Payment Point Online Bank Dalam Hukum Perbankan
Payment Point Online Bank Dalam Hukum Perbankan
tercatat di bursa efek, melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan
kegiatan wali amanat, menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain
berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia, melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang
tidak bertentangan dengan Undang-undang dan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Kegiatan lain yang dilakukan perbankan misalnya adalah pemberian
layanan perbankan melalui media elektronik atau selanjutnya disebut Electronic
Banking. Electronic Banking menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor
9/15/PBI/2007 tentang Penerapan Manajemen Resiko dalam Penggunaan
Teknologi Informasi oleh Bank Umum adalah layanan yang memungkinkan
nasabah Bank untuk memperoleh informasi, melakukan komunikasi, dan
melakukan transaksi perbankan melalui media elektronik antara lain ATM, phone
banking, electronic fund transfer, internet banking, mobile phone.
B. Aspek hukum system payment point online bank dalam hukum Perbankan
Persoalan mengenai transaksi jual beli tidak terlepas dari perjanjian,
karena setiap proses jual beli pasti akan diawali dengan sebuah kesepakatan, yang
mana kesepakatan ini dituangkan dalam suatu perjanjian. Berdasarkan ketentuan
Pasal 1313 Burgerlijk Wetboek (BW), disebutkan bahwa suatu perjanjian adalah
suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya dengan
satu orang lain atau lebih. Perjanjian dapat dilakukan oleh para pihak sesuai
kehendaknya masing-masing baik dari segi bentuk, macam maupun isinya, hal ini
merupakan wujud dari asas kebebasan berkontrak sebagaimana diatur dalam Pasal
1338 ayat (1) BW yang menyatakan bahwa suatu perjanjian yang dibuat secara
sah berlaku sebagai undang-undang bagi para pembuatnya. Namun demikian
sebebas apapun seseorang membuat perjanjian tetap harus memperhatikan syarat
sahnya perjanjian seperti termuat dalam ketentuan pasal 1320 BW, tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, kesusilaan dan
ketertiban umum. Adapun untuk sahnya suatu perjanjian menurut ketentuan Pasal
1320 KUH Perdata adalah:
1. Adanya kesepakatan bagi para pihak yang mengikatkan diri
Yang dimaksud dengan kesepakatan di sini adalah adanya rasa ikhlas atau
saling memberi dan menerima atau sukarela di antara pihak-pihak yang
membuat perjanjian tersebut. Kesepakatan tidak ada apabila kontrak dibuat
atas dasar paksaan, penipuan atau kekhilafan.
2. Adanya kecapakapan untuk membuat suatu perjanjian
Kecakapan di sini artinya para pihak dalam perjanjian haruslah orangorang yang oleh hukum dinyatakan sebagai subyek hukum. Pada dasarnya
semua orang menurut hukum cakap untuk membuat kontrak. Yang tidak
cakap adalah orang-orang yang ditentukan hukum, yaitu anak-anak, orang
dewasa yang ditempatkan di bawah pengawasan (curatele), dan orang
sakit jiwa. Anak-anak adalah mereka yang belum dewasa yang menurut
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan belum berumur
18 (delapan belas) tahun. Meskipun belum berumur 18 (delapan belas)
tahun, apabila seseorang telah atau pernah kawin dianggap sudah dewasa,
berarti cakap untuk membuat perjanjian.
3. Suatu hal tertentu
Hal tertentu maksudnya objek yang diatur dalam perjanjian tersebut harus
jelas, setidak-tidaknya dapat ditentukan. Jadi tidak boleh samar-samar. Hal
ini penting untuk memberikan jaminan atau kepastian kepada pihak-pihak
dan mencegah timbulnya perjanjian fiktif.
4. Suatu sebab yang halal.
Maksudnya isi perjanjian tidak boleh bertentangan dengan perundangundangan yang sifatnya memaksa, ketertiban umum, dan atau kesusilaan.
Salah satu teori hukum kontrak klasik adalah teori kehendak. Menurut
teori kehendak, suatu kontrak menghadirkan suatu ungkapan kehendak di antara
para pihak, yang harus dihormati dan dipaksakan oleh pengadilan. Dalam teori
kehendak terdapat asumsi bahwa suatu kontrak melibatkan kewajiban yang
dibebankan terhadap para pihak.
Gr. Van der Burght mengemukakan bahwa selain teori kehendak sebagai
teori klasik yang tetap dipertahankan, terdapat beberapa teori yang dipergunakan
untuk timbulnya suatu kesepakatan, yaitu: 10
1. Ajaran kehendak (wilsleer), dimana ajaran ini mengutarakan bahwa faktor
yang menentukan terbentuk tidaknya suatu persetujuan adalah suara batin
yang ada dalam kehendak subjektif para calon kontraktan.
Johannes Ibrahim dan Lindawaty Sewu, Hukum Bisnis dalam Persepsi Manusia
Modern, (Bandung: Refika Aditama, 2004), hal. 39
10
Ibid, hal. 40
kepercayaan
(vetrouwensleer),
ajaran
ini
mengandalkan
11
dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain
atau lebih. 12
Menurut R. Setiawan, rumusan tersebut selain tidak lengkap juga sangat
luas. Tidak lengkap karena hanya menyebutkan persetujuan sepihak saja. Sangat
luas karena dipergunakannya perkataan perbuatan yang berarti tercakup juga
perwakilan sukarela dan perbuatan melawan hukum. Sehubungan dengan itu,
perlu kiranya diadakan perbaikan mengenai defenisi tersebut, sehingga
perumusannya menjadi: Perjanjian adalah suatu perbuatan hukum, dimana satu
orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap
satu orang atau lebih. 13
Sesuai dengan perkembangannya, perjanjian bukan lagi sebagai perbuatan
hukum, melainkan merupakan hubungan hukum. Pandangan ini dikemukakan
oleh Van Dunne, yang mengartikan tentang perjanjian, yaitu: suatu hubungan
hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan
akibat hukum. 14
Dalam rangka menciptkan keseimbangan dan memelihara hak-hak yang
dimiliki oleh para pihak sebelum perjanjian yang dibuat menjadi perikatan yang
mengikat bagi para pihak, oleh KUH Perdata diberikan berbaga asas umum, yang
merupakan pedoman atau patokan, serta menjadi batas atau rambu dalam
mengatur dan membentuk perjanjian yang akan dibuat, hingga pada akhirnya
12
15
untuk mengamankan
pendapatan dari penjualan energi listrik; bisnis PT. PLN (Persero) pun akan makin
efisien, dan PT. PLN (Persero) terhindar dari resiko-resiko penanganan uang kas,
seperti perampokan dan penggelapan, karena jasa tagih rekening listrik secara
konvensional dianggap kurang menarik, payment point yang tersedia tidak
berkembang, sehingga pelanggan sulit bayar karena lingkup pembayaran terbatas
pada satu loket.
Karena adanya pengalihan sistem baru, dari sistem konvensional menjadi
sistem system payment point online bank ini, maka untuk setiap transaksi
pembayaran tagihan listrik melalui system payment point online bank, para
konsumen/ pelanggan listrik dikenakan biaya administrasi bank sebesar Rp. 1600
(seribu enam ratus rupiah). Biaya ini ditetapkan oleh masing-masing bank. 17
System payment point online bank ini melibatkan beberapa pola kerjasama
antara beberapa pihak yang terkait, antara lain: 18
1. PT. PLN (Persero) dan bank penyelenggara menandatangani perjanjian
kerjasama lengkap dengan standar prosedur pelayanan
2. PT. PLN (Persero) dan switching provider menandatangani perjanjian
kerjasama lengkap dengan standar prosedur pelayanan.
3. Bank dan switching provider juga ada perjanjian kerjasama, namun dalam
hal ini PT. PLN (Persero) tidak masuk.
4. Perjanjian kerjasama bank dengan mitra bisnis (up line loket)
5. Perjanjian kerjasama bank dengan merchant/ loket pembayaran rekening
listrik (downline bank langsung).
Perjanjian kerjasama ini meliputi juga tanggung jawab para pihak dalam
hal terjadi pembayaran ganda, kesalahan pembayaran tagihan listrik dan tagihan
lainnya, atau kesalahan perhitungan tagihan listrik dan tagihan lainnya yang
mengakibatkan pelanggan membayar lebih tinggi dari yang seharusnya.
teknologi
informasi
semakin
memperlihatkan
Sosialisasi System Payment Point Online Bank Bank Daerah Distribusi Jawa Barat dan
Banten, (Banten: PT. PLN (Persero) Distribusi Jawa Barat dan Banten, 2009), hal. 5.
18
Ibid, hal. 10
19
atau
memiliki
persesuaian
kemauan
dan
saling
tersebut,
merchant
wajib
menyatakan
dengan
tegas
20
diri masing-masing terhadap isi perjanjian dengan itikad baik. Selain itu,
dalam jual beli secara elektronik juga harus dilandasi dengan asas moral,
yang mana pelaksanaan perjanjian jual beli secara elektronik tersebut
dilakukan berdasarkan moral sebagai panggilan hati nurani untuk
melaksanakan kewajibannya sebagaimana ditentukan dalam perjanjian
dengan penuh kesadaran dan moral yang tinggi.
3. Suatu hal tertentu berhubungan dengan objek perjanjian atau disebut juga
prestasi.
Menurut Pasal 1234 Burgerlijk Wetboek, prestasi dapat berupa memberi
sesuatu, berbuat sesuatu dan tidak berbuat sesuatu. Pasal 1333 Burgerlijk
Wetboek mengatur bahwa yang menjadi objek perjanjian harus tertentu
atau setidak-tidaknya dapat ditentukan jenis dan jumlahnya. Selain itu,
prestasi dari suatu perikatan harus memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut3: 21
a. Harus diperkenankan, artinya bahwa objek perjanjian yang telah
disepakati antara merchant dan costumer tidak boleh bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan, tidak bertentangan dengan
ketertiban umum dan kesusilaan. Dalam hal ini transaksi secara
elektronik melalui thread kaskus.us tidak bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b. Harus tertentu atau dapat ditentukan, artinya prestasi tersebut harus
dapat ditentukan dengan jelas mengenai jenis maupun jumlahnya. Hal
21
22
Ibid, hal.
lain yang dijadikan sebagai alat bukti yang dibuat secara elektronik memiliki
kekuatan.
Menurut pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan,
perbankan merupakan segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup
kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan
usahanya. Salah satu pelaksanaan kegiatan usaha perbankan dalam memberikan
pelayanan kepada nasabah bisa dilakukan dengan cara konvensional ataupun
melalui media alternatif lain seperti jasa transaksi secara on line. Jasa perbankan
dalam transaksi secara on line merupakan suatu bentuk pemanfaatan media
internet oleh bank untuk melakukan transaksi secara on line, baik dari produk
yang sifatnya konvensional maupun yang baru. 23 Khusus berkenaan dengan
konsep transaksi secara on line, terdapat hal serius yang harus dicermati yaitu
mengenai keamanan transaksi perbankan yang dilakukan oleh konsumen. Hal ini
dikarenakan karakteristik layanan transaksi secara on line yang rawan akan aspek
perlindungan kepentingan pribadi konsumen pengguna jasa tersebut. Dengan
demikian, salah satu kewajiban bank adalah menjamin keabsahan transaksi
nasabah sebagai konsumen pengguna jasa perbankan, munculnya pemanfaatan
layanan transaksi secara on line dalam dunia perbankan semakin mempersulit
terjaminnya transaksi nasabah tersebut.
23