--------------------------------------------------------------------------------------------------RD-Collection 2002
fossa iliaka kanan dan area infrasplenik kiri. Dalam hal terdapat
transposisi dari visera maka apendiks dapat terletak di kwadran kiri
bawah. Mengingat akan kemungkinan-kemungkinan kelainan posisi
atau letak sekum ini sangat penting, karena hal ini sering
mendatangkan kesulitan dalam menegakkan diagnosis bila terjadi
peradangan pada apendiks tersebut. Suatu anomaly yang sangat jarang
terjadi adalah duplikasi apendiks seperti dikemukakan oleh Green.
Sementara menurut Waugh duplikasi apendiks ini tidak ada
hubungannya dengan duplikasi sekum. Kedua apendiks mungkin
terbungkus dalam sarung fibrous dan dikelilingi oleh satu lapisan otot
dan rongganya mungkin berhubungan sebagian atau seluruhnya atau
mungkin berasal secara terpisah dari sekum. Ada yang berpendapat
bahwa apendiks yang kedua merupakan suatu divertikel sekum yang
kongenital.
Karena apendiks merupakan suatu kantong yang buntu dengan lumen
yang sempit dan seperti traktus intestinalis lainnya secara normal
berisi bakteri, resiko stagnasi dari isi apendiks yang terinfeksi selalu
ada. Resiko ini akan bertambah hebat dengan adanya suatu
mekanisme valvula pada pangkal apendiks yang dikenal dengan
valvula Gerlach . Dengan adanya benda-benda asing yang
terperangkap dalam lumen apendiks, posisinya yang mobil, dan
adanya kinking, bands, adhesi dan lain-lain keadaan yang
menyebabkan angulasi dari apendiks, maka keadaan akan semakin
diperburuk. Banyaknya jaringan limfoid pada dindingnya juga akan
mempermudah terjadinya infeksi pada apendiks.
Organ lain di luar apendiks yang mempunyai peranan besar apabila
terjadi peradangan apendiks adalah omentum. Ini merupakan salah
satu alat pertahanan tubuh apabila terjadi suatu proses intraabdominal
termasuk apendiks. Pada umur dibawah 10 tahun pertumbuhan
omentum ini pada umumnya belum sempurna, masih tipis dan pendek,
sehingga belum dapat mencapai apensdiks apabila terjadi peradangan
apendiks. Hal inilah yang merupakan salah satu sebab lebih mudah
terjadi perforasi dan peritonitis umum pada apendisitis anak.
Catatan---------------------------------------------------------
Patofisiologi
Apendiks vermiformis pada manusia biasanya dihubungkan dengan
organ sisa yang tidak diketahui fungsinya. Pada beberapa jenis
mamalia ukuran apendiks sangat besar seukuran sekum itu sendiri, yang
ikut berfungsi dalam proses digesti dan absorbsi dalam sistem
gastrointestinal Pada percobaan stimulasi dengan rangsangan, apendiks
cenderung menekuk ke sisi antimesenterial. Hal ini mengindikasikan
serabut muskuler pada sisi mesenterial berkembang lebih lemah.
Secara anatomi pembuluh arteri masuk melalui sisi muskuler yang
lemah ini. Kontraksi muskulus longitudinal akan diikuti oleh kontraksi
muskulus sirkuler secara sinergis, lambat, dan berakhir beberapa menit.
Gerakan aktif dapat dilihat pada bagian pangkal apendiks dan semakain
ke distal gerakan semakin berkurang. Pada keadaan inflamasi, kontraksi
muskuli apendiks akan terganggu
Pada keadaan normal tekanan dalam lumen apendiks antara 15 25
cmH2O dan meningkat menjadi 30 50 cmH2O pada waktu kontraksi.
Pada keadaan normal tekanan panda lumen sekum antara 3 4 cmH2O,
sehingga terjadi perbedaan tekanan yang berakibat cairan di dalam
lumen apendiks terdorong masuk sekum. Mukosa normal apendiks
dapat mensekresi cairan 1 ml dalam 24 jam (Riwanto I, 1992). Apendiks
juga berperan sebagai sistem immun pada sistem gastrointestinal (GUT).
Sekresi immunoglobulin diproduksi oleh Gut-Associated Lymphoid
Tissues (GALD) dan hasil sekresi yang dominan adalah IgA. Antibodi
ini mengontrol proliferasi bakteri, netralisasi virus, dan mencegah
penetrasi enterotoksin dan antigen intestinal lainnya. Pemikiran bahwa
apendiks adalah bagian dari sistem GALD yang mensekresi globulin
kurang banyak berkembang.
Hal ini dapat dibuktikan pada pengangkatan apendiks tidak terjadi
efek pada sistem immunologi Meskipun kelainan pada apendisitis akut
disebabkan oleh infeksi bakteri, faktor yang memicu terjadinya infeksi
masih belum diketahui secara jelas. Pada apendisitis akut umumnya
bakteri yang berkembang pada lumen apendiks adalah Bacteroides
pada lumen apendiks. Hal inilah yang menjadi alasan mengapa ada
yang beranggapan bahwa obstruksi yang terjadi merupakan adalah
proses lanjutan dari inflamasi yang terjadi sebagai akibat adanya
infeksi. Kalaupun obstruksi berperan hanyalah pada proses awalnya
saja.19 Selanjutnya dipercaya juga bahwa infeksi bakteri enterogen
merupakan factor patogenetik primer pada proses apendisitis.
Diyakini bahwa adanya fekalit didalam lumen apendiks yang
sebelumnya telah terinfeksi hanya memperburuk dan memperberat
infeksi karena terjadinya peningkatan tekanan intraluminar
apendiks. Ada kemungkinan lain yang menyokong teori infeksi
enterogen ini adalah kemungkinan tertelannya bakteri dari suatu
focus di hidung atau tenggorokan sehingga dapat menyebabkan
proses peradangan pada apendiks. Secara hematogen dikatakan
mungkin saja dapat terjadi karena dianggap apendiks adalah tonsil
abdomen.
Pada teori konstipasi dapat dikatakan bahwa konstipasi sebagai
penyebab dan mungkin pula sebagai akibat dari apendisitis. Tapi hal
ini masih perlu dipertanyakan lagi, sebenarnya apakah konstipasi ini
benar berperan dalam terjadinya apendisitis. Banyak pasien-pasien
konstipasi kronis yang tidak pernah menderita apendisitis dan
sebaliknya orang orang yang tidak pernah mengeluh konstipasi
mendapatkan apendisitis. Penggunaan yang berlebihan dan terus
menerus dari laksatif pada kasus konstipasi akan memberikan
kerugian karena hal tersebut akan merubah suasana flora usus dan
akan menyebabkan terjadinya keadaan hyperemia usus yang
merupakan permulaan dari proses inflamasi. Bila kebetulan sakit
perut yang dialami disebabkan apendisitis maka pemberiaan
purgative akan merangsang peristaltic yang merupakan predisposisi
untuk terjadinya perforasi dan peritonitis.
Radang appendix biasanya disebabkan karena obstruksi lumen yang disertai dengan
infeksi. Appendicitis diklasifikasikan sebagai berikut: (Ellis, 1989)
Manifestasi Klinis
a. Symptoma.
Gejala utama apendisitis akut adalah nyeri abdominal. Secara klinis
nyeri dimulai difus terpusat di daerah epigatrium bawah atau
umbilical , dengan tingkatan sedang dan menetap, kadang-kadang
disertai dengan kram intermiten. Nyeri akan beralih setelah periode
yang bervariasi dari 1 hingga 12 jam, biasanya 4 - 6 jam , nyeri
terletak di kuadran kanan bawah. Anoreksia hampir selalu
menyertai apendisitis.
Hal ini begitu konstan sehingga pada pemeriksaan perlu ditanyakan
pada pasien. Vomitus terjadi pada 75% kasus, umumnya hanya satu
dua kali. Umumnya ada riwayat obstipasi sebelum onset nyeri
abdominal. Diare terjadi pada beberapa pasien. Urutan kejadian
symptoms mempunyai kemaknaan diagnosis banding yang besar,
lebih dari 95% apendisitis akut, anoreksia merupakan gejala
pertama, diikuti oleh nyeri abdominal dan baru diikuti oleh vomitus,
bila terjadi.
b.Signa.
Tanda vital tidak berubah banyak. Peninggian temperature jarang
lebih dari 1C, frekuensi nadi normal atau sedikit meninggi. Adanya
perubahan atau peninggian yang besar berarti telah terjadi
komplikasi atau diagnosis lain perlu diperhatikan. Pasien biasanya
lebih menyukai posisi supine dengan paha kanan ditarik ke atas,
karena suatu gerakan akan meningkatkan nyeri. Nyeri kuadran
kanan bawah secara klasik ada bila apendiks yang meradang terletak
di anterior. Nyeri tekan sering maksimal pada atau dekat titik yang
oleh McBurney dinyatakan sebagai terletak secara pasti antara 1,5
2 inchi dari spina iliaca anterior pada garis lurus yang ditarik dari
spina ini ke umbilicus. Adanya iritasi peritoneal ditunjukkan oleh
adanya nyeri lepas tekan dan Rovsings sign. Adanya hiperestesi
pada daerah yang diinervasi oleh n. spinalis T10, T11, T12 ,
meskipun bukan penyerta yang konstan adalah sering pada
apendisitis akut. Tahan muskuler terhadap palpasi abdomen sejajar
dengan derajat proses peradangan, yang pada awalnya terjadi secara
Peritonitis :
Peritonitis lokal merupakan akibat dari mikroperforasi dari appendicitis yang telah
mengalami gangrene. Sedangkan peritonitis umum adalah merupakan tindak lanjut
daripada peritonitis lokal tersebut. Bertambahnya rasa nyeri, defans musculer yang
meluas, distensi abdomen, bahkan ileus paralitik, merupakan gejala-gejala
peritonitis umum. Bila demam makin tinggi dan timbul gejala-gejala sepsis,
menunjukkan peritonitis yang makin berat.
Abses / infiltrat :
Merupakan akibat lain dari perforasi. Teraba masa lunak di abdomen kanan bawah.
Seperti tersebut diatas karena perforasi terjadilah walling off (pembentukan
dinding) oleh omentum atau viscera lainnya, sehingga terabalah
massa (infiltrat) di regio abdomen kanan bawah tersebut. Masa mula-mula bisa
berupa plegmon, kemudian berkembang menjadi rongga yang berisi pus. Dengan
USG bisa dideteksi adanya bentukan abses ini. Untuk massa atau infiltrat ini,
beberapa ahli menganjurkan anti biotika dulu, setelah 6 minggu kemudian
dilakukan appendektomi. Hal ini untuk menghindari penyebaran infeksi
Anamnesis
Apakah nyerinya mengganggu anak sampai tidak mau main atau anak
tinggal di tempat tidur saja ?
Palpasi
Pada anak kecil atau anak yang iritabel sangat sulit untuk diperiksa,
maka anak dimasukkan ke rumah sakit dan diberikan sedatif non
narkotik ringan, seperti pentobarbital (2,5 mg/kg) secara suppositoria
rektal. Setelah anak tenang, biasanya setelah satu jam dilakukan
pemeriksaan abdomen kembali. Sedatif sangat membantu untuk
melemaskan otot dinding abdomen sehingga memudahkan penilaian
keadaan intraperitoneal
Tanda Peritonitis umum (perforasi) :
1. Nyeri seluruh abdomen
2. Pekak hati hilang
3. Bising usus hilang
Kalau peradangan lebih luas dan membentuk infiltrat maka usus pada
bagian kanan bawah akan kolaps. Dinding usus edematosa, keadaan
seperti ini akan tampak pada daerah kanan bawah abdomen kosong dari
udara. Gambaran udara seakan-akan terdorong ke pihak lain. Proses
peradangan pada fossa iliaka kanan akan menyebabkan kontraksi otot
sehingga timbul skoliosis ke kanan. Gambaran ini tampak pada
penderita apendisitis akut (Mantu, 1994). Bila sudah terjadi perforasi,
maka pada foto abdomen tegak akan tampak udara bebas di bawah
diafragma. Kadang-kadang udara begitu sedikit sehingga perlu foto
khusus untuk melihatnya.
Kalau sudah terjadi peritonitis yang biasanya disertai dengan kantongkantong pus, maka akan tampak udara yang tersebar tidak merata
dan usus-usus yang sebagian distensi dan mungkin tampak cairan
bebas, gambaran lemak preperitoneal menghilang, pengkaburan
psoas shadow. Walaupun terjadi ileus paralitik tetapi mungkin terlihat
pada beberapa tempat adanya permukaan cairan udara (air-fluid level)
yang menunjukkan adanya obstruksi (Raffensperger, 1990; Mantu,
1994). Foto x-ray abdomen dapat mendeteksi adanya fecalith (kotoran
yang mengeras dan terkalsifikasi, berukuran sebesar kacang polong
yang menyumbat pembukaan appendik) yang dapat menyebabkan
appendisitis. Ini biasanya terjadi pada anak-anak. Foto polos abdomen
supine pada abses appendik kadang-kadang memberi pola bercak
udara dan air fluid level pada posisi berdiri/LLD ( decubitus ),
kalsifikasi bercak rim-like( melingkar ) sekitar perifer mukokel yang
asalnya dari appendik. Pada appendisitis akut, kuadran kanan bawah
perlu diperiksa untuk mencari appendikolit : kalsifikasi bulat lonjong,
sering berlapis.
Pemeriksaan radiologi dengan kontras barium enema hanya digunakan
pada kasus-kasus menahun. Pemeriksaan radiologi dengan barium
enema dapat menentukan penyakit lain yang menyertai apendisitis
Barium enema adalah suatu pemeriksaan x-ray dimana barium cair
dimasukkan ke kolon dari anus untuk memenuhi kolon. Tes ini dapat
seketika menggambarkan keadaan kolon di sekitar appendik dimana
peradangan yang terjadi juga didapatkan pada kolon. Impresi ireguler
pada basis sekum karena edema (infiltrasi sehubungan dengan
Dapat mendignosis
kelainan lain pada wanita
Kerugian
Mengidentifikasi
apendiks normal lebih
baik
Mahal
Radiasi ion
Kontras
Sulit di RS daerah
Pada pasien yang tidak hamil, CT-scan pada daerah appendik sangat
berguna untuk mendiagnosis appendisitis dan abses periappendikular
sekaligus menyingkirkan adanya penyakit lain dalam rongga perut
dan pelvis yang menyerupai appendisitis.
4. Laparoskopi (Laparoscopy)
1
2
3
4
5
Diagnosis Banding
Pada keadaan tertentu beberapa penyakit dipertimbangkan sebagai
diagnosis banding, diantaranya adalah berasal dari saluran pencernaan
seperti gastroenteritis, ileitis terminale, tifoid, divertikulitis meckel
tanpa perdarahan, intususepsi dan konstipasi. Gangguan alat kelamin
perempuan termasuk diantaranya infeksi rongga panggul, torsio kista
ovarium, adneksitis dan salpingitis. Gangguan saluran kencing seperti
infeksi saluran kencing, batu ureter kanan. Penyakit lain seperti
pneumonia, demam dengue dan campak
Kelainan Gastrointestinal
Cholecystitis akut
Divertikel Mackelli
Merupakan suatu penonjolan keluar kantong kecil pada usus
halus yang biasanya berlokasi di kuadran kanan bawah dekat
dengan appendik. Divertikulum dapat mengalami inflamasi
dan bahkan perforasi ( robek atau ruptur). Jika terjadi
inflamasi atau perforasi, harus ditangani dengan pembedahan.
Enterirtis regional
Pankreatitis
Kelainan Urologi
Batu ureter
Cystitis
Kelainan Obs-gyn
Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)
Salphingitis akut (adneksitis) keputihan (+)
Penyakit peradangan panggul. Tuba falopi kanan dan ovarium terletak dekat
appendik. Wanita yang aktif secara seksual dapat mengalami infeksi yang
melibatkan tuba falopi dan ovarium. Biasanya terapi antibiotik sudah cukup, dan
pembedahan untuk mengangkat tuba dan ovarium tidak perlu.
Penatalaksanaan
Appendiktomi
Cito akut, abses & perforasi
Elektif kronik
: Appendictomi Chaud
: Appendictomi Froid
1.
2.
3.
4.
Appendisitis Akut
Appendisitis kronis
Peri appendicular infiltrat dalam stadium tenang (a-Froid)
Appendiks terbawa pada laparatomi operasi kandung
empedu
5. Appendisitis perforata
Macam Incisi pada appendectomi
Gridiron incision ( Mc Burney incision)
Incisi tegak lurus garis Mc Burney
Caecum lebih mudah dipegang
Kontaminasi kuman minimal
Prosedur Appendektomi
Desinfeksi medan operasi dengan alkohol 70 % kemudian
betadin 10 %
Pasang doek steril kecuali daerah tindakan pasang doek klem
pasang doek lubang
Dilakukan Incisi Gridion(MC.Burney) / paramedian / transversal
pada kulit dengan mess / pisau besturi kira-kira 57 cm
kontrol perdarahan
Incisi diperdalam lapis demi lapis dengan mess / cauter sampai
tampak Aponeurosis MOE
Aponeurosis MOE dibuka dengan mess searah seratnya,
diperlebar ke craniolateral dan caudomedial dengan pertolongan
pinset anatomis, Wondhaak tumpul dipasang dibawah MOE,
sampai tampak MOI yang seratnya transversal
MOI dan m.Transversus abdominis dibuka secara tumpul dengan
klem / pean dengan bantuan pinset anatomis searah seratnya ,
Retrograde Appendictomy
Setelah caecum keluar , appendiks sukar dikeluarkan,
mesoappendiks di basis appendiks dibuka kemudian
dibuat lubang pada mesenterium dengan klem yang
tertutup
Pangkal Appendiks diklem melalui lubang tersebut
diligasi dengan zide 2.0 dipotong antara klem dan
ikatan bekas potongan dicauter
Buat tabak zak naad appendiks diinvaginasikan
kecaecum dengan pinset tabak zak dieratkan pelanpelan sambil melepas klem
Mesoappendiks diklem dipotong secara retrograde
diligasi dengan zide 2.0
Komplikasi
Komplikasi Lain :
Penyulit Appendektomi :
1. Durante Operasi
Perdarahan dari a. mesenterium / omentum
Robekan sekum atau usus lain
2. Pasca Operasi
Perdarahan
Infeksi
Hematom
Paralitik ileus
Peritonitis
Fistel usus
Streng Ileus karena band
Hernia sikatrik
Sistem skor Alvarado
Diagnosis apendisitis akut pada anak tidak mudah ditegakkan hanya
berdasarkan gambaran klinis, hal ini disebabkan sulitnya komunikasi
antara anak, orang tua dan dokter. Anak belum mampu untuk
mendiskripsikan keluhan yang dialami, suatu hal yang relatif lebih
mudah pada umur dewasa. Keadaan ini menghasilkan angka
apendektomi negatif sebesar 20% dan angka perforasi sebesar 20-30%
Skor Alvarado
Faktor Risiko
~ migrasi nyeri
~ nausea dan vomitus
~ anoreksia
Skoring
1
1
1
Tanda
1
1
Laboratorium
Penelitian yang dilakukan oleh Amri dan Bermansyah (1997) mengenai skor
Alvarado pada diagnosis apendisitis akut dengan skor pembatas (cut off point) 6 ,
didapatkan sensitivitas: 90,90% dan spesifisitas: 75,75% dengan akurasi
diagnostik: 83,33%, Tranggono (2000) melaporkan dengan memakai skor
pembatas (cut off point) 7 didapatkan sensitivitas: 71,43% dan spesifisitas:
69,09% dengan akurasi diagnostik 69,74%. Sedangkan Fenyo melaporkan
sensitivitas: 90,20% dan spesifisitas: 91,40%.
Berdasarkan skoring terhadap faktor risiko yang digunakan dalam sistem skor
Alvarado seperti tertulis di atas maka dapat diasumsikan bahwa semakin lengkap
gejala, tanda dan pemeriksaan laboratorium yang muncul atau keberadaannya
positif maka skor Alvarado akan semakin tinggi, mendekati 10, ini mengarahkan
kepada apendisitis akut atau apendisitis perforasi. Demikian pula sebaliknya jika
semakin tidak lengkap maka skor Alvarado semakin rendah, mendekati 1, ini
mengarahkan kepada apendisitis kronis atau bukan apendisitis.
Skor Alvarado adalah sistem skoring yang didasarkan pada gejala dan tanda klinis
apendisitis akut, telah banyak dipergunakan. Pada tulisan aslinya, Alvarado
merekomendasikan untuk melakukan operasi pada semua pasien dengan skor 7
atau lebih dan melakukan observasi untuk pasien dengan skor 5 atau 6
Skor
1
1
1
2
1
1
2
1
10
Andersson, dalam studi meta-analisis gejala klinis dan laboratorium mendapatkan hasil
bahwa riwayat nyeri berpindah (migration pain) dari umbilikus dan reaksi peritoneal
(nyeri tekan kanan bawah, nyeri lepas/Rebounds sign, Rovsings sign) adalah
informasi diagnostik apendisitis akut yang penting (Andersson, 2004)
ALVARADO SCORE
1. Vomitus/nausea
2. Anoreksia
1
3. NT Mc Burney
4. Nyeri lepas
1
5. Nyeri alih
1
6. Demam > 37,2 C 1
7. AL > 10.000
2
8. Segmen > 70
1
Nilai
10
1
2
5. Apendisitis Abses (grade V): Sebagian apendiks mungkin sudah hancur, abses
terbentuk disekitar apendiks yang ruptur biasanya di fossa iliaka kanan, lateral
dari sekum, retrosekal, subsekal atau seluruh rongga pelvis bahkan mungkin
seluruh rongga abdomen.
Menurut klasifikasi klinikopatologi Cloud apendisitis akut grade I dan II belum
terjadi perforasi (apendisitis simpel) sedangkan apendisitis akut grade III, IV
dan V telah terjadi perforasi (apendisitis komplikata).
----------------------------------------------------------------------------------------------------RDCollection 2002
Pembedahan pada mata mempunyai resiko infeksi yang paling rendah. Angka
infeksi yang tinggi terjadi pada pembedahan toraks, bedah umum dan
kandungan. Angka infeksi pasca bedah paling tinggi didapatkan pada
pembedahan perut yang menembus organ berongga.
b. Lama pembedahan.
Pembedahan yang berlangsung 2 jam atau lebih berhubungan dengan kejadian
infeksi pasca bedah yang tinggi.
c. Pembedahan emergency
Dibanding dengan pembedahan elektif, pembedahan emergency mempunyai
angka infeksi pasca bedah yang lebih tinggi.
d. Faktor lokal
Faktor lokal yang meningkatkan terjadinya infeksi termasuk adanya jaringan
nekrotik, rongga mati, penurunan perfusi lokal, hematoma dan adanya benda
asing.
a. Malnutrisi.
Penelitian menunjukkan bahwa lebih dari 50% penderita
yang dipondokkan mungkin mengalami gangguan nutrisi.
Gangguan nutrisi yang berat akan menyebabkan insidensi
pasca operasi yang tinggi khususnya infeksi luka operasi.
b. Umur diatas 65 tahun
Apendektomi Insidental
----------------------------------------------------------------------------------------------------D-Collection 2002