Anda di halaman 1dari 4

A.

Pengertian Farmakodinamika
Pengertian farmakodinamia dalam ilmu farmakologi sebenarnya memiliki
hubungan yang cukup erat dengan farmakokinetik jika farmakokinetik lebih fokus
pada perjalanan obat-obatan dalam tubuh. Maka farmakodinamik lebih fokus
membahas dan mempelajari seputar efek obat-obatan itu sendiri di dalam tubuh baik
dalam fisiologi maupun biokimia berbagai organ tubuh serta mekanisme kerja obatobatan tersebut sendiri dalam tubuh manusia.
Farmakologi merupakan suatu studi tentang obat dan pengaruhnya terhadap
manusia (lehne,1988 dalam Kuntarti). Dalam farmakologi dikenal dengan istilah
farmakokinetik dan farmakodinamik. Farmakokinetik merupakan bagian ilmu
farmakologi yang cenderung mempelajari tentang nasib dan dan perjalanan obat
didalam tubuh dari obat itu diminum hingga mencapai tempat kerja obat itu.
Sedangkan farmakodinamik ini merupakan bagian ilmu farmakologi yang merupakan
yang mempelajari efek fisiologik dan biokimiawi obat terhadap berbagai jaringan
tubuh yang sakit maupun sehat serta mekanisme kerjanya.
B. Mekanisme Obat
Satu prinsip dasar dari farmakologi adalah molekul obat dapat mempengaruhi
komponen organisme hidup sehingga dapat menghasilkan efek atau respon. Obat
dapat bekerja dalam tubuh apabila berinteraksi atau berikatan dengan komponen
tubuh dan berdasarkan apakah obat tersebut diperantarai oleh komponen tertentu dari
sel (target obat spesifik). Ehrlich menyatakan bahwa " Corpora non agunt nisi fixata "
atau suatu obat tidak akan bekerja jika tidak berikatan dengan targetmya. Dalam
bekerja pada suatu organisme hidup, mekanisme aksi obat dibedakan menjadi :
(1) aksi non-spesifik, yaitu mekanisme aksi obat yang didasarkan sifat fisika
kimiawi yang sederhana,
(2) aksi spesifik, yaitu mekanisme aksi obat yang melibatkan interaksi dengan
komponen spesifik organisme misalnya reseptor,enzim,komponen genetik,
kanel ion.
B. 1 Aksi obat non-spesifik
Pertimbangan utama obat yang beraksi berdasarkan mekanisme fisika kimiawi
non-spesifik adalah bahwa obat tersebut tidak menunjukkan efek yang lain pada dosis
dimana obat tersebut menghasilkan suatu aksi fisikakimiawi dalam miliu fisiologi
yang sesuai. Aksi obat non-spesifik biasanya melibatkan dosis yang besar dalam
menimbulkan efek atau respon. Aksi obat non-spesisik yang berdasarkan sifat fisika
adalah aksi yang berdasarkan osmolaritas, massa fisis, adsorpsi, radioaktivitas,

radioopasitas atau muatan listrik. Sedangkan yang berdasarkan sifat kimia adalah
berdasarkan asam basa, oksidasi, reduksi atau kelasi.
Aksi obat berdasarkan sifat osmolaritas
Senyawa yang tidak melintasi membran fisiologi yang permeabel terhadap air
cenderung untuk tinggal dalam air hingga kondisi ekuilibrium osmotik tercapai. Obat yang
termasuk dalam golongan ini menimbulkan efek karena sifat osmotiknya. Contoh obat adalah
purgatif salin, diuretik osmotik, senyawa protein plasma, dan senyawa yang digunakan untuk
menurunkan tekanan intraokuler dalam glaukoma.
Aksi obat berdasarkan massa fisis
Aksi obat ini menimbulkan efek karena perubahan massa fisis dari obat tersebut.
Pemberian peroral suatu agar dan biji psillium dapat menyerap air dan mengembang
volumenya sehingga mengakibatkan peristaltik dan purgasi.
Aksi obat berdasarkan sifat adsorber
Suatu material yang partikelnya mempunyai area permukaan adsorpsi yang luas dapat
digunakan untuk pengobatan diarea, misalnya kaolin dan karbon aktif, atau untuk pengobatan
dermatologi.
Aksi obat berdasarkan rasanya
Senyawa yang mempunyai rasa pahit dapat menginduksi keluarnya asam klorida ke lambung
sehingga akan merangsang nafsu makan. Contoh senyawa adalah gentian.
Surfaktan
Kelompok utama obat-obat surfaktan meliputi sabun, yang digunakan sebagai
senyawa pembersih kulit, antiseptik dan desinfektan. Aktivitas antimikroba disebabkan oleh
gangguan membran plasma dari mikroorganisme tersebut. Surfaktan juga digunakan untuk
pengobatan flatulen, untuk membantu laksatif.
Senyawa pengoksidasi dan pereduksi
Beberapa desinfektan bereaksi sebagai senyawa pengoksidasi. Beberapa aksi obat
yang berdasarkan perubahan potensial redok dalam eritrosit adalah pengobatan
methaemoglobin dengan metilen blue dan keracunan karbon monooksida dengan sodium
nitrit. Larutan kalium permanganat konsentrasi rendah digunakan dalam keracunan morfin,
strychnin, akotinin dan pikrotoksin berdasarkan reaksi oksidasi. Akan tetapi pada konsentrasi
tinggi dapat mengakibatkan kerusakan pada beberapa sel.

Aksi obat pengendapan protein


Beberapa desinfektan misalnya fenol beraksi dengan mendenaturasi protein
mikroorganisme. Astringen dan senyawa hemostatik tertentu juga beraksi mengendapkan dan
denaturasi protein sel.
Aksi obat berdasarkan barier fisik
Demulsen mengandung gum musilago atau material minyak yang digunakan untuk
melapisi membran mukosa yang mengalami inflamasi sehingga dapat
menurunkan iritasi. Misalnya beberapa obat yang digunakan untuk penyakit iritasi
kerongkongan.
Obat radioaktivitas dan radioopasitas
Sifat spesifik dari senyawa tersebut (emisi ionisasi radiasi dan absorpsi x-ray)
berdasarkan struktur nuklear dari konstituen atom. Contoh senyawa ini adalah 131 I pada
pengobatan hipertireodisme (radioaktivitas) dan barium sulfat yang dikenal sebagai bubur
barium untuk diagnosa gangguan pada saluran pencernaan (radioopasitas).
Aksi obat berdasarkan aktivitas asam dan basa
Aktivitas asam dan basa dapat digunakan dalam pengobatan suatu penyakit. Beberapa
penyakit timbul diakibatkan karena kelebihan keasamaan atau kebasaan di organ
tertentu. Obat yang beraksi dengan menetralisasi kelebihan keasaman atau kebasaan
tersebut tergolongan dalam kelompok ini.
obat golongan ini adalah resin yang mengikat anion (kolistiramin) dan kation
(polistiren sulfonat) dalam traktus intestinal, senyawa yang mengibah pH urin tubular yang
digunakan untuk mengubah kecepatan ekskresi dari obat tertentu yang mudah terionisasi,
protamin dan senyawa polibasa lainnya yang mengantagonis aksi heparin dengan menutupi
sifat asamnya.
Senyawa pengkelat
Beberapa obat aksinya berdasarkan pembentukan kelat adalah EDTA (etilen diamin
tetra asetat) dan dimerkaprol yang dapat membentuk komplek kelat dengan logam-logam
seperti timbal atau tembaga sehingga logam tersebut dapat dikeluarkan dari tubuh.
C.1. AKSI OBAT SPESIFIK
Beberapa obat menghasilkan suatu efek setelah berikatan atau berinteraksi dengan
komponen organisme yang spesifik. Komponen organisme tersebut biasanya berupa suatu
protein. Beberapa obat beraksi sebagai substrat yang salah
atau sebagai inhibitor untuk sistem transport atau enzim. Kebanyakan obat
menghasilkan efeknya dengan aksi pada molekul yang spesifik dalam organisme, biasanya
pada membran sel. Protein tersebut dinamakan reseptor, dan secara normal merespon
senyawa kimia endogen dalam tubuh. Senyawa kimia endogen tersebut adalah substansi
transmitter sinapsis atau hormon. Sebagai contoh, asetilkolin merupakan suatu substansi
transmitter yang dilepaskan dan ujung syaraf autonom dan dapat mengaktivasi reseptor pada
otot

polos skeletal, mengawali serangkaian kejadian yang menghasilkan kontraksi otot polos.
Senyawa kimia (misalnya asetilkolin) atau obat yang mengaktivasi reseptor dan
menghasilkan respon dinamakan agonis. Beberapa obat dinamakan antagonis dapat berikatan
dengan reseptor, tapi tidak menghasilkan suatu efek. Antagonis menurunkan kemungkinan

substansi transmitter (atau agonis yang lain) untuk berinteraksi dengan reseptor sehingga
lebih lanjut dapat menurunkan atau mengeblok aksi agonis tersebut.
Aktivasi reseptor oleh suatu agonis atau hormon disertai dengan respon biokimia atau
fisiologi oleh mekanisme transduksi yang senng melibatkan molekul-molekul yang
dinamakan pembawa pesan kedua ("Second Messengers").
Interaksi antara obat dengan sisi ikatan pada reseptornya tergantung dari kesesuaian /
keterpaduan dari dua molekul tersebut. Molekul yang paling sesuai dengan reseptor dan
mempunyai jumlah ikatan yang banyak (biasanya nor,-kovalen), yang terkuat akan
mengalahkan senyawa yang lain dalam berinteraksi dengan sisi aktif reseptornya. Oleh
karenanya, senyawa tersebut mempunyai affmitas terbesar terhadap reseptornya. Secara
defmitif, afinrtas adalah kemampuan suatu senyawa / obat dalam berinteraksi dengan
reseptor. Kemampuan obat untuk berinteraksi dengan satu tipe tertentu dari reseptor
dinamakan spesifisitas. Tidak ada spesifik yang sesungguhnya, tetapi beberapa mempunyai
aksi selektif yang relatif pada satu tipe dari reseptor.
Telah dikemukakan sebelumnya bahwa terdapat beberapa komponen organisme yang
digunakan sebagai target aksi suatu obat spesifik. Target obat spesifik tersebut adalah :
Enzim
Enzim trdiri dari protein dan bekerja sebagai katalisator antara dua zat kimia, yakni
mempermudah atau mendorong suatu reaksi tanpa sendirinya turut ambil bagian. Pada
permukaan enzim terdapat suatu titk aktif biasanya suatu celah sempit, dimana dua zat kimia
yang berada dalam sirkulasi darah dapat ditangkap sehingga interaksi bisa berlangsung.
Tanpa enzim, kedua zat tidak akan berkontak dan bergerak terus dalam plasma. Enzim tidak
hanya menggabungkan melainkan dapat juga merombak molekul dari zat yang dinamakan
subsitrat.

Reseptor

Sebenamya terdapat beberapa target aksi obat spesifik lainnya. Sebagai contoh
adalah protein tertentu yang disebut dengan tubulin, sebagai target aksi dari kolsikin
(obat anti-inflamasi dan imunosupresan), protein intraseluler dikenal sebagai
imunofilin merupakan target dari beberapa obat imunosupresif misalnya siklosporin.
Target untuk senyawa kemoterapi yang mempunyai tujuan menekan.

Anda mungkin juga menyukai