Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Perdarahan pada kehamilan harus dianggap sebagai kelainan yang berbahaya.


Perdarahan pada kehamilan muda disebut keguguran atau abortus, sedangkan pada
kehamilan tua disebut perdarahan antepartum. Plasenta previa merupakan salah satu
penyebab utama perdarahan antepartum pada trimester ketiga.
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen
bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir
pada kehamilan 28 minggu atau lebih.
Plasenta prebia terjadi kira-kira 1 diantara 200 persalinan. di Indonesia tercatat
dari laporan Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, antara tahun 1971-1975 terjadi
37 kasus plasenta previa diantara 4781 persalinan terdaftar, atau kira-kira 1 diantara
125 persalinan terdaftar.
Di Amerika Serikat plasenta previa terjadi sekitar 0,3 - 0,5% dari semua
persalinan. Sedangkan jumlah kematian perinatal yang diakibatkan oleh plasenta
previa sekitar 0,03%. Di negara yang sedang berkembang, perdarahan yang
disebabkan oleh plasenta previa hampir selalu merupakan malapetaka besar bagi
penderita maupun penolongnya, karena dapat menyebabkan kesakitan atau kematian
baik pada ibu maupun pada janinnya. Kematian ibu disebabkan karena perdarahan
uterus atau karena DIC (Disseminated Intravascular Coagulopathy). Sedangkan
morbiditas/kesakitan ibu dapat disebabkan karena komplikasi tindakan seksio sesarea
seperti infeksi saluran kencing, pneumonia post operatif dan embolisasi cairan amnion
meskipun ini jarang dapat terjadi.
Terhadap janin plasenta previa meningkatkan insiden kelainan kongenital dan
pertumbuhan janin terganggu sehingga bayi dilahirkan memiliki berat yang kurang
dibandingkan dengan bayi yang lahir dari ibu yang tidak menderita plasenta previa.

Resiko kematian neonatal juga meningkat pada bayi dengan plasenta previa.
Oleh karena itu meskipun perdarahan yang pertama jarang, bahkan bisa dibilang tidak
berbahaya, namun bila tidak dilakukan penanganan yang tepat dan segera, maka akan
dapat terjadi perdarahan berulang yang akan mengancam keselamatan ibu dan
janinnya. Apalagi jika ibu menderita anemia sebelumnya, maka akan sangat rentan
terhadap perdarahan, walaupun perdarahannya tidak terlampau banyak.
Tranfusi darah merupakan penanganan utama untuk menangani kasus plasenta
previa, mengingat di Indonesia masih banyak daerah yang memiliki fasilitas yang
kurang memadai dan kurangnya stok darah di rumah sakit, untuk itu bila fasilitas
kesehatan ditempat pelayanan kesehatan tidak memadai untuk menangani kasus
plasenta previa maka secepatnya ibu dibawa ke pusat kesehatan yang memiliki
fasilitas untuk menangani kasus tersebut.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Plasenta
Plasenta

adalah

struktur

yang

berfungsi

sebagai

media

penyambung/penghubung antara organ fetus dan jaringan maternal agar pertukaran


fisiologi dapat terjadi. Plasenta merupakan organ yang bertanggung jawab dalam hal
pemberian nutrisi dan pembuangan sisa-sisa metabolisme antara ibu dan fetus.
Seluruh fungsi pernafasan, ekskresi dan keperluan nutrisi fetus disediakan
dengan difusi melalui plasenta, bukan melalui paru-paru, ginjal atau saluran
gastrointestinal fetus. Sirkulasi fetal beradaptasi terhadap hal ini.
Pada persalinan aterm, plasenta yang dilahirkan berbentuk cakram dengan
ukurannya dapat mencapai diameter 22 cm, tebal 2,5 cm dan berat sekitar 450-500
gram.
2.2 Anatomi Plasenta
Plasenta berbentuk bundar dengan diameter 15 20 cm dan tebalnya
2.5 cm, berat plasenta bervariasi sesuai dengan berat bayi lahir yaitu 1/6 dari berat
bayi lahir. Plasenta umumnya terbentuk lengkap pada umur kehamilan 16 minggu.
Letak plasenta umumnya di depan atau di belakang dinding uterus agak ke atas
rahim /fundus uteri. Hal ini fisiologi karena permukaan korpus uteri lebih
luas sehingga lebih banyak tempat untuk berimplantasi.
Chorda umbilikus atau tali pusat merupakan penghubung antara plasenta dan
umbilikus fetus. Chorda umbilikus mencakup satu vena umbilical dan dua arteri
umbilical yang diliputi oleh suatu substansi gelatin. Darah teroksigenasi dan kaya
nutrisi mengalir melalui vena ke permukaan bawah hati. Pada keadaan ini, vena
umbilikus dibagi menjadi dua cabang, satu cabang bergabung dengan vena porta,
sementara cabang lainnya, yang disebut dengan ductus venosus memasuki vena cava
inferior. Dengan demikian, darah teroksigenasi bercampur dengan darah vena yang
kembali dari ekstremitas bawah fetus sebelum darah itu memasuki hati. Vena

umbilikalis merupakan satu-satunya pembuluh darah fetus yang membawa darah


penuh teroksigenasi.

Gambar 2.1 Fetal Circulation


Plasenta dibentuk sebagai bagian dari jaringan maternal dan sebagai bagian
jaringan embrionik. Bagian embrionik plasenta terdiri dari frondosum korion,
sementara bagian maternal tersusun atas bagian dinding rahim yang disebut lamina
basalis, dimana vili korionik akan berpenetrasi. Darah tidak mengalir langsung
diantara kedua bagian ini, tetapi karena membran keduanya berada dekat satu sama
lain, suatu substansi tertentu berdifusi dengan mudah.

Gambar 2.2 Bagian Maternal dan Bagian Fetal Plasenta

Pada saat yang sama dengan pembentukan organ interna embryo, suatu sistem
membran

ekstraembryonic

yang

kompleks

juga

berkembang.

Membran

ekstraembryonic itu adalah amnion, yolk sac, allantois dan korion. Membranmembran ini bertanggung jawab dalam proteksi, respirasi, ekskresi dan nutrisi embrio
dan

selanjutnya fetus.

Pada saat melahirkan, plasenta, chorda umbilikus, dan

membran ekstraembrionik terpisah dari fetus dan dikeluarkan dari uterus setelah
kelahiran.
Jenis plasenta manusia adalah haemocorealis. Dilihat dari bentuknya, ada yang
seperti satelit (succenturiate), besar dan tebal (blattledore), tebal dan bulat
(circumvallate), serta bentukan di luar dagingnya (velamentous insertion of cord).
2.3 Implantasi Plasenta

Setelah terjadinya fertilisasi ovum oleh sperma maka sel yang dihasilkan
disebut sebagai zigot. Kemudian terjadi pembelahan pada zygot sehingga
menghasilkan apa yang disebut sebagai blastomer, kemudian morula dan blastokist.
Pada tahap-tahap perkembangan ini zona pellusida masih mengelilingi.
Sebelum terjadinya implantasi, zona pellusida menghilang sehingga blastokist
menempel pada permukaan endometrium. Dengan menempelnya blastokist pada
permukaan endometrium maka blastosit menyatu dengan epitel endometrium. Setelah
terjadi erosi pada sel epitel endometrium, trofoblas masuk lebih dalam ke dalam
endometrium dan segera blastokist terkurung di dalam endometrium.
Implantasi ini terjadi pada daerah endometrium atas terutama pada dinding
posterior dari uterus. Endometrium sendiri sebelum terjadinya proses di atas terjadi
perubahan untuk menyiapkan diri sebagai tempat implantasi dan memberi makan
kepada blastokist yang disebut sebagai desidua. Setelah terjadi implantasi desidua
akan dibedakan menjadi desidua basalis yang terletak antara blastokist dan
miometrium, kemudian desidua kapsularis yang terletak antara blastokist dan kavum
uteri, terakhir desidua vera yang merupakan sisa yang tidak mengandung blastokist.

Bersamaan dengan hal ini pada daerah desidua basalis terjadi suatu degenerasi
fibrinoid yang terletak diantara desidua dan trofoblas untuk menghalangi trofoblas
lebih dalam lagi. Lapisan dengan degenerasi fibrinoid ini disebut sebagai lapisan
Nitabuch.
Pada perkembangan selanjutnya saat terjadi persalinan, plasenta akan terlepas
dari endometrium pada lapisan Nitabuch tersebut.
2.4 Plasenta Previa

Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada bagian segmen bawah
rahim, sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh jalan lahir yang ditandai
dengan perdarahan uterus yang dapat keluar melalui vagina tanpa adanya rasa nyeri,
pada kehamilan trimester terakhir khususnya pada bulan kedelapan.
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi di segmen bawah rahim
yang dapat memberikan dampak yang sangat merugikan ibu maupun janin berupa
perdarahan, prematuritas dan peningkatan angka kesakitan dan kematian perinatal
2.5 Epidemiologi
Plasenta previa lebih banyak terjadi pada kehamilan dengan paritas tinggi dan
sering terjadi pada usia di atas 30 tahun. Uterus yang cacat juga dapat meningkatkan
angka kejadian plasenta previa.
Pada beberapa Rumah Sakit Umum Pemerintah dilaporkan angka kejadian
plasenta previa berkisar 1,7 % sampai dengan 2,9 %. Sedangkan di negara maju angka
kejadiannya lebih rendah yaitu kurang dari 1 % yang mungkin disebabkan oleh
berkurangnya wanita yang hamil dengan paritas tinggi.
Kejadian plasenta previa terjadi kira-kira 1 dari 200 persalinan, insiden dapat
meningkat diantaranya sekitar 1 dari 20 persalinan pada ibu yang paritas tinggi.
2.6 Etiologi
Faktor risiko timbulnya plasenta previa belum diketahui secara pasti namun
dari beberapa penelitian dilaporkan bahwa frekuensi plasenta previa tertinggi terjadi

pada ibu yang berusia lanjut, multipara, riwayat seksio sesarea dan aborsi sebelumnya
serta gaya hidup yang juga dapat mempengaruhi peningkatan resiko timbulnya
plasenta previa.
Beberapa hal yang dihubungkan sebagai penyebab terjadinya plasenta previa
adalah:
1. Usia ibu

Pada wanita dengan umur > 35 tahun kejadiannya 2 kali lebih besar
dibandingkan dengan umur < 35.
2. Multiparitas

Pada multigravida resiko terjadinya plasenta previa lebih besar dibandingkan


pada primigravida
3. Riwayat abortus

Pada wanita dengan riwayat abortus 4 kali lebih besar dibandingkan dengan
tanpa riwayat abortus.
4. Riwayat seksio sesarea
Kejadian meningkat pada wanita yang sudah melakukan 2 atau lebih operasi caesar
5. Merokok
6. Hipoplasia endometrium
Hal ini sering terjadi pada wanita yang menikah diusia muda

7. Kehamilan kembar
8. Korpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap menerima
hasil konsepsi.
9. Tumor, seperti mioma uteri, polip endometrium
10. Riwayat plasenta previa sebelumnya.
2.7 Klasifikasi Plasenta Previa
Plasenta previa digolongkan menurut hubungan plasenta terhadap pembukaan
serviks bagian dalam. Ada empat derajat abnormalitas yang diketahui :

1. Plasenta previa totalis


Apabila seluruh pembukaan jalan lahir tertutup oleh jaringan plasenta
(plasenta menutupi seluruh ostium uteri internum)
2. Plasenta previa parsialis

Apabila sebagian pembukaan jalan lahir tertutup oleh jaringan plasenta


(plasenta menutupi sebagian ostium uteri internum)
3. Plasenta previa marginalis
Apabila pinggir plasenta berada tepat pada pinggir pembukaan jalan lahir
(plasenta yang tepinya berada pada pinggir ostium uteri internum)
4. Plasenta letak rendah
Apabila plasenta letaknya abnormal pada segmen bawah uterus, akan tetapi
belum sampai menutupi pembukaan jalan lahir, pinggir plasenta berada kirakira 3 atau 4 cm diatas pinggir pembukaan (plasenta tertanam di segmen uterus
bawah, sehingga tepi plasenta tidak benar benar mencapai ostium internal
tetapi terletak berdekatan dengannya).

Gambar 1.3 Klasifikasi Plasenta Previa


Derajat plasenta previa sebagian besar akan bergantung pada derajat dilatasi
serviks pada saat pemeriksaan. Sebagai contoh, plasenta letak rendah pada pembukaan
2 cm mungkin menjadi plasenta previa parsialis pada pembukaan 8 cm karena serviks
berdilatasi menyebabkan plasenta terpajan. Sebaliknya, plasenta previa yang
tampaknya total sebelum pembukaan serviks dapat menjadi parsial pada pembukaan 4
cm karena serviks berdilatasi melebihi tepi plasenta.
2.8 Patofisiologi Plasenta Previa
Perdarahan antepartum yang disebabkan oleh plasenta previa umumnya terjadi
pada trimester ketiga dimana pada saat itu segmen bawah uterus mulai melebar dan

menipis. Dengan bertambah tuanya kehamilan, segmen bawah uterus akan lebih
melebar lagi dan serviks mulai membuka. Perdarahan ini terjadi apabila plasenta
terletak diatas ostium uteri interna atau di bagian bawah segmen rahim. Pembentukan
segmen bawah rahim dan pembukaan ostium interna akan menyebabkan robekan
plasenta pada tempat perlekatannya.
Apabila plasenta tumbuh pada segmen bawah uterus, pelebaran segmen bawah
uterus dan pembukan serviks tidak dapat diikuti oleh plasenta yang melekat disitu
tanpa terlepasnya sebagian plasenta dari dinding uterus. Pada saat itu mulailah terjadi
perdarahan.
Darah yang keluar berwarna merah segar, berbeda dengan darah yang
disebabkan oleh solutio plasenta yang berwarna kehitam-hitaman. Sumber
perdarahannya adalah sinus uterus yang robek karena terlepasnya plasenta dari
dinding uterus atau karena robekan sinus marginalis dari plasenta
Perdarahannnya tak dapat dihindarkan karena ketidakmampuan serabut
miometrium pada segmen uterus bawah untuk berkontraksi menghentikan perdarahan
tersebut, tidak sama dengan serabut otot uterus menghentikan perdarahan pada kala
III pada plasenta yang letaknya normal. Semakin rendah letak plasenta, maka
semakin dini perdarahan yang terjadi. Oleh karena itu, perdarahan pada plasenta
previa totalis akan terjadi lebih dini daripada plasenta letak rendah yang mungkin baru
berdarah setelah persalinan dimulai.
1. Pendarahan pertama (first bleeding) biasanya tidak banyak dan tidak fatal,
kecuali bila dilakukan periksa dalam sebelumnya. Tetapi perdarahan
berikutnya (reccurent bleeding) biasanya lebih banyak

2.9 Manifestasi Klinis


Hal yang paling khas pada plasenta previa adalah :
1. Perdarahan yang tidak nyeri, yang biasanya belum muncul sampai menjelang
akhir trimester kedua atau setelahnya

2. Darah berwarna merah segar


3. Perdarahan pertama (first bleeding) biasanya tidak banyak dan tidak fatal,
namun perdarahan berikutnya (recurrent bleeding) biasanya lebih banyak.
4. Pada sebagian kasus, terutama pada mereka yang plasentanya tertanam dekat
tetapi tidak menutupi os serviks, perdarahan mungkin belum terjadi sampai
persalinan dimulai, perdarahan ini dapat bervariasi dari ringan sampai berat dan
secara klinis dapat menyerupai solusio plasenta.
Penyebab perdarahan perlu ditekankan kembali. Apabila plasenta terletak di
atas os interna, pembentukan segmen bawah uterus dan pembukaan os interna akan
menyebabkan robeknya plasenta pada tempat melekatnya. Perdarahan diperparah oleh
ketidakmampuan serat-serat miometrium di segmen bawah uterus berkontraksi untuk
menjepit pembuluh-pembuluh yang robek.
Perdarahan dari tempat implantasi plasenta di segmen bawah uterus dapat
berlanjut setelah plasenta dilahirkan, karena segmen bawah uterus lebih rentan
mengalami gangguan kontraksi daripada korpus uterus. Perdarahan juga dapat terjadi
akibat laserasi serviks dan segmen bawah uterus yang rapuh, terutama setelah
pengeluaran plasenta yang agak melekat secara manual.
2.10 Diagnosa Plasenta Previa
Pada wanita dengan perdarahan uterus selama paruh terakhir kehamilan,
kemungkinan plasenta previa tidak boleh disingkirkan sampai dipastikan bahwa
penyebabnya bukanlah karena plasenta previa.
Anamnesis
Pada saat anamnesis dapat ditanyakan beberapa hal yang berkaitan dengan
perdarahan antepartum. Seperti umur kehamilan saat terjadinya perdarahan,
apakah ada rasa nyeri, warna dan bentuk terjadinya perdarahan, frekuensi serta
banyaknya perdarahan.
Dimana dari hasil anamnesis biasanya akan didapati bahwa perdarahan jalan
lahir pada kehamilan setelah 28 minggu, tanpa rasa nyeri, tanpa alasan,
berulang dengan volume lebih banyak daripada sebelumnya, terutama pada

multigravida dan berwarna merah segar. Banyaknya perdarahan tidak dapat


dinilai dari anamnesis, melainkan dari pemeriksaan hematokrit.
Pemeriksaan luar
Inspeksi
-

Dapat dilihat dari perdarahan yang keluar pervaginam, apakah sedikit, banyak
atau darah beku

Bila perdarahannya banyak, ibu akan tampak pucat/anemis.


Palpasi

Janin sering belum cukup bulan, jadi fundus uteri masih rendah.

Bagian terbawah janin biasanya belum masuk pintu atas panggul, apabila
presentasi kepala, biasanya kepala masih terapung diatas pintu atas panggul
atau mengolak ke samping dan sukar didorong ke dalam pintu atas panggul.

Tidak jarang terdapat kelainan letak, seperti letak lintang atau letak sungsang.
Pemeriksaan Inspekulo
Akan tampak perdarahan yang berasal dari ostium uteri eksternum.
Pemeriksaan Letak Plasenta Tidak langsung
Pemeriksaan ultrasonografi merupakan cara yang sangat tepat dimana
tidak akan menimbulkan bahaya radiasi bagi ibu dan janin, yaitu dengan USG
transabdominal. Rata-rata tingkat akurasinya adalah sekitar 96%.
Hasil positif-palsu sering disebabkan oleh distensi kandung kemih.
Karena itu, pemindaian ultrasonografi pada kasus yang tampaknya positif harus
diulang setelah kandung kemih dikosongkan.
Sumber kesalahan yang jarang adalah identifikasi plasenta yang
sebagian besar berimplantasi di fundus tetapi tidak disadari bahwa plasenta
tersebut besar dan meluas ke bawah sampai ke os serviks interna.
Pemeriksaan Letak Plasenta Secara langsung

Pemeriksaan ini merupakan senjata dan cara paling akhir yang paling
ampuh dalam bidang obstetrik untuk diagnosa plasenta previa. Walaupun
ampuh namun harus berhati-hati karena dapat menimbulkan perdarahan yang
lebih hebat, infeksi juga menimbulkan his yang kemudian akan mengakibatkan
partus yang prematur.
Indikasi pemeriksaan dalam pada perdarahan antepartum yaitu jika
terdapat perdarahan yang lebih dari 500 cc, perdarahan yang telah berulang, his
telah mulai dan janin sudah dapat hidup diluar janin.
Dan pemeriksaan dalam pada plasenta previa hanya dibenarkan jika
dilakukan dikamar operasi yang telah siap untuk melakukan operasi dengan
segera.
Selain itu juga dapat dilakukan pemeriksaan fornises dengan hati-hati. Jika
tulang kepala teraba, maka kemungkinan plasenta previa kecil. Namun jika
teraba bantalan lunak maka, kemungkinan besar plasenta previa.
2.11 Penanganan
Penanganan plasenta previa dibagi menjadi 2 cara, yaitu :
Terapi Ekspektatif
Dilakukan apabila janin masih kecil sehingga kemungkinan hidup di dunia
masih kecil baginya. Sikap ekspektasi tertentu hanya dapat dibenarkan jika keadaan
ibu baik dan perdarahannya sudah berhenti atau sedikit sekali.
Syarat terapi ekspektatif yaitu:
- Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian berhenti.
- Belum ada tanda-tanda in partu.
- Keadaan umum ibu cukup baik (kadar hemoglobin dalam batas normal).
- Janin masih hidup.
Terapi Terminasi
Dilakukan dengan segera mengakhiri kehamilan sebelum terjadi perdarahan
yang dapat menimbulkan kematian. Misalnya: kehamilan telah cukup bulan,

perdarahan banyak, dan anak telah meninggal. Terminasi ini dapat dilakukan dengan 2
cara yaitu:
Cara vaginal yang bermaksud untuk mengadakan tekanan pada plasenta,
dengan cara ini maka pembuluh-pembuluh darah yang terbuka dapat
tertutup kembali (tamponade pada plasenta).
Dengan cara seksio sesarea, yang dimaksud untuk mengosongkan rahim
sehingga rahim dapat berkontraksi dan menghentikan perdarahan. Selain
itu seksio sesarea juga dapat mencegah terjadinya robekan serviks dan
segmen bawah rahim yang sering terjadi pada persalinan pervaginam.
Persalinan seksio sesarea diperlukan hampir pada seluruh kasus plasenta
previa. Pada sebagian besar kasus dilakukan melalui insisi uterus
transversal. Karena perdarahan janin dapat terjadi akibat insisi ke dalam
plasenta anterior.
Indikasi dilakukannya persalinan seksio sesarea pada plasenta previa adalah:
1. Dilakukan pada semua plasenta previa sentralis, janin hidup atau meninggal,
serta semua plasenta previa lateralis, posterior, karena perdarahan yang sulit
dikontrol.
2. Semua plasenta pevia dengan perdarahan yang banyak, berulang dan tidak
berhenti dengan tindakan yang ada.
3. Plasenta previa yang disertai dengan panggul sempit, letak lintang.
Gawat janin maupun kematian janin dan bukan merupakan halangan untuk
dilakukannya persalinan seksio sesarea, demi keselamatan ibu. Tetapi apabila
dijumpai gawat ibu kemungkinan persalinan seksio sesarea ditunda sampai keadaan
ibunya dapat diperbaiki, apabila fasilitas memungkinkan untuk segera memperbaiki
keadaan ibu, sebaiknya dilakukan seksio sesarea jika itu merupakan satu-satunya
tindakan yang terbaik untuk mengatasi perdarahan yang banyak pada plasenta previa
totalis.
2.12 Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu adalah :


Perdarahan dan syok, sampai kematian. Komplikasi lainnya yang juga dapat
terjadi pada ibu adalah anemia karena perdarahan, robekan-robekan jalan lahir akibat
tindakan, prolaps tali pusat, prolaps plasenta, plasenta melekat sehingga harus
dikeluarkan manual dan kalau perlu dibersihkan dengan kerokan.
Komplikasi yang dapat terjadi pada janin adalah :
Persalinan prematur adalah kausa utama kematian perinatal walaupun sudah
dilakukan penatalaksanaan menunggu pada plasenta previa. Sebagian kematian pada
kasus ini merupakan akibat dari asfiksia intrauterin atau trauma pada persalinan.
2.13 Prognosis
Karena dahulu penanganan relatif bersifat konservatif, maka mortalitas dan
morbiditas ibu dan bayi tinggi, mortalitas ibu mencapai 8-10% dan mortalitas janin
50-80%
Sekarang penanganan relatif bersifat operatif dini, maka angka kematian dan
kesakitan ibu dan perinatal jauh menurun. Kematian maternal menjadi < 1% terutama
disebabkan perdarahan, infeksi, emboli udara, dan trauma karena tindakan. Kematian
perinatal juga turun menjadi 10 %, terutama disebabkan oleh prematuritas, asfiksia,
prolaps funikuli, dan persalinan buatan (tindakan).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Plasenta previa dapat terjadi pada setiap kehamilan, walaupun insidennya
meningkat pada usia lanjut, multiparitas, riwayat oprasi, riwayat plasenta previa dan
perokok.
Diagnosis

dini

sangatlah

penting

untuk

menentukan

prognosis

dan

merencanakan terapi. Setiap pasien dengan perdarahan pervaginam pada trimester dua

dan tiga, plasenta previa dan solutio plasenta harus selalu dicurigai. Kemungkinan ini
tidak boleh disingkirkan sampai pemeriksaan yang sesuai, termasuk USG jelas
membuktikan ketiadaannya. Pemeriksaan dalam tidak boleh dilakukan karena akan
memperberat perdarahan yang sudah terjadi.
Komplikasi terbesar untuk ibu adalah perdarahan dan syok akibat perdarahan,
sampai kematian. Komplikasi lainnya yang dapat terjadi antara lain anemia karena
perdarahan. Untuk itu keadaan umum dan tanda vital adalah yang paling penting
untuk diketahui pada pasien dengan perdarahan pervaginam. Jika terjadi keadaan
tersebut, syok harus segara ditangani dan terminasi kehamilan diperlukan walaupun
janin imatur.
Kehamilan pada plasenta previa dapat diakhiri melalui persalinan pervaginam
ataupun perabdominal. Tetapi persalinan pervaginam hanya dapat dilakukan jika
plasenta hanya menutupi sebagian dari jalan lahir.
Persalinan prematur adalah causa utama kematian perinatal walaupun sudah
dilakukan penatalaksanaan menunggu pada plasenta previa. Untuk memperkecil
kematian perinatal maka bayi prematur harus dirawat secara intensif setelah lahir.

3.2 Saran
-

Wanita hamil sebaiknya memeriksakan kehamilannya secara teratur di RS agar


diagnosis dini plasenta previa dapat dideteksi, sehingga

kelahiran dapat

direncanakan dengan baik.


-

Edukasi mengenai pengenalan tanda-tanda terjadinya perdarahan karena


plasenta previa harus diberikan pada waktu perawatan antenatal.

Plasenta previa sering terjadi pada usia lanjut dan multiparitas. Edukasi tentang
faktor predisposisi

plasenta previa setelah melahirkan diperlukan untuk

kehamilan selanjutnya.

LAPORAN KASUS
STATUS ORANG SAKIT
SMF ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN
RUMAH SAKIT HAJI MEDAN
Identitas Pasien
Nama

: Ny. S

Jenis Kelamin

: Perempuan

Umur

: 33 tahun

Agama

: Islam

Suku

: Jawa

Pekerjaan

: IRT

Pendidikan

: S1

Alamat

: Asrama TNI, Jl. Durian No. 19B, Medan.

Nomor RM

: 23.84.71

Tanggal Masuk

: 15-09-2015

Pukul

: 10.15 WIB

Identitas Suami
Nama

: Tn. A

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Umur

: 31 Tahun

Agama

: Islam

Suku

: Jawa

Pekerjaan

: Wiraswasta

Pendidikan

: SLTA

Alamat

: Asrama TNI, Jl. Durian No. 19B, Medan.

ANAMNESA
Ny. R , 33 tahun, G3P2A0, Islam, Jawa, S1, IRT, istri dari Tn. A, 31 tahun,
Islam, Jawa, SLTA, Wiraswasta, Asrama TNI, Jl. Durian No. 19B, Medan datang ke
Rumah Sakit Haji Medan pada tanggal 15 September 2015 pukul 10.15 WIB dengan:
KU

: Keluar darah bergumpal dari kemaluan.

Telaah

: Hal ini telah dialami sejak tanggal 14-09-2015 pukul

21.00 WIB. Hal ini sudah dirasakan 3x selama kehamilan. Pasien juga
mengeluhkan perutnya mulas-mulas namun belum sering. Riwayat persalinan
normal. Keluar lendir darah (+), Keluar air-air dari kemaluan (-). BAK (+) N
dan BAB (+) N.
RPT

: (-)

RPO

: (-)

ANC

: Bidan 2x, Dokter 4x

Riwayat KB

: KB Suntik 1 Bulan

Riwayat Operasi

: tidak pernah

HPHT

: 19/11/2014

TTP

: 12/09/2015

Anamnesa Ginekologik/keluarga
Menarche

: 13 tahun

HPHT

: 19-11-2014

Haid

: 5-6 hari (2-3x ganti duk/hari)

TTP

: 12-09-2015

Dysmenorrhea

: (-)

Hamil kembar : (-)

Flour albus

: (-)

Lain-lain

: (-)

Riwayat persalinan:
1. Perempuan, 7 tahun, Aterm, 3100 g, 50 cm, Klinik Bidan
2. Perempuan, 2,9 tahun, Aterm, 3000 g, 49 cm, Klinik Bidan
3. Hamil ini

Penyakit yang Pernah diderita :


Anemia

: (-)

Tuberculosis

Hipertensi

: (-)

Penyakit jantung : (-)

Penyakit Ginjal: (-)


Diabetes

Penyakit lain

: (-)

PEMERIKSAAN FISIK
Status present
Sens

: CM

Anemis

: (-/-)

TD

: 120/80 mmHg

Ikterik

: (-/-)

HR

: 80 x/i

Dyspnoe

: (-)

RR

: 20 x/i

Sianosis

: (-)

: 37,0C

Oedem

: (-)

: (-)
: (-)

TB

: 155 cm

BB

: 54 kg

Status Lokalisata
Keadaan gizi: Baik
Tenang/gelisah: Tenang
Cor : Bunyi Jantung normal, reguler, bunyi tambahan (-)
Pulmo: Suara pernapasan vesikuler, suara tambahan (-)
Status Obstetrikus
Abdomen
Fundus uteri
Bagian tegang
Bagian terbawah
Turunnya
Gerak
S.B.R
Ring v.bandl
D.D.J
Taksiran BB anak
Formula Johnson
Osborn
Gerak janin
HIS

: Membesar, Asimetris
: 3 jari dibawah processus xypoideus (32 cm)
: Teregang di kiri
: Kepala
: 1/5
: (+)
: Tidak dapat dinilai
: Tidak dapat dinilai
: 132x/i
: 2600-2800 gram
: (+)
: (+)
:-

Status Ginekologis
Tanggal
Jam
Dokter/Bidan
Indikasi
Pembukaan
Cervix
Efficement
Selaput Ketuban
Bagian Terbawah
Turunnya
Posisinya
Caput
Promontorium
Lin.Inominata
Sacrum
S.Ischiadica
Arcus Pubis
Cocccigeus
Vagina
Vulva

: 15 September 2015
: 10.30 WIB
: PPDS
: Menilai adekuasi panggul dan pembukaan
: (-)
: tertutup
: 0%
: Tidak dapat dinilai
: Kepala
: TDN
: TDN
: TDN
: Tidak Teraba
: Tidak Teraba
: Cekung
: Tidak Teraba
: Tumpul
: Mobile
: DBN
: DBN

Sarung Tangan
Mekonium
Kesan

: Lendir darah (+), air ketuban (-)


: (-)
: Panggul Adekuat + AH + LK

PEMERIKSAAN PENUNJANG
USG TAS
- Janin tunggal, presentasi kepala, anak hidup
- FM (+), FHR (+)
- Plasenta: Kesan Menutupi OUI
- BPD : 90.9 mm
- AC : 319.2 mm
- FL : 71.4 mm
- AFI : air ketuban cukup
- EFW : 3.349 gram
- Kesan : IUP (37 week 2 day) + Janin Tunggal + Plasenta Previa Totalis + JH
Hasil Laboratorium (Tanggal 15 09 2015, Pukul: 10.27 WIB)
Hematologi
Darahrutin
Hemoglobin
Hitung eritrosit
Hitung leukosit
Hematokrit
Hitung trombosit

Nilai
12,5
4,7
8600
36,4
271.000

Index Eritrosit
MCV
MCH
MCHC

Nilai Rujukan
Satuan
12 16
g/dl
3,9 - 5,6
10*5/l
4,000- 11,000
/l
36-47
%
150,000-450,000 /l

77,7
26,4
34,0

80 96
27 31
30 34

Hitung Jenis Leukosit


Eosinofil
1
Basofil
0
N.Stab
0
N. Seg
82
Limfosit
11
Monosit
6

13
01
2 6
5375
2045
48

Kimia Klinik
Glukosa Darah Sewaktu

: 96 mg/dL

fL
pg
%

%
%
%
%
%
%
Nilai Rujukan
< 140

DIAGNOSA
MG + KDR + Plasenta Previa Totalis + PK + JH + Postdate
Konsul ke dr. Yuri A. Sp.OG
Advis:
-

Merujuk ke ruang VK
PPDS Lapor Kembali
Lab. Lengkap

LAPORAN PERSALINAN
Operator
Tanggal
Jam

: dr. Yuri A. Sp.OG


:15/09/2015
:14.50 WIB

Laporan SC a/i Plasenta Previa Totalis + MG + KDR (37 38 minggu)


Lahir bayi Perempuan , BB : 2900 gr, PB: 49 cm, AS 8/9, anus (+)
Laporan Operasi:
Ibu dibaringkan di meja operasi dengan infus dan kateter terpasang
dengan baik.
Dilakukan tindakan aseptik dengan larutan betadin dan alkohol 70% pada
dinding abdomen lalu ditutup dengan doek steril kecuali lapangan
operasi.
Dibawah spinal anastesi dilakukan insisi pfannenstiel mulai dari kutis,
subkutis, hingga tampak fascia.
Dengan menyisipkan pinset anatomis dibawahnya, fascia digunting ke
kanan dan ke kiri, otot dikuakkan secara tumpul.
Peritonium dijepit dengan klem, diangkat lalu digunting ke atas dan ke
bawah kemudian dipasang hack blast.
Tampak uterus gravidarum, identifikasi SBR dan lig. Rotundum.
Lalu plica vesicouterina digunting secara konkaf ke kiri dan ke kanan
dan disisihkan ke bawah arah blast secukupnya.
Selanjutnya dinding uterus diinsisi konkaf

sampai

menembus

subendometrium. Kemudian endometrium ditembus secara tumpul dan


diperlebar sesuai sayatan. Selaput ketuban dipecahkan, air ketuban jernih
Tangan kiri operator mengekstraksi kepala janin lalu tali pusat
dikendorkan dari sekitar leher kemudian bersiap untuk melahirkan bahu

anterior dan posterior serta seluruh badan. Lahir bayi Perempuan, BB


3100 gr, PB 46 cm, anus (+), apgar score 8/9.
Tali pusat diklem pada 2 tempat digunting di antaranya.
Plasenta dilahirkan dengan traksi pada tali pusat dan penekanan pada
fundus, kesan lengkap.
Kedua sudut kiri dan kanan tepi luka insisi dijepit dengan oval klem
Kavum uteri dibersihkan dari sisa sisa selaput ketuban dengan kassa
steril terbuka sampai tidak ada sisa selaput atau plasenta yang tertinggal.
Kesan: bersih.
Dilakukan penjahitan hemostasis figure of eight pada kedua ujung
robekan uterus dengan chromic catgut no.2.0, dinding uterus dijahit lapis
demi lapis jelujur terkunci overhecting. Evaluasi tidak ada perdarahan.
Reperitonealisasi dengan plain catgut no.1.0
Klem peritonium dipasang, lalu kavum abdomen dibersihkan dari bekuan
darah dan cairan ketuban. Kesan : bersih
Evaluasi tuba dan ovarium kanan kiri. kesan : normal.
Lalu peritoneum dijahit dengan plain catgut no.00. kemudian dilakukan
jahitan aproksimal otot dinding abdomen dengan plain cat gut no.00
secara simple / continous
Kedua ujung fascia dijepit dengan kocher, lalu dijahit secara jelujur

dengan vycril no.2/0.


Subkutis dijahit secara simple sutura dengan plain cat gut no.00
Kutis dijahit secara subkutikuler dengan vycril 2/0.
Luka operasi ditutup dengan kasa steril + betadin solusio.
Liang vagina dibersihkan dari sisa sisa darah dengan kapas sublimat

hingga bersih.
Keadaan umum ibu post operasi : stabil
Instruksi : Awasi vital sign, kontraksi dan tanda tanda perdarahan
FOLLOW UP
1. 16 September 2015
Keluhan
Vital sign:

:Sens : Compos mentis

Anemis

: -/-

TD : 100/70 mmHg

Ikterik

: -/-

HR : 7 x/menit

Sianosis

:-

RR : 20 x/menit

Dypsnoe

Temp : 37,0 OC

Oedem

Abdomen

: Soepel, Peristaltik (+) N.

TFU

: setentang pusat, kontraksi kuat

P/V

: (-)

Lochia rubra

: (+)

L/O

: Tertutup verban kesan kering

BAK

: (+) via kateter, 80 cc/Jam

BAB

: (-)

Flatus

: (+)

Dx

: Post SC a/i Plasenta Previa Totalis + HN 1

Terapi

:: -/-

IVFD RL 20 gtt/i - Inj. Cefotaxime 1gr/8 jam


Inj. Gentamicin 80 mg/12 jam
Inj. Vicilin 80 mg/ 12 jam
Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam
Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam
Pronal Supp No. 2

Keluhan
Vital sign:

Abdomen

:Sens : Compos mentis

Anemis

: -/-

TD : 100/70 mmHg

Ikterik

: -/-

HR : 72x/menit

Sianosis

:-

RR : 20 x/menit

Dypsnoe

:-

Temp : 37,0 OC

Oedem

: Soepel, Peristaltik (+) N.

TFU

: Setentang pusat, kontraksi kuat

P/V

: (-)

Lochia rubra

: (+)

L/O

: Tertutup verban kesan kering

BAK

: (+) via kateter, 350 cc pukul 08.00 WIB

BAB

: (-)

Flatus

: (+)

: -/-

Dx

: Post SC a/i Plasenta Previa Totalis + HN 1

Terapi

IVFD RL 20 gtt/i - Inj. Cefotaxime 1gr/8 jam


Inj. Gentamicin 80 mg/12 jam
Inj. Vicilin 80 mg/ 12 jam
Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam
Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam
Pronal Supp No. 2

2. 17 September 2015
Keluhan
Vital sign:

Abdomen

:Sens : Compos mentis

Anemis

: -/-

TD : 100/60 mmHg

Ikterik

: -/-

HR : 80x/menit

Sianosis

:-

RR : 20 x/menit

Dypsnoe

:-

Temp : 36,5 OC

Oedem

: -/-

: Soepel, Peristaltik (+) N.

TFU

: 2 jari dibawah pusat, kontraksi kuat

P/V

: (-)

Lochia rubra

: (+)

L/O

: Tertutup verban kesan kering

BAK

: (+) via kateter, +80 cc/jam

BAB

: (-)

Flatus

: (+)

Dx

: Post SC a/i Plasenta Previa Totalis + HN 2

Terapi

IVFD RL 20 gtt/i
Inj. Gentamicin 80 mg/12 jam
Inj. Vicilin 1 gr/ 8 jam
Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam
Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam
Aff Kateter
Aff Infus dan Three Way
Rencana PBJ

3. 18 September 2015

Keluhan
Vital sign:

:Sens : Compos mentis

Anemis

: -/-

TD : 110/80 mmHg

Ikterik

: -/-

HR : 76x/menit

Sianosis

:-

RR : 20 x/menit

Dypsnoe

:-

Temp : 36,5 OC

Oedem

: -/-

Abdomen

: Soepel, Peristaltik (+) N.

TFU

: Sudah tidak teraba

P/V

: (-)

Lochia rubra

: (+)

L/O

: Tertutup verban kesan kering

BAK

: (+) Normal

BAB

: (-)

Flatus

: (+)

Dx

: Post SC a/i Plasenta Previa Totalis + HN 3

Terapi

Cefadroxil 2 x 500 mg
Asam mefenamat 3 x 500 mg
Grahabion 2 x 1
GV
PBJ

DAFTAR PUSTAKA
1. Wiknjosastro, Hanifa. Ilmu Kebidanan Edisi 4, Jakarta, Yayasan Bina Pustaka
Sarwonoprawirojardjo. 2009.
2. Mochtar, Rustam. Sinopsis Obstetri Jilid 1 Edisi 2, Jakarta. EGC. 1998
3. Implantasi Plasenta Normal dan Abnormal, Article Last Updated: 2012.
http:/www.digilib.unsri.ac.id/download/implantasi plasenta normal dan abnormal.pdf
4. Rachimhadji T., Wiknjosastro G.H., Ilmu Kebidanan: Pembuahan, Nidasi dan
Plasentasi, Plasenta dan Cairan Amnion, 4th ed, 2008, Jakarta, PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo, pg 143-155
5. Aghajanian P., Ainbinder SW., Akhter MW., Andrew DE., Anti D., Archie CL., eds.LANGE: Current Diagnosis & Treatment Obstetrics & Gynecology: MaternalPlacental-Fetal Unit; Fetal & Early Neonatal Physiology, 10th ed, 2007, McGraw-Hill
Companies, USA, pg 1-11

Anda mungkin juga menyukai