Bahan Kuliah 7 Budaya Dan Komunikasi Organisasi
Bahan Kuliah 7 Budaya Dan Komunikasi Organisasi
bersikap
dan
berperilaku
dalam
perusahaan.
Sementara
Tokoh
Smircich (1983)
Definisi
Sumber
Spesifikasi
Budaya organisasi merupakanUsahawan, Nilai bersama
nilai dan keyakinan yang dimiliki1996
bersama anggota organisasi
Schermerhorn, Organizational
or
corporate Schermerh The system of
Hunt, & Osbornculture is the system of shared orn, Hunt,shared actions,
(1997)
actions, values and beliefs that & Osborn,values
and
develops within an organization 1997
beliefs
and guides the behavior of its
member
Gordon (1991)
Budaya oraganisasi dipandangGordon,
Suatu
sistem
sebagai suatu sistem spesifik1991
spesifik:
organisasi yang terdiri dari
asumsi-asumsi
asumsi-asumsi
dan
nilai-nilai
dan
nilai-nilai
umum yang mencetuskan polaumum
pola perilaku tipikal. Sistem ini
ditransmisikan secara formal dan
informal.
David (1984)
Budaya merupakan keyakinan-Gordon,
Keyakinan-
53 Pengertian budaya perusahaan dan budaya organisasi adalah sama. Hal ini mengacu pada berbagai
telaah para ahli organisasi atau manajemen yang diperoleh penulis dari berbagai jurnal dan buku-buku teks.
2
keyakinan
yang
berorientasi1991
internal dan eksternal mengenai
bagaimana berkompetisi.
Vestal (1997)
keyakinan yang
berorientasi
pada
lingkungan
internal
dan
ekstrenal
An organizing
&concept:
how
work is done,
how people are
selected
and
organizations
value etc.
10
11
12
13
4
customer-nya. (5) Rules, merupakan strict guidelines yang membatasi
anggota organisasi dalam berperilaku dan melakukan aktivitas kerjanya.
(6) Organizational climate, merupakan keseluruhan perasaan yang
diciptakan oleh physical layout, cara-cara anggota organisasi berinteraksi
dengan customer dan other outsider. Definisi ini hampir sama dengan
pendefinisian sebelumnya, namun terdapat satu spesifikasi yang belum
terpapar yaitu dimasukkannya iklim organisasi dalam konteks budaya
organisasi.
B. IDENTIFIKASI BUDAYA PERUSAHAAN
Indikasi dari manifestasi budaya organisasi menunjukkan, hampir
setiap organisasi memiliki nilai-nilai inti yang dipegang bersama.
Salanick55 mengemukakan bahwa nilai-nilai bersama ini adalah esensial
bagi kelangsungan hidup organisasi. Nilai-nilai demikian memberinya
suatu identitas karenanya dipegang secara ekstensif dan dipertahankan
secara kokoh oleh para anggotanya. Pada sudut pandang yang lebih luas
Chatman dan Jehn56 menerangkan bahwa budaya organisasi tidak hanya
esensial dalam skala internal namun juga eksternal organisasional. Hal
ini disebabkan budaya organisasi memiliki potensi sebagai sumber
keunggulan kompetitif. Berkaitan dengan potensinya sebagai elemen
strategis ini, Chatman dan Jehn menambahkan keterangan bahwa
budaya organisasi tersebut haruslah didesain sedemikian rupa sehingga
menjadi suatu bentuk yang berharga, langka dan tidak dapat ditiru oleh
para pesaingnya. Dari pernyataan ini dapat diintepretasikan bahwa
idealnya
suatu
organisasi
semestinya
memiliki
karakter budaya
55 J. A. Chatman & K. A. Jehn. 1994. Assessing The Relationship Between Industry Characteristics and
Organizational Culture: How Different Can You Be. Academy of Management Journal. 37 (7). Hal. 522524
56 Ibid.
57 Kreitner & Kinicki. 1992. Organizational Behavior. Second edition. Irwin, Boston. Hal. 714-715
Figur 12
How to Develop an Organizations Culture
Methods
Intervening
1. Elaborate on history
2. Communications on
and by heroes and
others
3.
4.
Outcome
Develop a sense
of history
H
Create a sense of
oneness
O
Cohesive Organizational
Culture
5.
6.
7.
8.
Rewards system
Career
management
and
job security
Recruiting
and
staffing
Training
and
development
Promote a sense of
membership
9. Member contact
10. Participative
decision making
11. Intergroup
Increase exchange
among members
coordination
&
Personal exchange
6
menjadikan budaya tersebut unik dan khas akan sangat ditentukan oleh
peran manajemen mengkreasi elemen-elemen seperti tersebut dalam
bagan di atas. Bagan di atas dapat dimanfaatkan sebagai guide line bagi
pembentukan atau pengembangan budaya yang unik dan khas pada
suatu organisasi menyangkut aspek lingkungan internal. 58
Secara empiris budaya organisasi pada setiap organisasi memiliki
kekhasan, namun OReilly memerinci sejumlah dimensi-dimensi yang
sama atas semua variasi budaya organisasi. Dimana dimensi-dimensi
tersebut dianggap oleh OReilly menangkap hakikat budaya organisasi. 59
Sedangkan keunikan budaya di setiap organisasi menurutnya terletak
pada perbedaan intensitas (kedalaman) dianutnya dimensi-dimensi
tersebut. Dimensi-dimensi budaya organisasi tersebut mencakup (1)
inovasi, (2) stabilitas, (3) menghargai orang, (4) orientasi pada hasil, (5)
orientasi pada detail, (6) orientasi pada team, dan (7) keagresifan. Ke-7
dimensi ini merupakan hasil dari analisis faktor dari 54 item yang
disebutnya sebagai OCP (Organizational Culture Profile).
Uraian berikut akan memaparkan kembali pemikiran Chatman dan
Jehn sehubungan dengan 7 dimensi tersebut.
1.
Inovasi. Dimensi ini menggambarkan tingkatan sejauh mana
perusahaan mendorong para karyawannya untuk bersikap dan
berperilaku inovatif. Sikap tersebut antara lain ditunjukkan melalui
tingkatan fleksibilitas tindakan menghadapi perubahan lingkungan
bisnis,
termasuk
Realisasi
merespon
konsep
ini
peluang-peluang
berkaitan
dengan
pertumbuhan.
upaya-upaya
cenderung
mengembangkan
nilai-nilai
seputar
dihargai
58 Ibid.
59 Stephen P. Robbins. Op. cit. Hal. 289
dan
diperhatikan,
karena
dinilai
mampu
7
memberikan masukan ke arah mana perusahaan dikembangkan.
Karakteristik inovatif pun mencerminkan perhatian yang besar pada
proses-proses penyelesaian pekerjaan dari pada berorientasi hasil.
Hal
ini
disadari
sepenuhnya
sebagai
bagian
dari
proses
3.
8
4.
Perusahaan
yang
berorientasi
pada
tim
kerja
masing-masing
kemampuannya.
mewujudkan
Orientasi
karakteristik
individu
yang
dapat
mengekspresikan
tinggi
pada
tim
pertemanan
yang
umumnya
solid
dalam
analisis
dan
perhatian
pada
kerincian
dalam
Bahkan
tidak jarang
perusahaan
mengembangkan
jawab
personal
dalam
pencapaiannya,
karena
9
ditekan. Tuntutan-tuntutan yang mengarah pada pencapaian
kinerja unggul selalu didengung-dengungkan. Dalam konteks ini
umumnya karyawan berusaha keras terus memburu hasil-hasil
pekerjaan yang standarisasinya telah ditetapkan oleh perusahaan.
7.
orang-orang
itu
agresif
dan
kompetitif
dalam
dimensi
dikarakteristikkan
ini
umumnya
rendah
konflik.
10
membantu memberikan pedoman berperilaku.60 Berdasarkan uraian
tersebut dapat disimak bahwa konteks relasional ditunjukkan dengan
pemberian
peran
budaya
organisasi
sebagai
sarana
penciptaan
organisasi
dikarenakan
pengendalian
birokratis
mendapatkan keterbatasannya.61
Dalam pendekatan situasional OReilly62 memberikan rujukan
bahwa tidak semua situasi-situasi di dalam organisasi dapat dimonitor
secara memadai melalui suatu pengendalian formal. Menurutnya, pada
saat situasi dimana pengendalian formal tidak dapat memerankan
fungsinya dengan baik, diperlukan suatu sistem pengendalian sosial.
Pengendalian ini menyangkut persetujuan diantara anggota-anggota
organisasi mengenai sikap dan perilaku yang diharapkan. Dalam ranah
inilah, budaya organisasi menurut OReilly mengekspresikan suatu sistem
pengendalian sosial yang memadai. Seterusnya diungkapkan pula,
budaya perusahaan dalam konteks ini menghasilkan norma-norma yang
dapat membentuk perilaku individu dan kelompok. Berangkat dari
argumentasi ini OReilly mengaitkan pentingnya keberadaan budaya
organisasi pada suatu industri jasa. Dalam keterangannya diungkapkan,
kepemilikan nilai-nilai yang dipegang bersama secara ekstensif sekaligus
dipertahankan
secara
kokoh
oleh
anggota
organisasi
sangatlah
bermanfaat bagi industri jasa. Hal ini dikarenakan para anggota organisasi
60 E. Bachtiar. 1996. Manajemen Budaya Perusahaan untuk Pengendalian Organisasi. Usahawan. 2
(XXX). Hal. 25
61 Ibid.
62 J. A. Chatman & K. A. Jehn. Op. cit.. Hal. 522-524
11
secara langsung mengemban tanggung jawab atas pengadaan jasa dan
persepsi klien. Budaya dianggap dapat menjadi pedoman pelayanan
manakala
terdapat
situasi-situasi
mendesak
dalam
pengambilan
keputusan karena jauh dari keberadaan supervisi. Dalam hal ini OReilly
menekankan fungsi budaya organisasi sebagai alat kontrol. Berangkat
dari uraian inilah dapat dipahami mengapa budaya organisasi sangat
dominan berfungsi sebagai pengendali sosial dalam suatu industri jasa.
Dalam kerangka yang lebih luas Schermerhorn, Hunt dan Osborn
mengaitkan
fungsi
budaya
organisasi
dengan
survival
issues.
organisasi
diorientasikan
pada
fungsi-fungsi
yang
dapat
63
Pada
pula
bahwa
mengombang-ambingkan
kondisi
ini
perusahaan.
memiliki
Satu
syarat
kekuatan
dalam
penting
untuk
mengatasi masalah ini adalah adanya misi organisasi yang jelas bagi para
employee. Karenanya budaya yang dirancang sebagai salah satu
instrumen penjabaran misi tersebut berfungsi memberikan guide line
perilaku employee. Adapun konsep perilaku ini diorientasikan sebagai
ekspresi tanggung jawab dalam hal inovasi dan tindakan-tindakan kreatif
yang dapat mendukung pencapaian tujuan organisasi. Sedangkan fungsi
internal integration, mengarahkan budaya organisasi sebagai instrumen
yang dapat membentuk collective identity dan finding ways yang
mengkolaborasikan metode bekerja dan kehidupan bersama. Pada
bagian
ini
mereka
mengungkapkan,
budaya
organisasi
mampu
63 Schermerhorn, Hunt, & Osborn. 1997. Organizational Behavior. Sixth edition. John Wiley & Sons,
New York Hal 267-268
12
mengidentifikasikan tiga aspek utama dalam kehidupan berorganisasi.
Pertama, memberikan batasan siapa anggota dan bukan anggota. Kedua,
menentukan
perilaku
anggota
yang
dapat-tidak
diterima.
Ketiga,
melalui
fenomena
pendataran
struktur
organisasi,
kausal
antara
strategi
dan
budaya.
Apakah
strategi
13
Jawaban persoalan ini membutuhkan suatu penilaian yang hati-hati dan
longitudinal, karenanya hal tersebut berada di luar cakupan penelitian ini.
Harapan yang ingin dicapai dari penguraian dialog ini adalah
memberikan penggambaran bagaimana budaya organisasi memiliki peran
dalam pencapaian tujuan organisasi.
Lebih lanjut perlu kiranya menyimak komentar Greenberg dan
Baron67 yang mengemukakan adanya tiga fungsi budaya organisasi.
Pertama, memberikan perasaan identitas pada para anggotanya. Kedua,
meningkatkan
komitmen
anggota
pada
misi
organisasi.
Ketiga,
68
dan
informasi
dikelola
oleh
manajemen.
Karenanya
14
superioritas kinerja. Di samping itu Whip, Rosenfeld dan Pettigrew, 71
mengungkapkan budaya organisasi juga memberikan arahan bilamana
terjadi perubahan setting dalam lingkungan usaha baik yang datang dari
lingkungan internal maupun eksternal.
Dari wacana di atas dapat digarisbawahi: sebagai suatu sistem
pengendalian, budaya tidak saja menyangkut relasional antara anggota
dengan organisasi namun melibatkan pula orientasi adaptive kaitannya
dengan dinamika eksternal.
72
73
15
berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Sedangkan
produksinya dapat dikaitkan atau tidak dikaitkan pada satu produk fisik. 74
Karenanya terdapat 4 karakter pelayanan pada industri jasa yaitu (1)
services directed at peoples bodies, di sini terdapat interaksi langsung
secara fisik antara karyawan perusahaan dengan customernya. Produk
fisik merupakan penunjang atau sarana dari serangkaian interaksi
tersebut. Contoh-contoh perusahaan jasa yang memberikan pelayanan
demikian adalah passenger transportation, health care, lodging, beauty
salons, dan restaurant atau bars. (2) Services directed at physical
possession, pengadaan jasa di sini diwujudkan oleh interaksi antara
karyawan dengan suatu produk fisik. Contohnya, repair and maintenance,
laundry, dan warehousing. Dari wujud pelayanannya dapat dikatakan
bahwa kedua kelompok industri tersebut berkarakter tangible action.
Karakter yang lain adalah (3) services directed at peoples minds,
pelayanan jasa di sini lebih berhubungan dengan hasil pemikiran atau
kreasi dari pelaku pengadaan jasa, sehingga customer dicitrakan dengan
suatu hasil karya. Contohnya entertainment, management consulting,
education, psychoteraphy, voice telephone, religion, dan mass media. (4)
Services directed at intangible assets, pelaku pengadaan jasa lebih
berhubungan
dengan
pemberian
pelayanan
sehubungan
dengan
16
memberikan jasa dengan cepat. (3) Kepastian. Karyawan diharuskan
memiliki pengetahuan dan kemampuan sehingga pelanngan menaruh
kepercayaan dan keyakinan. (4) Empati. Karyawan dituntut bersedia dan
peduli memberikan perhatian secara pribadi bagi pelanggan. (5) Wujud.
Karyawan dituntut memenuhi penampilan fasilitas fisik, peralatan personil
dan materi komunikasi yang menarik. Kelima prasyarat tersebut memiliki
kaitan erat dengan sikap dan perilaku karyawannya, yang kesemuanya
menggambarkan dominasi perannya dalam pengadaan jasa.
Pentingnya karyawan dan perlunya perhatian pada mereka
ditunjukkan pula oleh Robbins, Zeitham dan Berry dalam poin-poin yang
disebutkannya dapat mengakibatkan kegagalan penyampaian jasa. Poinpoin yang dimaksud, (1) kesenjangan antara harapan konsumen dengan
persepsi manajemen. Manajemen tidak selalu secara tepat memahami
apa yang diinginkan pelanggan. Karenanya perlu tenaga operasional yang
handal yang benar-benar memahami dan mengerti kebutuhan di tingkat
konsumen (misalnya konsumen mungkin lebih menuntut daya tanggap tim
bagian kreatif daripada pihak manajemen sebuah di sebuah biro iklan). (2)
Kesenjangan antara persepsi manajemen dan spesifikasi kualitas jasa.
Manajemen mungkin memahami secara tepat keinginan pelanggan tetapi
tidak selalu mampu menetapkan suatu standar kinerja spesifik. Akibatnya
karyawan sangat mendambakan aturan yang jelas berkait dengan
berbagai aktivitas, mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak. (3)
Kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa. Para
personil perusahaan jasa seringkali dihadapkan pada suatu keadaan
dilematis yaitu menyediakan waktu yang cukup untuk mendengarkan
keluh kesah atau melayaninya dengan cepat. Kasus ini perlu diselesaikan
perusahaan dengan memberikan suatu batasan-batasan nilai. (4)
Kesenjangan antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal.
Seringkali harapan konsumen dipengaruhi oleh pernyataan iklan atau
pidato wakil perusahaan, sehingga mereka menuntut pelayanan seperti
yang dijanjikan. Sehingga kesenjangan antara jasa yang diberikan dan
17
jasa yang diharapkan akan menjadi polemik bagi perusahaan. Sekali lagi
dalam hal ini karyawan dituntut memiliki komitmen dan kegigihan dalam
operasionalisasi bisnis agar sesuai dengan pengharapan para customernya sekaligus perusahaan yang mempekerjakannya. 76
Dari keempat karakter pelayanan industri jasa dan prasyarat
kualitas jasa dapat semakin diperjelas bahwa peran karyawan sangatlah
dominan dalam pengadaan jasa. Peranan ini sekaligus merupakan bagian
yang terintegralistik dengan produk jasa. Karena itu kepemilikan nilainilai organisasi yang dipegang secara ekstensif akan sangat berguna bagi
karyawan sebagai pedoman bekerja. Di samping juga sebagai agen
kontrol bagi perusahaan untuk dapat mengendalikan sikap dan aktivitas
karyawannya dalam mengoperasionalkan bisnisnya.
Nilai-nilai organisasi yang dipersepsikan mampu membendung
kepentingan di atas tidak lain adalah budaya organisasi. 77 Gordon
berargumentasi bahwa budaya organisasi yang dibangun berdasarkan
asumsi-asumsi industri merupakan pondasi penting dalam memunculkan
dan mengembangkan nilai-nilai tertentu mengenai hal-hal yang tepat
untuk dilakukan dalam menjalankan bisnisnya. 78 Bahkan OReilly, Ouchi
serta Johnson menandaskan bahwa budaya organisasi merupakan alat
bantu dalam mengontrol dan mengendalikan anggota-anggotanya agar
senantiasa bersikap dan berperilaku selaras dengan nilai-nilai yang
dipegang teguh oleh organisasi. 79 Bertopang dari budaya organisasi inilah
para anggota organisasi berpedoman dalam bersikap dan berperilaku
secara konsisten dalam melayani customer.
Budaya organisasi pun merupakan instrumen penting dalam
pengendalian organisasi dikarenakan pada industri jasa keberadaan
supervisi langsung seringkali sangat sulit diwujudkan. Hal ini disebabkan
sebagian besar operasi kerja di industri ini memiliki frekuensi kerja off site
76 Stephen P. Robbins. Op.cit. Hal. 92
77 Ibid. Hal. 93.
78 G. G. Gordon. 1991. Industry Determinant of Organizational Culture. Academy of Management Review.
16(2). Hal. 396-397
79 Chatman & Jehn. Op.cit. Hal. 523-525
18
yang tinggi, dan proporsi anggota-anggota staf professional cukup
banyak.80 Kondisi ini sangatlah berbeda dengan industri manufacturing di
mana mekanisme-mekanisme kontrol formal dapat diterapkan dengan
lebih jelas, tegas dan nyata. Dalam industri ini proses-proses produksinya
diselenggarakan dengan struktur yang jelas, mekanistis dengan suatu
rantai komando yang herarkis. Berbeda dengan sektor jasa yang
mengandalkan mekanisme-mekanisme kontrol sosial untuk menuntun
atau mengarahkan tindakan para anggotanya.
Berangkat dari persoalan inilah mengapa internalisasi budaya
organisasi idealnya dilakukan sebaik mungkin pada industri jasa. Tujuan
utamanya tidak lain, para manajer dapat mengantisipasi segala
permasahan
atau
sikap
dan
perilaku
anggotanya
jika
dalam
80 Ibid.