Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN KASUS

ILEUS

Pembimbing:
Dr. Santi Andiani, Sp. B.

Penyusun:
FEDERIKA ROSILAWATI
030.11.099

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT BEDAH


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH
PERIODE 19 OKTOBER 2015 26 DESEMBER 2015
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA

BAB I
PENDAHULUAN
Tumor medula spinalis memang merupakan salah satu penyakit yang jarang terjadi
dan karena itulah banyak masyarakat yang belum mengetahui gejala-gejala serta bahaya dari
penyakit ini. Pada umumnya, penderita yang datang berobat ke dokter atau ke rumah sakit
sudah dalam keadaan yang berat.
Di Indonesia. jumlah penderita tumor medula spinalis belum diketahui secara pasti.
Jumah kasus tumor medula spinalis di Amerika Serikat mencapai 15% dari total jumlah tumor
yang terjadi pada susunan saraf pusat dengan perkiraan insidensi sekitar 0,5-2,5 kasus per
100.000 penduduk per tahun. Jumlah penderita pria hampir sama dengan wanita dengan
sebaran usia antara 30 hingga 50 tahun. Diperkirakan 25% tumor terletak di segmen servikal,
55% di segmen thorakal dan 20% terletak di segmen lumbosakral.1
Tumor medula spinalis terbagi menjadi dua, yaitu tumor primer dan tumor sekunder.
Tumor primer merupakan tumor yang berasal dari medula spinalis itu sendiri sedangkan
tumor sekunder merupakan anak sebar (mestastase) dari tumor di bagian tubuh lainnya.
Tumor medula spinalis umumnya bersifat jinak (onset biasanya gradual) dan dua pertiga
pasien dioperasi antara 1-2 tahun setelah onset gejala. Tindakan operasi perlu dilakukan
sedini mungkin untuk mencegah kecacatan lebih lanjut.2

BAB II
LAPORAN KASUS
I.

IDENTITAS PASIEN
Nama
: An. D
Umur
: 11 tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki

Alamat
Pekerjaan
Agama
II.

: Jln. Pisangan Lama III No 20 Jakarta Timur


: Pelajar
: Islam

ANAMNESIS
Keluhan utama
:
- Perut membesar sejak 1 bulan SMRS
Keluhan tambahan
:
- Muntah
- BAB tidak lancar
- Nyeri perut
- Berat badan turun drastis
Riwayat penyakit sekarang :
Os datang dengan keluhan perut yang makin membesar sejak 1 bulan SMRS.
Os juga merasa perutnya semakin keras disertai dengan rasa nyeri dan terdapat
beberapa benjolan yang berpindah-pindah.
Os mengalami kesulitan makan sejak 1 bulan SMRS dikarenakan os cepat
merasa kenyang. Os hanya makan 2-3 sendok saja. Os juga mengalami muntah
berisi air.
Riwayat penyakit dahulu :
Os memiliki riwayat apendisitis dan telah dilakukan apendektomi pada
Riwayat penyakit keluarga :
Tidak terdapat riwayat keluhan yang sama dengan os.
Riwayat kebiasaan
:
Os memiliki kebiasaan merokok sebanyak 2 bungkus sehari sejak 7 tahun yang
lalu. Os sering mengangkat benda berat pada saat bekerja.

III.

PEMERIKSAAN FISIK
Status generalis
Keadaan umum : tampak sakit berat
Kesaadaran

: compos mentis

Tanda vital

Nadi

- RR
BB
: 69
Kepala
- Bentuk
- Wajah
Mata

: 114

: 37,80

- Suhu

: 24
TB
: Normocephali
: simetris

: 170

BMI

: 23,87

- Konjungtiva : anemis +/+


- Sklera
: ikterik -/- Cekung (+)
Hidung
- Tidak terdapat deviasi septum, mukosa warna merah muda, tidak terdapat
sekret dan kelainan.
Telinga
-

Tidak terdapat kelainan

Mulut
-

Lidah kering (+), lidah kotor (+), mukosa hiperemis.

Leher
-

Trakea terletak di tengah, bentuk simetris, tidak terdapat KGB yang


membesar, tidak terdapat kelenjar tiroid yang membesar

Thoraks
-

Inspeksi

: bentuk simetris kanan dan kiri baik saat statis atau dinamis,

sela iga tampak melebar


Palpasi
: vocal fremitus simetris kanan dan kiri
Perkusi : sonor
Auskultasi :
o Pulmo
: SN vesikular, wh -/-, rh -/o Cor
: S1 S2 regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
-

Inspeksi : dam contour (+)


Palpasi
: defens muskular (+), nyeri tekan (+) pada seluruh bagian perut
Perkusi : timpani
Auskultasi : BU berkurang

Ekstremitas
IV.

Atas
Bawah

: simetris, atrofi (+)


: simetris, atrofi (+)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Jenis pemeriksaan
Hematologi Rutin
Leukosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
MCH
MCV

Hasil
10,7
4*
9,9*
31*
623*
76*
24,6

Satuan
ribu
juta
g/dL
%
ribu
pg
fL

Nilai normal
4,5 13,5
4,4 5,9
10,8 15,6
40 -52
156 406
80 100
26 34

MCHC
32,5 g/dL
RDW
21* %
Kimia klinik
pH
7,44
pCO2
25* mmHg
pO2
165* mmHg
Bikarbonat
17* mmol/L
Total CO2
18* mmol/L
Saturasi O2
100 %
Kelebihan Basa (BE)
-4,4 mEq/L
Metabolisme Karbohidrat
GDS
111* mg/dL
Faal hemostasis
Waktu perdarahan
3 mg/dL
Waktu pembekuan
13 mg/dL
Elektrolit
Natrium
132* mmol/L
Kalium
4,1 mmol/L
Clorida
103 mmol/L
Tubex TF
4

32 36
<14
7,35 7,45
35 45
80 100
21 28
23 37
95 100
-2,5 2,5
60 100
16
5 15
135 - 155
3,6 5,5
98 - 109
<2: Negative (tidak
menunjukkan tifoid
aktif)
3
:

borderline

(tidak

dapat

disimpulkan,
diulang

beberapa

hari kemudian)
4-5
:
positif
(infeksi

demam

tifoid aktif)
>6
:
posisitf
(indikasi kuat tifoid
CRP Kuantitatif
V.

DIAGNOSIS
Diagnosis kerja

VI.

77

aktif)
<5

: Suspect ileus obstruktif (dd paralitik)

TATALAKSANA
- Puasa, pasang NGT alirkan untuk dekompresi
- Inj. Ceftriaxon 2 x 1 drip
- IUFD KaEn IB 4 cc/KgBB/jam
- IUFD aminofusin 250cc/24 jam

Tidak diberikan microlax suppositoria


Persiapan operasi

DATA FOLLOW UP HARIAN

BAB III
ANALISIS KASUS
Pada kasus ini seorang pria berusia 37 tahun datang dengan keluhan kedua tungkai
yang tidak dapat digerakkan sejak 1 jam sebelum masuk Rumah Sakit. Diagnosis pada pasien
adalah adanya lesi pada medula spinalis dikarenakan tumor intradural ekstramedular. Pada
pasien sendiri memiliki beberapa faktor risiko untuk terjadinya tumor tersebut. Secara
epidemiologi, angka kejadian pada laki-laki didapatkan lebih banyak. Kebiasaan merokok
yang dilakukan pasien juga menjadi faktor resiko.
Keluhan utama yang diutarakan oleh pasien berupa kedua tungkai yang tidak dapat
digerakkan pada umumnya dapat disebabkan oleh berbagai hal. Begitu pula dengan keluhan
tambahan pasien berupa adanya rasa panas dan kesemutan yang dirasakan pada bagian dada
hingga tungkai. Namun pada pasien, keluhan ini merupakan manifestasi akibat adanya lesi
pada medula spinalis.
Medulla spinalis merupakan organ berbentuk silindris yang dimulai dari foramen
magnum di tulang tengkorak sampai dengan dua pertiga seluruh panjang kanal vertebralis
(dibentuk dari seluruh foramen vertebralis), berkesinambungan dengan medulla oblongata di
otak, dan bagian terujung dari medulla spinalis terletak di batas bawah vertebra lumbar
pertama pada orang dewasa dan batas bawah vertebra lumbar ketiga pada anak-anak. 4
Medulla spinalis dikelilingi oleh 3 lapisan meninges, antara lain duramater, araknoid, dan
piamater. Selain itu, likuor cerebrospinalis (LCS) yang berada dalam rongga subaraknoid juga
memberikan perlindungan tambahan bagi medulla spinalis.
Medula spinalis adalah bagian dari sistem saraf pusat yang menjadi jalur informasi
antara otak dan bagian tubuh yang lainnya. Kolumna vertebralis terdiri dari 33 vertebra yang
terdiri dari 7 bagian servikal, 12 bagian thorakal, 5 bagian lumbar, 5 bagian sakral dan 4
bagian koksigeal. Masing-masing celah vertebra memiliki bantalan yang berisi kartilago yang
disebut dengan diskus invertebralis.

Medulla spinalis terdiri dari dua substansia, antara lain substansia kelabu (gray
matter) yang terletak internal dan substansia alba (white matter) yang terletak secara
eksternal.4,5 Secara umum, substansia alba terdiri dari traktus ascending (sensorik) dan
descending (motorik), sedangkan substansia kelabu dapat dibagi menjadi 10 lamina atau 3
bagian (kornu anterior, posterior, dan lateral) yang tersusun dari nukleus-nukleus yang
berperan dalam potensi aksi neuron-neuron.3

Pada anamnesis didapatkan bahwa pada awalnya pasien merasakan kesemutan dan
rasa panas dimulai dari tungkai kiri hingga ke bagian dada. Hal ini dapat diartikan bahwa
tumor pertama kali mendesak bagian lateral medula spinalis dimana pada daerah ini terdapat
jalur spinothalamikus lateral yang berfungsi menyalurkan impuls mengenai nyeri dan suhu
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan nilai kekuatan motorik pada kedua tungkai adalah
0 atau dapat disebut dengan paraplegi. Jalur motorik dimulai dengan adanya impuls motorik
gerakan volunter yang dicetuskan di girus presentralis lobus frontalis (korteks motorik primer,
area 4 Broadmann) dan area kortikal di sekitarnya (neuron motorik pertama). Impuls tersebut
berjalan di dalam jaras serabut yang panjang (terutama traktus kortikonuklearis dan traktus
kortikospinalis/jaras piramidal) melewati batang otak dan turun ke medulla spinalis ke kornu
anterior, tempat saraf membentuk kontak sinaptik dengan neuron motorik kedua. Impuls yang
terbentuk di neuron motorik kedua pada nuklei nervi kranialis dan kornu anterior medula
spinals berjalan melewati radiks anterior, pleksus saraf serta saraf perifer menuju otot rangka.
Paraplegi yang dialami pasien disebabkan karena adanya tumor pada medula spinalis
sehingga terjadi gangguan penghantaran impuls.
Pada pemeriksaan sensori didapatkan adanya defisit sensoris rasa nyeri tajam-tumpul,
rasa raba, dan raba kasar / tekan dengan batas setinggi Th IV V. Proses perseptual dimulai

dari organ reseptor yang menerima rangsang dan menghantarkan impuls ke serabut saraf
aferen. Impuls dihantarkan menuju badan sel neuron yang terletak di ganglion radiks dorsalis.
Setelah itu, impuls dilanjutkan menuju sistem saraf pusat. Hasil pemeriksaan yang telah
dilakukan dapat memberikan gambaran jaras sensoris yang mengalami gangguan akibat
kompresi dari tumor medula spinalis yang dialami pasien. Pemeriksaan sensoris yang sesuai
dengan dermatom juga dapat menggambarkan ketinggian lesi medula spinalis.4
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pasien pertama kali berupa pemeriksaan darah
rutin, kadar gula darah sewaktu, fungsi ginjal, dan elektrolit. Tidak ada kelainan yang
bermakna pada pemeriksaan tersebuy. Pasien juga dilakukan pemeriksaan analisa gas darah.
Pada hasil pemeriksaan analisa gas darah didapatkan pCO2 , kadar bikarbonat, dan total CO2
yang lebih rendah daripada kadar seharusnya sedangkan kadar pO2 didapatkan lebih tinggi.
Hal ini dapat diartikan bahwa pasien dalam keadaan alkalosis respiratorik. Nilai pH pada
pasien didapatkan masih dalam batas normal sehingga dapat diartikan bahwa keadaan
tersebut sudah terkompensasi.
Pasien direncanakan untuk dilakukan pemeriksaan ENMG dan lumbal pungsi untuk
mengetahui penyebab keluhan yang dialami pasien. ENMG dilakukan untuk melihat adanya
gangguan pada saraf tepi. Namun, kedua pemeriksaan yang telah direncanakan tersebut tidak
dilakukan karena penyebab keluhan pasien telah ditemukan melalui pemeriksaan MRI.
Menurut ekspertise, pada pemeriksaan MRI didapatkan hasil massa intradural ekstramedular
yang letaknya di posterior kanan, terlihat mulai setinngi C6 sampai Th3 menyerap kontras di
tepinya, suspect calcified meningioma yang mendorong spinal cord ke arah anterior kiri.
Pemeriksaan MRI pada tumor medula spinalis dapat memberikan beberapa gambaran
yang berbeda sehingga tumor tersebut dapat dikelompokkan berdasarkan letaknya. Tumor
tersebut dapat berupa tumor ekstradural dan tumor intradural yang dibedakan menjadi tumor
intradural ekstramedular dan tumor intradural intramedular.
Tatalaksana
Penatalaksanaan untuk sebagian besar tumor baik intramedular maupun ekstramedular
adalah dengan pembedahan. Tujuannya adalah untuk menghilangkan tumor secara total
dengan menyelamatkan fungsi neurologis secara maksimal. Kebanyakan tumor intraduralekstramedular dapat direseksi secara total dengan gangguan neurologis yang minimal atau
bahkan tidak ada post operatif. Tumor-tumor yang mempunyai pola pertumbuhan yang cepat

dan agresif secara histologis dan tidak secara total dihilangkan melalui operasi dapat diterapi
dengan terapi radiasi post operasi.2
Terapi medikamentosa yang diberikan pada pasien berupa metilprednisolon dalam
bentuk injeksi (mengurangi inflamasi, mungkin juga dapat menunjukkan adanya perbaikan
neurologis), Bio ATP, lapibal, dan mecobalamin dengan tujuan untuk memperbaiki jaringan
saraf sehingga dapat memperbaiki gangguan sensoris ataupun motoris. Cairan yang diberikan
berupa assering sebagai cairan fisiologis dan KaEn yang kaya akan kalium yang berperan
dalam kontraksi otor.
Pasien dirujuk ke rumah sakit tersier (RSCM) untuk dilakukan pengkajian dan
tatalaksana lebih lanjut. Terapi yang mungkin didapatkan pasien berupa pembedahan dan
terapi radiasi. Terapi pembedahan memiliki beberapa indikasi antaralain apabila tumor dan
jaringan tidak dapat didiagnosis, medula spinalis yang tidak stabil, kegagalan terapi radiasi
dan rekurensi setelah radiasi maksimal.2
Prognosis
Prognosis pasien secara ad vitam adalah ad bonam. Keadaan dapat semakin buruk
seiring meningkatnya umur (>60 tahun). Secara fungsionam, prognosis pasien adalah dubia
dan sanationam adalah dubia ad bonam.

DAFTAR PUSTAKA
1. American Cancer Society. Brain and spinal cord tumors in adult. Available at: ].
http://www.cancer.org/acs/groups/cid/documents/webcontent/003088-pdf.

Accessed

October 3rd, 2015.


2. Raj VS, Lofton L. Rehabilitation and treatment of spinal cord tumors. J Spinal Cord
Med. 2013 Jan; 36(1): 411.
3. Baron BJ, McSherry KJ, Larson, Jr. JL, Scalea TM. Chapter 255. Spine and Spinal
Cord Trauma. In: Tintinalli JE, Stapczynski JS, Cline DM, Ma OJ, Cydulka RK,
Meckler GD, eds.Tintinallis Emergency Medicine: A Comprehensive Study Guide. 7th
ed.

New

York:

McGraw-Hill;

2011.

Available

at:

http://www.accessmedicine.com/content.aspx?aID=6389092. Accessed September 30,


2013
4. Baehr M, Frotscher M. Diagnosis Topik Neurologis DUUS. 4th Ed. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC; 2007;16-94.

Anda mungkin juga menyukai