BAB III
UPAYA PENANGGULANGAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA
KEKERASAN YANG MENGAKIBATKAN ORANG LUKA
28
boleh jadi kekerasan itu sudah menjadi tujuan hidupnya bukan lagi sarana untuk
mencapai tujuan itu.
Beberapa faktor yang menyebabkan mengapa kekerasan itu ada di tengahtengah kehidupan manusia, yaitu:1
1.
Faktor pelaku
Dalam faktor pelakuini, hal yang mempengaruhi yaitu termasuh ilmu jiwa
adalah yang mempelajari tindakan-tindakan atau tingkah laku manusia yang
dihubungkan dengan jiwa pada pelakunya. Kejahatan seperti tindak pidana
kekerasan yang jika dihubungkan dengan ilmu jiwa dapat diketahui bahwa
golongan yang melakukan tindak pidana kekerasan tersebut berasal dari diri
pelaku tersebut.
Faktor kondisi kejiwaan pelaku seperti tertekan juga cukup berpengaruh.
Dimana pada saat pelaku mengalami tekanan dan banyak pikiran serta kondisi
kesehatan yang lemah, mengakibatkan terganggunya kejiwaannya. Pada saat
krisis yang demikian, tanpa adanya tempat pengaduan, si pelaku terbebani dengan
banyak masalah yang harus diselesaikannya, pelaku melampiaskannya terhadap
seseorang dengan bentuk tindak kekerasan yang mengakibatkan orang lain luka.
Kekerasan yang dilakukan pelaku merupakan bentuk dari perilaku dari pelaku
yang bertindak agresif melakukan perbuatan untuk mencapai suatu tujuan.
Rehpelita Ginting, Refleksi Teologis Keimanan versus Budaya Kekerasan, terdapat disitus
http://www4.gbkpjakartapusat.org, diakses pada tanggal 29 Juni 2009.
29
2.
30
3.
Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan sekitar merupakan sarana/tempat untuk seseorang
bertumbuh dan mempelajari sesuatu yang didapatnya dari beberapa perilakuperilaku setiap orang.
Terhadap tindak pidana kekerasan secara bersama-sama yang dilakukan dalam
hal ini dapat dikatakan perbuatan pengeroyokan. Perbuatan tersebut sering
didengar ditengah-tengah masyarakat dan dilihat kejadiannya. Sehingga para
pelaku yang berinteraksi dengan masyarakat sekitarnya mempelajari dan
memahaminya. Sehingga, ketika pelaku mengalami adanya tekanan dari
seseorang, pelaku melakukan balas dendam bersama yang lainnya untuk dengan
cara kekerasan yang dilakukan bersama-sama.
Jean Jaques Rousseau mengatakan setiap manusia sesungguhnya memiliki
watak yang baik. Namun watak yang baik ini dapat menjadi berubah tidak baik
oleh karena pengaruh lingkungan atau masyarakat yang tidak baik atau jahat
sehingga manusia yang berwatak baik tersebut berubah melakukan kekerasan,
merusak dan berkeinginan untuk menguasai.3 Faktor lingkungan yang tidak
2
terdapat
disitus
http://
31
mendukung seseorang untuk mewujudkan watak yang baik itu adalah penyebab
utama munculnya kekerasan di tengah-tengah manusia.
Masyarakat boleh mengatakan bahwa lingkungan yang tidak baik akan
menyuburkan praktek-praktek kekerasan di dalamnya. Karena itu, untuk
mengatasi dan mengurangi kekerasan dalam kehidupan manusia adalah
bagaimana manusia secara bersama-sama berusaha untuk menata dan
menciptakan lingkungan atau kehidupan masyarakat yang lebih baik.
32
terjadinya
pelaku
pidana
pencurian
dengan
kekerasan
yang
33
34
upaya
penanggulangannya
secara
bersama-sama.
Dengan
2. Upaya Represif
Upaya represif adalah upaya yang dilakukan untuk mengekang, menahan
atau membuat jera, yang sifatnya menekan sehingga dapat menimbulkan rasa
takut untuk melakukan suatu perbuatan melanggar atau melawan hukum. 6 Upaya
represif ini dilakukan agar orang lain merasa takut dan tidak berani melakukan
perbuatan tersebut, dan agar pelaku suatu tindak pidana tidak berani lagi
mengulangi perbuatannya.
a. Penanganan yang cepat dan tepat dari aparat penegak hukum apabila
mendapat laporan ataupun pengaduan atas terjadinya kekerasan yang
mengakibatkan luka terhadap seseorang
35
Adanya penanganan yang cepat dan tepat dari aparat penegak hukum
apabila mendapat laporan atau pengaduan atas terjadinya tindak pidana
kekerasan yang mengakibatkan luka terhadap seseorang. Aparat penegak
hukum harus cepat tanggap dan tepat dalam memeriksa suatu kejahatan yang
terjadi setelah mendapat laporan ataupun pengaduan dalam hal ini ialah tindak
pidana kekerasan.
36
tindak
pidana
merupakan
sesuatu
yang
bersifat
eksternal
dari
pertanggungjawaban pelaku.
Pertanggungjawaban pidana hanya dapat terjadi jika sebelumnya seseorang
melakukan perbuatan tindak pidana. Apabila perbuatan seseorang telah sesuai dengan
rumusan perbuatan pidana, maka orang tersebut dapat dipidana atau dihukum sesuai
dengan besar kecilnya kesalahan yang berarti setiap perbuatan pidana dikenakan
sanksi sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Moeljatno mengatakan orang tidak mungkin dipertanggungjawabkan (dijatuhi
pidana) kalau dia tidak melakukan perbuatan pidana.7 Dalam penjelasan sebelumnya,
bahwa tindak pidana kekerasan yang merupakan suatu tindakan atau perbuatan yang
dilakukan seseorang terhadap orang lain sehingga dalam perbuatannya tersebut dapat
menyebabkan orang lain luka dapat dimintakan pertanggungjawaban terhadap pelaku
yang melakukan perbuatan tersebut.
Terhadap tindak pidana kekerasan yang dilakukan secara bersama-sama diatur
pada Pasal 170 KUHP, yang berbunyi:
ayat (1)
Chairul Huda, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada
Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan, (Jakarta: Kencana, 2006), hlm. 19.
37
38
suatu prinsip tanggung jawab yang memandang kesalahan sebagai suatu yang tidak
relevan untuk dipermasalahkan apakah pada kenyataan ada atau tidak.
Menurut doktrin strict liability (pertanggungan yang ketat), seseorang sudah
dapat dipertanggungjawabkan untuk tindak pidana tertentu walaupun pada diri orang
itu tidak ada kesalahan (Mens Rea). Secara singkat, Strict Liability diartikan sebagai
Liability without fault (pertanggungjawaban pidana tanpa kesalahan).
Dalam mempertanggungjawabkan seseorang dalam hukum pidana, harus
terbuka kemungkinan bagi pembuat untuk menjelaskan mengapa dia berbuat
demikian. Jika sistem hukum tidak membuka kesempatan demikian, maka dapat
dikatakan
tidak
terjadi
proses
yang
wajar
(due
process)
dalam