Anda di halaman 1dari 33

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

putusan.mahkamahagung.go.id
PUTUSAN
Nomor 6/B/PK/PJK/2014
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
MAHKAMAH

AGUNG

Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai


berikut dalam perkara :
DIREKTUR JENDERAL PAJAK, berkedudukan di Jalan Jenderal Gatot
Subroto Nomor. 40-42 Jakarta, dalam hal ini memberi kuasa kepada :
1

CATUR RINI WIDOSARI, Direktur Keberatan dan Banding,


Direktorat Jenderal Pajak.

JON SURYAYUDA SOEDARSO, Pj. Kasubdit Peninjauan Kembali


dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding.

YUDI ASMARA JAKA LELANA, Kepala Seksi Peninjauan


Kembali, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat
Keberatan dan Banding.

ANDRI SETIAWAN, Penelaah Keberatan, Subdit Peninjauan


Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding.

Keempatnya berkedudukan di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak Jalan


Jenderal Gatot Subroto No. 40-42 Jakarta, berdasarkan Surat Kuasa Khusus
No. SKU-504/PJ./2011 tanggal 05 Mei 2011.
Pemohon Peninjauan Kembali, dahulu Terbanding;
melawan :
BUT

GLOBALSANTAFE

INTERNATIONAL

SERVICES,

Inc.,

beralamat di Plaza Aminta Lt. 5 Suite 501 Jl. Letjend.

TB.

Simatupang No. 10 Jakarta Selatan 12310.


Termohon Peninjauan Kembali, dahulu Pemohon Banding;
Mahkamah Agung tersebut.
Membaca surat-surat yang bersangkutan.
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon
Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding telah mengajukan permohonan peninjauan
kembali terhadap putusan Pengadilan Pajak tanggal

18 Januari 2011 No. Put.

28548/PP/M.XI/15/2011 yang telah direvisi dengan Putusan Pengadilan Pajak tanggal 29


Maret 2011 No. Put. 28548.R/PP/M.XI/ 15/2011yang telah berkekuatan hukum tetap,

Halaman 1 dari 33 halaman Putusan Nomor 6/B/PK/PJK/2014

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan.
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318)

Halaman 1

dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding


dengan posita perkara sebagai berikut :
Terpenuhinya Syarat Formal Pengajuan Permohonan Banding
Persyaratan Kewenangan Pengadilan Pajak
Bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 27 ayat 1 dan 6 Undang - Undang Ketentuan
Umum dan Tatacara Perpajakan serta Pasal 31 Undang-Undang No. 14 Tahun 2002
tentang Pengadilan Pajak, dalam hal banding, Pengadilan Pajak mempunyai wewenang
untuk memeriksa dan memutus sengketa pajak atas keputusan keberatan yang ditetapkan
oleh Terbanding;
Bahwa dalam hal ini, keputusan keberatan sebagai mana diterangkan diatas, adalah
Keputusan Keberatan yang telah ditetapkan oleh Terbanding melalui Keputusan
Terbanding No: KEP-568/PJ.07/2009 tanggal 3 Agustus 2009 dan Keputusan Keberatan
itu pula yang saat ini Pemohon Banding ajukan kepada Pengadilan Pajak untuk diperiksa
dan diputus;
Bahwa dengan demikian, syarat kewenangan Pengadilan Pajak telah dipenuhi dengan sah
dan meyakinkan;
Persyaratan Administratif Lainnya
Bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 27 ayat 3, 5 dan 6 Undang-Undang Ketentuan
Umum dan Tatacara Perpajakan serta Pasal 35, 36 dan 37 Undang-Undang No. 14 Tahun
2002 tentang Pengadilan Pajak, ada beberapa syarat administratif yang harus dipenuhi
sehubungan dengan pengajuan permohonan banding, sebagai berikut:
a

Permohonan Banding diajukan secara tertulis, dalam Bahasa


Indonesia, dengan alasan yang jelas dan dilampiri salinan dari surat
keputusan tersebut;

Bahwa Permohonan Banding yang disampaikan oleh Pemohon Banding ini telah dibuat
dan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan memuat alasan yang jelas
dan juga telah dilampiri dengan salinan dari surat Keputusan Keberatan yang
bersangkutan;
b

Permohonan Banding telah diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga)


bulan sejak keputusan keberatan diterima;

Bahwa keputusan Keberatan dikeluarkan oleh Terbanding pada tanggal 3 Agustus 2009
dan seandainya Keputusan Keberatan tersebut dikirim dan diterima pada tanggal yang
sama dengan tanggal penerbitannya (yakni 3 Agustus 2009) maka jatuh tempo masa 3
bulan-nya adalah 2 November 2009. Dalam hal ini, Permohonan Banding ini Pemohon

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

putusan.mahkamahagung.go.id
Banding ajukan pada tanggal 28 Oktober 2009, secara jelas dan meyakinkan jangka waktu
3 (tiga) bulan sejak keputusan keberatan diterima belum lewat.

c Permohonan Banding diajukan terhadap 1 (satu) keputusan


keberatan;
Bahwa permohonan Banding ini diajukan oleh Pemohon Banding hanya terhadap 1 (satu)
keputusan keberatan, yakni atas keputusan keberatan yang dikeluarkan oleh Terbanding
melalui Keputusan Terbanding No. KEP-586/PJ.07/2009 tanggal 3 Agustus 2009.
d Kewajiban pembayaran jumlah pajak terhutang sebesar 50% (lima
puluh persen);
Bahwa sebelum Pemohon Banding mengajukan banding atas Keputusan Keberatan,
Pemohon Banding telah membayar lunas pajak yang kurang dibayar menurut Keputusan
Terbanding Nomor : KEP-586/PJ.07/2009 tanggal 3 Agustus 2009 sebesar Rp
85.674.616.216,00 pada tanggal 24 April 2008;
e

Pengajuan Permohonan Banding oleh Pemohon Banding

Bahwa dalam hal ini, pengajuan Permohonan Banding dilakukan oleh Pemohon Banding
sendiri sebagai Wajib Pajak, sebagaimana terlihat dalam kata pengantar/ pembuka dari
surat Permohonan Banding ini;
Bahwa dengan demikian, segenap syarat administratif sebagaimana disyaratkan oleh
peraturan perundang-undangan yang berlaku telah dipenuhi dengan sah dan meyakinkan;
Latar Belakang Pengajuan Banding
Bahwa Terbanding,

telah menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak

Penghasilan Badan Nomor : 00042/206/03/081/08 tanggal 8 Mei 2008;


Bahwa Atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Badan No.
00042/206/03/081/08 tanggal 8 Mei 2008 tersebut, Pemohon Banding

mengajukan

keberatan melalui surat Nomor : 03/0808/#25/GSFISI/2003 tanggal 4 Agustus 2008 dan


diterima oleh Terbanding pada tanggal 5 Agustus 2008;
Bahwa atas permohonan keberatan tersebut, Terbanding menerbitkan

Keputusan

Terbanding No. KEP-586/PJ.07/2009 tanggal 3 Agustus 2009 tentang Keberatan Atas


Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Badan Tahun Pajak 2003 No.
00042/206/03/081/08 tanggal 8 Mei 2008, yang isinya adalah sebagai berikut:
Uraian

Semula
Rp

Penghasilan Netto

239.382.454.168

Ditambah/
Menjadi
(Dikurangi) Rp
Rp
0

239.382.454.168

Halaman 3 dari 33 halaman Putusan Nomor 6/B/PK/PJK/2014

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

putusan.mahkamahagung.go.id
Kompensasi Kerugian
Penghasilan Kena Pajak
PPh Terutang
Kredit Pajak
Pajak yang Kurang Dibayar
Sanksi Administrasi
Pajak yang Masih harus Dibayar

239.382.454.168
71.797.236.200
13.908.982.000
57.888.254.200
27.786.362.016
85.674.616.216
239.382.454.168

0
0
0
0
0
0
0

239.382.454.168
71.797.236.200
13.908.982.000
57.888.254.200
27.786.362.016
85.674.616.216
239.382.454.168

Alasan Banding
Latar Belakang Usaha Pemohon Banding
Bahwa sebagai bagian dari alasan banding, perkenankanlah Pemohon Banding
menjelaskan latar belakang kegiatan usaha Pemohon Banding agar dapat dijadikan
pertimbangan bagi Majelis Hakim yang terhormat.
Pemohon Banding adalah bentuk usaha tetap dari perusahaan yang memberikan jasa
pengeboran minyak dan gas. Perusahaan Pemohon Banding ini telah didirikan beberapa
puluh tahun yang lalu dan telah dikenal oleh umum sebagai salah satu perusahaan
pengeboran minyak dan gas bumi yang mempunyai keahlian khusus dibidang pengeboran
minyak dan gas di lepas pantai;
Bahwa Perusahaan Pemohon Banding menyediakan hampir semua bentuk jasa pengeboran
minyak dan gas, termasuk penyediaan tenaga ahli, penyediaan peralatan pengeboran dan
penyediaan informasi dan pengetahuan yang berhubungan dengan pelaksanaan
pengeboran minyak dan gas bumi di lepas pantai;
Banding Atas Koreksi-Koreksi Yang Dipertahankan
Koreksi

Negatif

atas

Peredaran

Usaha

sebesar

Rp 309.477.393.520,00
Alasan Koreksi Terbanding
Bahwa Terbanding melakukan koreksi dengan alasan bahwa penghasilan yang diperoleh
oleh Pemohon Banding adalah penghasilan sewa rig, sehingga tidak ada penghasilan dari
usaha jasa pengeboran minyak dan gas bumi;
Penjelasan Pemohon Banding
Bahwa Pemohon Banding tidak setuju atas koreksi Terbanding dengan alasan bahwa
Pemohon Banding adalah Bentuk Usaha Tetap ("BUT") yang bergerak di bidang jasa
pengeboran minyak dan gas bumi sehingga sesuai dengan ketentuan yang berlaku,
penghasilan yang diterima

harus dihitung dengan menggunakan Norma Penghitungan

Khusus. Adapun ketentuan-ketentuan tersebut adalah sebagai berikut:


Pasal 15 Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 17 Tahun 2000

Bahwa ketentuan ini mengatur tentang penerapan Norma Penghitungan Khusus untuk
golongan Wajib Pajak tertentu, termasuk perusahaan pengeboran minyak, gas dan panas
bumi;

Keputusan Menteri Keuangan No. 628/KMK.04/1991 tertanggal 26 Juni 1991


Pasal 1 ayat 1 Keputusan Menteri Keuangan No. 628/KMK.04/1991 tertanggal 26 Juni
1991 menyatakan bahwa :
"Penghasilan netto Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap dari kegiatan usaha pengeboran
minyak dan gas bumi dihitung dengan menggunakan Norma Penghitungan Khusus sebesar
15% (lima betas persen) dari penghasilan bruto."
Bahwa selanjutnya Pasal 1 ayat 2 mengatur bahwa definisi jasa pengeboran yang
dilakukan oleh BUT adalah penghasilan bruto dari jenis-jenis penghasilan yang tercantum
dalam perjanjian jasa pengeboran minyak dan gas bumi yang bersangkutan;
Bahwa berdasarkan kontrak antara PT Santa Fe Supraco Indonesia ("PT SFSI") selaku
National Drilling Company ("NDC") dengan Pemohon Banding selaku Foreign Drilling
Company ("FDC") sebagai subkontraktor penyediaan jasa pengeboran minyak dan gas
bumi di lepas pantai, terlihat secara jelas bahwa jasa yang diserahkan oleh Pemohon
Banding adalah jasa pengeboran minyak dan gas bumi di lepas pantai, sehingga
merupakan obyek pajak yang pajak penghasilannya dihitung berdasarkan Norma
Penghitungan Khusus;
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-21/PJ.31/1991 tanggal 31 Desember 1991
Bahwa Surat Edaran No. SE-21/PJ.31/1991 ("SE-21/1991") ini secara spesifik
menjelaskan bahwa Pertamina, Kontraktor Bagi Hasil atau Kontraktor Kontrak Karya
harus melakukan kontrak pengeboran dengan Perusahaan Pengeboran Nasional atau NDC
untuk melaksanakan suatu kegiatan pengeboran minyak dan gas bumi pada suatu lokasi
tertentu;
Bahwa sehubungan dengan hal tersebut, NDC dapat melaksanakan sendiri kontrak
tersebut atau dapat juga melaksanakan dengan bekerjasama dengan suatu perusahaan
pengeboran asing melalui BUT-nya di Indonesia;
Bahwa bentuk kerjasama tersebut bervariasi tergantung kemampuan teknologi NDC, baik
dalam bentuk hubungan konsorsium maupun dalam bentuk hubungan sub-kontraktor;
Bahwa lebih lanjut, ketentuan Pasal 3 dari SE-21/1991 menyatakan bahwa penghasilan
BUT-FDC meliputi penghasilan bruto dari jenis-jenis penghasilan yang tercantum dalam

Halaman 5 dari 33 halaman Putusan Nomor 6/B/PK/PJK/2014

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

putusan.mahkamahagung.go.id
kontrak pengeboran minyak dan gas bumi yang bersangkutan, yang penghitungannya
didasarkan pada tarif harian (daily rates);
Bahwa PT SFSI merupakan kontraktor yang menandatangani perjanjian jasa pengeboran
minyak dan gas bumi dengan Kontraktor Bagi Hasil (dalam hal ini, TotalFinaElf). Untuk
melaksanakan kontrak jasa pengeboran minyak dan gas bumi tersebut, PT SFSI mensubkontrakan jasa pengeboran minyak dan gas bumi tersebut kepada Pemohon Banding;
Surat Direktur Jenderal Pajak No. S-1746/PJ.22/1985 tanggal 18 September 1985
Bahwa dinyatakan bahwa sepanjang kegiatan usaha Pemohon Banding dan semua pekerja
asing yang dipekerjakan oleh Pemohon Banding pada PT SFSI berdasarkan suatu
perjanjian bantuan tehnik terlibat sepenuhnya pada kegiatan drilling, maka Pemohon
Banding dianggap masih melaksanakan aktivitas drilling dan atas penghasilan yang
diperoleh Pemohon Banding, dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan Norma
Perhitungan Khusus;
Surat Direktur Jenderal Pajak No. S-467/PJ.22/1987 tanggal 2 Juni 1987
Bahwa surat ini menegaskan bahwa pembayaran yang dilakukan oleh NDC (termasuk
didalamnya, PT SFSI) untuk charter, tenaga kerja asing dan jasa teknik bukan merupakan
objek PPh Pasal 21, Pasal 23 ataupun Pasal 26;
Bahwa berdasarkan semua penjelasan dan dasar hukum diatas, dapat disimpulkan bahwa
Pemohon Banding adalah BUT yang bergerak di bidang pengeboran minyak dan gas bumi
di lepas pantai, yang penghasilannya harus dihitung dengan menggunakan norma
penghitungan khusus;
Koreksi

Negatif

atas

Harga

Pokok

Penjualan

sebesar

Rp 39.147.200.00,00
Alasan Koreksi Terbanding
Bahwa Terbanding melakukan koreksi dengan alasan bahwa Biaya Penyusutan Rig harus
diperhitungkan sebagai bagian dari Harga Pokok Penjualan karena Penghasilan Kena
Pajak dihitung tanpa menggunakan Norma Perhitungan Khusus;
Bahwa Terbanding berpendapat bahwa Biaya Penyusutan Rig harus dihitung dengan
menganggap

bahwa

harga

perolehan

Rig

sebesar

US$ 86.000.000 dengan masa manfaat selama 20 tahun, sehingga Biaya Penyusutan Rig
untuk

Tahun

2003

adalah

sebesar

Rp 39.147.200.000,00;
Penjelasan Pemohon Banding
Bahwa Pemohon Banding tidak setuju atas koreksi Terbanding dengan alasan sebagai
berikut:

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

putusan.mahkamahagung.go.id
Bahwa sebagaimana Pemohon Banding kemukakan pada bagian tersebut diatas, Pemohon
Banding adalah bentuk usaha tetap dari perusahaan yang memberikan jasa pengeboran
minyak dan gas bumi di lepas pantai. Sesuai dengan kenyataan yang ada, selama Tahun
2003, Pemohon Banding hanya menyediakan jasa pengeboran minyak dan gas bumi di
lepas pantai dan hanya menyediakannya kepada PT SFSI;
Bahwa Pemohon Banding berpendapat bahwa Pemohon Banding seharusnya tetap berhak
untuk menghitung Pajak Penghasilan Terhutang dengan menggunakan Norma Perhitungan
Khusus Penghasilan Netto sebagaimana diatur dalam Pasal 15 Undang - Undang Pajak
Penghasilan juncto KMK No. 628/KMK.04/1991 tanggal 26 Juni 1991. Oleh karena itu,
perhitungan Biaya Penyusutan Rig untuk kemudian dijadikan bagian dari Harga Pokok
Penjualan adalah tidak tepat;
Koreksi Negatif atas Pengurang Penghasilan Bruto sebesar Rp30.947.739.352,00
Alasan Koreksi Terbanding
Bahwa Terbanding melakukan koreksi dengan alasan bahwa berdasarkan alat keterangan
dan data yang ada ditetapkan bahwa biaya pengurang penghasilan bruto adalah sebesar
10% dari total penghasilan charter yakni Rp30.947.739.352,00, yang dianggap merupakan
biaya gaji, upah, bonus dan biaya lainnya;
Penjelasan Pemohon Banding
Pemohon Banding tidak setuju atas koreksi Terbanding dengan alasan sebagai berikut:
Bahwa sebagaimana Pemohon Banding kemukakan pada bagian tersebut diatas, Pemohon
Banding adalah bentuk usaha tetap dari perusahaan yang memberikan jasa pengeboran
minyak dan gas bumi di lepas pantai. Sesuai dengan kenyataan yang ada, selama Tahun
2003, Pemohon Banding hanya menyediakan jasa pengeboran minyak dan gas bumi di
lepas pantai dan hanya menyediakannya kepada PT SFSI;
Bahwa berdasarkan hal diatas, Pemohon Banding berpendapat bahwa Pemohon Banding
seharusnya tetap berhak untuk menghitung Pajak Penghasilan Terhutang dengan
menggunakan Norma Perhitungan Khusus Penghasilan Netto sebagaimana diatur dalam
Pasal 15 Undang - Undang Pajak Penghasilan juncto KMK No. 628/KMK.04/1991 tanggal
26 Juni 1991. Oleh karena itu, perhitungan Biaya Gaji Tenaga Kerja Asing, Biaya Jasa
Handling dan Biaya Jasa Konsultan untuk kemudian dijadikan bagian dari Biaya Usaha
Lainnya adalah tidak tepat;
Koreksi Positif atas Penghasilan dari Luar Usaha sebesar Rp309.477.393.520,00
Alasan Koreksi Terbanding
Bahwa sebagai akibat dilakukannya koreksi negatif atas Peredaran Usaha diatas, terdapat
koreksi positif atas Penghasilan dari Luar Usaha, berupa Rig Charter;
Halaman 7 dari 33 halaman Putusan Nomor 6/B/PK/PJK/2014

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

putusan.mahkamahagung.go.id
Penjelasan Pemohon Banding
Pemohon Banding tidak setuju atas koreksi Terbanding dengan alasan sebagai berikut:
Bahwa sebagaimana Pemohon Banding kemukakan pada bagian diatas, Pemohon Banding
adalah bentuk usaha tetap dari perusahaan yang memberikan jasa pengeboran minyak dan
gas bumi di lepas pantai. Sesuai dengan kenyataan yang ada, selama Tahun 2003,
Pemohon Banding hanya menyediakan jasa pengeboran minyak dan gas bumi di lepas
pantai dan hanya menyediakannya kepada PT SFSI;
Bahwa berdasarkan hal diatas, Pemohon Banding berpendapat bahwa Pemohon Banding
seharusnya tetap berhak untuk menghitung Pajak Penghasilan Terhutang dengan
menggunakan Norma Perhitungan Khusus Penghasilan Netto sebagaimana diatur dalam
Pasal 15 UU PPh juncto KMK No. 628/KMK.04/1991 tanggal 26 Juni 1991. Oleh karena
itu, penetapan adanya Penghasilan dari Luar Usaha yang berasal dari Rig Charter tersebut
adalah tidak tepat;
Menimbang, bahwa amar putusan Pengadilan Pajak tanggal

18

Januari 2011 No. Put. 28548/PP/M.XI/15/2011 yang telah berkekuatan hukum tetap
tersebut adalah sebagai berikut :
Mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan
Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-568/PJ.07/2009 tanggal

3 Agustus 2009

tentang Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Badan
Tahun Pajak 2003 Nomor : 00042/206/03/081/08 tanggal 8 Mei 2008, atas nama: BUT.
GlobalSantafe International Services, Inc., NPWP : 01.001.257.3-081.000, alamat: Plaza
Aminta Lt. 5 Suite 501 Jl. Letjend.

TB. Simatupang No. 10 Jakarta Selatan

12310, dan pajaknya dihitung kembali menjadi sebagai berikut :


Jumlah Penghasilan Bruto

Rp
Penghasilan Neto
Norma Penghitungan Khusus sebesar 15%

Rp

Kompensasi Kerugian
Penghasilan Kena Pajak
Pajak Penghasilan yang terutang
Kredit Pajak
Pajak Penghasilan yang kurang dibayar

Rp
Rp
Rp
Rp
Rp

309.477.393.520,00
46.421.609.028,00
0,00
46.421.609.028,00
13.908.982.000,00
13.908.982.000,00
0,00

Menimbang, bahwa amar putusan Pengadilan Pajak tanggal

29

Maret 2011 No. Put. 28548.R/PP/M.XI/15/2011 yang telah berkekuatan hukum tetap
tersebut adalah sebagai berikut :

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

putusan.mahkamahagung.go.id
Membetulkan kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung dalam Putusan Pengadilan Pajak
Nomor : Put-28548/PP/M.XI/15/2011 yang diucapkan tanggal 18 Januari 2011 atas nama
BUT. Global Santa Fe International Services, Inc., NPWP : 01.001.257.3-081.000, alamat:
Plaza Aminta Lt. 5 Suite 501, Jl. Letjend. TB. Simatupang No. 10, Jakarta Selatan 12310,
sebagai berikut:
1. Pada Halaman 3
Tertulis ;
KEP-586/PJ.07/2009
Seharusnya:
KEP-568/PJ.07/2009
2. Pada halaman 3
Tertulis :
Tanggal 24 April 2008
Seharusnya :
Tanggal 6 Juni 2008
3. Pada halaman 4
Tertulis ;
KEP-586/PJ.07/2009
Seharusnya :
KEP-568/PJ.07/2009
4. Pada halaman 4
Kompensasi Kerugian Rp 239.382.454.168,00
Seharusnya :
Kompensasi Kerugian Rp 0,00
5. Pada halaman 4
Tertulis :
Penghasilan Kena Pajak Rp 71.797.236.200,00
Seharusnya :
Penghasilan Kena PajakRp 239.382.454.168,00
6. Pada halaman 4
Tertulis :
PPh Terutang Rp 13.908.982.000,00
Seharusnya ;
Halaman 9 dari 33 halaman Putusan Nomor 6/B/PK/PJK/2014

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

putusan.mahkamahagung.go.id
PPh Terutang Rp 71.797.236.200,00
7. Pada halaman 4
Tertulis :
Kredit Pajak Rp 57.888.254.200,00
Seharusnya :
Kredit Pajak Rpl3.908.982.000,00
8. Pada halaman 4
Tertulis :
Sanksi Administrasi Rp 85.674.616.216,00
Seharusnya :
Sanksi Administrasi Rp 27.786.362.016,00
9. Pada halaman 4
Tertulis :
Pajak Yang Masih Harus Dibayar Rp 239.382.454.168,00
Seharusnya :
Pajak Yang Masih Harus Dibayar Rp 85.674.616.216,00
10. Pada halaman 8
Tertulis :
Pajak Penghasilan Badan untuk Tahun 2006
Seharusnya :
Pajak Penghasilan Badan untuk Tahun 2003
11. Pada halaman 9
Tertulis :
KEP-586/PJ.07/2009
Seharusnya :
KEP-568/PJ.07/2009
12. Pada halaman 33
Tertulis :
SPT1721 Tahun 2006
Seharusnya :
SPT1721 Tahun 2003
13. Pada halaman 35
Tertulis :

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

putusan.mahkamahagung.go.id
SPT Tahunan PPh Badan Tahun Pajak 2006
Seharusnya :
SPT Tahunan PPh Badan Tahun Pajak 2003
dan menyatakan putusan ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari putusan
tersebut di atas;
Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak tanggal 18 Januari 2011 No. Put. 28548/PP/
M.XI/15/2011 yang telah diperbaiki dengan Putusan Pengadilan Pajak tanggal 29 Maret
2011 No. Put. 28548.R/PP/M.XI/15/2011 diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan
Kembali pada tanggal 11 Februari 2011, kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan
Kembali dengan perantaraan kuasanya, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 05 Mei
2011, diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan
Pajak pada tanggal 09 Mei 2011, dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di
Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 09 Mei 2011.
Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah
diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal

27 Mei

2011, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya telah diajukan jawaban yang diterima di
Kepaniteraan Pengadilan Pajak tanggal 24 Juni 2011.
Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasanalasanya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam
tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun
1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2009, juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka
permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;
ALASAN PENINJAUAN KEMBALI
Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan
peninjauan kembali yang pada pokoknya berbunyi sebagai berikut :
A. Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.28548/PP/M.XI/15/2011 tanggal

18

Januari 2011 telah cacat hukum (Juridisch Gebrek) karena diputus dengan telah
melewati jangka waktu yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
1

Bahwa Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.28548/PP/M.XI/15/2011 tanggal 18

Januari 2011 nyata-nyata telah cacat hukum karena telah melewati jangka waktu
pemeriksaan banding sebagaimana yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan
Halaman 11 dari 33 halaman Putusan Nomor 6/B/PK/PJK/2014

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

putusan.mahkamahagung.go.id
yang berlaku, dalam hal ini khususnya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang
Pengadilan Pajak.
2

Bahwa setelah membaca, meneliti dan mempelajari lebih lanjut Putusan

Pengadilan Pajak Nomor: Put.28548/PP/M.XI/15/2011 tanggal 18 Januari 2011, maka


dapat diketahui secara jelas dan nyata-nyata bahwa proses pemeriksaan dan persidangan
atas sengketa banding yang diajukan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula
Pemohon Banding) terhadap Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-568/
PJ.07/2009 tanggal 3 Agustus 2009, dilakukan melalui pemeriksaan dengan acara biasa
sebagaimana yang dimaksud dan diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002
tentang Pengadilan Pajak pada Bab IV, Hukum Acara, Bagian Kelima perihal
Pemeriksaan Dengan Acara Biasa, antara lain ketentuan Pasal 49, Pasal 50, Pasal 53, Pasal
54, Pasal 59 dan Pasal 64.
3

Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 81 ayat (1) dan ayat (3) Undang-Undang

Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, menyebutkan sebagai berikut:


Ayat (1)

: "Putusan pemeriksaan dengan acara biasa atas Banding diambil dalam


jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak Surat Banding diterima."

Ayat (3)

: "Dalam hal-hal khusus, jangka waktu sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) diperpanjang paling lama 3 (tiga) bulan."

Berdasarkan Penjelasan Pasal 81 ayat (1) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 14
Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, menyebutkan sebagai berikut:
Ayat(1)

: "Penghitungan jangka waktu 12 (dua belas) bulan dalam pengambilan


putusan dapat diberikan contoh sebagai berikut:
Banding diterima tanggal 5 April 2002, putusan harus diambil
selambat-lambatnya tanggal 4 April 2003."

Ayat (3)

: "Yang dimaksud dengan "dalam hal-hal khusus" antara lain


pembuktian sengketa rumit, pemanggilan saksi memerlukan waktu
yang cukup lama. "

4. Bahwa berdasarkan pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak dan


berdasarkan Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.28548/PP/M.XI/ 15/2011
tanggal 18 Januari 2011, dapat diketahui fakta-fakta sebagai berikut:
a. Bahwa Surat Banding Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon
Banding) Nomor: 04/1009/App-CIT2003/GSFISI tanggal 28 Oktober 2009
diterima oleh Sekretariat Pengadilan Pajak pada tanggal 30 Oktober 2009
(diantar) dan terdaftar dalam berkas sengketa Nomor: 15-045488-2003.

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

putusan.mahkamahagung.go.id
b. Bahwa berdasarkan pemeriksaan pemenuhan ketentuan formal atas pengajuan
permohonan banding yang dilakukan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak,
yang memeriksa dan mengadili sengketa banding tersebut, diketahui bahwa
formal pengajuan banding atas nama: BUT. GlobalSantafe International
Services, Inc., NPWP: 01.001.257.3-081.000, telah memenuhi ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, sehingga telah
memenuhi

ketentuan

formal

pengajuan banding sebagaimana yang ditentukan oleh ketentuan Pasal 35, Pasal
36 dan Pasal 37 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan
Pajak. (vide Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.28548/PP/M.XI/15/2011
tanggal 18 Januari 2011, halaman 18-19).
c. Bahwa oleh karena pemenuhan ketentuan formal pengajuan banding di
Pengadilan Pajak telah terpenuhi, maka selanjutnya Majelis Hakim Pengadilan
Pajak, yang memeriksa dan mengadili sengketa banding tersebut, melakukan
pemeriksaan terhadap materi sengketa banding yang diajukan oleh Termohon
Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) di dalam Surat Banding
Nomor: 04/1009/App-CIT2003/GSFISI tanggal 28 Oktober 2009.
d. Bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak kemudian telah memutus sengketa
banding tersebut pada tanggal 9 November 2010 melalui Putusan Pengadilan
Pajak Nomor: Put.28548/PP/M.XI/15/2011 tanggal 18 Januari 2011 dan
putusannya tersebut kemudian diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum
pada tanggal 18 Januari 2011.
e. Bahwa berdasarkan fakta-fakta tersebut di atas, dapat diketahui secara jelas dan
nyata-nyata bahwa Surat Banding Termohon Peninjauan Kembali (semula
Pemohon Banding) Nomor: 04/1009/App-CIT2003/ GSFISI tanggal 28 Oktober
2009 telah diterima oleh Sekretariat Pengadilan Pajak pada tanggal 30 Oktober
2009. Dengan demikian, berdasarkan ketentuan Pasal 81 ayat (1) UndangUndang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak beserta Penjelasannya,
maka sengketa banding tersebut seharusnya diputus selambat-lambatnya 12 (dua
belas) bulan sejak tanggal 30 Oktober 2009 atau pada tanggal 29 Oktober 2010,
kecuali ada hal-hal khusus sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 81
ayat

(3)

Undang-Undang

Nomor

14

Tahun

2002 tentang Pengadilan Pajak.


5

Bahwa fakta yang terjadi adalah Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah memutus

sengketa banding tersebut pada tanggal 9 November 2010 atau telah diputus dengan lewat
Halaman 13 dari 33 halaman Putusan Nomor 6/B/PK/PJK/2014

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

putusan.mahkamahagung.go.id
11 hari dari jangka waktu yang seharusnya yang ditentukan oleh Pasal 81 ayat (1) UndangUndang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak beserta Penjelasannya.
6

Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 81 ayat (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun

2002 tentang Pengadilan Pajak beserta Penjelasannya, maka Majelis Hakim Pengadilan
Pajak berwenang untuk memperpanjang jangka waktu pengambilan putusan atas sengketa
banding dimaksud untuk paling lama 3 (tiga) bulan setelah tanggal jatuh tempo putusan
bilamana hal-hal yang bersifat khusus sebagaimana yang dimaksud Pasal 81 ayat (3)
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak terpenuhi.
7

Bahwa setelah membaca, meneliti dan mempelajari lebih lanjut Putusan

Pengadilan Pajak Nomor: Put.28548/PP/M.XI/15/2011 tanggal 18 Januari 2011 tersebut,


maka diketahui tidak ditemukan satupun amar pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan
Pajak yang menyatakan adanya hal-hal khusus dimaksud yang menjadi alasan atau
penyebab harus adanya perpanjangan jangka waktu pengambilan putusan atas sengketa
banding dimaksud.
8

Bahwa dengan demikian, oleh karena tidak adanya hal-hal khusus dimaksud yang

menjadi alasan atau penyebab harus adanya perpanjangan jangka waktu pengambilan
putusan atas sengketa banding dimaksud, maka sengketa banding tersebut seharusnya
diputus selambat-lambatnya pada tanggal 29 Oktober 2010.
9

Bahwa oleh karena itu, maka Majelis Hakim Pengadilan Pajak, yang memeriksa

dan mengadili sengketa banding tersebut, telah terbukti dengan nyata-nyata telah
melakukan perbuatan yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku (contra legem) dengan memutus sengketa banding dimaksud dengan melewati
jangka waktu yang seharusnya yang ditentukan oleh ketentuan Pasal 81 ayat (1) UndangUndang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak beserta Penjelasannya.
10

Bahwa dengan demikian, Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.28548/PP/

M.XI/15/2011 tanggal 18 Januari 2011 tersebut secara nyata-nyata telah terbukti sebagai
suatu Putusan yang cacat hukum. Oleh karenanya, Putusan Pengadilan Pajak Nomor:
Put.28548/PP/M.XI/15/2011 tanggal 18 Januari 2011 tersebut harus dibatalkan demi
hukum.
B. Tentang Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.28548/PP/M.XI/15/2011 tanggal 18
Januari 2011 yang telah cacat hukum (Juridisch Gebrek) karena telah dikirimkan
kepada para pihak dengan melewati jangka waktu yang ditentukan oleh peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
1

Bahwa dalil-dalil, fakta-fakta serta dasar hukum (fundamentum petendi) yang telah

dikemukakan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) di atas untuk

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

putusan.mahkamahagung.go.id
seluruhnya, adalah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan sebagai satu kesatuan
dengan dalil-dalil yang akan dikemukakan Pemohon Peninjauan Kembali (semula
Terbanding) pada uraian berikut ini.
2

Bahwa Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.28548/PP/M.XI/15/2011 tanggal 18

Januari 2011 nyata-nyata telah cacat hukum karena telah dikirimkan melewati jangka
waktu pengiriman putusan kepada para pihak sebagaimana yang ditentukan oleh peraturan
perundang-undangan yang berlaku, dalam hal ini khususnya Undang-Undang Nomor 14
Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.
3

Bahwa Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak,

menyebutkan sebagai berikut:


Pasal 1 Angka 11
"Tanggal dikirim adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimile, atau
dalam hal disampaikan secara langsung adalah tanggal saat surat, keputusan, atau
putusan disampaikan secara langsung."
Pasal 88 ayat (1)
"Salinan putusan atau salinan penetapan Pengadilan Pajak dikirim kepada para
pihak dengan surat oleh Sekretaris dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak
tanggal putusan Pengadilan Pajak diucapkan, atau dalam jangka waktu 7 (tujuh)
hari sejak tanggal putusan sela diucapkan."
4

Bahwa berdasarkan pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak dan

berdasarkan Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.28548/PP/M.XI/ 15/2011 tanggal 18


Januari 2011, dapat diketahui fakta-fakta sebagai berikut:
a. Bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak kemudian telah memutus sengketa
banding tersebut pada tanggal 9 November 2010 melalui Putusan Pengadilan
Pajak Nomor: Put.28548/PP/M.XI/15/2011 dan putusannya tersebut kemudian
diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada tanggal 18 Januari 2011
dengan demikian jatuh tempo pengiriman putusan adalah tanggal 16 Februari
2011.
b. Bahwa berdasarkan register penerimaan surat nomor: 2011021807390001
diketahui bahwa Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.28548/PP/M.XI/15/2011
dikirimkan kepada para pihak dengan surat oleh sekretaris Pengadilan Pajak dan
diantar langsung ke Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) tanggal
18 Februari 2011.
c. Bahwa berdasarkan fakta-fakta tersebut di atas, dapat diketahui secara jelas dan
nyata-nyata

bahwa

Putusan

Pengadilan

Pajak

Nomor:

Halaman 15 dari 33 halaman Putusan Nomor 6/B/PK/PJK/2014

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

putusan.mahkamahagung.go.id
Put.28548/PP/M.XI/15/2011 diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada
tanggal 18 Januari 2011. Dengan demikian, berdasarkan ketentuan Pasal 88 ayat
(1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak beserta
Penjelasannya, maka sengketa banding tersebut seharusnya dikirimkan kepada
para pihak selambat-lambatnya 30 hari sejak tanggal 18 Januari 2011 atau pada
tanggal 16 Februari 2011.
d. Bahwa fakta yang terjadi adalah salinan putusan atau salinan penetapan
Pengadilan Pajak dikirimkan kepada Pemohon Peninjauan Kembali (semula
Terbanding) pada tanggal 18 Februari 2011 sehingga melewati jangka waktu
yang seharusnya yang ditentukan oleh Pasal 88 ayat (1) Undang-Undang Nomor
14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.
e. Bahwa

dengan

demikian,

Putusan

Pengadilan

Pajak

Nomor:

Put.28548/PP/M.XI/15/2011 tanggal 18 Januari 2011 tersebut secara nyatanyata telah terbukti sebagai suatu Putusan yang cacat hukum. Sehingga oleh
karenanya, Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.28548/PP/M.XI/15/2011
tanggal 18 Januari 2011 tersebut harus dibatalkan demi hukum.
C. Tentang

Koreksi

Positif

Penghasilan

Neto

sebesar

Rp192.960.845.140,00

(Rp239.382.454.168,00 - Rp46.421.609.028,00).
1. Bahwa jika seandainya-pun, Majelis Hakim Mahkamah Agung Yang Terhormat,
yang memeriksa dan mengadili sengketa peninjauan kembali ini berpendapat lain
selain daripada dalil-dalil yang disampaikan dan diuraikan oleh Pemohon
Peninjauan Kembali (semula Terbanding) tersebut pada poin A dan B di atas,
namun pada pokoknya Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) tetap
tidak sependapat dan keberatan atas pertimbangan dan putusan Majelis Hakim
Pengadilan Pajak sebagaimana yang dituangkan dalam Putusan Pengadilan Pajak
Nomor: Put. 28548/PP/ M.XI/15/2011 tanggal 18 Januari 2011.
2. Bahwa setelah Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) membaca,
memeriksa dan meneliti Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.28548/PP/
M.XI/15/2011 tanggal 18 Januari 2011 tersebut, maka dengan ini menyatakan
sangat keberatan atas putusan Pengadilan Pajak tersebut, karena nyata-nyata amar
pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang tidak mempertahankan
koreksi atas Penghasilan Neto yang dilakukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali
(semula Terbanding) adalah tidak tepat dan telah keliru, sehingga menghasilkan
putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

putusan.mahkamahagung.go.id
3. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan
dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak, yang antara lain
berbunyi sebagai berikut:
Halaman 35 alinea ke-5, ke-6, dan ke-7
"Bahwa Majelis berkesimpulan Bareboat Charter Agreement for Jack-Up Drilling
Unit "GSF Rig - 136" tanggal 22 September 2002 dan Bareboat Charter
Agreement for Jack-Up Drilling Unit "Parameswara" tanggal 1 Oktober 2002
dengan Technical Services and Operations Agremeent tanggal 1 Oktober 1986
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari jasa pengeboran;"
"Bahwa dalam Pasal 3 Technical Services and Operations Agremeent tanggal 1
Oktober 1986 diketahui Pemohon Banding akan menyediakan tenaga kerja asing
untuk PT SFSI yang mempunyai pengalaman dan kualifikasi yang sesuai untuk
mengisi jabatan-jabatan dalam operasional PT SFSI yang tidak dapat diisi oleh
tenaga kerja yang dipekerjakan oleh PT SFSI;"
"Bahwa dari Technical Services and Operations Agremeent tanggal 1 Oktober
1986 tersebut diketahui bahwa Pemohon Banding memiliki pekerja/tenaga ahli
sendiri;"
Halaman 36 Alinea ke-1
"...Daily Drilling Report (Standart Form of IADC) yang didalamnya terdapat
Drilling Crew Payroll Data yang menunjukkan bahwa 12 (dua belas) pekerja asing
Pemohon Banding terlibat sepenuhnya pada kegiatan drilling;"
Halaman 37 alinea ke-1, ke-2, ke-3, dan ke-7
"Bahwa dari Pasal 3.4 dari Technical Services and Operations Agreement tanggal 1
Oktober 1986 tersebut diketahui bahwa Pemohon Banding tidak terlalu banyak
mencatat pengeluaran sehubungan dengan penyediaan jasa pengeboran tersebut
karena sebagian besar biaya yang berhubungan dengan kegiatan pengeboran
tersebut telah ditanggung langsung oleh PT SFSI;"
"Bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis diketahui bahwa sejak mulai terdaftar
sebagai wajib pajak di Indonesia pada Tahun 1982, dan berusaha dalam jasa
pengeboran minyak dan gas bumi di Indonesia, Terbanding hanya melakukan
koreksi Penghasilan Neto dalam Pajak Penghasilan Badan dengan alasan Pemohan
Banding tidak melakukan kegiatan usaha sesuai core bisnisnya di Tahun Pajak
2003 dan 2006;"
"Bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut di atas, Majelis berkesimpulan
bahwa telah terjadi perubahan interprestasi dan sikap perpajakan yang dilakukan
Halaman 17 dari 33 halaman Putusan Nomor 6/B/PK/PJK/2014

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

putusan.mahkamahagung.go.id
oleh Terbanding atas transaksi bisnis yang sama yang dilakukan oleh Pemohon
Banding pada tahun tahun sebelumnya berkaitan kategori kegiatan usaha Pemohon
Banding sebagai menyewakan Rig atau Jasa Pengeboran minyak dan gas;"
"Bahwa berdasarkan data dan keterangan dalam berkas banding serta pemeriksaan
dalam persidangan Majelis berpendapat bahwa Pemohan Banding adalah bentuk
usaha tetap dari perusahaan yang memberikan jasa pengeboran minyak dan gas
bumi sehingga Penghasilan Neto dihitung dengan menggunakan Norma
Penghitungan Khusus sebesar 15% (lima belas persen) dari penghasilan bruto
sesuai Keputusan Menteri Keuangan No. 628/KMK.04/1991 tanggal 26 Juni 1991
Tentang Norma Penghitungan Khusus Penghasilan Neto Bagi Wajib Pajak Badan
Yang Melakukan Kegiatan Usaha Di Bidang Pengeboran Minyak Dan Gas Bumi
Serta Angsuran Pajak Penghasilan Dalam Tahun Berjalan Oleh Wajib Pajak
Sendiri;"
4

Bahwa berkenaan dengan amar pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak

yang tertuang dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.28548/ PP/M.XI/15/2011


tanggal 18 Januari 2011 tersebut di atas, maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula
Terbanding) dengan ini menyatakan bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang telah
memeriksa dan mengadili sengketa banding tersebut telah salah dan keliru atau setidaktidaknya telah membuat suatu kekhilafan (error facti) dalam membuat pertimbanganpertimbangan hukumnya dengan telah mengabaikan fakta hukum dan atau prinsip
perpajakan yang berlaku sehingga Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat untuk
tidak mempertahankan koreksi atas Penghasilan Neto yang dilakukan oleh Pemohon
Peninjauan Kembali (semula Terbanding).
5

Bahwa setelah Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) membaca,

memeriksa dan meneliti Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put. 28548/PP/M.XI/15/2011


tanggal 18 Januari 2011 tersebut, maka dengan ini menyatakan sangat keberatan atas
putusan Pengadilan Pajak tersebut, karena nyata-nyata amar pertimbangan hukum Majelis
Hakim Pengadilan Pajak telah mengabaikan fakta - fakta yang Pemohon Peninjauan
Kembali (semula Terbanding) ajukan dan telah tidak tepat dan keliru dengan
berkesimpulan untuk tidak mempertahankan koreksi atas Penghasilan Neto yang
dilakukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding).
6

Bahwa Pasal 69 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang

Pengadilan Pajak menyebutkan sebagai berikut:


Pasal 69 ayat (1)
"Alat bukti dapat berupa:

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

putusan.mahkamahagung.go.id
a. Surat atau tulisan;
b. Keterangan ahli;
c. Keterangan para saksi;
d. Pengakuan para pihak; dan/atau
e. Pengetahuan Hakim
Kemudian dalam penjelasan Pasal 69 ayat (1) menyebutkan bahwa "Pengadilan
Pajak menganut prinsip pembuktian bebas. Majelis atau Hakim Tunggal sedapat
mungkin mengusahakan bukti berupa surat atau tulisan sebelum menggunakan alat
bukti lain."
7.

Bahwa Pasal 76 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak


menyebutkan bahwa "Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban
pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan
paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1)."
Kemudian dalam memori penjelasan Pasal 76 alinea 1 dan 2 menyebutkan bahwa
"Pasal ini memuat ketentuan dalam rangka menentukan kebenaran materiil, sesuai
dengan asas yang dianut dalam Undang-undang perpajakan.
Oleh karena itu, Hakim berupaya untuk menentukan apa yang harus dibuktikan,
beban pembuktian, penilaian yang adil bagi para pihak dan sahnya bukti dari fakta
yang terungkap dalam persidangan, tidak terbatas pada fakta dan hal-hal yang
diajukan oleh para pihak."

8. Bahwa Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak


menyebutkan bahwa "Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil
penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan
yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan hakim."
Kemudian dalam memori penjelasan Pasal 78 menyebutkan bahwa "Keyakinan
Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan perpajakan.

9. Bahwa Pasal 12 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) serta Pasal 28 ayat (1), ayat (3) dan
ayat (7) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2000 (selanjutnya disebut UU KUP) menyatakan sebagai berikut:
Pasal 12

Halaman 19 dari 33 halaman Putusan Nomor 6/B/PK/PJK/2014

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

putusan.mahkamahagung.go.id
"(1) Setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang berdasarkan
ketentuan

peraturan

perundang-undangan

perpajakan,

dengan

tidak

menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak.


2

Jumlah pajak yang terutang menurut Surat Pemberitahuan yang

disampaikan oleh Wajib Pajak adalah jumlah pajak yang terutang menurut ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
3

Apabila Direktur Jenderal Pajak mendapatkan bukti bahwa

jumlah pajak yang terutang menurut Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) tidak benar, maka Direktur Jenderal Pajak menetapkan jumlah pajak terutang yang
semestinya."
Pasal 28
"(1) Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas dan Wajib Pajak badan di Indonesia, wajib menyelenggarakan
pembukuan.
(3)

Pembukuan

atau

pencatatan

tersebut

harus diselenggarakan

dengan

memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha


yang sebenarnya.
(7)

Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri dari catatan mengenai harta,


kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian,
sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang."

Selanjutnya dalam alinea ke-3 penjelasan ayat (7) menyebutkan bahwa "Dengan
demikian pembukuan harus diselenggarakan dengan cara atau sistem yang lazim
dipakai di Indonesia misalnya berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan, kecuali
peraturan perundang-undangan perpajakan menentukan lain."
10. Bahwa Pasal 15, Pasal 16 ayat (1), dan Pasal 17 ayat (1) huruf b Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 (selanjutnya disebut UU PPh)
menyatakan sebagai berikut:

Pasal 15
"Norma Penghitungan Khusus untuk menghitung penghasilan netto dari Wajib
Pajak tertentu yang tidak dapat dihitung berdasarkan ketentuan Pasal 16 ayat (1)
atau ayat (3) ditetapkan Menteri Keuangan."
Selanjutnya penjelasan Pasal 15 menyebutkan sebagai berikut:

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

putusan.mahkamahagung.go.id
"Ketentuan ini mengatur tentang Norma Penghitungan Khusus untuk golongan
Wajib Pajak tertentu, antara lain perusahaan pelayaran atau penerbangan
internasional, perusahaan asuransi luar negeri, perusahaan pengeboran minyak, gas
dan panas bumi, perusahaan dagang asing, perusahaan yang melakukan investasi
dalam bentuk bangun-guna-serah ("build, operate, and transfer").
Untuk menghitung kesukaran dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak
bagi golongan Wajib Pajak tertentu tersebut, berdasarkan pertimbangan praktis
atau sesuai dengan kelaziman pengenaan pajak dalam bidang-bidang usaha
tersebut, Menteri Keuangan diberi wewenang untuk menetapkan Norma
Penghitungan Khusus guna menghitung besarnya penghasilan netto dari Wajib
Pajak tertentu tersebut."
Pasal 16 ayat (1)
"Penghasilan Kena Pajak sebagai dasar penerapan tarif bagi Wajib Pajak dalam
negeri dalam suatu tahun pajak dihitung dengan cara mengurangkan dari
penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dengan pengurangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 7 ayat ( 1), dan
Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, dan huruf e."
Pasal 17 ayat (1) huruf b
" Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi:
b. Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebagai berikut:
Lapisan Penghasilan Kena Pajak

Tarif Pajak

sampai dengan Rp 50.000.000,00


(lima puluh juta rupiah)
di atas Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)
s.d. Rp 100.000.000,00 (seratusjuta rupiah)
di atas Rp 100.000.000,00
(seratus juta rupiah)

10%
(sepuluh persen)
15%
(lima belas persen)
30%
(tiga puluh persen)

11. Bahwa Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 628/KMK.04/1991 tanggal 26 Juni


1991 tentang Norma Penghitungan Khusus Penghasilan Netto bagi Wajib Pajak
Badan yang Melakukan Kegiatan Usaha di Bidang Pengeboran Minyak dan Gas
Bumi serta Angsuran Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan oleh Wajib Pajak
Sendiri menyebutkan antara lain bahwa:
Pasal 1
Halaman 21 dari 33 halaman Putusan Nomor 6/B/PK/PJK/2014

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

putusan.mahkamahagung.go.id
"(1) Penghasilan netto Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap dari kegiatan Usaha
pengeboran minyak dan gas bumi dihitung dengan menggunakan Norma
Penghitungan Khusus sebesar 15% (lima belas persen) dari penghasilan bruto.
2

Penghasilan bruto sebagaimana dimaksud dalam ayat ( 1) adalah penghasilan bruto

dari jenis-jenis penghasilan yang tercantum dalam kontrak pengeboran minyak dan gas
bumi yang bersangkutan.
3

Penghasilan netto Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap dari kegiatan usaha selain

pengeboran minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
dihitung berdasarkan ketentuan-ketentuan

dalam

Undang-undang

Pajak Penghasilan

1984."
Pasal 3
"(1) Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
diwajibkan

untuk

menyelenggarakan

pencatatan

penghasilan

bruto

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) dan pengeluaran-pengeluaran


yang wajib dilakukan pemotongan pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 23
dan Pasal 26 Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984.
(2) Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Bentuk Usaha
Tetap dari Usaha lain selain usaha pengeboran minyak dan gas bumi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (3) wajib diselenggarakan
pembukuan yang terpisah. "
13. Bahwa dari proses pemeriksaan yang dilakukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali
(semula Terbanding) sampai dengan proses banding di Pengadilan Pajak dapat
diuraikan fakta-fakta sebagai berikut:
a. Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) merupakan
Wajib Pajak Badan yang berkedudukan di Jakarta yang dalam akte pendiriannya
mempunyai tujuan untuk melakukan kegiatan usaha dihidang jasa pengeboran
minyak dan gas bumi.

b. Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) selama


Tahun 2003 mempunyai penghasilan yang seluruh penghasilannya bersumber
dari kontrak kerja dengan PT Santa Fee Supraco Indonesia (selanjutnya disebut
PT SFSI).
c. Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) menghitung
besarnya penghasilan netto sebagai dasar penghitungan besarnya pajak terutang
dengan menggunakan norma penghitungan penghasilan netto sebesar 15%

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

putusan.mahkamahagung.go.id
berdasarkan Pasal 15 UU Pajak Penghasilan dan KMK. 628/KMK.04/1991
dengan alasan bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon
Banding) merupakan Wajib Pajak yang bergerak dalam bidang pengeboran
minyak

dan

gas

bumi.
d. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) melakukan koreksi
besarnya penghasilan netto karena seharusnya Termohon Peninjauan Kembali
(semula Pemohon Banding) menghitung besarnya penghasilan netto tidak
dengan menggunakan norma sebesar 15% tetapi menggunakan ketentuan Pasal
16 ayat (1) UU PPh dengan alasan bahwa Pemohon Banding bukan merupakan
Wajib Pajak yang melakukan usaha dihidang pengobaran minyak dan gas bumi.
e. Bahwa berdasarkan hal tersebut, maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula
Terbanding) melakukan penghitungan ulang terhadap penghasilan netto
Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dengan melakukan
koreksi

negatif

terhadap

besarnya

Harga

Pokok

Penjualan

sebesar

Rp39.147.200.000,00 dan koreksi negatif terhadap Pengurang Penghasilan


Bruto sebesar Rp30.947.739.352,00.
f. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) melakukan koreksi
tersebut dikarenakan:
1

Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak memiliki kontrak

kerja jasa drilling dengan Kontrak Production Sharing (KPS), dan hanya memiliki kontrak
kerja (tanpa nomor dan tanggal) penyerahan rig yang siap dioperasikan dengan tenaga ahli
kepada PT SFSI, dimana kontrak tersebut tidak menjelaskan bentuk kerjasama apakah
sebagai subkontraktor, JO atau lainnya.
2

Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak memiliki

pegawai sebagaimana bentuk usaha lainnya yang sedang melaksanakan aktivitas usaha.
Pada Tahun 2003 Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) melaporkan
objek PPh Pasal 21 atas expatriatnya tetapi sebenarnya expatriate tersebut adalah
karyawan PT SFSI. Hal ini dibuktikan dengan Surat Izin Memperkerjakan Tenaga Asing
(IMTA) dari Depnakertrans RI yang menyatakan izin tersebut diberikan kepada PT SFSI.
3

Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) sama sekali tidak

mengeluarkan biaya-biaya operasional, hal ini terbukti dari fakta bahwa Termohon
Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) sama sekali tidak memiliki faktur pajak
masukan sehingga dalam SPM PPN nya tidak ada Pajak Masukan yang dikreditkan atau

Halaman 23 dari 33 halaman Putusan Nomor 6/B/PK/PJK/2014

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

putusan.mahkamahagung.go.id
dibiayakan. Dalam kontrak kerja pada butir 1 diatas diketahui bahwa semua biaya yang
berkaitan dengan operasional rig menjadi tanggungan PT SFSI.
4

Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) melaporkan

objek PPh Pasal 23 atas jasa Handling/Penunjang yang berhubungan dengan migas yang
mana sebenarnya invoice tagihan ditujukan untuk PT SFSI, demikian juga dengan debit
note maupun rekening koran yang digunakan milik PT SFSI.
g. Bahwa dengan demikian yang menjadi sengketa adalah penghitungan
penghasilan netto yang menurut Termohon Peninjauan Kembali (semula
Pemohon

Banding)

jumlah

penghasilan

nettonya

adalah

sebesar

Rp46.421.609.028,00 sedangkan penghitungan penghasilan netto menurut


Pemohon

Peninjauan

Kembali

(semula

Terbanding)

adalah

sebesar

Rp239.382.454.168,00.
Terjadinya perbedaan tersebut dikarenakan Termohon Peninjauan Kembali
(semula Pemohon Banding) menghitung penghasilan netto dengan norma
sebesar 15% berdasarkan Pasal 15 UU PPh dan KMK. 628/KMK.04/1991
dengan alasan bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon
Banding) merupakan Wajib Pajak yang bergerak dalam bidang pengeboran
minyak dan gas bumi.
Adapun Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) menghitung
penghasilan netto dengan menggunakan Pasal 16 (1) UU PPh dikarenakan
faktanya adalah kegiatan usaha yang dilakukan oleh Termohon Peninjauan
Kembali (semula Pemohon Banding) bukan merupakan jasa pengeboran atau
drilling melainkan bergerak dalam bidang usaha penyewaan rig.

14. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat tidak


sependapat dengan pernyataan Majelis Hakim Pengadilan Pajak sebagaimana
tercantum pada halaman 36 alinea ke-1 Putusan Pengadilan Pajak Nomor:
Put.28548/PP/M.XI/15/2011 tanggal 18 Januari 2011 yang menyatakan bahwa
"...Daily Drilling Repoti (Standart Form of IADC) yang didalamnya terdapat
Drilling Crew Payroll Data yang menunjukkan bahwa 12 (dua belas) pekerja asing
Pemohon Banding terlibat sepenuhnya pada kegiatan drilling;" dengan alasan
sebagai berikut:
a. Bahwa dalam putusannya Majelis Hakim sama sekali tidak mempertimbangkan
alasan yang disampaikan oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

putusan.mahkamahagung.go.id
Terbanding) dalam laporan pemeriksaan pajak, laporan penelitian keberatan dan
surat

uraian

banding

dimana

Pemohon

Peninjauan

Kembali (semula

Terbanding) telah memberikan tanggapan bahwa Termohon Peninjauan


Kembali

(semula

Pemohon

Banding) tidak mempunyai tenaga kerja sebagaimana bentuk usaha yang


melaukkan jasa pengeboran minyak dan gas bumi.
b. Bahwa tenaga kerja yang disebutkan oleh Majelis Hakim dalam putusannya
bukan merupakan karyawan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon
Banding) tetapi merupakan karyawan PT SFSI berdasarkan Surat Izin
Mempekerjakan Tenaga

Kerja

Asing

(IMTA)

yang

dikeluarkan

oleh

Depnakertrans RI.
c. Bahwa bukti IMTA tersebut merupakan bukti yang tidak dapat dibantahkan
bahwa tenaga kerja tersebut merupakan karyawan PT SFSI dan bukan
merupakan karyawan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon
Banding).
d. Bahwa Majelis Hakim tidak melakukan pembuktian terhadap dasar dilakukan
koreksi oleh Pemohon Peninjauan Kembali ( semula Terbanding) yaitu
perusahaan tidak mengeluarkan biaya-biaya operasional.
e. Bahwa berdasarkan hal tersebut diatas, Pemohon Peninjauan Kembali (semula
Terbanding) berpendapat bahwa kegiatan yang dilakukan oleh Termohon
Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) adalah kegiatan sewa rig saja,
karena berdasarkan bukti Surat Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing
(IMTA) yang dikeluarkan oleh Depnakertrans RI yang menyatakan bahwa
karyawan yang disebutkan oleh Majelis merupakan karyawan PT SFSI,
sehingga dapat disimpulkan bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula
Pemohon Banding) tidak mempunyai karyawan untuk melakukan jasa
pengeboran, dan kegiatan yang dilakukan oleh Termohon Peninjauan Kembali
(semula Pemohon Banding) hanya merupakan kegiatan jasa berupa penyewaan
rig.
15. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat tidak sependapat
dengan pernyataan Majelis Hakim Pengadilan Pajak sebagaimana tercantum pada
halaman 37 alinea ke-1, ke-2, ke-3 Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.28548/
PP/M.XI/15/2011 tanggal 18 Januari 2011 sebagaimana tersebut di atas dengan
alasan sebagai berikut:

Halaman 25 dari 33 halaman Putusan Nomor 6/B/PK/PJK/2014

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

putusan.mahkamahagung.go.id
a. Bahwa sesuai dengan Pasal 12 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) UU KUP
Penghitungan dan Pelaporan Pajak di Indonesia dilakukan dengan sistem self
assessment, dimana berdasarkan sistem ini maka Wajib Pajak mempunyai hak
untuk menghitung sendiri besarnya pajak terutang serta menyetorkan pajak
terhutang tersebut ke Negara melalui bank persepsi dan melaporkannya dengan
SPT Masa maupun SPT Tahunan kepada Pemohon Peninjauan Kembali (semula
Terbanding).
Bahwa disamping hal tersebut, Pemohon Peninjauan Kembali (semula
Terbanding) dapat menetapkan jumlah pajak yang semestinya kepada Wajib
Pajak apabila mendapatkan bukti bahwa penghitungan dan pelaporan Wajib
Pajak dalam Surat Pemberitahuan tidak benar, hal ini merupakan sarana
pengawasan terhadap kepercayaan yang telah diberikan kepada Wajib Pajak
oleh Negara yaitu berupa penghitungan dan pelaporan pajak yang dilakukan
oleh Wajib Pajak.
Bahwa berdasarkan hal tersebut Pemohon Peninjauan Kembali (semula
Terbanding) dapat melakukan pemeriksaan atas penghitungan dan pelaporan
pajak yang dilakukan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon
Banding).
Bahwa apabila terdapat kesalahan dalam Penghitungan dan pelaporan yang
dilakukan, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding ) berhak untuk
menetapkan besarnya Pajak yang terhutang sesuai dengan ketentuan perpajakan
yang berlaku.
b. Bahwa berdasarkan penelitian atas pelaksanaan kewajiban perpajakan yang
dilakukan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dan
pelaksanaan Pemeriksaan atas kewajiban yang dilakukan oleh Pemohon
Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dapat diketahui bahwa atas kewajiban
Perpajakan sejak Tahun 1982 (tahun berdirinya Termohon Peninjauan Kembali
(semula Pemohon Banding)), baru dilakukan pemeriksaan untuk Tahun Pajak
2003 dan 2006 karena terdapat alat keterangan dari KPP PMA 3.
Bahwa dengan demikian tidak terbukti terdapat perubahan interprestasi dan
sikap perpajakan yang dilakukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula
Terbanding) terhadap Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon
Banding) karena Penghitungan Pajak terutang yang dilakukan oleh Pemohon
Peninjauan Kembali (semula Terbanding) adalah konsisten dan sampai saat ini,

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

putusan.mahkamahagung.go.id
pemeriksaan hanya dilakukan terhadap kewajiban perpajakan Tahun Pajak 2003
dan 2006.
c. Bahwa sebagai informasi dan data tambahan, bahwa Tahun 2010 dilakukan
pemeriksaan terhadap kewajiban perpajakan Termohon Peninjauan Kembali
(semula Pemohon Banding) Tahun Pajak 2004 dan penghitungan yang
dilakukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) adalah sama
atau

konsisten

dengan

perhitungan

yang

dilakukan

pada

saat

dilakukanTerbanding untuk Tahun Pajak 2003 dan 2006 karena terbukti


Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak melakukan
kegiatan usaha dihidang jasa pengeboran minyak dan gas bumi.
d. Bahwa dengan demikian pernyataan Majelis yang menyatakan bahwa terjadi
perubahan interprestasi dan sikap perpajakan yang dilakukan oleh Pemohon
Peninjauan Kembali (semula Terbanding) atas transaksi bisnis yang sama untuk
tahun pajak yang berbeda adalah tidak terbukti kebenarannya.
16. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat tidak
sependapat dengan pernyataan Majelis Hakim Pengadilan Pajak sebagaimana
tercantum pada halaman 37 alinea ke-7 Putusan Pengadilan Pajak Nomor:
Put.28548/PP/M.XI/15/2011 tanggal 18 Januari 2011 sebagaimana tersebut di atas
dengan alasan sebagai berikut:
a. Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak memiliki
kontrak kerja jasa drilling dengan Kontrak Production Sharing (KPS), dan hanya
memiliki kontrak kerja (tanpa nomor dan tanggal) penyerahan rig yang siap
dioperasikan dengan tenaga ahli kepada PT SFSI, dimana kontrak tersebut tidak
menjelaskan bentuk kerjasama apakah sebagai subkontraktor, JO atau lainnya.
b. Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak memiliki
pegawai sebagaimana bentuk usaha lainnya yang sedang melaksanakan aktivitas
usaha. Pada Tahun 2006 Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon
Banding) melaporkan objek PPh Pasal 21 atas expatriatnya tetapi sebenarnya
expatriate tersebut adalah karyawan PT SFSI. Hal ini dibuktikan dengan Surat
Izin Memperkerjakan Tenaga Asing (IMTA) dari Depnakertrans RI yang
menyatakan izin tersebut diberikan kepada PT SFSI.
c. Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) sama sekali tidak
mengeluarkan biaya-biaya operasional, hal ini terbukti dari fakta bahwa
Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) sama sekali tidak
memiliki faktur pajak masukan sehingga dalam SPM PPN nya tidak ada Pajak
Halaman 27 dari 33 halaman Putusan Nomor 6/B/PK/PJK/2014

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

putusan.mahkamahagung.go.id
Masukan yang dikreditkan atau dibiayakan. Dalam kontrak kerja pada butir 1
diatas diketahui bahwa semua biaya yang berkaitan dengan operasional rig
menjadi tanggungan PT SFSI.
d. Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) melaporkan
objek PPh Pasal 23 atas jasa Handling/Penunjang yang berhubungan dengan
migas yang mana sebenarnya invoice tagihan ditujukan untuk PT SFSI,
demikian juga dengan debit note maupun rekening koran yang digunakan milik
PT SFSI.
e. Bahwa dengan demikian Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding)
berkesimpulan bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon
Banding) bukan bergerak dihidang pengeboran tetapi hanya penyewaan rig
karena Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) hanya
mengerjakan sebagian dari keseluruhan kegiatan pengeboran dan tidak
bertanggung jawab atas keseluruhan kegiatan pengeboran. Oleh karena itu,
penghasilan kena pajaknya dihitung bukan menggunakan Norma Penghitungan
Penghasilan Neto sebagaimana Pasal 15 UU PPh, namun dihitung dengan
menggunakan ketentuan yang berlaku umum sesuai dengan Pasal 16 ayat (1)
UU PPh.
17. Bahwa terhadap pernyataan Majelis Hakim Pengadilan Pajak sebagaimana
tercantum pada halaman 35 alinea ke-5, alinea ke-6, dan alinea ke-7 Putusan
Pengadilan Pajak Nomor: Put.28548/PP/M.XI/15/2011 tanggal 18 Januari 2011
maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) menanggapinya sebagai
berikut:
Terkait pernyataan Majelis Hakim terkait dengan Bareboat Charter Agreement:
a

Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) mempunyai


2 (dua) perjanjian Bareboat Charter Agreement dengan perincian :

Perjanjian bareboat charter Agreement antara Termohon Peninjauan Kembali


(semula Pemohon Banding) dengan PT SFSI berupa Mobile Offshore drilling
unit yang bernama GSF Rig 136 yang efektif berlaku tanggal 22 September
2002 dan akan berakhir pada tanggal 31 Desember 2004, kecuali ada perubahan
jangka waktu dalam agreement (Article 1 dan Article 2 bareboat charter
Agreement );
b. Perjanjian bareboat charter Agreement antara Termohon Peninjauan Kembali
(semula Pemohon Banding) dengan PT SFSI berupa Mobile Offshore drilling

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

putusan.mahkamahagung.go.id
unit yang bernama Parameswara yang efektif berlaku tanggal 01 Oktober 2002
dan akan berakhir pada tanggal 31 Desember 2004, kecuali ada perubahan
jangka waktu dalam agreement ( Article 1 dan Article 2 bareboat charter
Agreement );
Bahwa kedua Perjanjian Bareboat Charter Agreement masih berlaku dalam Tahun
Pajak 2003 karena tidak ada perubahan terhadap perjanjian tersebut.
Terkait dengan pernyataan Majelis Hakim Perjanjian Technical Services dan
Operations Agreeement 1 Oktober 1986:
a. Bahwa berdasarkan penelitian perjanjian Technical Services and Operation
Aggreement antara Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding)
dengan PT SFSI dapat diketahui bahwa:
1

Bahwa perjanjian Technical Services and Operation Aggreement antara Termohon

Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dengan PT SFSI, ditandatangani pada


tanggal 1 Oktober 1986.
2

Bahwa dalam article 2 disebutkan bahwa : Santa Fee shall provide PT SFSI with

all pertinent knowhow and information developed or obtained by Santa Fee with respect
to: (a) operations management and staffing, (b) Financial and cost accounting and
reporting, (c) Contract administration, (d) Maintanance programs, (e) Materials
management, and (f) safety programs.
3

Bahwa berdasarkan article (2) dapat diartikan bahwa Termohon Peninjauan

Kembali (semula Pemohon Banding) memberikan jasa kepada PT SFSI berupa


Managemen, staff, keuangan, administrasi, pemeliharaan, management barang,dan
keamanan.
4

Bahwa dalam Article 7.1 menyatakan bahwa : Unless sooner terminated or

extended by mutual agreementof the parties hereto, or as otherwise provided in Clouse 7.2
hereinbelow, this Agreement shall terminate no sooner than ten (10) years following the
date upon which Santa Fe commences to earn the "technical and operational services
fees" specified in Clouse 5.3, except with respect to any arrangement made between PT
SFSI and Santa Fe for continued furnishing of expatriate personal by Santa Fe pursuant to
Article 3 hereinabove.
5

Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat article 7.1

tersebut dapat diartikan : Kecuali diakhiri lebih awal atau diperpanjang melalui perjanjian
bersama para pihak, atau seperti yang tercantum dalam Klausul 7.2 dibawah ini, perjanjian
ini akan berakhir tidak lebih cepat dari sepuluh tahun setelah tanggal di mana Santa Fe
dimulai untuk mendapatkan pelayanan teknis dan biaya operasional yang ditetapkan dalam
Halaman 29 dari 33 halaman Putusan Nomor 6/B/PK/PJK/2014

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

putusan.mahkamahagung.go.id
Klausul 5.3, kecuali sehubungan dengan pengaturan yang dibuat antara PTSFSI dan Santa
Fe untuk melanjutkan pemberian personil asing oleh Santa Fe dengan Pasal 3 diatas.
6

Bahwa dalam Article 7.2 menyatakan bahwa Jika, sebelum kata Tanggal

Pemutusan Kontrak, perjanjian Pemegang Saham dihentikan karena alasan apapun, maka
Perjanjian ini akan berakhir pada tanggal efektif pengakhiran Perjanjian Pemegang Saham.
Dalam hal PTSFSI dilikuidasi atau dibubarkan atau dalam hal seluruh saham dalam
PTSFSI yang dipegang/dimiliki oleh SFIC dijual kepada beberapa atau semua pemegang
saham lain di dalamnya atau kepada pihak ketiga (selain perusahaan induk, holding
company atau perusahaan terafHiasi SFIC ) sesuai dengan ketentuan Perjanjian Pemegang
Saham kata, maka Persetujuan ini akan, jika tidak cepat dihentikan, dihentikan efektif hari
pertama pada saat SFIC tidak lagi menjadi pemegang saham PTSFSI kecuali diperpanjang
untuk jangka waktu sampai sembilan puluh hari setelah itu dengan cara yang ditetapkan
dalam Perjanjian Pemegang Saham.
b. Bahwa berdasarkan Pasat 7.1 dan Pasal 7.2 perjanjian Technical Services and
Operation Aggreement tersebut, Pemohon Peninjauan Kembali (semula
Terbanding) berpendapat bahwa perjanjian tersebut berlaku sampai dengan 10
tahun sejak tanggal ditandatangani kecuali ada perubahan atau perpajangan yang
ditandatangani oleh kedua belah pihak dalam masa perjanjian tersebut.
c. Bahwa karena tidak terdapat bukti amandemen atau perubahan perjanjian yang
menyatakan bahwa perjanjian Technical Services and Operation Aggreement
diperpanjang, maka Perjanjian Technical Services and Operation Aggreement
hanya berlaku sampai dengan tanggal 30 September 1996.
Bahwa berdasarkan hal tersebut, maka Putusan Majelis Hakim yang diambil
berdasarkan perjanjian Bareboat Charter Agreement dan perjanjian Technical
Services and Operation Aggreement adalah tidak tepat karena perjanjian Technical
Services and Operation Aggreement sudah tidak berlaku lagi pada Tahun Pajak
2003.
18. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding ) dapat menyimpulkan
bahwa penghitungan besarnya penghasilan netto yang dilakukan oleh Termohon
Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dengan menggunakan norma
adalah tidak tepat karena Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon
Banding) tidak melakukan jasa pengobaran minyak dan gas bumi.
Bahwa penghitungan yang dilakukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula
Terbanding) dalam menetapkan besarnya penghasilan kena pajak dengan

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

putusan.mahkamahagung.go.id
menggunakan ketentuan Pasal 16 ayat (1) UU PPh adalah sudah tepat dan telah
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bahwa besarnya penentuan HPP dan Biaya Pengurang Penghasilan Bruto yang
dilakukan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) telah memenuhi
unsur keadilan karena Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding)
tidak memberikan pembukuan maupun pencatatan dalam proses pemeriksaan.
19

Bahwa

mempertahankan

berdasarkan uraian di atas, maka putusan Majelis yang tidak


koreksi

Penghasilan

Neto

sebesar

Rp192.960.845.140,00

telah

mengabaikan ketentuan yang diatur dalam Pasal 12 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) serta
Pasal 28 ayat (1), ayat (3) dan ayat (7) UU KUP, serta telah keliru dan tidak cermat dalam
menafsirkan Pasal 15 UU PPh dan KM K Nomor 628/KMK.04/1991 sehingga nyata-nyata
putusan yang diambil Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
20

Bahwa dengan demikian tidak seharusnya Majelis Hakim Pengadilan Pajak

berpendapat untuk tidak mempertahankan koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula


Terbanding) atas Penghasilan Neto sebesar Rp192.960.845.140,00 karena koreksi yang
dilakukan telah sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.
PERTIMBANGAN HUKUM
Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali

tersebut,

Mahkamah Agung berpendapat :


1

Bahwa alasan butir A dan B tidak dapat dibenarkan karena tentang jangka waktu yang
berkaitan dengan proses administrasi penyelesaian perkara semata yang tidak dapat
membatalkan putusan;

Bahwa alasan butir C juga tidak dapat dibenarkan karena pertimbangan hukum dan
Putusan Pengadilan Pajak yang mengabulkan seluruhnya permohonan banding
Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-568/
PJ.07/2009 tanggal 3 Agustus 2009 tentang Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak
Kurang

Bayar

Pajak

Penghasilan

Badan

Tahun

Pajak

2003

Nomor

00042/206/03/081/08 tanggal 8 Mei 2008, atas nama Pemohon Banding sekarang


Termohon Peninjauan Kembali dan pajaknya dihitung kembali menjadi Nihil adalah
sudah tepat dan benar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.;
Bahwa dengan demikian tidak terdapat Putusan Pengadilan Pajak yang nyatanyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
sebagaimana dimaksud Pasal 91 huruf e Undang-Undang No. 14 Tahun 2002.
Halaman 31 dari 33 halaman Putusan Nomor 6/B/PK/PJK/2014

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

putusan.mahkamahagung.go.id
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas,
maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan
Kembali : Direktur Jenderal Pajak tersebut adalah tidak beralasan, sehingga harus ditolak.

Menimbang, bahwa oleh karena Pemohon Peninjauan Kembali dipihak yang


kalah, maka harus dihukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali
yang besarnya sebagaimana tersebut dalam amar putusan ini.
Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor
tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor

48 Tahun 2009

14 Tahun 1985 tentang

Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun


2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 dan UndangUndang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta peraturan perundangundangan lain yang bersangkutan .

MENGADILI,
Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan
Kembali : DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut.
Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara
dalam Peninjauan Kembali ini sebesar Rp2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu Rupiah ).
Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung
pada hari : Rabu, tanggal 30 April 2014 oleh Dr. H. Imam Soebechi, S.H., M.H. Ketua
Muda Tata Usaha Negara Mahkamah Agung

yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah

Agung sebagai Ketua Majelis, Dr. H. M. Hary Djatmiko, S.H., M.S., dan H. Yulius, S.H.,
M.H., Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang
terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota
Majelis dan dibantu oleh Lucas Prakoso, S.H., M.Hum. Panitera Pengganti dengan tidak
dihadiri oleh para pihak.
Anggota Majelis:
Ttd.
Dr. H. M. Hary Djatmiko, S.H., M.S.
Ttd.
H. Yulius, S.H., M.H.

Ketua Majelis,
Ttd.
Dr. H. Imam Soebechi, S.H., M.H.

Panitera Pengganti :
Ttd.
Lucas Prakoso, SH. MHum.
Biaya-biaya :

1. Meterai ................................ Rp.


6.000,2. Redaksi ..................................... Rp.
5.000,3. Administrasi Peninjauan Kembali ..Rp. 2.489.000,Jumlah
Rp. 2.500.000,-

Untuk Salinan
Mahkamah Agung RI
a.n. Panitera
Panitera Muda Tata Usaha Negara

A S H A D I, SH
Nip. 220000754

Halaman 33 dari 33 halaman Putusan Nomor 6/B/PK/PJK/2014

Anda mungkin juga menyukai