Anda di halaman 1dari 12

27

BAB III
UPAYA PENANGGULANGAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA
KEKERASAN YANG MENGAKIBATKAN ORANG LUKA

A. Faktor yang Melatarbelakangi Terjadinya Tindak Pidana Kekerasan yang


Mengakibatkan Orang Luka
Tindak pidana kekerasan dari dulu sampai sekarang masih terus berlangsung
bahkan semakin berkembang. Di dunia ini, kelihatannya, bentuk-bentuk kekerasan
juga ikut berkembang baik dari sisi kuantitas, kualitas, intensitas maupun bentuknya.
Kekerasan terjadi hampir di semua lapangan kehidupan manusia, mulai dari
kehidupan pribadi, keluarga, organisasi, masyarakat dan negara. Pemakaian
kekerasan sudah menjadi berita yang sering didengar dan saksikan baik melalui
media massa koran, televisi dan sebagainya.
Melihat begitu banyaknya praktek kekerasan dan bentuk kekerasan yang
terjadi di tengah-tengah masyarakat, nampaknya kekerasan itu sudah menjadi bagian
kehidupan manusia. Ada juga yang menjadikan kekerasan menjadi kebiasaan yang
dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Apabila kekerasan sudah menjadi jalan hidup
manusia maka ia akan memakai tindakan kekerasan untuk menyelesaikan semua
permasalahan yang dihadapinya agar apa yang dia inginkan dapat tercapai, bahkan

28

boleh jadi kekerasan itu sudah menjadi tujuan hidupnya bukan lagi sarana untuk
mencapai tujuan itu.
Beberapa faktor yang menyebabkan mengapa kekerasan itu ada di tengahtengah kehidupan manusia, yaitu:1
1.

Faktor pelaku
Dalam faktor pelakuini, hal yang mempengaruhi yaitu termasuh ilmu jiwa
adalah yang mempelajari tindakan-tindakan atau tingkah laku manusia yang
dihubungkan dengan jiwa pada pelakunya. Kejahatan seperti tindak pidana
kekerasan yang jika dihubungkan dengan ilmu jiwa dapat diketahui bahwa
golongan yang melakukan tindak pidana kekerasan tersebut berasal dari diri
pelaku tersebut.
Faktor kondisi kejiwaan pelaku seperti tertekan juga cukup berpengaruh.
Dimana pada saat pelaku mengalami tekanan dan banyak pikiran serta kondisi
kesehatan yang lemah, mengakibatkan terganggunya kejiwaannya. Pada saat
krisis yang demikian, tanpa adanya tempat pengaduan, si pelaku terbebani dengan
banyak masalah yang harus diselesaikannya, pelaku melampiaskannya terhadap
seseorang dengan bentuk tindak kekerasan yang mengakibatkan orang lain luka.
Kekerasan yang dilakukan pelaku merupakan bentuk dari perilaku dari pelaku
yang bertindak agresif melakukan perbuatan untuk mencapai suatu tujuan.

Rehpelita Ginting, Refleksi Teologis Keimanan versus Budaya Kekerasan, terdapat disitus
http://www4.gbkpjakartapusat.org, diakses pada tanggal 29 Juni 2009.

29

Adapun tujuan dari perbuatan tersebut dilakukan untuk melukai seseorang


(korban).

2.

Faktor korban sendiri


Tindak pidana kekerasan yang dilakukan secara bersama-sama tidak mungkin
begitu saja terjadi tanpa ada penyebabnya.
Dalam hal ini, faktor korban sendiri merupakan salah satu faktor penyebab
terjadinya tindak pidana kekerasan tersebut. Pelaku yang melakukan tindak
kekerasan merupakan upaya balas dendam terhadap korban. Adanya upaya balas
dendam dikarenakan korban yang memberikan tekanan-tekanan atau perbuatan
yang membuat pelaku sakit hati. Korban terus melakukannya dengan anggapan
kalau pelaku tidak berani melawan terhadap korban.
Dengan adanya perbuatan dari korban tersebut, sehingga pelaku mencari
bantuan orang lain untuk melakukan upaya balas dendam terhadap korban.
Dengan adanya beberapa orang termasuk pelaku, maka niat untuk membalaskan
dendam terhadap korban dapat dilakukan dengan tindakan kekerasan untuk
melukai korban secara fisik.

30

Menurut Cesare Lombroso, setiap perbuatan seseorang yang melakukan


perbuatan melanggar hukum karena didorong adanya niat untuk memberikan
hukuman terhadap apa telah diperbuat seseorang.2

3.

Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan sekitar merupakan sarana/tempat untuk seseorang
bertumbuh dan mempelajari sesuatu yang didapatnya dari beberapa perilakuperilaku setiap orang.
Terhadap tindak pidana kekerasan secara bersama-sama yang dilakukan dalam
hal ini dapat dikatakan perbuatan pengeroyokan. Perbuatan tersebut sering
didengar ditengah-tengah masyarakat dan dilihat kejadiannya. Sehingga para
pelaku yang berinteraksi dengan masyarakat sekitarnya mempelajari dan
memahaminya. Sehingga, ketika pelaku mengalami adanya tekanan dari
seseorang, pelaku melakukan balas dendam bersama yang lainnya untuk dengan
cara kekerasan yang dilakukan bersama-sama.
Jean Jaques Rousseau mengatakan setiap manusia sesungguhnya memiliki
watak yang baik. Namun watak yang baik ini dapat menjadi berubah tidak baik
oleh karena pengaruh lingkungan atau masyarakat yang tidak baik atau jahat
sehingga manusia yang berwatak baik tersebut berubah melakukan kekerasan,
merusak dan berkeinginan untuk menguasai.3 Faktor lingkungan yang tidak
2

Indang Sulastri, Kriminologi dan Hukum Pidana,


www.BlogAttachment.blocks.com diakses pada tanggal 01 Januari 2007.
3
Ibid.

terdapat

disitus

http://

31

mendukung seseorang untuk mewujudkan watak yang baik itu adalah penyebab
utama munculnya kekerasan di tengah-tengah manusia.
Masyarakat boleh mengatakan bahwa lingkungan yang tidak baik akan
menyuburkan praktek-praktek kekerasan di dalamnya. Karena itu, untuk
mengatasi dan mengurangi kekerasan dalam kehidupan manusia adalah
bagaimana manusia secara bersama-sama berusaha untuk menata dan
menciptakan lingkungan atau kehidupan masyarakat yang lebih baik.

B. Upaya Penanggulangan Terhadap Pelaku Tindak Pidana Kekerasan yang


Mengakibatkan Orang Luka
Penggunaan hukum pidana dalam upaya penanggulangan kejahatan hanya
bersifat bukan sebagai faktor yang menghilangkan sebab-sebab terjadinya kejahatan.
Adanya sanksi pidana hanyalah berusaha mengatasi gejala atau akibat dari penyakit
dan bukan sebagai obat (remidium) untuk mengatasi sebab-sebab terjadinya penyakit.
Menurut G. Peter Hoefnagels upaya penanggulangan kejahatan dapat
ditempuh dengan:

1. Penerapan hukum pidana (criminal law aplicationi).


2. Pencegahan tanpa pidana (prevention without punishement).

32

3. Mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan


pemidanaan lewat mass media (influencing views society on crime and
punishment/mass media).4
Adapun upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam penanggulangan terhadap
tindak pidana kekerasan yang mengakibatkan orang lain luka, yaitu berupa upaya
preventif dan represif sebagai berikut:5
1. Upaya Preventif
Upaya preventif diarahkan untuk mencegah terjadinya tindak pidana
pencurian dengan kekerasan yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain
dengan cara menghilangkan atau meminimalkan faktor-faktor penyebab atau
peluang

terjadinya

pelaku

pidana

pencurian

dengan

kekerasan

yang

mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain. Upaya preventif dapat dilakukan


dengan cara:
a. Pihak kepolisian melakukan razia terhadap senjata tajam dan minuman
beralkohol
Terhadap tindak pidana kekerasan yang mengakibatkan luka terhadap
seseorang penyebabnya dengan adanya minuman beralkohol yang dapat
mempengaruhi perilaku seseorang menjadi berani dan beringas untuk

melakukan sesuatu. Dengan adanya kekerasan yang dilakukan dapat


4

Fredy, Makalah Kebijakan Penanggulangan Kejahatan Tindak Pidana Pembunuhan,


(Sumatera Utara: Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2003), hlm. 6.
5
Muladi dan Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Hukum Pidana. Cet Ke-4, (Bandung:
Alumni, 2002), hlm. 41.

33

mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain dengan menggunakan senjata


tajam.
Sehingga tindakan pihak kepolisian melakukan razia-razia terhadap
minuman beralkohol dan senjata tajam untuk meminimalkan terjadinya tindak
pidana kekerasan yang mengakibatkan luka terhadap seseorang.

b. Pihak kepolisian melakukan razia terhadap premanisme


Tindak pidana kekerasan yang mengakibatkan luka terhadap seseorang
terjadi kerap sekali merupakan orang yang tidak mempunyai pekerjaan dan
mempunyai kekuasaan di salah satu daerah (preman). Dengan banyaknya
kehadiran para preman, keamanan dan kenyamanan masyarakat sangat
terganggu serta tingkat kriminalitas semakin tinggi. Salah satu tindak pidana
yang marak terjadi di masyarakat merupakan tindak pidana kekerasan yang
mengakibatkan luka terhadap seseorang kerap kali diikuti dengan tindak
pidana lainnya.
Dengan demikian, untuk mengurangi tindak pidana kekerasan di
masyarakat, pihak kepolisian melakukan razia terhadap para preman.

c. Peran serta masyarakat


Dengan banyaknya tindak pidana kekerasan yang mengakibatkan luka
terhadap seseorang terjadi di tengah-tengah masyarakat maka tindak pidana
kekerasan tidak lagi dianggap sebagai persoalan biasa, tetapi merupakan

34

persoalan bersama (public/social problem) yang perlu diperhatikan dan


dicarikan

upaya

penanggulangannya

secara

bersama-sama.

Dengan

menjadikan masalah ini sebagai persoalan bersama dan mengangkatnya ke


dalam wacana publik, maka kepedulian dan kontrol masyarakat terhadap
kasus-kasus kekerasan yang mengakibatkan luka terhadap seseorang akan
semakin meningkat.
Sehingga diharapkan peran serta masyarakat untuk tetap mewaspadai
gejala-gejala sosial yang terjadi di masyarakat dan sikap peduli terhadap
setiap anggota masyarakat dibidang keamanan.

2. Upaya Represif
Upaya represif adalah upaya yang dilakukan untuk mengekang, menahan
atau membuat jera, yang sifatnya menekan sehingga dapat menimbulkan rasa
takut untuk melakukan suatu perbuatan melanggar atau melawan hukum. 6 Upaya
represif ini dilakukan agar orang lain merasa takut dan tidak berani melakukan
perbuatan tersebut, dan agar pelaku suatu tindak pidana tidak berani lagi
mengulangi perbuatannya.
a. Penanganan yang cepat dan tepat dari aparat penegak hukum apabila
mendapat laporan ataupun pengaduan atas terjadinya kekerasan yang
mengakibatkan luka terhadap seseorang

Ibid., hlm. 42.

35

Adanya penanganan yang cepat dan tepat dari aparat penegak hukum
apabila mendapat laporan atau pengaduan atas terjadinya tindak pidana
kekerasan yang mengakibatkan luka terhadap seseorang. Aparat penegak
hukum harus cepat tanggap dan tepat dalam memeriksa suatu kejahatan yang
terjadi setelah mendapat laporan ataupun pengaduan dalam hal ini ialah tindak
pidana kekerasan.

b. Kepada pihak Kehakiman dalam memeriksa dan menvonis para pelaku


kejahatan ekspor ini mempunyai keberanian moral untuk menjatuhkan
hukuman tanpa mengurangi rasa keadilan dan kepastian hukum
Dalam hal ini hakim dalam memeriksa dan memvonis pelaku tindak
kekerasan yang mengakibatkan luka terhadap seseorang harus mempunyai
keberanian moral untuk menjatuhkan hukuman tanpa mengurangi rasa
keadilan dan kepastian hukum sesuai dengan ketentuan dan hukum yang
berlaku. Hakim harus mempunyai keberanian moral untuk menjatuhkan
hukuman kepada pelaku sesuai dengan perbuatannya agar dapat terciptanya
suatu keadilan dan ketertiban yang diingini oleh masyarakat.

C. Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Kekerasan yang


Mengakibatkan Orang Luka
Dalam hukum pidana untuk dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana
atas tindakan yang dilakukannya harus didasarkan pada kemampuannya bertanggung

36

jawab. Berdasarkan teori pemisahan tindak pidana dan pertanggungjawaban pidana,


maka

tindak

pidana

merupakan

sesuatu

yang

bersifat

eksternal

dari

pertanggungjawaban pelaku.
Pertanggungjawaban pidana hanya dapat terjadi jika sebelumnya seseorang
melakukan perbuatan tindak pidana. Apabila perbuatan seseorang telah sesuai dengan
rumusan perbuatan pidana, maka orang tersebut dapat dipidana atau dihukum sesuai
dengan besar kecilnya kesalahan yang berarti setiap perbuatan pidana dikenakan
sanksi sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Moeljatno mengatakan orang tidak mungkin dipertanggungjawabkan (dijatuhi
pidana) kalau dia tidak melakukan perbuatan pidana.7 Dalam penjelasan sebelumnya,
bahwa tindak pidana kekerasan yang merupakan suatu tindakan atau perbuatan yang
dilakukan seseorang terhadap orang lain sehingga dalam perbuatannya tersebut dapat
menyebabkan orang lain luka dapat dimintakan pertanggungjawaban terhadap pelaku
yang melakukan perbuatan tersebut.
Terhadap tindak pidana kekerasan yang dilakukan secara bersama-sama diatur
pada Pasal 170 KUHP, yang berbunyi:
ayat (1)

Barangsiapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga


bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang
diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun 6
(enam) bulan.

Chairul Huda, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada
Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan, (Jakarta: Kencana, 2006), hlm. 19.

37

Terhadap kemampuan bertanggung jawab pelaku tindak pidana kekerasan


yang mengakibatkan orang lain luka didasarkan pada keadaan dan kemampuan jiwa
(geestelijke vermogens) si pelaku. Pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana
kekerasan yang mengakibatkan orang lain luka, harus terbukti bahwa tindakan yang
dilakukan itu bersifat melawan hukum di dalam persidangan.8
Setelah pelaku tindak pidana tindak pidana kekerasan yang mengakibatkan
orang lain luka terbukti di persidangan, sehingga dengan pertimbangan Majelis
Hakim terhadap kemampuan si pelaku dalam hal bertanggung jawab dapat
mempertanggungjawabkan atas tindakannya yang melanggar ketentuan Pasal 170
KUHP tersebut dapat dikenakan sanksi pidana menurut ketentuan perundangundangan yang mengatur tentang tindak pidana kekerasan yang mengakibatkan luka.
Adapun bentuk pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana
kekerasan yang mengakibatkan luka adalah strict liability, dapat diartikan bahwa
seseorang yang telah melakukan tindak pidana kekerasan yang mengakibatkan luka
sebagaimana telah dirumuskan dalam undang-undang harus dan mutlak dapat
dipidana, yakni pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tersebut secara
perorangan atau sendiri-sendiri.
Prinsip tanggung jawab mutlak didalam kepustakaan biasanya dikenal dengan
ungkapan absolut liability atau strict liability. Dengan prinsip tanggung jawab
tanpa keharusan untuk membuktikan adanya kesalahan. Atau dengan perkataan lain,

Ibid., hlm. 253.

38

suatu prinsip tanggung jawab yang memandang kesalahan sebagai suatu yang tidak
relevan untuk dipermasalahkan apakah pada kenyataan ada atau tidak.
Menurut doktrin strict liability (pertanggungan yang ketat), seseorang sudah
dapat dipertanggungjawabkan untuk tindak pidana tertentu walaupun pada diri orang
itu tidak ada kesalahan (Mens Rea). Secara singkat, Strict Liability diartikan sebagai
Liability without fault (pertanggungjawaban pidana tanpa kesalahan).
Dalam mempertanggungjawabkan seseorang dalam hukum pidana, harus
terbuka kemungkinan bagi pembuat untuk menjelaskan mengapa dia berbuat
demikian. Jika sistem hukum tidak membuka kesempatan demikian, maka dapat
dikatakan

tidak

terjadi

proses

yang

wajar

(due

process)

dalam

mempertanggungjawabkan pembuat tindak pidana.9

Moeljatno, Perbuatan Tindak Pidana dan Pertanggungjawabannya Dalam Hukum Pidana,


Cet. 2, (Jakarta: Bina Aksara, 2001), hlm. 56.

Anda mungkin juga menyukai