Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hemofilia adalah penyakit berupa kelainan pembekuan darah akibat
defisiensi (kekurangan) salah salah satu protein yang sangat diperlukan dalam
proses pembekuan darah. Protein ini disebut sebagai faktor pembekuan darah.
Pada hemofilia berat, gejala dapat terlihat sejak usia sangat dini (kurang dari satu
tahun) di saat anak mulai belajar merangkak atau berjalan. Pada hemofilia sedang
dan ringan, umumnya gejala terlihat saat dikhitan, gigi tanggal, atau tindakan
operasi.(dr. Heru Noviat Herdata, 2008). Hemofilia adalah gangguan koagulasi
congenital paling sering dan serius. Kelainan ini terkait dengan defisiensi faktor
VIII, IX, atau XI yang ditentukan secara genetic. (Nelson, 2000)
ITP

atau

Imun

(Idiopatik)

Trombositopeni

Purpura

(Immune

Thrombocytopenic Purpura atau Primary Essential Thrombocytopenic Purpura


atau Purpura Hemmorrhagica atau Werlhofs Diseases) adalah penyakit purpura
disertai denganpenurunan jumlah trombosit. ITP ditemukan pertama kali pada
orang dewasa tahun 1735 oleh Werlhof, dia menemukan seorang pasien yang
mengalami pendarahan mendadak yang spontan seperti petekiae, ekimosis dan
pendarahan membran mukosa. Pasien ini mengalami remisi spontan dan lengkap,
sedangkan penyakit purpura yang terjadi pada saat itu seperti typhoid fever dan
plague tidak mengalami remisi spontan. Pada kasus ITP terjadi trombositopeni
yang diakibatkan oleh meningkatnya destruksi trombosit karena reaksi imun.
Antibodi yang berperan adalah IgG. ITP dapat menyerang anak - anak dan
dewasa. ITP pada anak biasanya adalah bentuk akut yang dapat sembuh spontan
dalam beberapa bulan, bentuk kronis didapatkan pada dewasa dan memiliki onset
yang lebih lambat. Pada dewasa ITP didapatkan lebih sering pada wanita daripada
pria dan sering rekuren. Bentuk ITP yang sekunder disebabkan oleh adanya
penyakit hematologik primer seperti leukemia atau kelainan nonhematologik
sistemik yang lain (Dorland W. A. N, 2002).

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa definisi hemofilia dan ITP?
2. Apa etiologi hemofilia dan ITP?
3. Bagaimana patofisiologi hemofilia dan ITP?
4. Bagaimana klasifikasi hemofilia dan ITP?
5. Bagaimana Faktor resiko hemofilia dan ITP?
6. Bagaimana manifestasi klinis dan penatalaksanaan pada klien dengan
hemofilia dan ITP?
7. Bagaimana Pemeriksaan Diagnostik pada Hemofilia dan ITP?
8. Bagaimana Komplikasi dan Prognosis pada klien Hemofilia dan ITP?
9. Bagaimana membuat asuhan keperawatan pada klien dengan Hemofilia dan
ITP?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa dapat memahami dan menerapkan perannya
sebagai perawat dalam penanganan masalah Hemofilia dan
ITP
1.3.2 Tujuan Khusus
1

Mahasiswa dapat memahami definisi dan etiologi dari


Hemofilia danITP

Mahasiswa dapat memahami manifestasi klinis dari


Hemofilia danITP

Mahasiswa

dapat

memahami

patofisiologi

dari

Hemofilia danITP.
4

Mahasiswa

mampu

melakukan

penatalaksanaan

penunjang dari Hemofilia danITP


5

Mahasiswa mampu melakukan penatalaksanaan dari


Hemofilia danITP

Mahasiswa bisa membuat asuhan keperawatan dengan


benar dari Hemofilia danITP
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA HEMOFILIA

2.1.Definisi Hemofilia
Hemofilia adalah gangguan perdarahan bersifat herediter yang berkaitan
dengan defisiensi atau kelainan biologi faktor VII dan faktor IX dalam plasma.
(David Ovedoff, 2000).
Hemofilia adalah suatu kelainan perdarahan akibat kekurangan salah satu
faktor pembekuan darah. (Nurcahyo, 2007).
Hemofilia adalah penyakit berupa kelainan pembekuan darah akibat defisiensi
(kekurangan) salah salah satu protein yang sangat diperlukan dalam proses
pembekuan darah. Protein ini disebut sebagai faktor pembekuan darah. Pada
hemofilia berat, gejala dapat terlihat sejak usia sangat dini (kurang dari satu tahun) di
saat anak mulai belajar merangkak atau berjalan. Pada hemofilia sedang dan ringan,
umumnya gejala terlihat saat dikhitan, gigi tanggal, atau tindakan operasi.(dr. Heru
Noviat Herdata, 2008).
Hemofilia adalah gangguan koagulasi congenital paling sering dan serius.
Kelainan ini terkait dengan defisiensi faktor VIII, IX, atau XI yang ditentukan secara
genetic. (Nelson, 2000).
2.2.Etiologi Hemofilia
Hemofilia disebabkan oleh mutasi :enetic. Mutasi gen yang melibatkan kode
untuk protein yang penting dalam proses pembekuan darah. Gejala perdarahan timbul
karena pembekuan darah terganggu. Proses pembekuan darah melibatkan serangkaian
mekanisme yang kompleks, biasanya melibatkan 13 protein yang berbeda disebut I
dengan XIII dan ditulis dengan angka Romawi. Jika lapisan pembuluh darah menjadi
rusak, trombosit direkrut ke daerah luka untuk membentuk plug awal. Bahan kimia
ini rilis diaktifkan platelet yang memulai kaskade pembekuan darah, mengaktifkan
serangkaian 13 protein yang dikenal sebagai faktor pembekuan. Pada akhirnya,
3

terbentuk fibrin, protein yang crosslinks dengan dirinya sendiri untuk membentuk
sebuah mesh yang membentuk bekuan darah terakhir.
Hemofilia A disebabkan oleh gen yang defek yang terdapat pada kromosom X.
Hemofilia B (juga disebut Penyakit Natal ) hasil dari kekurangan faktor IX karena
mutasi pada gen yang sesuai.Hemofilia C adalah hemofilia yang disebabkan karena
kekurangan faktor XI diwariskan sebagai penyakit resesif autosom tidak lengkap
yang mengenai pria dan wanita. Kondisi ini lebih jarang daripada hemofilia A dan B
dan biasanya menyebabkan gejala ringan.
Hemofilia vascular terjadi pada kedua jenis kelamin yang diwariskan sebagai
trait autosom dominan. Hemofilia A lebih umum daripada hemofilia B. Sekitar 80%
dari orang dengan hemofilia adalah hemofilia A. Hemofilia B terjadi pada sekitar 1
dari setiap 25.000 sampai 30.000 orang. Sebuah subkelompok orang dengan
hemofilia B memiliki fenotipLeiden, yang dicirikan oleh hemofilia parah di masa
kanak-kanak yang meningkat saat pubertas. (Nelson, 2000).
2.3.Patofisiologi Hemofilia
Pada saat cedera terjadi robekan pada pembuluh darah synivium dan darah
akan terakumulasi di dalam sendi. Perdarahan akan terus berlangsung sampai tekanan
hidrostatik intra artikuler melebihi tekanan arteri dan kapiler dalam sinovium sendi.
Sebagai akibat efek tamponade ini akan menyebabkan iskemi pada synovium dan
tulang sub khondral. Dengan perdarahan berulang terjadi hyperplasia dan fibrosis
dari jaringan synovial. Proliferasi jaringan synovial akan membentuk pannus dan
pannus ini akan mengikis tulang rawan sendi daerah perifer dan menutupi serta
menekan permukaan tulang rawan di daerah tengah. Tulang rawan sendi juga akan
rusak akibat enzim proteolitik yang di hasilkan jaringan synovial yang mengalami
inflamasi di atas akan merusakkan tulang rawan sendi, di sampan itu juga akan terjadi
pembatasan ruang lingkup sendi dan kontraktur sendi akibat fibrosis kapsul dan
synovial sendi. Iskemi :enet juga akan menyebabkan terbentuknya kista sub
khondral tulang. (dr. Ifran Shaleh, SpBo, 2002)
Reaksi inflamasi juga menyebabkan peningkatan sirkulasi darah sehingga memacu
pertambahan panjang tulang. Stimulasi pada pertumbuhan tulang ini bisa

menimbulkan :
1. Pertumbuhan yang asimetri sehingga menghasilkan deformitas varus atau
valgus.
2. Penutupan dini pertumbuhan tulang sehingga menghasilkan perpendekan
tungkai.
2.4. Klasifikasi Hemofilia
1.Hemofilia A
Hemofilia A (hemofilia klasik) kekurangan faktor VIII, mempengaruhi 1 dari
10.000 laki-laki. Hal ini ditularkan ke anak sebagai gangguan silang resesif
dari ibu ke anak. Cacat hemofilia A pada kromosom X bisa menyebabkan
kekurangan faktor VIII atau produksinya. Aktivitas faktor VIII pada hemofilia
A dibagi menjadi tiga kategori.
Kategori Hemofilia A
a) Hemofilia berat, menunjukkan konsentrasi faktor VIII kurang dari
1% normal, menyebabkan sering pendarahan, bahkan tanpa adanya
trauma.
b) Hemofilia Moderat menandakan konsentrasi VIII faktor 1-5%.
Penderita akan mengalami perdarahan kurang dari seseorang
dengan hemofilia berat.
c) Hemofilia ringan menandakan konsentrasi VIII faktor 5-35%, yang
biasanya menyebabkan perdarahan setelah trauma jelas. Beberapa
orang dengan hemofilia ringan memiliki hasil APTT normal.
2.Hemofilia B
Hemofilia B atau penyakit Christmas, sinyal kekurangan faktor IX dan
mempengaruhi di sekitar 40.000 laki-laki. Hemofilia B, seperti hemofilia A,
ditularkan dari ibu ke anak sebagai penyakit cross-linked resesif. Meskipun
hemofilia A dan B secara klinis tidak dapat dibedakan, kekurangan faktor

tertentu perlu diidentifikasi untuk memandu pengobatan. (Huether &


McCance, 2008)
3.Hemofilia C
Hemofilia C juga dikenal sebagai defisiensi faktor XI juga gangguan resesif
autosomal. Ini terutama mempengaruhi populasi Ashkenazi orang Yahudi dan
agak jarang berdasarkan populasi yang sempit. Manifestasi klinis yang terkait
dengan waktu tromboplastin parsial berkepanjangan dan adalah sama seperti
untuk

bentuk

dijelaskan

sebelumnya

hemofilia.

Seringkali

pasien

diidentifikasi dalam :enetic:nial: dengan pendarahan berkepanjangan


selama atau setelah operasi.
4.Penyakit Von Willebrand
Penyakit Von Willebrand adalah gangguan herediter yang sering dianggap
sebagai jenis hemofilia. Ini ada karena decreasesin jumlah faktor von
Willebrand, dikategorikan sebagai Tipe I (ringan) dan Type III penyakit von
Willebrand (berat), atau cacat kualitatif von Willebrand factor (Tipe II). Pada
gangguan fungsi trombosit turun-temurun, kecenderungan perdarahan
berhubungan dengan kelainan di fungsi trombosit daripada penurunan jumlah
trombosit.
2.5.Faktor Resiko Hemofilia
Karena ini adalah penyakit keturunan, satu-satunya cara untuk mengendalikan
risiko ini melalui pengujian :enetic dan konseling untuk mengurangi transmisi.
2.6. Manifestasi Klinis
1. Hemarthrosis
2. Mudah memar dan pembentukan hematoma kulit dengan trauma ringan
(misalnya suntikan)

3. Pendarahan dari gusi dan pendarahan yang berkepanjangan berikut luka


ringan atau luka.
4. Gastrointestinal pendarahan, dengan hematemesis (muntah darah), darah
samar dalam tinja, nyeri lambung, atau sakit perut.
5. Hematuria spontan atau epistaksis.
6. Sakit atau kelumpuhan akibat tekanan dari hematoma pada saraf :enetic:nial
perdarahan merupakan manifestasi berpotensi mengancam nyawa hemofilia.
7. Memar yang luas menyebar dan perdarahan ke dalam otot, persendian, serta
jaringan lunak setelah kejadia trauma minimal.
8. Mungkin terjadi nyeri pada persendian sebelum tampak pembengkakan dan
keterbatasan gerakan.
9. Dapat terjadi nyeri kronis atau ankilosis (fiksasi) persendian. Banyak pasien
menjadi pincang karena kerusakan persendian sebelum mereka mencapai usia
dewasa.
2.7. Penatalaksanaan
1. Transfuse periodic dari plasma beku segar (PBS)
2. Pemberian konsentrat factor VIII dan IX pada klien yang mengalami
perdarahan aktif atau sebagai upaya pencegahan sebelum pencabutan gigi dan
pembedahan.
3. Hindari pemberian aspirin atau suntuikan secara IM.
4. Membersihkan mulut sebagai upaya pencegahan.
5. Bidai dan alat ortopedi bagi klien yang mengalami perdarahan otot dan sendi.
6. Berikan dorongan hygiene gigi yang baik sebagai tindakan preventif.
7. Keluarga diajarkan bagaimana cara membersihkan konsentrat di rumah, pada
saat terjadi tanda tanda pertama perdarahan.

2.8.Pemeriksaan Diagnostik
Sebagian besar pasien dengan hemofilia memiliki riwayat keluarga yang
dikenal kondisi. Namun, sekitar sepertiga dari kasus terjadi tanpa adanya sejarah
keluarga yang dikenal. Sebagian besar kasus tanpa riwayat keluarga timbul karena
mutasi spontan pada gen terpengaruh. Kasus lain mungkin karena gen yang terkena
dampak yang melewati garis panjang wanita pengangkut.
Jika tidak ada riwayat keluarga hemofilia diketahui, serangkaian tes darah
dapat mengidentifikasi bagian mana atau protein faktor mekanisme pembekuan darah
rusak jika seseorang memiliki episode perdarahan abnormal.
The platelet (partikel darah penting untuk proses pembekuan darah)
menghitung harus diukur serta dua indeks pembekuan darah, waktu protrombin (PT)
dan diaktifkan waktu tromboplastin parsial (Aptt). Sebuah jumlah trombosit normal,
PT normal, dan Aptt berkepanjangan merupakan ciri khas dari hemofilia A dan
hemofilia B. Tes spesifik untuk faktor-faktor pembekuan darah kemudian dapat
dilakukan untuk mengukur kadar faktor VII atau faktor IX dan mengkonfirmasikan
diagnosis.
Pengujian :enetic untuk mengidentifikasi dan mengkarakterisasi mutasi
khusus bertanggung jawab untuk hemofilia juga tersedia di laboratorium khusus.
(Muh. Andrian Senoputra, 2010).
2.9.Komplikasi
1.

Timbulnya Inhibitor
Inhibitor adalah cara tubuh untuk melawan apa yang dilihatnya sebagai benda

asing yang masuk . Hal ini berarti segera setelah konsentrat faktor diberikan tubuh
akan melawan dan akan menghilangkannya. Hal ini mirip dengan apa yang terjadi
jika seseorang menerima organ yang dicangkok. Sistem kekebalan tubuh melihat
organ sebagai benda asing dan tubuh akan berusaha untuk menolaknya. Orang yang
menerima organ cangkok perlu mendapat obat untuk menghentikan terjadinya hal ini.
Pada penderita hemofilia dengan inhibitor terhadap konsentrat faktor, reaksi
8

penolaksan mulai terjadi segera setelah darah diinfuskaan. Ini berarti konsentrat
faktor dihancurkan sebelum ia dapat menghentikan pedarahan. Ini merupakan
komplikasi hemofilia yang serius, karena konsentrat faktor tidak lagi efektif.
Pengobatan untuk perdarahan tidak berhasil. Penderita hemofilia dengan inhibitor
mempunyai risiko untuk menjadi cacat akibat perdarahan dalam sendi dan mereka
dapat meninggal akibat perdarahan dalam yang berat.
3. Kerusakan Sendi Akibat Perdarahan Berulang
Kerusakan sendi adalah kerusakan yang disebabkan oleh perdarahan berulang
di dalam dan di sekitar rongga sendi. Kerusakan yang menetap dapat disebabkan oleh
satu kali perdarahan yang berat (hemarthrosis). Namun secara normal, kerusakan
merupakan akibat dari perdarahan berulang ulang pada sendi yang sama selama
beberapa tahun. Makin sering perdarahan dan makin banyak perdarahan makin besar
kerusakan.
4. Infeksi Yang Ditularkan Oleh Darah
Dalam 20 tahu terakhir, komplikasi hemofilia yang paling serius adalah
infeksi yang ditularkan oleh darah. Di seluruh dunia banyak penderita hemofilia yang
tertular HIV, hepatitis B dan hepatitis C. Mereka terkena infeksi ini dari
plasma, cryopresipitat dan khususnya dari konsentrat faktor yang dianggap akan
membuat hidup mereka normal.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN HEMOFILIA
3.1. Pengkajian
Pasien dengan hemofilia harus dikaji dengan teliti akan adanya perdarahan
internal (abdominal, dada, atau nyeri pinggang, darah dalam urin, usus, atau
muntahan), hematom otot, dan perdarahan dalam rongga sendi. Tanda vital dan hasil
pengukuran tekanan hemodinamika harus di pantau untuk melihat adanya tanda
hipovolemia. Semua ektremitas dan tubuh di periksa dengan teliti kalau ada tanda
hematom. Semua sendi dikaji akan adanya pembengkakan, keterbatasan gerak dan
nyeri. Pengukuran kebebasan gerak sendi di lakukan dengan perlahan dan teliti untuk
menghindari kerusakan lebih lanjut. Apabila terjadi nyeri harus segera di hentikan.
Pasien ditanya mengenai adanya keterbatasan aktivitas dan gerakan yang dialami
sebelumnya dan setiap alat bantu yang di pakai seperti bidai, tongkat, atau kruk.
Apabila pasien baru saja mengalami pembedahan, tempat luka operasi harus
sering di periksa dengan teliti akan adanya perdarahan. Perlu dilakukan pemantauan
tanda vital sampai dapat di pastikan bahwa tidak ada perdarahan pascaoperatif yang
berlebihan.
Semua pasien dengan hemofilia harus ditanya mengenai bagaimana mereka
dan keluarganya menghadapi kondisi ini, upaya yang biasanya di pakai untuk
mencegah episode perdarahan, dan setiap keterbatasan yang diakibatkan oleh kondisi
ini terhadapgayahidup dan aktivitas sehari-hari. Pasien yang sering dirawat di rumah
sakit karena episode perdarahan akibat cedera harus ditanya secara teliti mengenai
faktor yang dapat menyebabkan terjadinya episode tersebut. Data tersebut sangat
penting untuk menentukan sejauh mana pasien mampu menerima kondisinya dan
penyuluhan apa yang perlu diberikan kepasien dan keluarganya mengenai upaya
pencegahan terhadap trauma.
3.2. Diagnosa Keperawatan
No

Diagnosa

Hasil yang diharapkan

Intervensi

Rasionalisasi

10

.
1

Keperawatan
Risiko
cedera Perdarahan pada anak 1.
(hemoragi)
yang berhenti yang ditandai
berhubungan
dengan tidak terlihat
dengan penyakit. perdarahan,
lingkar
area perdarahan tidak
bertambah, rasa nyeri
tidak
meningkat,
tanda-tanda
vital
sesuai usia, kadar 2.
faktor VII, IX, XI, XII
meningkat,
dan
penurunan
waktu
tromboplastin parsial.

Beri tekanan
langsung pada
tempat
perdarahan (mis.
abrasi atau
laserasi sekurangkurangnya 15
menit.
Pertahankan
agar area
terjadinya
perdarahan tidak
bergerak
(imobilisasi).
3.
Tingikan area
perdarahan diatas
tinggi jantung,
selama 12-24 jam.

1.Tekanan langsung
pada
tempat
perdarahan
dapat
meningkatkan
pembentukan
bekuan.
2.Imobilisasi
mengurangi
aliran
darah
ke
area
perdarahan
dan
mencegah
bekuan
keluar.
3.Meninggikan area
perdarahan
mengurangi
aliran
darah ke tempat
perdarahan
dan
meningkatkan
pembentukan
bekuan.
1.
Kompres area 4.Es
mempercepat
yang terkena
vasokontrisi.
dengan es.
2.
Beri
5.Pemberian
kriopresipitat
kriopresipitat
atau
atau konsentrat konsentrat faktor VII,
faktor VIII, IX,
IX,
XI,
XII
XI, XII sesuai
melengkapi
yang
pembentukan
diprogramkan.
bekuan.
Meminta
Izinkan orang tua orang tua atau anak
atau anak
memberi
obat
memberi obat
tersebut,
tersebut jika
memungkinkan
mereka
mereka
menginginkannya mempraktikkan
, dan juga
tehnik tersebut untuk
mengetahui cara penggunaan
di
pemberiannya.
rumah.
Apabila mereka

11

membutuhkan
pendidikan,
ajarkan mereka
cara menginsersi
selang intravena,
persiapkan lokasi
kulit, juga cara
memfiksasi
perangkat
intravena,
mempersiapkan
campuran
laarutan, dan
mulai pasang
infus.
3.
Pantau tanda
vital anak,
perhatikan setiap
tanda bradikardi,
takikardi,
penurunan
tekanan darah,
peningkatan
suhu. Laporkan
setiap tanda ini
dengan segera ke
dokter.

6.Tanda
ini
mengindikasikan
komplikasi
yang
potensial, termasuk
hipovolemia
sekunder
akibat
perdarahan
dan
beban sirkulasi yang
berlebihan,
atau
reaksi
transfuse
akibat
pemberian
kriopresipitat
atau
konsentrat
faktor
VIII, IX, XI, XII.
7.Setiap penambahan
panjang
keliling
lingkaranmengindika
sikan
perdarahan
berlanjut
sehingga
tempat perdarahan
harus diimmobilisasi
dan kompres es perlu
dilakukan. Menandai
kulit
dan
alat
pengukur yang sama
setiap
kali
pengukuran
memastikan
konsistensi.

4. Ukur lingkar
area
perdarahan,
beri tanda pada
kulit untuk
memastikan
8.Pemantauan nilaipengukuran
nilai
laboratorium
yang konsisten. ini,
membantu
Ukur kembali menentukan status
area tersebut pembekuan anak dan
setiap 8 jam, kebutuhan intervensi
menggunakan lebih lanjut.
alat ukur yang
sama.
9. Obat ini (tidak

12

5.

digunakan
secara
rutin) menghambat
destruksi bekuan.

Pantau faktor
VII, IX, XI, XII
anak dan kadar
PTT sekurang- 1.
kurangnya satu
kali sehari.
Laporkan
setiap kelainan
pada dokter.

Penderita
hemofilia
beresiko tinggi
mengalami
sindrom
imunodefisiensi
didapat akibat
penggunaan
obat intravena
dan produk
darah.
2.
Kortikosteroi
d mengurangi
peradangan;
asetat
desmopresin
menstimulasi
aktivitas faktor
VIII pada kasus
hemofilia A
ringan.

Nyeri
yang Anak
tidak 1.
berhubungan
menunjukkan tandadengan
tanda
nyeri
yang
perdarahan
dan ditandai oleh ekspresi
pembengkakan.
wajah relaks, ekspresi
rasa nyaman, mampu
tertidur, dan tidak ada
kebutuhan
obat
anlgesik.

Kaji tingkat
1.
nyeri anak dengan
menggunakan alat
pengkajian nyeri.

Pengkajian
ini memberi
data yang
sangat penting
bertujuan untuk
menentukan
keefektifan
intervensi
untuk
mengendalikan
rasa nyeri, dan
untuk
memantau

13

status
perdarahan
anak karena
nyeri yang
konsisten atau
meningkat,
dapat
mengindikasika
n perdarahan
berlanjut.
2.
Obat
analgesik dapat
meredakan rasa
nyeri (mode
kerja obat
bergantung
pada obat
spesifik yang di
gunakam). Obat
aspirin dan
salisilat lain
dapat
memperpanjan
g waktu
protombin dan
menghambat
agregasi
trombosit.
3

Hambatan
Anak
mampu 1.
mobilitas
fisik mencapai
ROM
yang berhubungan maksimum pada sendi
dengan penurunan yang terkena ditandai
ROM
akibat oleh
kemampuan 1.
perdarahan
dan melakukan
latihan
pembengkakan.
yang diprogramkan.

Anjurkan anak
untuk melakukan
latihan isometrik,
sesuai program.
Kaji kebutuhan
anak untuk
pengobatan nyeri,
sebelum memulai
setiap sesi latihan.
1.
Latiha
n isometrik
dapat
mempertaha

14

nkan
kekuatan
otot dengan
cara
menegangka
n otot-otot
tanpa
menggerakk
an sendi.
2.
Alatalat
penopang
membantu
mempertaha
nkan posisi
fungsional
dari otot dan
sendi, serta
mencegah
atau
mengurangi
tingkat
deformitas
fisik.
Latihan
ROM pasif
dan aktif
meningkatka
n tonus dan
kekuatan
otot sekitar
sendi, serta
membantu
mencegah
atrofi dan
ketidakmam
puan otot.
3.
membe
ri obat
analgesik
sebelum
latihan,

15

dapat
meningkatka
n rasa
nyaman dan
kerja sama.
4

Risiko cedera yang Anak tidak menderita 1.


Beri bantalan
berhubungan
cedera akibat rawat
pada sisi
dengan rawat inap inap atau prosedur
pengaman tempat
atau prosedur di yang diterapkan di
tidur jika
rumah sakit (atau rumah
sakti
yang
dibutuhkan.
keduanya).
ditandai oleh tidak
hematoma,
memar,
dan hemoragi, serta
2. Pastikan anak
kemampuan
menggunakan
mempertahankan
setiap
ROM total.
peralatan
protektif
(misalnya,
pelindung
kepala yang
terbuat dari
plastic
(helmet), dan
bantalan siku
serta lutut)
yang dibawa
dari rumah.
Juga pastikan
ia
menggunakan
sikat gigi
berbulu lunak
untuk
membersihkan
giginya.

3. Setelah setiap
episode
perdarahan,
imobilisasi area

16

perdarahan;
kemudian
tinggikan area
tersebut diatas
tingkat
jantung,
selama 12-24
jam dan
kompres
1.

Inspeksi
mainan anak
untuk melihat bila
ada tepi yang
tajam.
1.
Membe
ri pengaman
tempat tidur
mengurangi
risiko
cedera,
misalnya
memar yang
mungkin
terjadi
akibat
terantuk
tanpa
sengaja.
2.
Mengg
unakan
peralatan
protektif
membantu
mengurangi
risiko cedera
akibat jatuh
yang di
sebabkan
oleh
kecelakaan
atau

17

permainan
yang rutin di
lakukan.
Sikat gigi
yang berbulu
lunak
memiliki
kemungkina
n lebih kecil
mencederai
pada gusi.

3.

Menga
mbil darah
dengan cara
menusuk
jari, bukan
melalui
pungsi vena,
mengurangi
risiko
kehilangan
darah yang
berlebihan,
karena
diameter
kapiler lebih
kecil
daripada
vena dan
berisi lebih
sedikit
darah. Rute
subkutan
membutuhk
an ukuran
jarum yang
lebih kecil
sehingga
mengurangi

18

risiko
pengeluaran
darah dari
tempat
pungsi yang
lebih besar.
Juga,
jaringan
subkutan
mengandun
g lebih
sedikit
pembuluh
darah
daripada
otot.
4.
Tindak
an
immobilisasi
dan
meninggikan
area
perdarahan
sampai
diatas tinggi
jantung,
dapat
mengurangi
aliran darah
kearea
perdarahan,
dan
mencegah
keluarnya
bekuan
darah. Es
mempercepa
t
vasokontriks
i dan
mengurangi
rasa nyeri.

19

5.

3.3.

Maina
n bertepi
tajam dapat
melaserasi
atau
menusuk
kulit anak.

Evaluasi

Hasil yang diharapkan


1.Nyeri berkurang
1.

Melaporkan berkurangnya nyeri setelah menelan anlgetik.

2.

Memperlihatkan peningkatan kemampuan bertoleransi dengan gerakan sendi.

3.

Mempergunakan alat Bantu untuk mengurangi nyeri.

2.Melakukan upaya pencegahan berdarah


1.

Menghindari trauma fisik.

2.

Merubah lingkungan rumah untuk meningkatkan pengamanan.

3.

Mematuhi janji menjalani pemeriksaan laboratorium.

4.

Mematuhi janji dengan professional layanan kesehatan.

5.

Menghindari olahraga kontak.

6.

Menghindari aspirin atau obat yang mengandung aspirin.

7.

Memakai gelang penanda.

3.Mampu menghadapi kondisi kronis dan perubahangayahidup.


1.

Mengidentifikasi aspek positif kehidupan.

2.

Melibatkan anggota keluarga dalam membuat keputusan mengenai masa depan dan
perubahangayahidup yang harus dilakukan.

3.

Berusaha mandiri.

4.

Menyusun rencana khusus untuk kelanjutan asuhan kesehatan.

4.Tidak mengalami komplikasi.


1.

Tanda vital dan tekanan hemodinamika tetap normal.

2.

Hasil pemeriksaan laboratorium tetap dalam batas normal.

3.

Tidak mengalami perdarahan aktif.

20

BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA ITP
4.1. Definisi ITP
Idioptik trombositopenia purpura adalah penyakit yang mrnyerang segala
golongan usia, tetapi lebih umum terjadi pada anak-anak dan wanita muda.
Meskipun penyebab pasti belum diketahui, infeksi virus kadang mendahului penyakit
ini pada anak-anak. Dibentuk antibodi anti-trombosit; masa hidup trombosit menjadi
sangat pendek. Biasanya diagnosa ditegakkan dengan penurunan jumlah trombosit,
masa hidup, dan peningkatan masa perdarahan.ombocyto
Idiophatic Trombocytopenic Purpura merupakan kelainan autoimun dimana
auto antibody Ig G dibentuk untuk mengikat trombosit. Tidak jelas apakah antigen
pada permukaan trombosit dibentuk. Meskipun antibody antitrombosit dapat
mengikat komplemen trombosit tidak rusak oleh lisis langsung. Insiden sering terjadi
pada usia 20 50 tahun yang lebih sering pada wanita dibanding laki laki (2 :1).
(Arief mansoer, dkk)

21

ITP juga bisa dikatakan merupakan suatu kelainan pada sel pembekuan darah
yakni trombosit yng jumlahnya menurun sehingga menimbulkan perdarahan.
Perdarahan yang terjadi umumnya pada kulit berupa bintik merah hingga ruam
kebiruan (Imran, 2008).
4.2. Patofisiologi
Idiopatik trombositopenia purpura (ITP) terjadi bila trombosit mengalami
destruksi secara prematur sebagai hasil dari deposisi autoantibody atau kompleks
imun. ITP adalah salah satu gangguan perdarahan di dapat yang paling umum terjadi.
ITP adalah syndrome yang di dalamnya terdapat penurunan jumlah trombosit yang
bersirkulasi dalam keadaan sum-sum normal. Penyebab sebenarnya tidak diketahui,
meskipun diduga disebabkan oleh agen virus yang merusak trombosit. Pada
umumnya gangguan ini didahului oleh penyakit dengan demam ringan 1 6 minggu
sebelum timbul gejala. Gangguan ini dapat digolongkan menjadi 3 jenis, yaitu akut,
kronik dan kambuhan. Pada anak-anak mula-mula terdapat gejala diantaranya
demam, perdarahan, petekie, purpura dengan trombositopenia dan anemia.
4.3. Etiologi
Penyebab dari ITP tidak diketahui secara pasti, mekanisme yang terjadi
melalui pembentukan antibodi yang menyerang sel trombosit, sehingga sel trombosit
mati.(Imran, 2008). Penyakit ini diduga melibatkan reaksi autoimun, dimana tubuh
menghasilkan antibodi yang menyerang trombositnya sendiri. Dalam kondisi normal,
antibodi adalah respons tubuh yang sehat terhadap bakteri atau virus yang masuk
kedalam tubuh. Tetapi untuk penderita ITP, antibodinya bahkan menyerang sel-sel
keping darah tubuhnya sendiri. (Family Doctor, 2006). Meskipun pembentukan
trombosit sumsum tulang meningkat, persediaan trombosit yang ada tetap tidak dapat
memenuhi kebutuhan tubuh. Pada sebagian besar kasus, diduga bahwa ITP
disebabkan oleh sistem imun tubuh.
Secara normal sistem imun membuat antibodi untuk melawan benda asing
yang masuk ke dalam tubuh. Pada ITP, sistem imun melawan platelet dalam tubuh
sendiri. Alasan sistem imun menyerang platelet dalam tubuh masih belum diketahui.

22

(ana

information

center,2008).

ITP

kemungkinan

juga

disebabkan

oleh

hipersplenisme, infeksi virus, intoksikasi makanan atau obat atau bahan kimia,
pengaruh fisis (radiasi, panas), kekurangan factor pematangan (misalnya malnutrisi),
koagulasi intravascular diseminata (KID), autoimun. Berdasarkan etiologi, ITP
dibagi menjadi 2 yaitu primer (idiopatik) dan sekunder. Berdasarkan penyakit
dibedakan tipe akut bila kejadiannya kurang atau sama dengan 6 bulan (umumnya
terjadi pada anak-anak) dan kronik bila lebih dari 6 bulan (umunnya terjadi pada
orang dewasa). (ana information center, 2008) Selain itu, ITP juga terjadi pada
pengidap HIV. Sedangkan obat-obatan seperti heparin, minuman keras, quinidine,
sulfonamides juga boleh menyebabkan Rombositopenia. Biasanya tanda-tanda
penyakit dan faktor-faktor yang berkatan dengan penyakit ini adalah seperti yang
berikut : purpura, pendarahan haid darah yang banyak dan tempo lama, pendarahan
dalam lubang hidung, pendarahan rahang gigi, immunisasi virus yang terkini,
penyakit virus yang terkini dan calar atau lebam.
ITP penyebab pasti belum diketahui (idiopatik) tetapi kemungkinan akibat
dari:
1

Hipersplenisme,

Infeksi virus,

Intoksikasi makanan/obat (asetosal para amino salisilat (PAS). Fenil


butazon, diamokkina, sedormid).

Bahan kimia

Pengaruh fisi (radiasi, panas),

Kekurangan factor pematangan (malnutrisi)

Koagulasi intra vascular diseminata CKID,

Autoimnue.

4.4. Klasifikasi
4.4.1. ITP berdasarkan etiooginya dibagi menjadi 2 yaitu :
1 ITP primer (idiopatik)
ITP yang tidak diketahui penyebabnya
2.ITP sekunder

23

ITP yang disebabkan oleh penyakit lain misalnya penyakit HIV


4.4.2.ITP berdasarkan lama penyakit
1. ITP Akut
ITP yang menyerang kurang dari 6 bulan.
2.ITP Kronis
ITP yang menyerang penderita lebih dari 6 bulan bahkan bertahun tahun
Pembeda
Awal Penyakit

ITP Akut
ITP Kronis
Terjangkit pada umur 2 4 Terjangkit pada umur 20 40

Rasio L : P
Trombosit
Lama Penyakit

tahun
1 :1
Kurang dari 30.000/ mL
Kurang dari 6 bulan

tahun
1:2
30.000 100.000/ mL
Lebih dari 6 bulan atau
bertahun - tahun

4.5. Manifestasi Klinis


1. Masa prodromal, kletihan, demam da nyeri abdomen
2. Secara spontan timbul ptekie dan ekimosis pada kulit
3. Epitaksis
4. Perdarahan Mukosa mulut
5. Menoragia
6. Memar
7. Anemia terjai jika banyak darah yang hilang karena perdarahan
8. Hematuria
9. Melana
4.6. Penatalaksanaan
1. ITP Akut
Ringan : observasi tanpa pegobatan dapat sembuh spontan
Bila setelah 2 minggu tanpa pengobatan jumlah trombosit belum naik,
maka berikan kortikosteroid.
Bila tidk berespon terhadap kortikosteroid, maka berikan Immunoglobulin
per IV

24

Bila keadaan gawat, maka berikan transfuse suspense trombosit.


2.ITP Kronis
Kortikosteroid diberikan selama 5 bulan. Misal prednisone 2 5 mg/ kg
BB/ hari peroral. Bila tidak berespon terhadap kortikosteroid berikan
immunoglobulin (IV)
4.7. Prognosis
50-60% penderita berespons dengan kortikosteroid. Penderita ITP dewasa
dapat mengalami remisis spontan (2%), menjadi kronis (tidak mengalami remisi
komplit setelah kortikosteroid dan splenektomi) sebanyak 43%. Kematian biasanya
disebabkan perdarahan serebral (3%), pendarahan berat lain (4%).
4.8.Komplikasi
1. Pendarahan intracranial (pada kepala)
2. kehilangan darah yang luar biasa
3. Efek samping dari kortikosteroid
4. Infeksi pneumococcal. Infeksi ini biasanya di dapat setelah pasien mendapat terapi
splenektomi. Si penderita juga umumnya akan mengalami demam sekitar 38,8 C
4.9.Pemeriksaan Diagnostik
1. Jumlah trombosit rendah
2. Masa koagulasi untuk PT dan PTT memanjang
3. Test kerapuhan kapiler meningkat
4. Skrining antibody untuk mengesampingkan ITP
5. Aspirasi sumsum tulang menunjukkan peningkatan jumlah megakariosit

25

BAB V
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN ITP
5.1. Pengkajian
Data subjektif
1. Identitas Klien
Nama klien
Umur
ITP kronik umumnya terdapat pada orang dewasa dengan usia ratarata 40-45 tahun.
Jenis kelamin
Rasio antara perempuan dan laki-laki adalah 1:1 pada pasien ITP akut
sedangkan pada ITP kronik adalah 2-3:1.
Pekerjaan
Agama
Alamat

26

2. Riwayat Kesehatan
A. Keluhan utama:
Ptekie
Bintik-bintik kemerahan yang muncul akibat pendarahan dibawah kulit,
keluarnya darah dari pembuluh darah ke dermis, dan ruam tidak memucat bila
ditekan.

Nilai

ptekie kurang

dari

mm apabila memucat ketika ditekan. Sedangkan lebih dari 5mm disebut


purpura. Petekie ditemukan bila jumlah trombosit < 30.000/mm3.
Ekimosis
Darah yang terperangkap di jaringan bawah kulit dan gejala ini terjadi
mendadak pada penderita ITP. Ekimosis yang bertambah dan perdarahan yang
lama akibat trauma ringan ditemukan pada jumlah < 50.000/mm3.
Vesikel atau bulae yang bersifat hemoragik
Lepuhan kecil berisi cairan yang berdiameter kurang dari 0,5 cm.
Sedangkan bulae merupakan lesi menonjol melingkar (> 0,5 cm) yang berisi
cairan serosa di atas dermis.
Perdarahan dibawah membran mukosa (saluran GI, kemih, genital, respirasi)
B. Riwayat penyakit sekarang
Epitaksis
Sering disebut juga mimisan yaitu satu keadaan pendarahan dari hidung
yang keluar melalui lubang hidung akibat adanya kelainan lokal pada rongga
hidung ataupun karena kelainan yang terjadi di tempat lain dari tubuh.
Menoragia
Periodik menstruasi yang terjadi pendarahan berat atau berkepanjangan
(abnormal), periode inilah yang menyebabkan kehilangan banyak darah dan
dapat juga disertai kram.
Malaise
Keluhan utama dapat disertai malaise yaitu anoreksia, nafsu makan
menurun dan kelelahan, dan kelemahan. Kelemahan dapat terjadi dengan atau

27

tanpa disertai saat pendarahan terjadi akibat kekurangan suplai darah tidak
seimbang dengan kebutuhan.
Menometroraghia
Bentuk campuran dari menoragia dan metroragia, menoragia
merupakan perdarahan haid dalam jumlah yang melebihi 80 ml.
Sedangkan metroragia yaitu terjadinyaperdarahan berupa bercak bercak
diluar siklus haid.
C. Riwayat penyakit dahulu
Pada trombositopenia akuista, kemungkinan penggunaan satu atau
beberapa obat penyebab trombositopenia (heparin, kuinidin, kuinin, antibiotik
yang mengandung sulfa, beberapa obat diabetes per-oral, garam emas,
rifampin).
D. Riwayat penyakit keluarga
ITP juga memiliki kecenderungan genetik pada kembar monozigot dan
pada beberapa keluarga, serta telah diketahui adanya kecenderungan
menghasilkan autoantibodi pada anggota keluarga yang sama.
2. Data Obyektif
a. Keadaan Umum
Penderita dalam kelemahan, composmentis, apatis, stupor, somnolen, soporo
coma dan coma. Penilaian GCS sangat penting untuk diperhatikan. Tanda vital :
suhu meningkat, takikardi, takipnea, dyspnea, tekanan darah sistolik meningkat
dengan diastolik normal.
b. Pemeriksaan Fisik (B1-B6)

Breathing (B1)
Inspeksi:

Adanya

dispnea,

takipnea,

sputum

mengandung

darah,

terjadipendarahan spontan pada hidung


Palpasi: Kemungkinan vokal vremitus menurun akibat kualitas pernapasan
buruk karena pendarahan pada saluran respirasi
Perkusi: Suara paru sonor atau pekak
Auskultasi: Adanya suara napas tambahan whezing atau ronchi yang muncul

28

akibat dari komplikasi gejala lain.


Blood (B2)
Inspeksi: Adanya hipertensi, hemoraghi subkutan, hematoma dan Sianosis
akral. Adanya ptekie atau ekimosis pada kulit, purpura.
Palpasi: Penghitungan frekuensi denyut nadi meliputi irama dan kualitas
denyut nadi, denyut nadi perifer melemah, hampir tidak teraba. Takikardi,
adanya petekie pada permukaan kulit.Palpitasi (sebagai bentuk takikardia
kompensasi).
Perkusi: Kemungkinan adanya pergeseran batas jantung
Auskultasi: Bunyi jantung abnormal, tekanan darah terjadi peningkatan
sistolik, namun normal pada diastolik.
Brain (B3)
Inspeksi : Kesadaran biasanya compos mentis, sakit kepala, perubahan tingkat
kesadaran,gelisah dan ketidakstabilan vasomotor.
Bladder (B4)
Inspeksi: Adanya hematuria (kondisi di mana urin mengandung darah atau
sel-sel darah merah. Keberadaan darah dalam urin biasanya akibat perdarahan
di suatu tempat di sepanjang saluran kemih.
Palpasi: kemungkinan ada nyeri tekan pada kandung kemih karena distensi
sebagai bentuk komplikasi
Bowel (B5)
Inspeksi: klien biasanya mengalami mual muntah penurunan nafsu makan,
dan

peningkatan

lingkar

abdomen akibat

pembesaran

limpa. Adanya

hematemesis dan melena.


Palpasi: adakah nyeri tekan abdomen, splenomegali, pendarahan pada saluran
cerna
Perkusi: Bunyi pekak deteksi adanya pendarahan pada daerah dalam abdomen
Auskultasi: Terdengar bising usus menurun (normal 5-12x/menit).
Bone (B6)
Inspeksi: Kemungkinan adanya nyeri otot sendi dan punggung, aktivitas

29

mandiri terhambat, atau mobilitas dibantu sebagian akibat kelemahan.


Toleransi terhadap aktivitas sangat rendah.
C. Pemeriksaan Diagnostik (Wiwik dan Sulistyo, 2008 : 133)
1. Pemeriksaan DL:
jumlah trombosit rendah hingga mencapai 100.000/ mm3 (normal 150.000350.000 / mm3 ), Penurunan hemoglobin, Kadar trombopoietin tidak
meningkat.
2.Masa koagulasi untuk PT dan PTT memanjang
3.Foto toraks dan uji fungsi paru
4.Tes kerapuhan kapiler meningkat
5.Skrining antibodi
6.Aspirasi sumsum tulang, menunjukkan peningkatan jumlah megakariosit
7.Tes sensitif menunjukkan IgG antitrombosit pada permukaan trombosit atau
dalam serum
5.2. Diagnosa Keperawatan
No
1

Diagnosa

Tujuan dan Kriteria

Intervensi
Hasil
Tujuan: Setelah di 1) Bina hubungan 1)

Keperawatan
Kerusakan
integritas

kulit lakukan

berhubungan

tindakan

keperawatan

pada

dengan perubahan selama 2x24


sirkulasi

saling

percaya
klien

saat

pemeriksaan

jam menunjukkan

2)
integritas

kulit

catat

kulit,

perubahan

pada turgor
Kriteria Hasil:
-

Integritas
baik

kulit
dapat

dipertahankan
-

petekie,

ekimosis

dalam

luka atau

pelayanan

lesi pada

keperawatan

kulit

Kondisi

dipengaruhi
sirkulasi,
dan

3)Observasi kualitas

Evaluasi

Meningkatkan 1 Tidak ada

kerjasama

Observasi 2)

perbaikan integritas

Rasional

kulit 2 Integritas
oleh
nutrisi,

imobilisasi.

Jaringan
menjadi

dapat

kulit baik
dapat
dipertahan
kan

rapuh, 3 Klien dapat

dan purpura yang

mudah rusak dan

mengident

muncul

terinfeksi

ifikasi

adanya 3) Merupakan gejala

faktor

Tidak ada lesi 4)

Pantau

30

pada kulit
-

Klien

sianosis
dapat

dan

dari

adanya

resiko

perubahan

pada

pendarahan

atau

mengidentifikasi

warna

kulit

dibawah

perilaku

faktor risiko atau

termasuk

permukaan

perilaku

membrane mukosa

sebagai

dan kuku

ITP

untuk

mencegah cedera
dermal

kulit

untuk

deteksi

mencegah
cedera

5) Jelaskan gejala 4)

Sianosis

dermal

dari

proses

menunjukkan

penyakit

untuk

suplai

oksigen

ekimosis

pada

jaringan

berkurang

mencegah ansietas
6)

Berikan

kebersihan
lingkungan

4 Petekie atau

sangat berkurang. 5 Tidak


5) Manifestasi yang

dan

muncul

secara

tempat tidur klien

mendadak dapat

yang kering dan

meningkatkan

hindari

resiko

kelembapan

pada

7) Batasi aktivitas

dan

cedera

dan hindarkan dari 6) Media lembab dan


benda-benda
berbahaya

kebersihan
dan

tajam
8)

Anjurkan

minimal
merupakan media

dan

yang baik untuk

bantu untuk sering

pertumbuhan

mengubah posisi

organisme

perdaraha
n

ansietas
klien

terjadi

patogenik,
meningkatkan
resiko infeksi
7) Mencegah resiko
cedera yang akan

31

memperburuk
integritas kulit dan
pendarahan hebat
8)

Mencegah

komplikasi
dekubitus

yang

sangat
dikhawatirkan
2

Ketidakseimbang

Tujuan:

pada penderita ITP


Setelah 1) Dokumentasikan 1) Menjadi data 1 Nafsu

an nutrisi: lebih dilakukan tindakan

status nutrisi klien,

fokus

rendah

catat turgor kulit,

menentukan

klien

kebutuhan tubuh selama 3 x 24 jam

berat badan, saat

rencana

meningkat

berhubungan

ini

lanjutan

dengan
nutrisi
adekuat

dari keperawatan
nutrisi seimbang

intake

dan

tingkat

kehilangan

tidak Kriteria hasil:


- Klien mengatakan
nafsu

makan

meningkat.

badan,

untuk
tindakan

setelah 2 Tidak

berat

tindakan

yang

integritas

diberikan

kepada

mukosa

mulut,

tonus

klien.
2)

makan

mengalam
i
penurunan

Meningkatkan

BB

perut riwayat

kenyamanan flora 3 Klien

- Berat badan stabil

nausea,

normal

- Klien terlihat dapat

atau

diare.

sehingga

menghabiskan

monitor

intake

meningkatkan

diprogram

porsi makan yang

output serta berat

perasaan

kan

di sediakan.

badan

makan. Mencegah 4 Klien

vomitus

secara

terjadwal.

akan
nafsu

infeksi.

2)

Berikan 3)

perawatan

mulut

sebelum

dan

sesudah makan
3)

mulut,

Anjurkan

makanan

dan nutrisi klien


terutama

diet yang

menghabi

Meningkatkan

intake

mengikuti

kadar

protein

32

skan porsi
makan

makanan

sedikit

tinggi akan

tapi sering dengan

meningkatkan

diet tinggi kalori

mekanisme tubuh

tinggi

dalam

protein

(TKTP)

proses

penyembuhan

4) Anjurkan keluarga 4) Merangsang klien


untuk

membawa

makanan
rumah

dari
terutama

untuk

bersedia

meningkatkan
intake

makanan

yang di sukai oleh

yang berfungsi sbg

klien dan makan

sumber energi bagi

bersama klien jika

penyembuhan

tidak ada kontra 5)


indikasi
5)

kebutuhan

Anjurkan

ahli

Menetukan

gizi

menetukan

pada

yang

untuk

klien

untuk 6)

komposisi diet

nutrisi

tepat

bagi

Vitamin

berfungsi

6) Programkan diet

untuk membantu p

kaya vitamin K,

enggumpalan

dominasi

darah

menu

sayur-sayuran

7)

hijau

memar-memar

7) Hindarkan dari
segala

jenis

makanan

pada

tubuh dan

memperburuk
gejala klien

mengandung MSG
8)

Menyebabkan

Monitor

8)

Mengontrol

keefektifan

pemeriksaan

tindakan terutama

laboratorium misal

dengan

kadar

33

BUN

serum

protein

dan 9)

albumin

sesuai indikasi
klien
Setelah 1) Bina hubungan 1)
Meningkatkan 1 TTV dalam

Tujuan:

aktivitas

dilakukan tindakan

saling

berhubungan

keperawatan

pada klien

dengan

selama 1 x 24 jam 2)

kelemahan fisik

klien menunjukkan

kemampuan pasien 2)

toleransi aktifitas

untuk

Kriteria hasil:

percaya
Observasi

kerjasama selama

batas

proses

normal

keperawatan

saat

Mengetahui

sebelum,

melakukan

tingkat intoleransi

selama

aktivitas

normal,

pasien, mempengar

dan

catat

laporan

uhi

sesudah

pilihan

Menunjukkan

kelemahan,

intervensi dan

melakuka

peningkatan

keletihan

program latihan

n aktifitas

toleransi aktivitas 3)
-

tubuh

dan nafsu makan

Intoleransi

Meningkatkan

komposisi

9) Berikan vitamin
3

protein darah

Pantau TD, 3)

manifestasi 2 Kadar Hb

sesuai indikasi

nadi, dan pernafasa

kardiopulmonal

stabil dan

TTV stabil saat

n saat

dari upaya jantung

tidak

beraktivitas

selama

dan

mengalam

Kadar Hb dalam

sesudah aktivitas

batas normal

sebelum,
dan

4)

Berikan

lingkungan

yang

tenang dalam

paru

untuk

membawa jumlah

oksigen

penurunan

ke jaringan
4)

3 Klien

meningkatkan

proses

istirahat

keperawatan

menurunkan

peningkat

kebutuhan oksigen

an

tubuh

toleransi

5) Ajarkan dan bantu


untuk

sering

mengubah

posisi 5)

untuk

mengalam

Mencegah

dengan

perlahan

komplikasi

tanpa

gerakan

dekubitus

aktivitas
sesuai

yang

34

indikasi

menyentak
6)

Pantau

akan memperburuk 4 Klien


adanya

pusing

dan

kondisi

klien.

Gerakan

melakuka
n program

penurunan

menyentak

kesadaran

memicu hipotensi

yang

postural

dijadwalk

7)

Kolaborasi

dapat

pemeriksaan darah 6) hipotensi postural


lengkap

secara

berkala
8)

atau
hipoksia serebral

Pantau

kadar

menyebabkan

hemoghlobin

pusing, berdenyut

secara teratur

dan

9)

Jadwalkan

program

resiko cedera

latihan 7)

sesuai indikasi
10)

peningkatan

Pantau

Mengetahui

jumlah

status

masing-

masing komponen

nutrisi

dan

darah

programkan

diet

hemoghlobin

kaya zat besi

terutama

8) Mengetahui kadar
hemoghlobin klien
yang berpengaruh
pada aktivitas yang
akan diprogramkan
9)

Meragsang

toleransi aktivitas
dengan
memberikan
latihan

secara

bertahap
10)

Status

nutrisi

35

latihan

an

berpengaruh pada
kemampuan klien
toleransi aktifitas.
Diet kaya zat besi
membantu
menstabilkan
kadar hemoghlobin
dalam darah

BAB VI
PENUTUP

36

6.1. Kesimpulan
Hemofilia adalah penyakit berupa kelainan pembekuan darah akibat defisiensi
(kekurangan) salah salah satu protein yang sangat diperlukan dalam proses
pembekuan darah. Protein ini disebut sebagai faktor pembekuan darah. Pada
hemofilia berat, gejala dapat terlihat sejak usia sangat dini (kurang dari satu tahun) di
saat anak mulai belajar merangkak atau berjalan. Pada hemofilia sedang dan ringan,
umumnya gejala terlihat saat dikhitan, gigi tanggal, atau tindakan operasi.(dr. Heru
Noviat Herdata, 2008). Hemofilia disebabkan oleh mutasi :enetic. Mutasi gen yang
melibatkan kode untuk protein yang penting dalam proses pembekuan darah. Gejala
perdarahan timbul karena pembekuan darah terganggu.
Klasifikasi Hemofilia: Hemofilia A, Hemofilia B, Hemofilia C, dan Penyakit
Von Willebrand. Hemophilia A terdiri dari Hemofilia berat, Hemofilia Moderat,
Hemofilia ringan
Manifestasi Klinis Hemofilia: Hemarthrosis, Mudah memar dan pembentukan
hematoma kulit dengan trauma ringan (misalnya suntikan), Pendarahan dari gusi dan
pendarahan yang berkepanjangan berikut luka ringan atau luka, Gastrointestinal
pendarahan, dengan hematemesis (muntah darah), darah samar dalam tinja, nyeri
lambung, atau sakit perut.
Penatalaksanaan pada pasien dengan Hemofilia antara lain: Transfuse periodic
dari plasma beku segar (PBS), Pemberian konsentrat factor VIII dan IX pada klien
yang mengalami perdarahan aktif atau sebagai upaya pencegahan sebelum
pencabutan gigi dan pembedahan, Hindari pemberian aspirin atau suntuikan secara
IM, Bidai dan alat ortopedi bagi klien yang mengalami perdarahan otot dan sendi,
Keluarga diajarkan bagaimana cara membersihkan konsentrat di rumah, pada saat
terjadi tanda tanda pertama perdarahan.
Komplikasi Hemofilia diantaranya: Timbulnya Inhibitor, Kerusakan Sendi Akibat
Perdarahan Berulang, Infeksi Yang Ditularkan Oleh Darah.
Idioptik trombositopenia purpura adalah penyakit yang mrnyerang segala
golongan usia, tetapi lebih umum terjadi pada anak-anak dan wanita muda.

37

Meskipun penyebab pasti belum diketahui, infeksi virus kadang mendahului penyakit
ini pada anak-anak. Dibentuk antibodi anti-trombosit; masa hidup trombosit menjadi
sangat pendek. Biasanya diagnosa ditegakkan dengan penurunan jumlah trombosit,
masa hidup, dan peningkatan masa perdarahan ombocyto.
Klasifikasi ITP berdasarkan etiologinya dibagi menjadi 2 yaitu: ITP primer
(idiopatik), ITP sekunder. ITP berdasarkan lama penyakit yaitu: ITP Akut dan ITP
Kronis. Komplikasi yang terjadi pada Hemofilia: Pendarahan intracranial (pada
kepala), kehilangan darah yang luar biasa, Efek samping dari kortikosteroid, Infeksi
pneumococcal.

38

WOC HEMOFILIA
Kerusakan darah atau berkontrak
pada kolagen

Fasfolipid Trombosit

Trombin tidak terbentuk

Jaringan

Perdarahan

MK. Nyeri

HB

Suplai darah
ke jantung

Suplai darah
ke jantung

Aliran darah
tidak adekuat

Hipoksia
cerebral

CO

Kesadaran
menurun

O2 ke paru-paru

Kerja paru

Dispnea

MK
Gangguan

Disritmia
MK Resiko
injuri
MK Gangguan
perfusi jaringan

39

WOC ITP
Reaksi
Autoimun
Auto antibody
(Ig G)
Melekat pada
trombosit
Menyerang platelet
dalam darah
Dihancurkan oleh
makrofag, pengahancuran
trombosit berlebihan
Jumlah trombosit
menurun
Hemoragik

ITP

Apabila terjadi trauma bisa


menimbulkan perdarahan

Perdarahan sukar
diberhentikan

Hb menurun

Evakuasi darah
berlebihan

Suplai O2 dan nutrisi


menurun

Anemia

Hipoksemia

MK Kekurangan
cairan

Hipoksia
40
MK Kesadaran
menurun

DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Daniels Rick, Nicoll Leslie. 2012. Contemporary Medical-Surgical Nursing 2nd
Edition. United States: Delmar
Dorland, W.A Newma. 2006. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. EGC : Jakarta
Guyton, 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9.EGC : Jakarta
Handayani, Wiwik. 2008. Buku Ajar Keperawatan pada Klien dengan Gangguan
Sistem Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.
LeMone Priscila, Burke Karen. 2008. Medical-Surgical Nursing Critical Thinking in
Client Care 4th Edition. United States of America: Pearson
Waspadji, Sarwono. Soeparman. 1996. Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Balai Peerbit
FK UI : Jakarta

41

Anda mungkin juga menyukai