Anda di halaman 1dari 18

BAB II

SYSTEM PAYMENT POINT ONLINE BANK


DALAM HUKUM PERBANKAN

A. Dasar Hukum System Payment Point Online Bank dalam Hukum


Perbankan
PPOB (Payment Point Online Bank) adalah Satu kesatuan Sistem
Hardware dan Sistem Software Aplikasi, Jaringan Komunikasi Data dan
Rekonsiliasi Data sehingga dapat berfungsi sebagai media interaksi sistem
pembayaran tagihan apapun secara online dengan pihak bank sebagai
penyelenggara sekaligus penampung dana pelanggan untuk diteruskan kepada
mitra kerjanya. Payment Point adalah tempat atau loket yang menerima
pembayaran pelanggan yang dikelola oleh perorangan, atau badan usaha yang
telah bermitra kerja dengan Collecting Agent. Collecting Agent (CA) adalah badan
usaha atau lembaga lain yang telah menjalin kerjasama dengan pihak perbankan
sebagai penyelenggara dan penampungan dana tagihan dari pelanggan. Jasa
Layanan PPOB adalah jasa penerimaan setoran tagihan dari pelanggan sebuah
perusahaan yang telah ikut jadi mitra dalam sistem PPOB tersebut, seperti
pelayanan pembayaran tagihan Listrik dan tagihan telpon. Switching Company
adalah perusahaan yang telah bekerjasama dengan pihak perbankan yang bertugas
sebagai penghubung data antara jaringan pihak perusahan yang bermitra PPOB
dengan pihak perbankan.
System payment point online bank merupakan layanan yang digunakan
oleh lembaga keuangan, dalam hal ini adalah bank. Pengertian bank menurut
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas

Universitas Sumatera Utara

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan (yang selanjutnya


dalam penulisan ini disebut dengan UU Perbankan), yaitu :
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Usaha bank menurut Pasal 1 angka 3 UU Perbankan adalah :
Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional dan atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam
kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Selanjutnya dalam Pasal 6 UU Perbankan, disebutkan bahwa usaha bank
umum adalah menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa
giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya
yang dipersamakan dengan itu, memberikan kredit, menerbitkan surat pengakuan
hutang, membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk
kepentingan dan atas perintah nasabahnya, memindahkan uang baik untuk
kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah, menempatkan dana
pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana kepada bank lain, baik
dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk,
cek atau sarana lainnya, menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga
dan melakukan perhitungan dengan antar pihak ketiga, menyediakan tempat untuk
menyimpan barang dan surat berharga, melakukan kegiatan penitipan untuk
kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak, melakukan penempatan dana
dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak

Universitas Sumatera Utara

tercatat di bursa efek, melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan
kegiatan wali amanat, menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain
berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia, melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang
tidak bertentangan dengan Undang-undang dan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Kegiatan lain yang dilakukan perbankan misalnya adalah pemberian
layanan perbankan melalui media elektronik atau selanjutnya disebut Electronic
Banking. Electronic Banking menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor
9/15/PBI/2007 tentang Penerapan Manajemen Resiko dalam Penggunaan
Teknologi Informasi oleh Bank Umum adalah layanan yang memungkinkan
nasabah Bank untuk memperoleh informasi, melakukan komunikasi, dan
melakukan transaksi perbankan melalui media elektronik antara lain ATM, phone
banking, electronic fund transfer, internet banking, mobile phone.

B. Aspek hukum system payment point online bank dalam hukum Perbankan
Persoalan mengenai transaksi jual beli tidak terlepas dari perjanjian,
karena setiap proses jual beli pasti akan diawali dengan sebuah kesepakatan, yang
mana kesepakatan ini dituangkan dalam suatu perjanjian. Berdasarkan ketentuan
Pasal 1313 Burgerlijk Wetboek (BW), disebutkan bahwa suatu perjanjian adalah
suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya dengan
satu orang lain atau lebih. Perjanjian dapat dilakukan oleh para pihak sesuai
kehendaknya masing-masing baik dari segi bentuk, macam maupun isinya, hal ini

Universitas Sumatera Utara

merupakan wujud dari asas kebebasan berkontrak sebagaimana diatur dalam Pasal
1338 ayat (1) BW yang menyatakan bahwa suatu perjanjian yang dibuat secara
sah berlaku sebagai undang-undang bagi para pembuatnya. Namun demikian
sebebas apapun seseorang membuat perjanjian tetap harus memperhatikan syarat
sahnya perjanjian seperti termuat dalam ketentuan pasal 1320 BW, tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, kesusilaan dan
ketertiban umum. Adapun untuk sahnya suatu perjanjian menurut ketentuan Pasal
1320 KUH Perdata adalah:
1. Adanya kesepakatan bagi para pihak yang mengikatkan diri
Yang dimaksud dengan kesepakatan di sini adalah adanya rasa ikhlas atau
saling memberi dan menerima atau sukarela di antara pihak-pihak yang
membuat perjanjian tersebut. Kesepakatan tidak ada apabila kontrak dibuat
atas dasar paksaan, penipuan atau kekhilafan.
2. Adanya kecapakapan untuk membuat suatu perjanjian
Kecakapan di sini artinya para pihak dalam perjanjian haruslah orangorang yang oleh hukum dinyatakan sebagai subyek hukum. Pada dasarnya
semua orang menurut hukum cakap untuk membuat kontrak. Yang tidak
cakap adalah orang-orang yang ditentukan hukum, yaitu anak-anak, orang
dewasa yang ditempatkan di bawah pengawasan (curatele), dan orang
sakit jiwa. Anak-anak adalah mereka yang belum dewasa yang menurut
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan belum berumur
18 (delapan belas) tahun. Meskipun belum berumur 18 (delapan belas)

Universitas Sumatera Utara

tahun, apabila seseorang telah atau pernah kawin dianggap sudah dewasa,
berarti cakap untuk membuat perjanjian.
3. Suatu hal tertentu
Hal tertentu maksudnya objek yang diatur dalam perjanjian tersebut harus
jelas, setidak-tidaknya dapat ditentukan. Jadi tidak boleh samar-samar. Hal
ini penting untuk memberikan jaminan atau kepastian kepada pihak-pihak
dan mencegah timbulnya perjanjian fiktif.
4. Suatu sebab yang halal.
Maksudnya isi perjanjian tidak boleh bertentangan dengan perundangundangan yang sifatnya memaksa, ketertiban umum, dan atau kesusilaan.
Salah satu teori hukum kontrak klasik adalah teori kehendak. Menurut
teori kehendak, suatu kontrak menghadirkan suatu ungkapan kehendak di antara
para pihak, yang harus dihormati dan dipaksakan oleh pengadilan. Dalam teori
kehendak terdapat asumsi bahwa suatu kontrak melibatkan kewajiban yang
dibebankan terhadap para pihak.

Gr. Van der Burght mengemukakan bahwa selain teori kehendak sebagai
teori klasik yang tetap dipertahankan, terdapat beberapa teori yang dipergunakan
untuk timbulnya suatu kesepakatan, yaitu: 10
1. Ajaran kehendak (wilsleer), dimana ajaran ini mengutarakan bahwa faktor
yang menentukan terbentuk tidaknya suatu persetujuan adalah suara batin
yang ada dalam kehendak subjektif para calon kontraktan.

Johannes Ibrahim dan Lindawaty Sewu, Hukum Bisnis dalam Persepsi Manusia
Modern, (Bandung: Refika Aditama, 2004), hal. 39
10
Ibid, hal. 40

Universitas Sumatera Utara

2. Pandangan normatif Van Dunne, dalam ajaran ini kehendak sedikitpun


tidak memainkan peranan. Apakah suatu persetujuan telah terbentuk pada
hakikatnya tergantung pada penafsiran normatif para pihak pada
persetujan ini tentang dan peristiwa yang dihadapi bersama;
3. Ajaran

kepercayaan

(vetrouwensleer),

ajaran

ini

mengandalkan

kepercayaan yang dibangkitkan oleh pihak lawan, bahwa ia sepakat dan


oleh karena itu telah memenuhi persyaratan tanda persetujuannya bagi
terbentuknya suatu persetujuan.
Perjanjian dibuat dengan pengetahuan dan kehendak bersama dari para
pihak, dengan tujuan untuk menciptakan atau melahirkan kewajiban pada salah
satu atau kedua belah pihak yang membuat perjanjian tersebut. Perjanjian sebagai
sumber perikatan berbeda dari sumber perikatan lain, berdasarkan pada sifat
kesukarelaan dari pihak yang berkwajiban untuk melakukan prestasi terhadap
lawan pihaknya dalam perikatan tersebut. Dalam perjanjian, pihak yang wajib
untuk melakukan suatu prestasi, dalam hal ini debitur, dapat menentukan terlebih
dahulu, dengan menyesuaikan pada kemampuannya untuk memenuhi prestasi dan
untuk menyelarasakan dengan hak yang ada pada lawan pihaknya, apa, kapan,
dimana, dan bagaimana ia akan memenuhi prestasinya. 11
Membicarakan perjanjian, tidak dapat dilepaskan dari KUH Perdata.
Menurut pasal 1313 KUH Perdata, perjanjian dirumuskan sebagai suatu perbuatan

11

Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Op. cit, hal. 14

Universitas Sumatera Utara

dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain
atau lebih. 12
Menurut R. Setiawan, rumusan tersebut selain tidak lengkap juga sangat
luas. Tidak lengkap karena hanya menyebutkan persetujuan sepihak saja. Sangat
luas karena dipergunakannya perkataan perbuatan yang berarti tercakup juga
perwakilan sukarela dan perbuatan melawan hukum. Sehubungan dengan itu,
perlu kiranya diadakan perbaikan mengenai defenisi tersebut, sehingga
perumusannya menjadi: Perjanjian adalah suatu perbuatan hukum, dimana satu
orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap
satu orang atau lebih. 13
Sesuai dengan perkembangannya, perjanjian bukan lagi sebagai perbuatan
hukum, melainkan merupakan hubungan hukum. Pandangan ini dikemukakan
oleh Van Dunne, yang mengartikan tentang perjanjian, yaitu: suatu hubungan
hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan
akibat hukum. 14
Dalam rangka menciptkan keseimbangan dan memelihara hak-hak yang
dimiliki oleh para pihak sebelum perjanjian yang dibuat menjadi perikatan yang
mengikat bagi para pihak, oleh KUH Perdata diberikan berbaga asas umum, yang
merupakan pedoman atau patokan, serta menjadi batas atau rambu dalam
mengatur dan membentuk perjanjian yang akan dibuat, hingga pada akhirnya

12

Pasal 1313 KUH Perdata


R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, (Bandung: Binacipta, 1979), hal. 49.
14
Lely Niwan, Hukum Perjanjian, (Yogyakarta: Dewan Kerjasama Ilmu Hukum
Belanda Dengan Indonesia Proyek Hukum Perdata, 1987), hal. 26
13

Universitas Sumatera Utara

menjadi perikatan yang berlaku bagi para pihak,yang dapat dipaksakan


pelaksanaannya atau pemenuhannya. 15
Adapun prinsip-prinsip atau asas-asas yang menguasai hukum perjanjian
yang berkaitan dengan perjanjian antara underwritter dan emiten yaiu, asas
konsensualisme, asas kebebasan berkontrak, asas kekuatan mengikat (pacta sunt
servanda), dan asas itikad baik. Asas konsensualsme dilahirkan pada saat
momentum awal perjanjian terjadi, yaitu pada detik para pihak mencapai puncak
kesepakatannya (pasal 1320 angka 1 KUH Perdata). Ketika para pihak
menentukan hak dan kewajiban serta hal-hal lain yang menjadi substansi
perjanjian, maka para pihak memasuki ruang asas kebebasan berkontrak. Dalam
asas ini para pihak dapat menentukan bentuk dan isi dengan bebas sepanjang
dapat dipertanggungjawabkan dan bukanlah sesuatu yang terlarang (Pasal 1230
angka 4 KUH Perdata). Persetujuan secara timbali balik terhadap bentuk dan isi
perjanjian ditandai dengan adanya pembubuhan tanda tangan atau dapat
dipersamakan dengan itu. Akibatnya perjanjian tersebut mengikat kedua belah
pihak dan harus dilaksanakan dengan itikad baik. Sesuai asas pacta sunt servanda
yang diatur dalam pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang menyatakan: semua
perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka
yang membuatnya dan assas itikad baik yang diatur dalam pasal 1338 ayat (3)
KUH Perdata yang menyatakan: suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan
itikad baik. 16

15

Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Op. cit, hal: 14


Gunawan Widjaja, Memahami Prinsip Keterbukaan Dalam Hukum Perdata (Seri
Hukum Bisnis), (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), hal. 263-283.
16

Universitas Sumatera Utara

PPOB merupakan layana pembayaran secara online real time, yang


diselenggarakan oleh pelaku usaha, misalnya PT. PLN, bekerjasama dengan dunia
perbankan, dan memanfaatkan fasilitas perbankan. Dengan demikian jelas bahwa
telah terjadi adanya kesepakatan antara pihak pelaku usaha dengan pihak
perbankan tentang pemanfaatan fasilitas perbankan dalam pembayaran konsumen
bagi pelaku usaha. Dengan berjalannya PPOB, maka proses pembayaran tidak lagi
bekerjasama dengan payment pont-payment point , tetapi hanya bekerjasama
dengan pihak bank atau jasa keuangan lainnya. Tidak ada proses utang piutang
dengan paymen point-payment point sebagaimana yang mungkin terjadi
sebelumnya, yang ada adalah proses rekonsiliasi keuangan dengan bank atau jasa
keuangan lainnya.
Bagi PT. PLN misalnya, latar belakang dibuatnya system payment point
online bank antara lain adalah untuk meningkatkan pelayanan PT. PLN (persero)
terhadap konsumen dan di sisi PT. PLN (Persero)

untuk mengamankan

pendapatan dari penjualan energi listrik; bisnis PT. PLN (Persero) pun akan makin
efisien, dan PT. PLN (Persero) terhindar dari resiko-resiko penanganan uang kas,
seperti perampokan dan penggelapan, karena jasa tagih rekening listrik secara
konvensional dianggap kurang menarik, payment point yang tersedia tidak
berkembang, sehingga pelanggan sulit bayar karena lingkup pembayaran terbatas
pada satu loket.
Karena adanya pengalihan sistem baru, dari sistem konvensional menjadi
sistem system payment point online bank ini, maka untuk setiap transaksi
pembayaran tagihan listrik melalui system payment point online bank, para

Universitas Sumatera Utara

konsumen/ pelanggan listrik dikenakan biaya administrasi bank sebesar Rp. 1600
(seribu enam ratus rupiah). Biaya ini ditetapkan oleh masing-masing bank. 17
System payment point online bank ini melibatkan beberapa pola kerjasama
antara beberapa pihak yang terkait, antara lain: 18
1. PT. PLN (Persero) dan bank penyelenggara menandatangani perjanjian
kerjasama lengkap dengan standar prosedur pelayanan
2. PT. PLN (Persero) dan switching provider menandatangani perjanjian
kerjasama lengkap dengan standar prosedur pelayanan.
3. Bank dan switching provider juga ada perjanjian kerjasama, namun dalam
hal ini PT. PLN (Persero) tidak masuk.
4. Perjanjian kerjasama bank dengan mitra bisnis (up line loket)
5. Perjanjian kerjasama bank dengan merchant/ loket pembayaran rekening
listrik (downline bank langsung).
Perjanjian kerjasama ini meliputi juga tanggung jawab para pihak dalam
hal terjadi pembayaran ganda, kesalahan pembayaran tagihan listrik dan tagihan
lainnya, atau kesalahan perhitungan tagihan listrik dan tagihan lainnya yang
mengakibatkan pelanggan membayar lebih tinggi dari yang seharusnya.

C. Keabsahan Transaksi System Payment Point Online Bank Berdasarkan


Undang-undang Perbankan
Kemajuan

teknologi

informasi

semakin

memperlihatkan

perkembangannya. Perkembangan tersebut meliputi perkembangan di seluruh


17

Sosialisasi System Payment Point Online Bank Bank Daerah Distribusi Jawa Barat dan
Banten, (Banten: PT. PLN (Persero) Distribusi Jawa Barat dan Banten, 2009), hal. 5.
18
Ibid, hal. 10

Universitas Sumatera Utara

aspek kehidupan yaitu ekonomi, budaya, hukum, agama, dan politik.


Perkembangan teknologi tersebut apabila dimanfaatkan secara tepat akan dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang kemudian berdampak pada
peningkatan kemakmuran masyarakat suatu negara. Teknologi informasi
merupakan cara atau metode serta proses atau produk yang menghasilkan nilai
bagi pemenuhan kebutuhan, kelangsungan, dan peningkatan mutu kehidupan
manusia. 19 Teknologi informasi memegang peranan yang penting, baik masa kini
maupun masa yang akan datang. Teknologi informasi diyakini membawa
keuntungan yang besar bagi kehidupan masyarakat. Setidaknya ada dua hal yang
membuat teknologi informasi dianggap begitu penting yaitu teknologi informasi
mendorong permintaan atas produk-produk teknologi informasi itu sendiri dan
teknologi informasi memberi kemudahan untuk melakukan transaksi bisnis pada
umumnya. Salah satu perkembangan teknologi ini adalah dengan adanya media
internet. Melalui media internet, kita dapat menciptakan suatu cara yang dapat
memudahkan system pembayaran dalam suatu transaksi.
Selanjutnya, pada proses transaksi secara on line pada dasarnya tidak jauh
berbeda dengan proses transaksi jual beli biasa di dunia nyata. Padat transaksi
secara on line menggunakan kontrak jual beli yang disebut kontrak elektronik.
Kontrak elektronik merupakan suatu kontrak yang berisi janji-janji atau
kesepakatan dan akibat dari pelanggaran atas peraturan-peraturan tersebut.
Dengan demikian pada suatu kontrak, harus ada beberapa unsur yang terpenuhi.
Oleh karena itu, setiap perjanjian jual beli yang dilakukan secara elektronik harus

19

Edmon Makarim, Op Cit, hal. 4.

Universitas Sumatera Utara

memenuhi syarat-syarat sahnya suatu perjanjian sebagaimana ditentukan dalam


Pasal 1320 Burgerlijk Wetboek, yaitu:
1. Kesepakatan para pihak
Kesepakatan para pihak artinya bahwa para pihak yang membuat
perjanjian jual beli secara elektronik yaitu merchant dan costumer telah
sepakat

atau

memiliki

persesuaian

kemauan

dan

saling

menyetujuikehendak masing-masing yang dinyatakan secara tegas ataupun


secara diam-diam, tanpa ada paksaan, kekeliruan ataupun penipuan.
Kesepakatan dalam perjanjian jual beli secara elektronik tidak harus
mensyaratkan adanya pertemuan langsung atau juga harus dibuat secara
tertulis, akan tetapi kesepakatan tersebut dapat dilakukan dengan
memanfaatkan teknologi yang ada, sehingga tidak dibutuhkan kehadiran
para pihak secara fisik untuk menyampaikan kehendak dalam suatu
perjanjian. Persesuaian kehendak antara merchant dan customer,
didasarkan pada pernyataan salah satu pihak dalam hal ini merchant,
kemudian pernyataan tersebut ditanggapi oleh pihak lainnya yaitu
customer, baik persetujuan atau penolakan persetujuan dapat diaplikasikan
dengan mengisi form pemesanan dan pembayaran dalam bentuk data
elektronik yang telah disediakan di dalam website milik merchant dan
kemudian merchant akan mengirimkan e-mail konfirmasi pembelian dan
e-mail lain kepada customer untuk memberitahukan bahwa pengiriman
barang telah dilakukan. Pernyataan dari merchant dan customer tersebut
kemudian dijadikan dasar bahwa telah ada kesepakatan antara kedua belah

Universitas Sumatera Utara

pihak, sehingga apabila dikemudian hari terdapat perselisihan antara apa


yang dikehendaki oleh customer dengan apa yang dinyatakan oleh
merchant, maka pernyataan merchant tersebut dijadikan dasar bagi
customer untuk menuntut pemenuhan prestasi dari merchant. Pada
pernyataan

tersebut,

merchant

wajib

menyatakan

dengan

tegas

keinginannya yang termuat dalam form pemesanan dan pembayaran


berupa data elektronik yang telah disediakan dalam website milik
merchant yang kemudian disetujui oleh customer tersebut, artinya apabila
dalam form pemesanan dan pembayaran yang disediakan oleh merchant
itu terdapat klausul yang tidak jelas dan dapat diartikan ke dalam berbagai
pengertian, maka harus ditafsirkan ke dalam pengertian yang tidak
merugikan customer. Apabila pernyataan merchant tidak sesuai dengan
keinginan customer atau adanya perbedaan pemahaman antara merchant
dengan customer mengenai isi perjanjian tersebut, sedangkan customer
telah mempercayai dan menyesuaikan dirinya dengan pernyataan yang
keliru, hal tersebut tidak mengakibatkan terjadinya perjanjian, namun
pihak yang mengeluarkan perjanjian tersebut tidak terlepas begitu saja dari
tanggung jawab atas akibat-akaibat yang timbul karena pernyataan keliru
yang dikeluarkan itu, sehingga dalam hal ini merchant diwajibkan untuk
membayar ganti rugi kepada pihak yang dirugikan akibat tindakannya
mengeluarkan pernyataan yang tidak jelas tersebut Pemahaman mengenai
isi perjanjian yang disebabkan ketidakjelasan pernyataan merchant maka
perjanjian tersebut tidak mengikat, akan tetapi apabila merchant sudah

Universitas Sumatera Utara

menjelaskan secara tegas dan terperinci sedangkan kekeliruan tersebut


disebabkan karena kurangnya pemahaman dari customer sendiri terhadap
isi perjanjian itu, maka perjanjian tersebut tetap mengikat.
Kata sepakat yang diperlukan untuk melahirkan suatu perjanjian
sebagaimana diamanatkan didalam Pasal 1320 Burgerlijk Wetboek
dianggap telah tercapai apabila pernyataan merchant diterima oleh
customer untuk menentukan bagaimana cara yang dapat dilakukan
customer untuk menyatakan kehendaknya atau menyetujui pernyataan dari
merchant. Pada transaksi elektronik, terdapat pola untuk mencapai
pernyataan sepakat. Suatu perjanjian dianggap telah terjadi pada saat salah
satu pihak menyatakan sepakat (menyepakati) pokok perjanjian yang
dinyatakan oleh pihak lainnya. Pernyataan tersebut yang dijadikan dasar
kesepakatan (pernyataan kehendak) dari kedua belah pihak. 20
2. Kecapakan untuk membuat suatu perikatan
Pasal 1329 Burgerlijk Wetboek menjelaskan bahwa setiap orang cakap
untuk membuat perikatan-perikatan jika oleh undang-undang tidak
dinyatakan tidak cakap, oleh karena itu, sepanjang para pihak dalam jual
beli secara elektronik adalah orang yang cakap menurut undang-undang,
maka perjanjian tersebut berlaku mengikat sebagai undang-undang bagi
mereka yang membuatnya. Pada perjanjian jual beli secara elektronik,
pelaksanaan perjanjian harus dilandasi dengan asas kepercayaan, yang
mana masing-masing pihak telah saling percaya dan saling mengikatkan

20

www.hukumonline.com. Diakses tanggal 27 Nopember 2010.

Universitas Sumatera Utara

diri masing-masing terhadap isi perjanjian dengan itikad baik. Selain itu,
dalam jual beli secara elektronik juga harus dilandasi dengan asas moral,
yang mana pelaksanaan perjanjian jual beli secara elektronik tersebut
dilakukan berdasarkan moral sebagai panggilan hati nurani untuk
melaksanakan kewajibannya sebagaimana ditentukan dalam perjanjian
dengan penuh kesadaran dan moral yang tinggi.
3. Suatu hal tertentu berhubungan dengan objek perjanjian atau disebut juga
prestasi.
Menurut Pasal 1234 Burgerlijk Wetboek, prestasi dapat berupa memberi
sesuatu, berbuat sesuatu dan tidak berbuat sesuatu. Pasal 1333 Burgerlijk
Wetboek mengatur bahwa yang menjadi objek perjanjian harus tertentu
atau setidak-tidaknya dapat ditentukan jenis dan jumlahnya. Selain itu,
prestasi dari suatu perikatan harus memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut3: 21
a. Harus diperkenankan, artinya bahwa objek perjanjian yang telah
disepakati antara merchant dan costumer tidak boleh bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan, tidak bertentangan dengan
ketertiban umum dan kesusilaan. Dalam hal ini transaksi secara
elektronik melalui thread kaskus.us tidak bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b. Harus tertentu atau dapat ditentukan, artinya prestasi tersebut harus
dapat ditentukan dengan jelas mengenai jenis maupun jumlahnya. Hal
21

Riduan Syahrani, SelukBeluk dan Asas-asas Hukum Perdata, (Bandung: Alumni,


1992), hal. 206.

Universitas Sumatera Utara

tersebut menjadikan kewajiban merchant untuk menyatakan secara


tegas mengenai penawarannya atau keinginannya kepada customer
dalam perjanjian, apabila dalam perjanjian termaksud terdapat klausa
yang tidak jelas dan dapat diartikan kedalam berbagai pengertian,
maka harus ditafsirkan kedalam pengertian yang tidak merugikan
customer (Pasal 1473 Burgerlijk Wetboek). Pada transaksi secara
elektronik melalui thread kaskus.us, merchant harus menentukan
dengan tegas nominal transaksi dan fee atau provisi dari pengelola
thread kaskus.us yang akan dibebankan kepada customer.
c. Harus mungkin dilakukan, artinya prestasi tersebut mungkin dilakukan
menurut kemampuan manusia pada umumnya dan jugaharus mungkin
dilakukan oleh merchant dan/ atau customer.
4. Suatu sebab yang halal
Pasal 1335 Burgerlijk Wetboek menyebutkan bahwa suatu perjanjian tanpa
sebab, atau yang dibuat karena sesuatu sebab yang palsu atau terlarang,
tidak mempunyai kekuatan mengikat. Dalam Pasal 1337 Burgerlijk
Wetboek dijelaskan bahwa sesuatu sebab dalam perjanjian tidak boleh
bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan
artinya bahwa dasar perjanjian jual beli secara elektronik yang dilakukan
antara merchant dengan customer tidak boleh bertentangan dengan
undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan, pada beberapa kondisi
dalam jual beli secara elektronik, tidak jarang para pihak merupakan orang
yang berbeda kewarganegaraannya sehingga berbeda pula hukum positif

Universitas Sumatera Utara

dimasing-masing pihak tersebut. Selain itu, para pihak mempunyai


perbedaan mengenai batas-batas mengenai ketertiban umum dan
kesusilaan. Dalam hal ini, penulis berpendapat bahwa perjanjian jual beli
secara elektronik yang dilakukan para pihak, tidak boleh bertentangan
dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan, baik yang
berlaku dinegara merchant maupun yang berlaku di negara customer, suatu
sebab dari perjanjian yang dibuat oleh para pihak tersebut tidak boleh
melanggar ketentuan-ketentuan atau kaidah-kaidah yang berlaku di negara
para pihak.
Prinsip-prinsip UNCITRAL medel law on electronic, menjelaskan
bahwa: 22
1. Segala bentuk informasi elektronik dalam bentuk data elektronik memiliki
akibat hukum, keabsahan ataupun kekuatan hukum.
2. Dalam hal adanya suatu informasi harus dalam bentuk tertulis, maka suatu
data elektronik dapat memenuhi syarat.
3. Dalam hal tanda tangan, maka tanda tangan elektronik itu merupakan
tanda tangan yang sah.
4. Dalam hal kekuatan pembuktian data yang bersangkutan, maka data
elektronik berupa message memiliki kekuatan dalam pembuktian.
Dengan demikian, apa yang tercantum dalam prinsip-prinsip UNCITRAL
model law on electronic, maka segala informasi, data, tandatangan dan hal-hal

22

Ibid, hal.

Universitas Sumatera Utara

lain yang dijadikan sebagai alat bukti yang dibuat secara elektronik memiliki
kekuatan.
Menurut pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan,
perbankan merupakan segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup
kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan
usahanya. Salah satu pelaksanaan kegiatan usaha perbankan dalam memberikan
pelayanan kepada nasabah bisa dilakukan dengan cara konvensional ataupun
melalui media alternatif lain seperti jasa transaksi secara on line. Jasa perbankan
dalam transaksi secara on line merupakan suatu bentuk pemanfaatan media
internet oleh bank untuk melakukan transaksi secara on line, baik dari produk
yang sifatnya konvensional maupun yang baru. 23 Khusus berkenaan dengan
konsep transaksi secara on line, terdapat hal serius yang harus dicermati yaitu
mengenai keamanan transaksi perbankan yang dilakukan oleh konsumen. Hal ini
dikarenakan karakteristik layanan transaksi secara on line yang rawan akan aspek
perlindungan kepentingan pribadi konsumen pengguna jasa tersebut. Dengan
demikian, salah satu kewajiban bank adalah menjamin keabsahan transaksi
nasabah sebagai konsumen pengguna jasa perbankan, munculnya pemanfaatan
layanan transaksi secara on line dalam dunia perbankan semakin mempersulit
terjaminnya transaksi nasabah tersebut.

23

Ibid, hal. 21.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai