan industri makanan menggunakannya sebagai stabilizer, pengental, dan
pemantap. Penambahan pati, gum, dan hidrokoloid pada produk bebas gluten akan
memberikan peranan yang penting pada pembuatan produk cake. (Psomas, et al.,
2007 ; McNelly dan Kang 1973). Keuntungan xanthan gum dalam pembuatan roti
adalah mampu berinteraksi dengan komponen lain, seperti pati dan protein.
Xanthan gum bersifat mengikat air selama pembentukan adonan sehingga saat
pemanggangan,

air

yang

dibutuhkan

untuk

gelatinisasi pati tersedia

dan

gelatinisasi lebih cepat terjadi. Xanthan gum juga dapat membentuk lapisan film
tipis dengan pati sehingga dapat berfungsi seperti gluten dalam roti atau cake.
Hasil interaksi tersebut

mampu

meningkatkan

umur

simpan,

menghasilkan

struktur crumb yang baik dan mempertahankan kelembaban (Whistler dan Be


Miller, 1993). Struktur molekul xanthan gum dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Struktur molekul xanthan gum (Sworn, 2000).


Xanthan gum telah banyak digunakan sebagai bahan tambahan pada pati
dalam makanan karena dapat meningkatkan karakteristik fisik dari beberapa pasta
pati (pati kentang, ketela, jagung, dan tepung gandum) dan gel seperti mengurangi
sineresis dan retrogradasi. Xanthan gum tidak menyebabkan terbentuknya kristal
es dan retrogradasi amilopektin, melainkan dapat mencegah retrogradasi dari pati
jagung dan pasta tepung gandum selama pembekuan (Ferrero, et al., 1994).
Guar Gum
Guar gum adalah polisakarida yang secara natural terdapat di alam. Guar
gum tesusun dari rantai utama yang terdiri dari -(1,4)-mannosa dan rantai cabang
yang berupa -(1,6)-galaktosa. Rasio antara mannosa dan galaktosa adalah sekitar
2. Guar gum digunakan untuk berbagai macam produk karena guar gum dapat
membentuk larutan yang kental. Guar gum dapat dimodifikasi dengan proses
kimia, termal maupun mekanis. Meskipun demikian, proses degradasi secara
biologis menggunakan enzim adalah alternatif utama karena enzim mempunyai

spesifitas yang tinggi. Modifikasi guar gum akan menghasilkan senyawa turunan
yang memiliki tingkat kekentalan yang berbeda-beda. Guar gum dan senyawa
turunannya banyak

digunakan dalam produk

pangan,

tekstil,

perminyakan,

detergen, obat-obatan, kosmetik dan produk perawatan tubuh. Guar gum, yang
aman untuk

digunakan dalam bahan makanan, biasanya dicampur dengan

biopolimer lainnya untuk memperkental bahan pangan (McWilliams, 2011).


Struktur molekul guar gum dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Struktur molekul guar gum (Goldstein, et al., 1973).


Penggunaan

guar gum untuk

berbagai macam produk

memerlukan

pengontrolan sifat-sifat senyawa turunan guar gum, yang meliputi berat molekul,
reologi dan struktur mikro. Guar gum yang terhidrolisis sebagian dapat digunakan
sebagai substitusi untuk dietary fiber karena sangat larut dalam air dan encer.
Guar gum banyak digunakan dalam industri pangan. Interaksi molekular antara
guar gum dengan bahan pangan lainnya dapat dikontrol dengan depolimerisasi
guar

gum

dan

mengubah

rasio

mannosa/galaktosa

untuk

mengoptimalkan

komposisi bahan pangan tanpa mengubah fungsinya. Degradasi guar gum juga
dapat digunakan untuk mempoduksi berbagai macam oligomer galaktosa atau
mannose (Goldstein, et al., 1973).

Cake
Cake adalah adonan panggang dengan bahan dasar tepung terigu, gula,
telur, dan lemak, serta bahan tambahan yaitu garam, bahan pengembang,
shortening,

susu

dan

bahan

penambah

aroma

yang

bahan-bahan

ini

dikombinasikan untuk menghasilkan remah yang halus, tekstur yang empuk,


warna yang menarik dan aroma yang lebih baik. Cake terdiri dari berbagai macam
tipe yaitu tipe foam cake dan tipe butter cake (Faridah, et al., 2008). Syarat mutu
roti dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Syarat mutu roti
No
Kriteria Uji
1
1.
1.1
1.2
1.3
2
3
4
5
6
7

Satuan

2
Keadaan :
Kenampakan
Bau
Rasa
Air
Abu
Abu yang tidak larut dalam asam
Gula Jumlah
Lemak
Serangga/Belatung

3
%bb
%bb
%bb
%bb
%bb
-

Persyaratan
Roti tawar
Roti manis
4
5
tidak berjamur
normal
normal
maks. 40
maks. 1
maks. 3
tidak boleh ada

tidak berjamur
normal
normal
maks. 40
maks. 3
maks. 3
maks. 8.0
maks. 3.0
tidak boleh ada

Sumber : (SNI 01 2997 1995)

Bolu atau kue


(umumnya tepung

bolu (cake)

terigu), gula,

adalah kue berbahan

dan telur.

Kue

bolu

dan

dasar
cake

tepung
umumnya

dimatangkan dengan cara dipanggang di dalam oven, walaupun ada juga bolu
yang dikukus, misalnya: bolu kukus atau brownies kukus. Cake yang dihias
dengan

lapisan

(icing)

dari

krim

mentega

(buttercream), fondant,

atau marzipan disebut kue tart (kue tarcis) (Wibowo, 2012).


Bahan Tambahan Pembuatan Cake
Gula

Gula merupakan salah satu bahan yang digunakan dalam pembuatan cake.
Jumlah

gula

yang

digunakan

biasanya berpengaruh terhadap

tesktur dan

penampilan cake. Fungsi gula dalam proses pembuatan cake selain sebagai
pemberi rasa manis, juga berfungsi memperbaiki tesktur dan memberikan warna
pada permukaan cake. Penambahan gula, menyebabkan waktu proses pembakaran
harus sesingkat mungkin dan disesuaikan dengan tingkat gelatinisasi dari tepung
yang digunakan agar tidak hangus karena sisa gula yang masih terdapat dalam
adonan dapat mempercepat proses pembentukan warna dan tepung tergelatinisasi
sempurna (Subagjo, 2007).
Menurut Desrosier (2008) dalam pembuatan cake, gula juga berfungsi
untuk membentuk aroma yang khas. Aroma wangi gula terbentuk dari proses
karamelisasi selama pembakaran. Bersamaan dengan proses karamelisasi, akan
terbentuk reaksi browning atau warna kuning kecoklatan, reaksi ini menjadikan
kerak dan remah cake menjadi lebih baik.
Gula halus sangat mudah larut dengan bahan - bahan lain seperti lemak
dan telur, yang nantinya akan menghasilkan cake yang halus dan teksturnya
empuk. Gula pasir juga bisa digunakan, hal yang perlu diperhatikan jika
menggunakan gula ini adalah, perbandingan yang sama

antara telur dan gula.

Hasil kocokan perbandingan 1:1 antara telur dan gula akan menghasilkan
kekentalan adonan yang baik. Jika prosentase penggunaan gula lebih tinggi,
biasanya cake akan turun bagian tengahnya. Lemak juga mempunyai pengaruh
yang sama pada cake (Setiadi, 2011).
Selain
pencampuran

sebagai

bahan

dalam pembuatan

pemanis,
kue.

gula

dapat

mempercepat

Dalam pembuatan

proses

kue dapat juga

menggunakan berbagai jenis gula, seperti gula halus (tepung gula), gula palem,

gula sirup. Sedangkan yang biasa digunakan dalam pembuatan kue adalah gula
pasir dan gula halus (tepung gula). Pemilihan gula mempengaruhi hasil akhir dari
pembuatan kue kering, gula yang bersih serta berwarna putih dapat mempengaruhi
tekstur dan warna kue. Gula yang digunakan harus sesuai dengan ukuran yang
telah ditentukan agar kue enak dan bertekstur lembut (Lezat, 2010).
Margarin
Margarin adalah produk makanan berbentuk emulsi padat atau semi padat
yang dibuat dari lemak nabati dan air, dengan atau tanpa penambahan bahan lain
yang diizinkan. Margarin dimaksudkan sebagai pengganti mentega dengan rupa,
bau,

konsistensi rasa, dan nilai gizi yang hampir sama dengan mentega

(Departemen Perindustrian, 1994). Margarin merupakan emulsi dengan tipe


emulsi water in oil (w/o), yaitu fase air berada dalam fase minyak atau lemak.
Margarin mengandung 80 % lemak, 16 % air dan beberapa zat lain
(Wahyuni dan Astawan, 1998). Minyak nabati yang sering digunakan dalam
pembuatan lemak adalah minyak kelapa, minyak inti sawit, minyak biji kapas,
minyak wijen, minyak kedelai dan minyak jagung. Minyak nabati umumnya
berwujud cair, karena mengandung asam lemak tidak jenuh, seperti asam oleat,
linoleat dan linolenat.
Mentega Putih (shortening)
Mentega putih (Shortening/Compound fat) adalah lemak padat yang
mempunyai sifat plastis dan kestabilan tertentu dan umumnya berwarna putih
(Winarno,1992). Pada umumnya sebagian besar mentega putih dibuat dari minyak
nabati seperti minyak biji kapas, minyak kacang kedelai, minyak kacang tanah
dan lain-lain (Winarno, 1993). Mentega putih mengandung 80% lemak dan 17%

air (Wahyuni dan Astawan, 1998). Mentega putih banyak digunakan dalam bahan
pangan, terutama pada pembuatan kue dan roti yang dipanggang. Fungsi mentega
putih dalam bahan pangan khususnya dalam kue dan roti mempunyai fungsi
antara lain memperbesar volume bahan pangan, menyerap udara, stabiliser,
emulsifier, membentuk cream, memperbaiki keeping quality dan memberikan cita
rasa gurih dalam bahan pangan berlemak dan mengempukan tekstur kue karena
mentega putih mengandung shortening. Karakteristik kimia margarin dan mentega
putih dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Karakteristik margarin dan mentega putih
Aspek
Margarin
Mentega Putih
Warna
Kuning
Putih
Bentuk
Padat
Padat
Rasa
Asin
Netral
Aroma lemak
Tidak harum
Harum
K.A
16%
17%
Asam Lemak
Lemak Nabati
Lemak Nabati
Sumber : Wahyuni dan Astawan, (1998).

Baking Powder
Baking

powder

adalah bahan

pengembang yang

dipakai

untuk

meningkatkan volume dan memperingan tekstur makanan yang dipanggang


seperti muffin, bolu, scone, dan biskuit. Bahan ini bekerja dengan melepaskan
gas karbon

dioksida ke

dalam

adonan

melalui

sebuah

reaksi

asam-basa,

menyebabkan gelembung-gelembung di dalam adonan yang masih basah, dan


ketika dipanaskan adonan memuai; ketika adonan matang, gelembung-gelembung
itu terperangkap hingga menyebabkan kue menjadi naik dan ringan. Bahan ini
dipakai untuk

menggantikan ragi ketika

rasa

fermentasi tidak

diingini pada

makanan yang dihasilkan, atau ketika adonan kurang memiliki sifat elastis untuk
menahan gelembung-gelembung gas lebih dari beberapa menit (Matz, 1992).
Sebagian besar baking powder yang tersedia di pasaran dibuat dari unsur
basa (biasanya soda kue yang juga dikenal sebagai natrium bikarbonat ditambah
satu

atau

lebih garam

asam,

dan

pati

lembam

(umumnya pati

jagung,

meskipun pati kentang juga dapat digunakan). Bahan ini merupakan sumber
karbon dioksida, dan reaksi asam-basa yang terjadi lebih tepat dijelaskan sebagai
dekomposisi soda kue setelah diaktifkan oleh asam, (McGee, 2004) sesuai
persamaan berikut:
NaHCO 3 + H+ Na+ + CO 2 + H2 O
Vanili
Vanili (Vanilla planifolia) merupakan tanaman penghasil bubuk vanili
yang biasa dijadikan pengharum makanan. Bubuk ini dihasilkan dari buahnya
yang berbentuk polong. Tanaman vanili diperkenalkan pertama kali oleh suku
Indian di Meksiko (Sindo, 2011). Vanili mempunyai aroma yang harum dan
menyenangkan, sehingga senyawa ini banyak digunakan untuk memberi aroma
pada berbagai jenis makanan dan minuman, seperti es krim, gula-gula, cokelat,
kue, dan lain-lain (Yuliani, 2008).
Flavor dan aroma unik vanili berasal dari senyawa fenolik vanilin
(kandungan 98% dari total komponen flavor vanili) serta dari senyawa lainnya.
Vanilin yang merupakan komponen utama senyawa aromatik volatil dari buah
vanili mempunyai

rumus

molekul

C8 H8 O3

dengan

nama

IUPAC

4-hidroksi-3-metoksi benzaldehid. Vanili merupakan salah satu flavoring agent


yang penggunaannya cukup luas. Penggunaan vanili saat ini sebesar 60% sebagai

bahan aditif industri makanan dan minuman, sebesar 20-25% dalam industri
parfum dan kosmetik, serta sebesar 5-10% dalam industri obat-obatan dan farmasi
(Towaha dan Heryana, 2012).
Studi Pendahuluan yang Telah Dilaksanakan
Hasil penelitian tentang karakteristik tepung komposit berbahan dasar
beras, ubi jalar, kentang, kedelai, dan xanthan menunjukkan bahwa perbandingan
tepung beras, tepung ubi jalar, pati kentang, tepung kedelai, dan xanthan gum
memberi pengaruh berbeda sangat nyata terhadap karakteristik fisik, kimia, pasta
serta baking ekspansion dan swelling power tetapi memberikan pengaruh berbeda
tidak nyata terhadap daya serap air dan daya serap minyak tepung komposit
(Amalia, 2014).
Pembuatan roti menggunakan tepung komposit terigu, ubi kayu, kedelai,
dan pati kentang dengan proporsi 50% : 15% : 15% : 20% dengan penambahan
xanthan gum sebesar 1% menghasilkan roti dengan mutu terbaik dengan kadar air
sebesar 36,158%, abu 2,512%, lemak 7,343%, serat kasar 1,791%, protein
3,213%, dengan kualitas sensoris yang dapat diterima oleh konsumen (Ferawati et
al, 2014).
Penambahan xanthan gum dan gliserol mono stearat berpengaruh terhadap
karakteristik

mutu sponge cake tanpa telur. Hasil penelitian menunjukkan

penambahan xanthan gum dan gliserol mono stearat berpengaruh sebagai


pengganti telur dalam pembuatan sponge cake dapat memperbaiki sifat fisik,
kimia dan reologi sponge cake yang dihasilkan. Penambahan xanthan gum dan
gliserol mono stearat juga diketahui dapat meningkatkan viskositas dan berat

Anda mungkin juga menyukai