Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
I.1
Latar Belakang
Campak jerman disebut juga sebagai rubella, german
measles, atau campak 3 hari adalah infeksi virus yang menular
terutama menyerang kulit dan kelenjar getah bening, pada kulit
dikenal dengan ruam berwarna merah yang khas dan pada
kelenjar getah bening menimbulkan pembesaran (pembengkakan).
Rubella tidak sama dengan campak (rubeola)meskipun sama
sama menimbulkan ruam merah pada kulit. Karena, rubella ini
disebabkan oleh virus yang berbeda dengan campak (rubeola)
sehingga penularannya pun sedikit berbeda.
Kira-kira 30 juta kasus campak dilaporkan setiap tahunnya.
Insiden terbanyak terjadi di Afrika. Biasanya penyakit campak ini
terjadi pada masa anak dan kemudian menyebabkan kekebalan
seumur hidup. Berdasarkan penelitian di Amerika, lebih dari 50%
kasus campak terjadi pada usia 5-9 tahun. Bayi yang dilahirkan
dari ibu yang menderita campak akan mendapat kekebalan secara
pasif melalui plasenta sampai umur 4-6 bulan, dan setelah itu
kekebalan menurun sehingga bayi dapat menderita campak.Bila si
ibu
belum
dilahirkannya
menderita
pernah
menderita
tidak
mempunyai
campak
begitu
campak,
maka
kekebalan
dilahirkan.
Bila
bayi
yang
sehingga
dapat
seorang
wanita
I.2
Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan refarat ini adaah untuk menambah wawasan
ilmu pengetahuan bagi para dokter muda khususnya dan bagi
pembaca pada umumnya sehingga diharapkan para calon dokter
mampu mengenali, menganalisa dan membuat diagnostik yang
tepat pada kasus-kasus Perbedaan Diagnostik German
Measles Dan Rubela Measles.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Campak Dan Rubella
2.1.1 Campak
Campak adalah penyakit akut yang sangat menular,
disebabkan oleh infeksi virus yang umumnya menyerang anak. Campak
memiliki gejala klinis khas yaitu terdiri dari 3 stadium yang masingmasing mempunyai cirri khusus: (1) stadium masa tunas berlangsung
kira-kira 10-12 hari, (2) stadium prodromal dengan gejala pilek dan batuk
yang meningkat dan ditemukan enantem pada mukosa pipi (bercak
Koplik), faring dan peradangan mukosa konjungtiva, dan (3) stadium akhir
dengan keluarnya ruam mulai dari belakang telinga menyebar ke muka,
badan, lengan dan kaki. Ruam timbul didahului dengan suhu badan yang
meningkat, selanjutnya ruam menjadi menghitam dan mengelupas.
2.1.2
Rubella
2.3 Etiologi
2.3.1 Campak
Virus campak berada di sekret nasofaring dan di dalam darah,
minimal selama masa tunas dan dalam waktu yang singkat sesudah
timbulnya ruam. Virus tetap aktif minimal 34 jam pada temperatur kamar,
15 minggu di dalam pengawetan beku, minimal 4 minggu disimpan dalam
temperatur 35C, dan beberapa hari pada suhu 0C. virus tidak aktif pada
pH rendah.
Bentuk Virus
Virus campak termasuk golongan paramyxovirus berbentuk bulat
dengan tepi yang kasar dan bergaris tengah 140 nm, dibungkus oleh
6
selubung luar yang terdiri dari lemak dan protein. Di dalamnya terdapat
nukleokapsid yang berbentuk bulat lonjong, terdiri dari bagian protein
yang mengelilingi asam nukleat (RNA) yang merupakan struktur heliks
nucleoprotein dari myxovirus. Pada selubung luar seringkali terdapat
tonjolan pendek. Salah satu protein yang berada di selubung luar
berfungsi sebagai hemaglutinin.
Ketahanan Virus
Virus campak adalah organism yang tidak memiliki daya tahan
tinggi. Apabila berada di luar tubuh manusia, keberadaannya tidak kekal.
Pada temperatur kamar ia akan kehilangan 60% sifat infektivitasnya
setelah 3-5 hari, pada suhu 37C waktu paruh usianya 2 jam, sedangkan
pada suhu 56C hanya 1 jam. Sebaliknya virus ini mampu bertahan dalam
keadaan dingin. Pada suhu -70C dengan media protein ia dapat hidup
selama 5,5 tahun, sedangkan dalam lemari pendingin dengan suhu 4-6C,
dapat hidup selama 5 bulan. Tetapi bila tanpa media protein, virus ini
hanya mampu bertahan selama 2 minggu, dan dapat dengan mudah
dihancurkan oleh sinar ultraviolet.
Oleh karena selubungnya terdiri dari lemak maka virus campak
termasuk mikroorganisme yang bersifat ether labile. Pada suhu kamar,
virus ini akan mati dalam 20% ether setelah 10 menit dan dalam 50%
aseton setelah 30 menit. Virus campak juga sensitif terhadap 0,01%
betapropiacetone pada suhu 37C dalam 2 jam, ia akan kehilangan sifat
infektivitasnya namun tetap memiliki antigenitas penuh. Sedangkan
dalam formalin 1/4.000, virus ini menjadi tidak efektif setelah 5 hari,
tetapi tetap tidakkehilangan antigenitasnya. Penambahan tripsin akan
mempercepat hilangnya potensi antigenik.
Pertumbuhan Virus
Virus campak dapat tumbuh pada berbagai macam tipe sel, tetapi
untuk isolasi primer digunakan biakan sel ginjal manusia atau kera.
Pertumbuhan virus campak lebih lambat daripada virus lainnya, baru
mencapai kadar tertinggi pada fase larutan setelah 7-10 hari. Virus tidak
akan tumbuh dengan baik pada perbenihan primer yang terdiri dari
continuous cell lines, tetapi dapat diilosasi dari biakan primer sel manusia
atau kera terlebih dahulu dan selanjutnya virus ini akan dengan mudah
menyesuaikan dii dengan berbagai macam biakan yang terdiri dari
continuous cell lines yang berasal dari sel ganas maupun sel normal
manusia. Sekali dapat menyesuaikan diri pada perbenihan tersebut, ia
dapat tumbuh dengan cepat dibandingkan dalam perbenihan primer, dan
mencapai kadar maksimumnya dalam 2-4 hari.
2.3.2 Rubella
Rubella disebabkan oleh suatu RNA virus, genus Rubivirus,
famili Togaviridae. Virus dapat diisolasi dari biakan jaringan penderita.
Secara fisiko-kimiawi virus ini sama dengan anggota virus lain dari
famili tersebut, tetapi virus rubela secara serologik berbeda. Pada
waktu terdapat gejala klinis virus ditemukan pada sekret
nasofaring,darah,fesesdan urin.Virus rubela tidak mempunyai pejamu
golongan intervetebrata dan manusia merupakan satu-satunya pejamu
golongan
vertebrata.
Cara Penularannya melalui kontak dengan sekret nasofaring dari orang
terinfeksi. Infeksi terjadi melalui droplet atau kontak langsung dengan
penderita. Pada lingkungan tertutup seperti di asrama calon prajurit,
semua orang yang rentan dan terpajan bisa terinfeksi. Bayi dengan
CRS mengandung virus pada sekret nasofaring dan urin mereka dalam
jumlah
besar,
sehingga
menjadi
sumber
infeksi.
Penyebab rubella atau campak Jerman adalah virus rubella. Meski virus
penyebabnya berbeda, namun rubella dan campak (rubeola)
mempunyai beberapa persamaan. Rubella dan campak merupakan
infeksi yang menyebabkan kemerahan pada kulit pada penderitanya.
Perbedaannya, rubella atau campak Jerman tidak terlalu menular
dibandingkan campak yang cepat sekali penularannya. Penularan
rubella dari penderitanya ke orang lain terjadi melalui percikan ludah
ketika batuk, bersin dan udara yang terkontaminasi. Virus ini cepat
menular, penularan dapat terjadi sepekan (1 minggu) sebelum timbul
bintik-bintik merah pada kulit si penderita, sampai lebih kurang
sepekan
setelah
bintik
tersebut
menghilang.
Namun bila seseorang tertular, gejala penyakit tidak langsung tampak.
Gejala baru timbul kira-kira 14 21 hari kemudian. Selain itu, campak
lebih lama proses penyembuhannya sementara rubella hanya 3 hari,
karena itu pula rubella sering disebut campak 3 hari.
2.4 Patofisiologi
2.4.1 Campak
Masuknya Virus dan Lokasi Replikasi Primer
8
secara
patologi
adalah
sama,
karena
terlibatnya
glandula
submukosa.
Pemeriksaan jaringan yang lain secara patologis
memperlihatkan sel raksasa dengan nucleus yang banyak, yang sama
dengan yang terbentuk pada biakan jaringan. Berlwanan dengan sel
Warthin Finkeldey, sel raksasa ini umumnya mengandung badan inklusi
10
2.5 Pathogenesis
2.5.1 Campak
Penularannya sangat efektif, dengan sedikit virus yang infeksius
sudah dapat menimbulkan infeksi pada seseorang. Penularan campak
terjadi secara droplet melalui udara, sejak 1-2 hari sebelum timbul gejala
klinis sampai 4 hari setelah timbul ruam. Ditempat awal infeksi,
pengadaan virus sangat minimal dan jarang dapat ditemukan virusnya.
Virus masuk kedalam limfati8k lokal, bebas maupun berhubungan dengan
sel mononuklear, kemudian mencapai kelenjar getah bening regional.
Disini virus memperbanyak diri dengan sangat perlahan dan dimulailah
penyebaran ke sel jaringan limforetikuler seperti limpa. Sel mononuklear
yang terinfeksi menyebabkan terbentuknya sel raksasa berinti banyak (sel
Warthin), sedangkan limfosit T (termasuk T-suppresor dan T-helper) yang
rentan terhadap infekssi, turut aktif membelah.
11
2.5.2
rubella
13
2.6.2 Rubella
Masainkubasi
masa inkubasi berkisar antara 14-21 hari.dalam beberapa laporan lain
waktu inkubasi minimum 12 hari dan maksimum 17 sampai 21 hari.
Masa prodromal
Pada anak biasanya erupsi timbul tanpa keluhan sebelumnya; jarang
disertai gejala dan
tanda masa prodromal. Namun pada remaja dan dewasa muda masa
prodromal berlangsung
1-5 hari dan terdiri dari demam ringan, sakit kepala, nyeri tenggorok,
kemerahan pada
konjungtiva, rinitis, batuk dan limfadenopati. Gejala ini segera menghilang
pada waktu erupsi
timbul. Gejala dan tanda prodromal biasanya mendahului 1-5 hari erupsi
di kulit. Pada
beberapa penderita dewasa gejala dan tanda tersebut dapat menetap
lebih lama dan bersifat
lebih berat. Pada 20% penderita selama masa prodromal atau hari
pertama erupsi timbul suatu
enantema, tanda Forschheimer, yaitu makula atau petekiia pada palatum
molle. Pembesaran
kelenjar limfe bisa
mengenai kelenjar
timbul
ke
bagian
14
Limfadenopati merupakan
rubela. Biasanya
suatu
gejala
klinis
yang
penting
pada
2.7 Diagnosis
2.7.1
Campak
15
2.7.2 Rubella
Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis yang cermat.
Rubella merupakan penyakit yang epidemi (penyebaran penyakit yang
cepat pada banyak orang dalam masyarakat) sehingga bila diselidiki
dengan cermat, dapat ditemukan kasus kontak atau kasus lain di
dalam lingkungan penderita. Sifat demam dapat membantu dalam
menegakkan diagnosis, oleh karena demam pada rubella jarang sekali
di atas 38,50C.
Pada infeksi yang tipikal, macula merah muda yang menyatu
menjadi eritema difus pada muka dan badan serta artralgia pada
tangan penderita dewasa merupakan petunjuk diagnostig rubella.
Peningkatan sel plasma 5-20% merupakan tanda yang khas. Kadangterdapat leucopenia pada awal penyakit yang dengan segera diikuti
limfositosis relative. Sering terjadi penurunan ringan jumlah trombosit.
Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan serologi yaitu
adanya peningkatan titer antibody 4 kali pada HAIR (haemaglutination
inhibition test) atau ditemukannya antibodi igM yang spesifik untuk
rubella. Titer antibodi mulai meningkat 24-48 jam setelah permulaan
erupsi dan mencapai puncaknya pada hari ke 6-12. Selain pada infeksi
primer, antibodi igM spesifik rubella harus diinterpretasikan dengan
hati-hati.
Pada kehamilan, 1-2 minggu setelah timbulnya Rash dapat
dilakukan pemeriksaan serologi igM-immunoassay (dengan sampel
berasal dari tenggorok atau urin) sebanyak 2 kali dengan selang 1-2
minggu. Bila didapatkan kenaikan titer sebanyak 4 kali, dapat
16
dipertimbangkan
terminasi
kehamilan.1
Campak
1. Roseola infantum. Pada Roseola infantum, ruam muncul
saat demam telah menghilang.
2. Rubella. Ruam berwarna merah muda dan timbul lebih
cepat dari campak. Gejala yang timbul tidak seberat campak.
3. Alergi obat. Didapatkan riwayat penggunaan obat tidak
lama sebelum ruam muncul dan biasanya tidak disertai gejala
prodromal.
4. Demam skarlatina. Ruam bersifat papular, difus
terutama di abdomen. Tanda patognomonik berupa lidah
berwarna merah stroberi serta tonsilitis eksudativa atau
membranosa
(Alan
R.
Tumbelaka,
2002).
17
2.8.2 Rubella
Penyakit yang memberikan gejala klinis dan eksantema yang
menyerupai rubella adalah :
a. Penyakit
virus
:
campak
roseola
infantum,
eritema
mononukleaosis infeksiosa dan pityriasis rosea.
b. Penyakit bakteri : Scarlet fever (skarlatina). Bila terjadi
kemerehan difus dan tampak bercak-bercak berwarna lebih gelap
diatasnya, perlu dibedakan dengan scarlet fever. Tidak seperti
scarlet fever, pada rubella daeral parietal terkena.
c. Erupsi obat : ampisilin, penisilin, asam salisilat, fenotiazin dan
diuretik tiazid. Erupsi obat menyerupai rubella yang dapat
disertai pembesaran KGB disebabkan terutama oleh senyawa
hidantoin. Pada kasus yang meragukan dapat dilakukan
pemeriksaan hemogram dan serologi.
2.9 Komplikasi
2.9.1 campak
a. Laringitis akut
Laringitis timbul karena adanya edema hebat pada mukosa saluran nafas,
yang bertambah parah pada saat demam menacai puncaknya.
Ditandainya dengan distres pernafasan , sesak, sianosis dan stridor. Ketika
demam turun keadaan membaik dan gejala akan menghilang.
b. Bronkopneumonia
Dapat disebabkan oleh virus campak maupun akibat invasi bakteri.
Ditandai dengan batuk, meningkatnya frekuensi nafas dan adanya rongki
basah halus. Pada saat suhu turun, apabila disebabkan oleh virus, gejala
pneumonia akan menghilang, kecuali batuk yang masih dapat berlanjut
sampai beberapa hari lagi. Apalagi suhu tidak juga turun pada saat yang
diharapkan dan gejala saluran nafas masih terus berlangsung, dapat
diduga adanya pneumonia karena bakteri yang telah mengadakan invasi
pada sel epitel yang telah dirusak oleh virus . Gambaran infiltrat pada
thoraks dan adanya leukositosis dapat mempertegas diagnosis. Dinegara
sedang berkembang dimana malnutrisi masih menjadi masalah, penyulit
pneumonia bakteri biasa terjadi dan dapat menjadi fatal bila tidak diberi
antibiotik.
18
c. Kejang Demam
Kejang dapat timbul pada periode demam, umumnya pada puncak
demam saat ruam keluar. Kejang dalam hal inio diklasifikasikan sebagai
kejang demam.
d. Ensefalitis
Merupakan penyulit neurologik yang paling sering, biasa terjadi pada hari
ke 4-7 setelah timbul;nya ruam. Kejadian ensefalitis sekitar 1 dalam 1000
kasus campak, dengan mortalitas antara 30-40%. Terjadinya ensefalitis
dapat melalui mekanisme imunologik maupun melalui invasi langsung
virus campak kedalam otak. Gejala ensefalitis dappat berupa kejang,
letargi, koma dan iritabel. Keluha
nyeri kepala, frekuensi nafas
meningkat, twitching, disorientasi juga dapat ditemukan. Pemeriksaan
cairan
serebrospinal
menunjukkan
pleositosis
rinagan,
dengan
predominan sel mononuklear, peningkatan protein ringan, sedangkan
kadar glukosa dalam batas normal.
e.SSPE ( Subacute Sclerosing Panenchephalitis)
Subacute Sclerosing Panenchephalitis merupakan kelainan degeneratif
susunan saraf pusat yang jarang disebabkan oleh infeksi virus campak
yang persisten. Kemungkinan untuk menderita SPPE pada anak yang
sebelumnya pernah menderita campak adalah 0,6- 2,2 per 100.000 infeksi
campak. Risiko terjadi SPPE lebih besar pada usia yang lebih muda,
dengan masa inkubasi rata-rata 7 tahun. Gejala SPPE didahului dengan
gangguan tingkah laku dengan intelektual yang progresif, diikuti oleh
inkoordinasi motorik, kejang umumnya bersifat mioklonik. Laboratorium
menunjukkan peningkatan globulin dalam cairan serebrospinal, antibodi
terhadap campak dalam serum ( CF dan HAI) meningkat ( 1: 1280). Tidak
ada terapi untuk SPPE. Rata-rata jangka waktu timbulnya gejala sampai
meninggal antara 6-9 bulan.
f. Otitis media
Invasi virus ke dalam telinga tengah umumnya terjadi pada campak.
Gendang telinga biasanya hiperemis pada fase prodromal dan stadium
erupsi. Jika terjadi invasi bakteri pada lapisan sel mukosa yang rusak
karena invasi virus akan terjadi otitis media purulenta dapat pula terjadi
mastoiditis.
g. Beberapa anak yang menderita camapak mengalami muntah dan
mencret pada fase prodromal. Keadaan ini akibat invasi virus kedalam sel
mukosa usus. Dapat pula timbul enteropati yang menyebabkan
kehilangan protein ( protein losing enterophaty).
19
h. Konjungtivitis
Pada hampir semua kasus campak terjadi konjungtivitis, yang ditandai
dengan adanya mata merah, pembengkakan kelopak mata, lakrimasi dan
fotofobia. Kadang-kadang terjadi infeksi sekunder bakteri. Virus campak
atau antigennya dapat dideteksi pada lesi konjungtiva pada hari pertama
sakit. Konjungtivitis dapat memburuk dengan terjadinya hipopion dan
pan-oftalmitis hingga menyebabkan kebutaan. Dapat pula timbul ulkus
kornea.
i. Sistem kardiovaskular
Pada EKG dapat ditemukan kelainan berupa perubahan pada gelombang
T, Kontraksi prematur aurikel dan perpanjangan interrval A-V. Perubahan
tersebut bersifat sementara dan tidak atau hanya sedikit mempunyai arti
klinis.
2.9.2 Rubella
Campak jerman sebenarnya merupakan infeksi ringan. Setelah
seseorang terkena penyakit ini, maka akan kebal secara permanen (tidak
kena lagi). Namun, beberapa wanita dengan rubella dapat mengalami
radang sendi (arthritis) pada jari-jari, pergelangan tangan dan lutut, yang
biasanya berlangsung selama 2 minggu hingga satu bulan. Dalam kasus
yang jarang terjadi, rubella juga dapat menyebabkan infeksi telinga (otitis
media) juga radang otak (ensefalitis).
Yang paling berbahaya, jika jika rubella ini mengenai ibu hamil,
dengan konsekuensi gangguan pada janin yang dikandungnya. Dengan
perkiraan 90% bayi yang lahir dari ibu yang memiliki rubella selama 11
minggu pertama kehamilan akan mengembangkan sindrom rubella
bawaan atau dikenal dengan istilah sindrom rubella kongenital, yaitu
mengalami satu atau beberapa kelainan berikut:
Retardasi pertumbuhan
Keterbelakangan mental
Katarak
Tuli bawaan
20
2.10
Penatalaksanaan
2.10.1
Campak
Pasien campak tanpa penyulit dapat berobat jalan. Anak harus diberikan
cukup cairan dan kalori, sedangkan pengobatan bersifat simtomatik,
dengan pemberian antipiretik, antitusif, ekspetoran dan antikonvulsan bila
diperlukan. Sedangkan pada campak dengan penyulit, pasien perlu
dirawat inap. Dirumah sakit pasien campak dirawat dibangsal isolasi
sistem pernafasan, diperlukan perbaikan keadaan umum dengan
memperbaiki kebutuhan cairan dan diet yang memadai. Vitamin A
100.000 IU peroral diberikan satu kali, apabila terdapat malnutrisi yang
dilanjutkan 1500 IU tiap hari.
Apabila terdapat penyulit, maka dilakukan pengobatan untuk mengatasi
penyulit yang timbul, yaitu:
1. Bronkopneumonia
Diberikan antibiotik ampisilin 100 mg/kgBB/haridalam 4 dosis intravena
dikombinasikan dengan kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari intravena dalam 4
dosis, sampai gejala sesak berkurang dan pasien dapat minum obat
peroral. Antibiotik diberikan sampai tiga hari demam reda. Apabila
dicurigai infeksi spesifik, maka uji tuberkulin dilakukan setelah anak sehat
kembali (3-4 minggu kemudian) oleh karena uji tuberkulin biasanya
negatif (anergi) pada saat anal menderita campak. Gangguan reaksi
delayed hipersensitivity disebabkan oleh sel limfosit-T yang terganggu
fungsinya.
2. Enteritis
Pada keadaan berat anak mudah jatuh dalam dehidrasi. Pemberian cairan
intravena dapat dipertimbangkan apabila terdapat enteritas + dehidrasi.
3. Otitis media
21
Rubella
ada
pengobatan
khusus
untuk
menyembuhkan
atau
Istirahat cukup
Jaga jarak dengan teman, keluarga dan rekan kerja terutama ibu
hamil dan beritahu mereka tentang diagnosis Anda supaya mereka
juga waspada (ingat! cara penularannya).
Jika muncul gejala seperti demam, sakit kepala, gatal, atau bahkan
nyeri sendi dan dirasa sangat mengganggu maka berobatlah ke
dokter. Dokter akan memberikan pengobatan sebatas gejala yang
anda keluhkan itu.
22
Rubella
23
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Soegeng Soegijanto. Campak. Dalam : ed. Sumarno S. Poorwo
Soedarmo, Herry Garna, Sri Rezeki S. Hadinegoro. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Anak, Infeksi & Penyakit Tropis. Edisi II. 2002. Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FKUI : Jakarta.
2. Herry Garna, Alex Chaerulfatah, Azhali MS, Djatnika Setiabudi,.
Morbili (Campak, Rubeola, Measles). Dalam : ed. Herry Garna, Heda
Melinda D. Nataprawira. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu
Kesehatan Anak. Edisi III. 2005. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK
UNPAD : Bandung.
3. Brooks, Geo F., Butel, Janet S., Morse Stephen A. Mikrobiologi
Kedokteran. Edisi I. Terjemahan. 2005.Salemba Medika : Jakarta
4. Phillips, Carol.F. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 2. Terjemahan. 1993.
EGC : Jakarta.
5. Satari H I, Hadinegoro S R S, dkk. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri
Tropis Edisi 2. Jakarta: Bag.Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 2002.
6. Departemen Ilmu kesehatan Anak RSCM. Panduan Pelayanan Medis
Departemen Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: 2007.
7. Cherry, JD. Measles Virus. In Feigin RD, Cherry JD, Demmler GJ,
Kaplan SL. Textbook of Pediatric Infectious Disease Volume 2. 5th ed.
Philadelphia: WB Saunders; 2004.
8. Alan R. Tumbelaka. 2002. Pendekatan Diagnostik Penyakit
Eksantema Akut dalam: Sumarmo S. Poorwo Soedarmo, dkk. (ed.)
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Infeksi & Penyakit Tropis. Edisi I.
Jakarta. Balai Penerbit FKUI.
9. Cherry J.D. 2004. Measles Virus. In: Feigin, Cherry, Demmler, Kaplan
(eds) Textbook of Pediatrics Infectious Disease. 5th edition. Vol 3.
Philadelphia. Saunders.
10.
Phillips C.S. 1983. Measles. In: Behrman R.E., Vaughan V.C.
(eds) Nelson Textbook of Pediatrics. 12th edition. Japan. IgakuShoin/Saunders.
25
11.
Soegeng Soegijanto. 2001. Vaksinasi Campak. Dalam: I.G.N.
Ranuh, dkk. (ed) Buku Imunisasi di Indonesia. Jakarta. Pengurus
Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia.
12. Soegeng Soegijanto. 2002. Campak. dalam: Sumarmo S. Poorwo
Soedarmo, dkk. (ed.) Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Infeksi &
Penyakit Tropis. Edisi I. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. Hal. 125 T.H.
Rampengan, I.R. Laurentz. 1997. Penyakit Infeksi Tropik pada Anak.
Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
26