Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1
pasal 1, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Menurut Sagala (2011: 61) pembelajaran
merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru
sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh siswa.
Dalam

proses

pembelajaran

masih

tampak

adanya

kecenderungan

meminimalkan peran dan keterlibatan siswa. Dominasi guru dalam proses


pembelajaran menyebabkan siswa lebih banyak berperan dan terlibat secara pasif,
siswa lebih banyak menunggu penjelasan dari guru daripada mencari dan
menemukan sendiri pengetahuan, keterampilan, serta sikap yang siswa butuhkan
(Dimyati dan Mujiono, 2011: 116). Guru berperan sangat penting dalam kegiatan
pembelajaran, karena guru bertanggungjawab terhadap tujuan pembelajaran agar
dapat tercapai secara optimal.
Dari proses pembelajaran tersebut siswa memperoleh hasil belajar yang
merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar yaitu mengalami proses untuk
meningkatkan kemampuan mentalnya dan tindak mengajar yaitu membelajarkan

siswa (Sagala, 2011: 62). Menurut Arikunto (Ekawarna, 2011: 41) yang dimaksud
dengan hasil belajar adalah suatu hasil yang diperoleh siswa setelah mengikuti
proses pengajaran yang dilakukan oleh guru. Guru dituntut untuk pandai-pandai
memilih model pembelajaran yang sesuai agar materi yang disampaikan dapat
diterima dan dipahami siswa dengan mudah.
Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan terhadap siswa MTsN
Bakalan Rayung (lampiran 1), menjelaskan bahwa kebanyakan siswa
menganggap pelajaran matematika sangat sulit karena dalam menyelesaikan soal
menggunakan rumus dan perhitungan. Sedangkan pemilihan materi bilangan bulat
didasarkan atas wawancara dengan guru MTsN Bakalan Rayung (lampiran 2)
yang menjelaskan bahwa materi bilangan bulat menuntut keterampilan berpikir
kreatif siswa dalam memecahkan masalah sehingga dapat meningkatkan
pemahaman dan penguasaan konsep siswa serta materi bilangan bulat merupakan
konsep dasar siswa dalam belajar matematika. Jika siswa tidak mengerti tentang
materi bilangan bulat, maka siwa akan kesulitan mempelajari materi selanjutnya.
Salah satu solusi yang diharapkan mampu untuk memahami materi pelajaran
matematika adalah dengan model pembelajaran kooperatif, karena pembelajaran
kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan
memahami konsep yang sulit jika siswa saling berdiskusi dengan temannya
(Trianto, 2007: 49). Menurut Trianto (2007: 49) ada berbagai jenis model
pembelajaran kooperatif, yaitu STAD (Student Teams Achievement Division),
JIGSAW, Investigasi Kelompok (Teams Games Tournaments atau TGT), TPS
(Think Pair Share), dan Numbered Head Together (NHT). Dalam penelitian ini

peneliti hanya mengambil 2 jenis model pembelajaran kooperatif, yaitu model


pembelajaran kooperatif tipe STAD dan model pembelajaran kooperatif tipe TPS.
Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD ini merupakan salah satu tipe dari
model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan kelompok-kelompok kecil
dengan jumlah anggota tiap kelompok 4-5 orang siswa secara heterogen (Trianto,
2007: 52). Manfaat model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah untuk
memotivasi para siswa, mendorong dan membantu satu sama lain, dan untuk
menguasai keterampilan-keterampilan yang disajikan oleh guru (Shoimin, 2014:
188).
Sedangkan model pembelajaran kooperatif tipe TPS atau berpikir
berpasangan berbagi adalah jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk
mempengaruhi pola interaksi siswa. Arends (Trianto, 2007: 61) menyatakan
bahwa TPS merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana
pola diskusi kelas. Manfaat model pembelajaran TPS antara lain adalah
memungkinkan siswa untuk bekerja sendiri dan bekerjasama dengan orang lain,
mengoptimalkan partisipasi siswa, dan memberi kesempatan kepada siswa untuk
menunjukkan partisipasi kepada orang lain (Huda, 013: 206).
Adapun perbedaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan model
pembelajaran kooperatif tipe TPS, adalah siswa yang diberikan model
pembelajaran tipe STAD lebih mandiri dalam segala hal yaitu mampu
mengeluarkan pendapatnya dalam mengerjakan tugas kelompok, menumbuhkan
rasa tanggung jawab antar anggota kelompok, dan menumbuhkan rasa percaya
diri. Sedangkan dengan model pembelajaran tipe TPS, melatih siswa berfikir kritis

dan mandiri, melatih siswa agar berani mengeluarkan pendapatnya di depan kelas
atas kesadarannya sendiri, dan melatih siswa bekerja sama dan saling melengkapi
dalam pasangan belajarnya (Trianto, 2007).
Hal ini didukung oleh hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Theresia Ari Dwi Utami dengan judul Eksperimentasi Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe STAD dan NHT pada Pembelajaran Matematika Siswa SMA
Kelas X Semester I di Kabupaten Wonogiri Ditinjau dari Kemampuan Awal
Siswa Tahun Pelajaran 2010 2011 hasil dari penelitian tersebut dapat
disimpulkan bahwa hasil belajar matematika siswa dengan model STAD lebih
baik dari model pembelajaran tipe NHT pada siswa kelas X pada materi sistem
persamaaan linier. Sedangkan menurut Siti Halimatus Faidah dengan judul
Perbedaan Pembelajaran Model TPS dengan Pembelajaran Interaktif Terhadap
Hasil Belajar Siswa (Studi Kasus Pada Siswa Kelas XI IPS di SMA Negeri 1
Galis Pamekasan Mata Pelajaran Ekonomi Pokok Bahasan APBN dan APBD
Semester Ganjil Tahun Ajaran 2010/2011) mengungkapkan bahwa hasil belajar
siswa yang diajar dengan model TPS lebih baik daripada hasil belajar siswa yang
diajar dengan model interaktif.
Peneliti memilih membandingkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD
dan model pembelajaran kooperatif tipe TPS, karena model STAD dan TPS
memiliki manfaat masing-masing dan sama-sama dapat meningkatkan hasil
belajar siswa, diantara model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan model
pembelajaran kooperatif tipe TPS model pembelajaran apa yang hasil belajarnya
lebih baik, untuk itu perlu dilakukan penelitian ini.

Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk mengadakan


penelitian lebih lanjut mengenai Perbedaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
STAD (Student Teams Achievement Division) dan Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe TPS (Think Pair Share) terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa MTs
Tahun Ajaran 2015/2016.

B. Batasan Masalah
Agar penelitian menjadi terpusat, maka peneliti memberikan batasan masalah
sebagai berikut:
1. Materi yang digunakan adalah bilangan bulat.
2. Penelitian ini dibatasi pada penilaian kognitif siswa berdasarkan nilai hasil
belajar matematika.
3. Penelitian bertempat di MTsN Bakalan Rayung kelas VII.

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, adapun rumusan masalah ini
adalah Apakah terdapat perbedaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD
dan model pembelajaran kooperatif tipe TPS terhadap hasil belajar matematika
siswa MTs tahun ajaran 2015/2016?.

D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
apakah terdapat perbedaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan model
pembelajaran kooperatif tipe TPS terhadap hasil belajar matematika siswa MTs
tahun ajaran 2015/2016.

E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian ini dapat bermanfaat sebagai salah satu alternatif
untuk pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya model pembelajaran
2. Manfaat Praktis
Secara praktis penelitian ini dapat bermanfaat sebagai berikut :
a. Bagi siswa, penelitian ini dapat meningkatkan ketertarikan siswa terhadap
pelajaran matematika serta meningkatkan keterampilan sosial, khususnya
keterampilan kerjasama diantara siswa.
b. Bagi guru, sebagai bahan masukan untuk dapat memilih model
pembelajaran yang sesuai dan bervariasi.

F. Definisi Operasional Variabel


Untuk membatasi permasalahan dalam penelitian ini, maka peneliti memberikan
definisi operasional sebagai berikut :
1.

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD


Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD atau Tim Siswa-Kelompok
Berprestasi merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang paling sederhana.
Dalam pembelajaran STAD, siswa bekerja sebagai sebuah tim untuk
menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan suatu tugas atau mengerjakan
sesuatu untuk mencapai tujuan bersama. Siswa tidak hanya bertanggung jawab
terhadap dirinya sendiri tetapi juga kelompoknya (Rusman, 2011).

2.

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS


TPS atau berfikir berpasangan berbagi merupakan tipe pembelajaran
kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Dalam
pembelajarannya selain siswa berdiskusi dengan kelompok pasangan, siswa
juga berdiskusi kelas (Trianto, 2009).

3.

Hasil belajar yang sering disebut dengan istilah scholastic achievement atau
academic achievement adalah seluruh kecakapan dan hasil yang dicapai
melalui proses belajar mengajar di sekolah yang dinyatakan dengan angkaangka atau nilai-nilai berdasarkan tes hasil belajar (Briggs (Ekawarna, 2011:
40)).

Jadi yang dimaksud dengan perbedaan model pembelajaran kooperatif tipe


STAD (Student Teams Achievement Division) dan model pembelajaran kooperatif
tipe TPS (Think Pair Share) terhadap hasil belajar matematika siswa MTs tahun
ajaran 2015/2016 adalah ketidaksamaan model pembelajaran koooperatif dimana
siswa bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan sebuah masalah untuk
mencapai tujuan bersama dan model pembelajaran kooperatif yang dirancang
untuk mempengaruhi pola interaksi siswa melalui proses belajar mengajar di
sekolah yang dinyatakan dengan angka-angka atau nilai-nilai berdasarkan tes hasil
belajar.

Anda mungkin juga menyukai