Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Tujuan
Tujuan bantuan hidup dasar ialah untuk oksigenasi darurat secara efektif pada organ vital
seperti otak dan jantung melalui ventilasi buatan dan sirkulasi buatan sampai paru dan
jantung dapat menyediakan oksigen dengan kekuatan sendiri secara normal
1.3.
Indikasi RJP
Tindakan RJP sangat penting terutama pada pasien dengan cardiac arrest karena fibrilasi
ventrikel yang terjadi di luar rumah sakit, pasien di rumah sakit dengan fibrilasi ventrikel
primer dan penyakit jantung iskemi, pasien dengan hipotermi, overdosis, obstruksi jalan
napas atau primary respiratory arrest.
1.4.
Kontraindikasi RJP
a) Bila henti jantung telah berlangsung lebih dari 5 menit (oleh karena biasanya
kerusakan otak permanen telah terjadi pada saat ini)
b) Pada keganasan stadium lanjut
c) Payah jantung refrakter
d) Edema paru-paru refrakter
1.5.
Fase RJP
1.5.1. Fase I
Tata cara RJP menurut AHA 2010
pulsasi arteri carotisnya. Periksa teraba nadi atau tidak. Langkah ini tidak boleh lebih
dari 10 detik.
Penelitian yang telah dilakukan mengenai resusitasi menunjukkan baik
penolong awam maupun tenaga kesehatan mengalami kesulitan dalam melakukan
pemeriksaan pulsasi arteri carotis. Sehingga untuk hal tertentu pengecekan pulsasi
tidak diperlukan, seperti :
o Penolong tidak perlu memeriksa nadi dan langsung mengasumsikan penderita
menderita henti jantung jika penderita mengalami pingsan mendadak, atau
tidak berespons tidak bernapas, atau bernapas tidak normal.
o Penilaian pulsasi sebaiknya dilakukan kurang dari 10 detik. Jika dalam 10
detik penolong belum bisa meraba pulsasi arteri, maka segera lakukan
kompresi dada.
Catatan : Jika teraba nadi berikan 1 kali napas tiap 5-6 detik. Cek nadi tiap 2
menit Jika tidak teraba nadi lanjutkan dengan kompresi
4. Kompresi Dada Dilakukan dengan pemberian tekanan secara kuat dan berirama pada
setengah bawah sternum/ Membuat garis bayangan antara kedua papila mammae
memotong mid line pada sternum kemudian meletakkan tangan kiri diatas tangan
kanan/ sebaliknya. Yang dipakai adalah tumit tangan, bukan telapak tangan. Hal ini
menciptakan aliran darah melalui peningkatan tekanan intratorakal dan penekanan
langsung pada dinding jantung.
dada, atau 4 cm (1,5 inch) pada bayi dan sekitar 5 cm (2 inch) pada anak.
Berikan kesempatan untuk dada mengembang kembali sevara sempurna setelah setiap
kompresi.
Seminimal mungkin melakukan interupsi
Hindari pemberian napas bantuan yang berlebihan.
Melakukan kompresi dada: tekan dengan cepat dan keras, interupsi minimal,
dan biarkan dada recoil. Siku lengan harus lurus dengan sumbu gerakan menekan
adalah pinggul bukan bahu. Tekan dada dengan kedalaman minimal 5 cm. 9 Beri
kesempatan dada recoil sebelum menekan kembali untuk memberi kesempatan
venous return mengisi jantung.
luka berat.
Mulut ke stoma
Pada pasien yang pernah melakukan laringotomi
Penderita dengan hambatan jalan napas atau komplians paru yang buruk memerlukan
bantuan napas dengan tekanan lebih tinggi sampai memperlihatkan dinding dada
terangkat.
1. Pemberian bantuan napas yang berlebihan tidak diperlukan dan dapat menimbulkan
distensi lambung serta komplikasinya, seperti regurgitasi dan aspirasi.
7. Setelah 5 siklus/ 2 menit, periksa pulsasi arteri carotis, jika pulsasi tidak ada dan
bantuan belum tiba teruskan RJP. Jika bantuan datang dan membawa peralatan
(AED/Defibrilator) segera pasang alat cek irama jantung dengan menggunakan AED
atau monitor defibrilator. Apabila irama jantung shockable lakukan defibrilasi, apabila
not shockable teruskan RJP.
8. Posisi recovery dilakukan setelah pasien ROSC (return of spontaneous circulation),
bertujuan agar mencegah aspirasi jika pasien muntah. Urutan tindakan posisi recovery
meliputi:
Tangan pasien yang berada pada sisi penolong di luruskan keatas
Tangan yang lainnya di silangkan di leher pasien dengan telapak tangan pada pipi
pasien
Kaki pada sisi yang berlawanan dengan penolong di tekuk dan di tarik kearah
penolong, sekaligus memiringkan tubuh pasien kearah penolong.
1.5.2. Fase II
1.7.
Hemothorax
Ruptur hepar