KETUA
: Eriyasih
SEKRETARIS
(1102013099)
: IntanMeilaTria Lestari
ANGGOTA :AfdhalulMahfud
Amanda Azizha Hakim
BenditSetiawan
ClarazWanisadaErman
DenieRahmad
Ida NurainunAdjad.M.
Kartika Widyanindhita K.
Mainurtika
(1102013137)
(1102010008)
(1102010016)
(1102013056)
(1102013066)
(1102011074)
(1102012116)
(1102013145)
(1102011151)
BATUK BERDARAH
Seorang laki-laki berumur 50 tahun datang ke puskesmas
dengan keluhan batuk darah. Pada pemeriksaan di dapatkan
habitus athenikus dan ronkhi basah halus yang nyaring pada
apeks paru kanan.
Hasil pemeriksaan laboratorium di dapatkan anemia, laju
endap darah yang tinggi dan di temukan adanya infiltrate di
apeks paru kanan.
Dokter memberi terapi obat anti tuberculosis (OAT) dan
menganjurkan keluarga serumah dengan beliau melakukan
pemeriksaan serta menunjuk seorang keluarganya sebgai
pengawas minum obat (PMO). Dan dokter juga mengajarkan
etika batuk untuk mencegah penularan.
SASARAN BELAJAR
2. Bronchus
Br. Segmentalis
apicoposterior
Br.segmentalis
apicalis
Br.segmentalis
anterior
Br.
Segmentalis
posterior
Br.lingularis
superior
Br. Segmentalis
anterior
5
5
Br.seg.lateralis
Br.seg
medialis
1
1
2
1.br.seg basalis
anterior
2. br.seg basalis
lateralis
Br.lingularis
inferior
3 2 4
3
3.Br.seg basalis
posterior
4. br.seg basalis
medialis
5. Br. Segmentalis
superior
3. Paru-paru
DEXTRA
APEX
Lobus medius
FACIES COSTALIS
BASIS
SINISTRA
FACIES MEDIASTINALIS
Aa. pulmonalis
Bronchus principales
Vv. pulmonalis
FACIES DIAPHRAGMATICA
Fissura horizontalis
Margo anterior
Fissura oblique
Margo inferior
Pulmo dextra
Fissura horizontalis
Impressio cardiaca
PULMO SINISTRA
Lobus superior
Fissura oblique
Incisura cardiaca
Lingula pulmonis sinistra
Lobus inferior
Pulmo sinister
Fissura oblique
Impresio cardiaca
Incisura cardiaca
Lingula
Persyarafan Paru
Anatomi Mikro
1. Pulmo
Trachea akan bercabang dua menjadi bronchus primer kiri dan kanan.
Sebelum memasuki parenkim paru, bronchus primer bercabang menjadi
bronchus sekunder (bronchus lobaris) yang masuk kedalam lobus.
Didalam lobus paru, bronchus lobaris bercabang menjadi bronchus
tersier dan turut menyusun segmen brochopulmonar. Bronchus tersier
bercabang lagi, menjadi cabang yang lebih kecil, dan setelah 9 11
percabangan terbentuk saluran dengan diameter lebih kurang 1mm,
tanpa tulang rawan pada dindingnya. Saluran ini disebut bronchiolus.
Bronchiolus turut menyusun lobus paru. Setiap segmen
bronchopulmonar mempunyai 30-60 lobuli. Didalam setiap lobulus,
bronchiolus bercabang membentuk 4-7 bronchioli terminalis. Setiap
bronchioli terminalis bercabang menjadi 2 bronchiolus respiratorius yang
kemudian akan bercabang lagi sekitar 3 kali manjadi ductus alveolaris.
Ductus alveolaris akan bercanang dua sebelum bermuara kedalam atria.
Atria akan bermuara ke saccus alveolaris yang kemudian akan bermuara
ke alveoli. Makin kecil saluran nafas dindingnya semakin tipis dan
lamina propianya tidak lagi mengandung kelenjar, akan tetapi masih
dilengkapi otot polos, sel epitel bersilia dan sel goblet. Sel goblet tidak
terdapat lagi pada bronchiolus respiratorius.
2. Bronchus
Bronchus extra pulmonal sangat mirio dengan trachea, hanya
diameternya lebih kecil. Gambaran bronchus intra pulmonal berbeda
karena tidak terdapat rangka tulang rawan yang berbentuk huruf C,
melainkan berupa lempeng tulang rawan hialin yang bentuknya tidak
beraturan melingkari lumen. Pada potongan melintang rangka ini akan
terlihat seperti potongan-potongan tulang rawan pada dinding bronchus.
Mucosa tidak rata, terdapat lipatan-lipatan longitudinal karena kontraksi
oto polos. Mucosa dilapisi oleh epitel bertingkat thorak dengan silia dan
sel goblet. Pada lamina propia terdapat berkas-berkas otot polos.
Dibawah lapisan otot polos ini terdapat kelenjar campur. Pada dinding
bronchus yang terkecil kerangka tulang rawannya sedikit dan tidak lagi
membentuk lingkaran penuh mengelilingi lumen.
3. Bronchiolus
Dinding bronchilus tidak lagi mempunyai kerangka tulang rawan dan pada
lamina propia tidak lagi terdapat kelenjar. Lamina propia terutama diisi oleh
serat otot polos dan serat elastin. Pada bronchiolus besar, mucosa dilapisi
oleh epitel bertingkat torak dengan silia dan sel goblet. Makin keujung sel
bersilia makin jarang, sejalan dengan itu sel goblet pun menghilang. Sel
epitel semakin rendah. Pada bronchiolus kecil, mucosa dilapisi oleh sel-sel
kuboid atau torak rendah, terdapat sel tanpa silia, tidak terdapat sel goblet.
Diantara sel epitel terdapat sel torak tidak bersilia, berbentuk kubah. Sel-sel
ini adalah sel clara.
4. Bronchiolus Terminalis
Pendek, sehingga hanya dapat dikenali pada potongan melintang ditempat
percabangannya menjadi bronchiolus respiratorius. Mucosa dilapisi oleh
selapis sel kuboid, pada dinding tidak terdapat alveolus. Pada lamina dapat
dilihat serat-serat otot polos.
5. Bronchiolus respiratorius
Cabang dari bronchiolus terminalis, epitel terdiri dari sel torak rendah atau
kuboid. Epitel terputus-putus, karena pada dinding terdapat alveolus. Sel
epitel bersilia kadang-kadang masih ada, yang akan menghilang semakin
keujung saluran. Tidak terdapat sel goblet. Pada lamina propia dapat terlihat
serat otot polos, kolagen dan elastin.
6. Ductus Alveolaris
Cabang dari bronciolus repiratorius, berupa saluran dengan dinding terdiri
dari alveolus. Pada setiap pintu ke alveolus terdapat sel-sel epitel berbentuk
gepeng. Didalam lamina propia masih dapat terlihat serat-serat otot polos,
biasanya terpotong melintang.
7. Atria, Saccus alveolaris, dan alveoli
Ductus alveolaris bermuara ke atria, berupa ruang tidak beraturan yang
berhubungan dengan alveolus dan saccus alveolaris. Dari tiap atria muncul 2
atau lebih saccus alveolaris. Dari saccus alveolaris terbuka pintu yang
menuju ke setiap alveolus. Alveolus berupa kantung dilapisi epitel selapis
gepeng yang sangat tipis. Pada septum inter alveolare terdapat serat
retikuler dan serat elastin. Disini terlihat 3 macam sel, yaitu sel gepeng pada
permukaan disebut pneumosit tipe I, sel alveolar besar, sel septal (pneumosit
tipe II) berbentuk kuboid menonjol kedalam ruang alveolus. Selain kedua sel
Mycobacterium leprae
4.2 Morfologi/struktur
Mycobacterium tuberculosismerupakan kuman batang lurus atau agak
bengkok, berukuran panjang 1 sampai 4 dan lebar 0,2 sampai 0,8 ,
dapat ditemukan bentuk sendiri maupun berkelompok. Kuman ini
merupakan bakteri tahan asam (BTA) yang bersifat tidak bergerak,
tidak berspora, dan tidak bersimpai. Pada pewarnaannyaM.
tuberculosistampak seperti manik-manik atau tidak terwarnai secara
merata.
Struktur dinding sel
Dinding sel mycobacterium dapat menginduksi hipersensitifitas lambat dan
beberapa resistensi terhadap infeksi seta dapat menggantikan seluruh sel
mikobakterium hanya membangkitkan reaksi hipersensitivitas lambat pada
binatang yang sebelumnya disensitisasi.
a. Lipid
b. Protein
c. Polisakarida
4.4 Identifikasi
Karakteristik antigen M.tuber culosis dapat diidentifikasi
denganmenggunakan antibodi monoklonal . Saat ini telah dikenal purified
antigens dengan beratmolekul 14 kDa (kiloDalton), 19 kDa, 38 kDa, 65 kDa
yang memberikan sensitifitas danspesifisitas yang berfariasi dalam
mendiagnosis TB. Ada juga yang menggolongkan antigen M .tuberculosis
dalam kelompok antigen yang disekresi dan yang tidak disekresi
(somatik).Antigen yang disekresi hanya dihasilkan oleh basil yang hidup,
contohnya antigen 30.000 a,protein MTP 40 dan lain lain.
1. Biakan
2. Reaksi terhadap faktor fisik dan kimia
3. Variasi
5.3 Epidemiologi
Indonesia sekarang berada pada ranking kelima negara dengan beban TB
tertinggi di dunia. Estimasi prevalensi TB semua kasus adalah sebesar
660,000 (WHO, 2010) dan estimasi insidensi berjumlah 430,000 kasus baru
per tahun. Jumlah kematian akibat TB diperkirakan 61,000 kematian per
tahunnya
Meskipun memiliki beban penyakit TB yang tinggi, Indonesia merupakan
Negara pertama diantara High Burden Country (HBC) di wilayah WHO SouthEast Asian yang mampu mencapai target global TB untuk deteksi kasus dan
keberhasilan pengobatan pada tahun 2006. Pada tahun 2009, tercatat
sejumlah sejumlah 294.732 kasus TB telah ditemukan dan diobati (data awal
Mei 2010) dan lebih dari 169.213 diantaranya terdeteksi BTA+. Dengan
demikian, Case Notification Rate untuk TB BTA+ adalah 73 per 100.000 (Case
Detection Rate 73%). Rerata pencapaian angka keberhasilan pengobatan
selama 4 tahun terakhir adalah sekitar 90% dan pada kohort tahun 2008
mencapai 91%. Pencapaian target global tersebut merupakan tonggak
pencapaian program pengendalian TB nasional yang utama. Jumlah kasus TB
anak pada tahun 2009 mencapai 30.806 termasuk 1,865 kasus BTA positif.
5.4 Patofisiologi
5.6 Patogenesis
Urutan patogenesis TB pada manusia juga terjadi pada kelinci.
Fase I: Fase transmisi
Fase II: Awal infeksi, proliferasi dan penyebaran
Diagnosis tuberculosis
b. Pemeriksaan fisik.
c. Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak).
d. Pemeriksaan patologi anatomi (PA).
e. Rontgen dada (thorax photo).
f. Uji tuberkulin.
Diagnosis TB Paru
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu
ataulebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak
bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan
menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa
kegiatan fisik,demam meriang lebih dari satu bulan.Gejala-gejala
tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti
bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru dan lain-lain.
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis,
menilaikeberhasilan pengobatan dan menentukan potensi
penularan.Pemeriksaan dahak untukpenegakan diagnosis pada semua
suspek TB dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang
dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa dahak
Sewaktu- Pagi - Sewaktu (SPS):
S (sewaktu):
P (Pagi):
S (sewaktu):
.
4.9 Komplikasi
Komplikasi berikut sering terjadi pada penderita stadium lanjut :
Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya
jalan napas.
Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.
Bronkiectasis dan Fibrosis pada paru.
Pneumotoraks spontan: kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru.
Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal
dan sebagainya.
4.10 Pencegahan
Insufisiensi
Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency).
Preventif dan promotif
Upaya Promotif
Peningkatan pengetahuan pekerja tentang penanggulangan TBC di
tempat kerja melaluipendidikan & pelatihan petugas pemberi
pelayanan kesehatan di tempat kerja, penyuluhan,penyebarluasan
informasi, peningkatan kebugaran jasmani, peningkatan kepuasan
kerja,peningkatan gizi kerja
Upaya preventif
Adalah upaya untuk mencegah timbulnya penyakit atau kondisi yang
memperberat penyakitTBC.
Pencegahan Primer : Pencegahan primer merupakan upaya yang
dilaksanakan untuk mencegah timbulnya penyakitpada populasi yang
sehat.
Pencegahan sekunder
4.11 Prognosis
Bila tidak menerima pengobatan spesifik
25 % akan meninggal dalam 18 bulan
50 % akan meninggal dalam 5 tahun
8-12,5% akan menjadi chronis execetors akan mengeluarkan basil TB
dalam sputumnya. Mereka ini adalah sumber penularan.
Sisanya akan mengalami penyembuhan spontan dengan bekas berupa
fibrotik dan perkapuran, dapat pula kesembuhan dengan resolusi
sempuran tanpa meninggalkan bekas.
3x seminggu
Isoniazid (H)
Bakterisid
5 (4-6)
10 (8-12)
Rifampicin (R)
Bakterisid
10 (8-12)
10 (8-12)
Pyrazinamid (Z)
Bakterisid
25 (20-30)
35 (30-40)
Streptomycin (S)
Bakterisid
15 (12-18)
15 (12-18)
Ethambutol (E)
Bakteriostatik
15 (15-20)
30 (20-35)
Rifampisin
Etambutol
Pirazinamid
Streptomisin
Etionamid
Paraaminosalisilat
Sikloserin
Kapreomisin
Efek samping ringan OAT
Efek Samping
Penyebab
Penatalaksanaan
Nyeri sendi
Beri Aspirin
Pirasinamid
Rifampisin
Penyebab
Penatalaksanaan
Tuli
streptomisin
Gangguan Keseimbangan
streptomisin
Hentikan,sampai menghilang
Gangguan Penglihatan
Etambutol
Hentikan
Rifampisin
Hentikan
30-37 kg
2 tablet 4KDT
2 tablet 2KDT
38-54 kg
3 tablet 4KDT
3 tablet 2KDT
55-70 kg
4 tablet 4KDT
4 tablet 2KDT
70 kg
5 tablet 4KDT
5 tablet 2KDT
Merokok
Keputusan yang telah diputuskan oleh Muzakarah Jawatankuasa
Fatwa Majlis Kebangsaan Bagi Hal Ehwal Ugama Islam Malaysia
tersebut adalah bersandarkan kepada hujah-hujah berikut:
Skenario 2
BATUK DARAH
Seorang laki-laki berumur 50 tahun datang ke puskesmas dengan
keluhan batuk darah. Pada pemeriksaan di dapatkan habitus athenikus
dan ronkhi basah halus yang nyaring pada apeks paru kanan.
Hasil pemeriksaan laboratorium di dapatkan anemia, laju endap
darah yang tinggi dan di temukan adanya infiltrate di apeks paru
kanan.
Dokter memberi terapi obat anti tuberculosis (OAT) dan
menganjurkan keluarga serumah dengan beliau melakukan
pemeriksaan serta menunjuk seorang keluarganya sebgai pengawas
minum obat (PMO). Dan dokter juga mengajarkan etika batuk untuk
mencegah penularan.