2
bicara di otak dalam korteks serebri, pusat respirasi di dalam batang otak dan struktur
artikulasi, resonansi dari mulut serta rongga hidung.
Terdapat 2 hal proses terjadinya bicara, yaitu proses sensoris dan motoris. Aspek sensoris
meliputi pendengaran, penglihatan, dan rasa raba berfungsi untuk memahami apa yang
didengar, dilihat dan dirasa. Aspek motorik yaitu mengatur laring, alat-alat untuk artikulasi,
tindakan artikulasi dan laring yang bertanggung jawab untuk pengeluaran suara.
Di dalam otak terdapat 3 pusat yang mengatur mekanisme berbahasa, dua pusat bersifat
reseptif yang mengurus penangkapan bahasa lisan dan tulisan serta satu pusat lainnya
bersifat ekspresif yang mengurus pelaksanaan bahsa lisan dan tulisan. Ketiganya berada
di hemisfer dominan dari otak atau sistem susunan saraf pusat.
Kedua pusat bahasa reseptif tersebut adalah area 41 dan 42 disebut area wernick,
merupakan pusat persepsi auditoro-leksik yaitu mengurus pengenalan dan pengertian
segala sesuatu yang berkaitan dengan bahasa lisan (verbal). Area 39 broadman adalah
pusat persepsi visuo-leksik yang mengurus pengenalan dan pengertian segala sesuatu
yang bersangkutan dengan bahasa tulis. Sedangkan area Broca adalah pusat bahsa
ekspresif. Ketiga pusat tersebut berhubungan satu sama lain melalui serabut asosiasi.
Saat mendengar pembicaraan maka getaran udara yang ditimbulkan akan masuk melalui
lubang telinga luar kemudian menimbulkan getaran pada membrane timpani. Dari sini
rangsangan diteruskan oleh ketiga tulang kecil dalam telinga tengah ke telinga bagian
dalam. Di telinga bagian dalam terdapat reseptor sensoris untuk pendengaran yang
disebut Coclea. Saat gelombang suara mencapai coclea maka impuls ini diteruskan oleh
saraf VII ke area pendengaran primer di otak diteruskan ke area wernick. Kemudian
jawaban diformulasikan dan disalurkan dalam bentuk artikulasi, diteruskan ke area
motorik di otak yang mengontrol gerakan bicara. Selanjutnya proses bicara dihasilkan oleh
getaran vibrasi dari pita suara yang dibantu oleh aliran udara dari paru-paru, sedangkan
bunyi dibentuk oleh gerakan bibir, lidah dan palatum (langit-langit). Jadi untuk proses
bicara diperlukan koordinasi sistem saraf motoris dan sensoris dimana organ
pendengaran sangat penting.
3
tahun. Terdapat penelitian yang melaporkan penderita keterlambatan ini kemampuan
bicara saat masuk usia sekolah normal seperti anak lainnya.
Dalam keadaan ini biasanya fungsi reseptif sangat baik dan kemampuan pemecahan
masalah visuo-motor anak dalam keadaan normal. Anak hanya mengalami gangguan
perkembangan ringan dalam fungsi ekspresif: Ciri khas lain adalah anak tidak
menunjukkan kelainan neurologis, gangguan pendengaran, gangguan kecerdasan dan
gangguan psikologis lainnya.
Keterlambatan bicara fungsional pada anak sering dialami penderita yang mengalami
gangguan alergi terutama gangguan kulit dan saluran cerna. Gangguan saluran cerna
adalah gejala berulang dari perut kembung, sering buang angin, muntah, kesulitan buang
air besar, Kesulitan BAB ditandai dengan buang air besar ngeden, tidak setiap hari,
kotoran berbau, warna hitam atau hijau tua, berbentuk keras, bulat seperti kotoran
kambing, pernah ada riwayat berak darah. Lidah tampak kotor, berwarna putih serta air
liur bertambah banyak atau mulut berbau Gangguan kulit adalah timbul bintik-bintik
kemerahan seperti digigit nyamuk atau serangga, biang keringat, kulit berwarna putih
(seperti panu) di wajah atau di bagian badan lainnya. Seringkali disertai gangguan tidur
malam, dengan ditandai sering gelisah, bolak, balik, mengigau, tertawa, menangis dalam
tidur, malam terbangun, brushing (gigi gemeretak) dan sebagainya.
CARA MEMBEDAKAN BERBAGAI KETERLAMBATAN BICARA
Dengan memperhatikan fungsi reseptif, ekspresif, kemampuan pemecahan masalah
visuo-motor dan pola keterlambatan perkembangan, dapat diperkirakan penyebab
kesulitan berbicara.
Diagnosis
Bahasa
reseptif
Bahasa
ekspresif
Kemampuan
pemecahan
masalah visuomotor
Keterlambatan
fungsional
normal
Kurang normal
Normal
Hanya ekspresif
yang terganggu
Gangguan
pendengaran
Kurang
normal
Kurang normal
normal
Disosiasi
Redartasi
mental
Kurang
normal
Pola
perkembangan
Keterlambatan
global
4
Gangguan
komunikasi
sentral
Kurang
normal
Kesulitan
belajar
normal,
kurang
normal
Autis
Kurang
normal
Mutisme elektif
normal
Kurang normal
Normal
normal
normal,
kurang normal
Tampaknya
normal, normal,
normal,
selalu lebih
kurang normal
baik dari
bahasa
Normal
Disosiasi,
deviansi
Disosiasi
Deviansi,
disosiasi
normal,
kurang normal
8 10 BULAN
12 15 BULAN
18 24 BULAN
30 36 BULAN
3 4 TAHUN
6
dan tidak memiliki minat bermain dengan sesamanya;
* 3,5 tahun, tidak dapat menyelesaikan kata seperti "ayah" diucapkan
"aya";
* 4 tahun, masih gagap dan tidak dapat dimengerti secara lengkap.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan keterlambatan bicara fungsional biasanya tidak memerlukan
penanganan secara khusus. Keterlambatan bicara golongan ini biasanya akan membaik
setelah usia 2 tahun. Meskipun penyebabnya bukan karena kurang stimulasi, tetapi
keadaan ini memerlukan stimulasi yang lebih dibandingkan anak yang normal. Stimulasi
yang lebih ini tidak harus melalui terapi bicara oleh seorang terapis yang memerlukan
dana dan waktu yang tidak sedikit. Meskipun terapi bicara juga tidak merugikan bagi anak.
Pada anak normal tanpa gangguan bicara dan bahasa juga perlu dilakukan stimulasi
kemampuan bicara dan bahasa sejak lahir. Bahkan bisa juga dilakukan stimulasi sejak
dalam kandungan. Dengan stimulasi lebih dini diharapkan kemampuan bicara dan bahsa
pada anak lebih optimal, sehingga dapat meningkatkan kualitas komunikasinya.
Pada keterlambatan bicara nonfungsional harus dilakukan stimulasi dan intervensi sejak
dini secara khusus oleh tenaga profesional sesuai penyebabnya. Semakin dini upaya
tersebut dilakukan akan meningkatkan keberhasilan penanganan keterlambatan bicara
tersebut. Gangguan keterlambatan nonfungsional perlu dilakukan pendekatan secara multi
disiplin ilmu. Penanganan keterlambatan bicara dilakukan pendekatan medis sesuai
dengan penyebab kelainan tersebut. Multi disiplin ilmu yang terlibat adalah dokter anak
dengan minat tumbuh kembang anak, neurologi anak, gastroenterologi anak, alergi anak,
psikolog anak, psikiater anak, rehabilitasi medik, serta klinisi atau praktisi lainnya yang
berkaitan.
PENUTUP
Keterlambatan bicara karena gangguan fungsional atau karena imaturitas fungsi
bicara pada anak sering dijumpai. Kelainan ini biasanya tidak berbahaya, akan membaik
pada usia tertentu dan biasanya tidak memerlukan terapi khusus. Sebaliknya,
keterlambatan bicara nonfungsional harus dilakukan intervensi dan terapi sejak dini.
Penaganan dini tersebut dapat mengurangi gangguan dan memperbaiki prognosis. Klinisi
dan orang tua harus dapat membedakan dengan keterlambatan bicara fungsional dan
nonfungsional.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
Blum NJ, Baron MA. Speech and language disorders. In: Schwartz MW, ed. Pediatric
primary care: a problem oriented approach. St. Louis: Mosby, 1997:845-9.
Ansel BM, Landa RM, Stark-Selz RE. Development and disorders of speech and language.
In: Oski FA, DeAngelis CD, eds. Principles and practice of pediatrics. Philadelphia:
Lippincott, 1994:686-700.
Schwartz ER. Speech and language disorders. In: Schwartz MW, ed. Pediatric primary care:
a problem oriented approach. St. Louis: Mosby, 1990: 696-700.
Shonkoff JP. Language delay: late talking to communication disorder. In: Rudolph AM,
Hoffman JI, Rudolph CD, eds. Rudolph's pediatrics. London: Prentice-Hall, 1996:124-8.
Silva PA, Williams S, McGee R. A longitudinal study of children with developmental
language delay at age three: later intelligence, reading and behaviour problems. Dev Med
Child Neurol 1987;29:630-40.
Stevenson J, Richman N. The prevalence of language delay in a population of three-yearold children and its association with general retardation. Dev Med Child Neurol 1976;18:43141.
Vessey JA. The child with cognitive, sensory, or communication impairment. In: Wong DL,
Wilson D, eds. Whaley & Wong's nursing care of infants and children. St. Louis: Mosby,
1995:1006-47.
Coplan J. Evaluation of the child with delayed speech or language. Pediatr Ann
1985;14:203-8.
Leung AK, Robson WL, Fagan J, Chopra S, Lim SH. Mental retardation. J R Soc Health
1995;115:31-9.
Schlieper A, Kisilevsky H, Mattingly S, Yorke L. Mild conductive hearing loss and language
development: a one year follow-up study. J Dev Behav Pediatr 1985;6:65-8.
Allen DV, Robinson DO. Middle ear status and language development in preschool children.
ASHA 1984;26:33-7.
Whitman RL, Schwartz ER. The pediatrician's approach to the preschool child with language
delay. Clin Pediatr 1985;24:26-31.
McRae KM, Vickar E. Simple developmental speech delay: a follow-up study. Dev Med Child
Neurol 1991;33:868-74.
Davis H, Stroud A, Green L. The maternal language environment of children with language
delay. Br J Disord Commun 1988;23:253-66.
Allen R, Wasserman GA. Origins of language delay in abused infants. Child Abuse Negl
1985;9:335-40.
Bishop DV. Developmental disorders of speech and language. In: Rutter M, Taylor E, Hersov
L, eds. Child and adolescent psychiatry. Oxford: Blackwell Science, 1994:546-68.
Denckla MB. Language disorders. In: Downey JA, Low NL, eds. The child with disabling
illness: principles of rehabilitation. New York: Raven, 1982:175-202.
Coplan J. ELM scale: the early language milestone scale. Austin, Tex.: Pro-Ed, 1987.
8
19.
20.
21.
Dunn LM, Dunn LM. The Peabody Picture Vocabulary TestRevised (PPVTR). Circle Pines,
Minn.: American Guidance Services, 1981.
Resnick TJ, Allen DA, Rapin I. Disorders of language development: diagnosis and
intervention. Pediatr Rev 1984;6:85-92.
Lowenthal B. Effect of small-group instruction in language-delayed preschoolers. Except
Child 1981;48:178-9.