Oleh :
ALIM GIASI
D52113506
tidak ditentukan dan dipengaruhi oleh faktor jarak dari CBD serta membentuk
persebaran zona-zona ruang yang teratur, namun berasosiasi dengan sejumlah
faktor dan pengaruh faktor-faktor ini akan menghasilkan pola-pola keruangan yang
khas. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat gambar berikut ini:
Berdasarkan gambar di atas struktur tata ruang kota terdiri dari (1) Kawasan
Pusat Kota, (2) Kawasan Industri, (3) Kawasan pemukiman kelas bawah, (4)
Kawasan pemukiman kelas sedang, (5) Kawasan pemukiman kelas atas, (6)
Kawasan industri ringan, (7) Kawasan sub pengembangan kota, (8) Kawasan sub
urban dan (9) kawasan industri sub urban.
Berdasarkan perkembangan fisik Kota Medan bentuk morfologi Kota Medan
sesuai dengan Teori Morfologi Kota yaitu Teori Multiple Nuclei (teori pusat kegiatan
banyak) yang dicetus oleh oleh C.D. Harris dan FL. Ulman.
Seiring perkembangan kota, tumbuh berkembang mengikuti dinamika
perkembangan sesuai dengan kondisi kota tersebut. Seperti terjadi di kota-kota
besar,
adanya pengelompokan fungsi-fungsi yang sejenis menimbulkan keuntungan
tersendiri. Pengelompokan akan berarti peningkatan konsentrasi
pelangganpelanggan
potensial dan memudahkan dalam membandingkan satu sama lain.
Ilustrasi perkembangan kota dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Pada gambar diatas dapat dilihat perkembangan kota mengikuti pola kegiatan
dengan mengadopsi teori basis ekonomi, teori lokasi dan teori model bangkitan dan
tarikan lalu lintas (Breter, 2001).
Pembangunan kota terus berlanjut akibat proses urbanisasi sehingga menyebar
ke bagian pinggir kota, yang berakibat pada perubahan struktur ruang dan bentuk
kota (Burnley dan Murphy 1995; Davis et al. 1994; Nelson 1992). Burnley dan
Murphy (1995) menjelaskan pembangunan sub urban dapat berakibat pada
ketimpangan wilayah perkotaan karena wilayah sub urban yang dibangun belum
dilengkapi jaringan infrastruktur yang memadai. Menurut Herbes (1987) daerah sub
urban yang baru dibangun oleh arus urbanisasi tumbuh dan berkembang mengikuti
pola perkampungan sesuai dengan kondisi sosial ekonomi masyarakatnya.
Meskipun
kita menyadari sebagai proses pembangunan kota telah membawa implikasi
terhadap
ketimpangan wilayah, namun dengan adanya literatur tentang perencanaan wilayah
dapat dijadikan sebagai dasar untuk mempersempit terjadinya ketimpangan wilayah
(
Bahl dkk,1992).
B. Rencana Tata Guna Lahan
Suatu rencana tata guna lahan merupakan ekspresi kehendak lingkungan
masyarakat mengenai bagaimana seharusnya pola tata guna lahan suatu
lingkungan
pada masa yang akan datang. Dalam rencana itu ditentukan daerah-daerah yang
akan
digunakan bagi berbagai jenis, kepadatan dan intensitas kategori penggunaan,
misalnya penggunaan untuk pemukiman, perdagangan, industri dan berbagai
kebutuhan umum. Ditentukan pula azas dan standar yang harus diterapkan pada
pembangunan atau pelestarian di daerah itu. Di dalam suatu rencana tata guna
lahan
pola pengembangan lahan yang masuk akal dan bukan pola pengembangan dan
penyebaran yang acak-acakan, tidak teratur, tidak mantap dan mahal yang akan
terjadi jika tidak diciptakan pola pengembangan yang masuk akal, melainkan
konfigurasi khusus yang logis dan bertahap, didasarkan pada kebijakan-kebijakan
yang sudah disahkan.
Bagi pelaksanaan rencana tata guna lahan tidak ada penjadwalan pasti
berkaitan dengan jadwal pelaksanaan bagian-bagian lain di dalam proses
perencanaan
menyeluruh. Penjadwalan bergantung pada hasil penelitian atau unsur rencana
mana
yang sudah tersedia; kendala-kendala anggaran, penjadwalan, dan politik, juga para
kebutuhan-kebutuhan lain yang mendesak, misalnya situasi gawat di dalam
masyarakat yang harus segera diperhatikan atau pada syarat-syarat perencanaan
hukum pada pemerintahan federal, negara bagian atau daerah di bawahnya.
Lagipula,
karena perencanaan perkotaan bersifat berulang-ulang dan terus-menerus maka
jarang
adawaktu yang ideal bagi pelaksanaan rencana tertentu.
Tetapi karena hal-hal lain bernilai sama maka dapat disebut beberapa
penelitianyang biasanya mendahului persiapan penyusunan rencana tata guna
lahan,
yaitu:
1. Penelitian kependudukan
2. Penelitian ekonomi
3. Analisis lingkungan
4. Identifikasi masalah-masalah, sasaran dan tujuan masyarakat
Unsur-unsur rencana menyeluruh yang bukan rencana tata guna lahan (seperti
unsur-unsur mengenai transportasi, listrik, air bersih dan gas, serta fasilitas umum)
mungkin mendahului, menyertai atau menyusuli persiapan perencanaan tata guna
lahan. Hal itu tergantung pada struktur, jadwal dan kendala-kendala yang terdapat
dalam proses perencanaan menyeluruh. Unsur-unsur rencana menyeluruh yang
biasanya menyusul sesudah tersusun rencana tata guna lahan meliputi:
a. Rencana-rencana untuk daerah yang lebih kecil, seperti daerah pemukiman,
pusatpusat
bisnis, lingkungan industri atau daerah-daerah pelestarian
b. Rencana-rencana fungsional untuk tujuan-tujuan khusus, seperti rencana untuk
perumahan atau tempat-tempat rekreasi.
Sekalipun mungkin ada tahapan analitis yang ideal (tentunya sampai batas-batas
tertentu bias terwujud) pertimbangan praktis mengenai anggaran, ketentuan hukum
dan hal-hal yang menimbulkan keresahan masyarakat yang sering menjadi faktor
penentu mengenai bagaimana dan kapan pelaksanaan rencana tata guna lahan
harus dilaksanakan (Catenese dan Snyder, 1988).
C. Proses Perencanaan Tata Guna Lahan
Proyek perencanaan tata guna lahan biasanya seperti dilukiskan pada gambar
1. sebenarnya proses ini lebih bersifat umum karena dapat diterapkan secara sama,
dalam bentuk yang bagaimanapun, pada semua perencanaan masyarakat,
termasuk
perencanaan menyeluruh, Perencanaan tata guna lahan itu sendiri, dan
perencanaan
tata guna lahan sebagai bagian dalam perencanaan menyeluruh. Dalam pengertian
yang paling sederhana, proses itu meliputi tiga tahap (lihat segi empat di tengah) :(1)
dimana tempat anda, (2) kemana anda hendak pergi dan (3) bagaimana cara
pencapaiannya.
Tahapan pelaksanaan 10 langkah yang ditunjukkan dalam gambar itu akan
berganti-ganti, demikian pula berapa jauh keterkaitan tata guna lahan sebagai
masalah tersendiri atau sebagai bagian dalam suatu proses perencanaan yang lebih
lengkap. Misalnya saja, langkah 1 (identifikasi permasalahan masyarakat dan
peluangnya) mungkin sudah dikerjakan pada tingkat lebih menyeluruh sebelum
dilaksanakan proses perencanaan tata guna lahan, atau langkah itu mungkin perlu
dilaksanakan secara khusus untuk menggerakkan proses tersebut. Langkah 2 dan 3
mencakup pengumpulan dan analisa informasi, mungkin sebagian sudah atau belum
dapat diperoleh dari hasil penelitian sebelumnya, tetapi sudah hampir dapat
dipastikan juga akan membutuhkan pengumpulan dan analisis informasi khusus
untuk keperluan perencanaan tata guna lahan.
Dalam mempelajari bagian ini mungkin akan bermanfaat bila melihat lagi
diagram dasar pada gambar untuk mengetahui bagian mana saja yang tepat untuk
berbagai bagian perencanaan tata guna lahan dan proses implementasinya.
D. Teori Pembangunan Wilayah
Pembangunan wilayah (regional development) merupakan upaya untuk
memacu perkembangan sosial ekonomi, mengurangi kesenjangan antarwilayah, dan
menjaga kelestarian lingkungan hidup pada suatu wilayah. Kebijakan
pengembangan
wilayah sangat diperlukan karena kondisi fisik geografis, sosial, ekonomi dan budaya
masyarakat yang sangat berbeda antara suatu wilayah dengan wilayah lainnya
sehingga penerapan kebijakan pengembangan wilayah itu sendiri harus disesuaikan
dengan kondisi, potensi, dan isu permasalahan di wilayah bersangkutan.
Istilah pembangunan ekonomi digunakan secara bergantian dengan istilah
seperti pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan ekonomi, kemajuan ekonomi, dan
perubahan jangka panjang. Pembangunan ekonomi mengacu pada masalah
negara/masyarakat yang sedang membangun, sedangkan pertumbuhan mengacu
pada
masalah negara-negara maju. Pembangunan, menurut Schumpeter, adalah
perubahan
spontan dan terputusputus dalam keadaaan stasioner yang senantiasa mengubah
dan
mengganti situasi keseimbangan yang ada sebelumnya. Sedangkan pertumbuhan
adalah perubahan jangka panjang secara perlahan dan mantap yang terjadi melalui
kenaikan tabungan dan penduduk. Menurut Boner, pembangunan memerlukan dan
melibatkan semacam pengarahan, pengaturan, dan pedoman dalam rangka
menciptakan kekuatan-kekuatan bagi perluasan dan pemeliharaan, sedang ciri
pertumbuhan spontan merupakan ciri perekonomian maju dengan kebebasan usaha
(Sjafrizal, 2008).
Menurut Todaro (2006) bahwa pembangunan harus berlangsung pada satu
tingkat perubahan secara menyeluruh sehingga suatu sistem sosial yang telah
diselaraskan dengan kebutuhan-kebutuhan dan keinginan dasar pribadi dan
kelompok
yang beraneka ragam dalam sistem tersebut akan bergerak menjauhi kondisi hidup
yang secara umum dianggap kurang memuaskan dan mengarah ke situasi atau
wilayah. Teori Lokasi menjadi penting dalam analisa ekonomi karena pemilihan
lokasi yang baik akan dapat memberikan penghematan yang sangat besar untuk
ongkos angkut sehingga mendorong terjadinya efisiensi baik dalam bidang produksi
maupun pemasaran. Sedangkan interaksi antar wilayah akan dapat pula
mempengaruhi perkembangan bisnis yang pada gilirannya akan dapat pula
mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah (Sjafrizal, 2008).
Untuk menganalis pembangunan kota dan wilayah, kita harus memahami
sepenuhnya mengenai kekuatan-kekuatan aglomerasi dan deaglomerasi.
Kekuatankekuatan
tersebut dapat menjelaskan terjadinya konsentrasi dan dekonsentrasi atau
dispersi kegiatan industri dan kegiatan-kegiatan lainnya. Manfaat-manfaat yang
ditinbulkan oleh kegietan-kegiatan di atas dapat dikelompokkan dalam tiga kategori,
antara lain: yaitu (1) penghematan skala (scale economies), penghematan lokasi
(localization economies). dan penghematan urbanisasi (urbanization economies).
1. Penghematan skala (scale economies). Terdapat penghematan dalam produksi
secara internal bila skala produksinya ditingkatkan. Biaya tetap yang besar
sebagai akibat investasi dalam bentuk pabrik dan peralatan, yang memungkinkan
dilaksanakan pemanfaatan pabrik dan peralatan tersebut dalam skala besar dapat
membagi-bagi beban biaya-biaya tetap pada berbagai unit terdapat dalam sistem
produksi. Sebagai konsekuensinya, unit biaya produksi menjadi lebih rendah
sehingga dapat bersaing dengan perusahaan-perusahaan lain. Produksi pada skala
besar dimaksudkan untuk menghundari unit biaya operasi yang eksesif. Hal ini
dapat dipertanggungjawabkan hanya pada lokasi-lokasi yang melayani penduduk
dalam jumlah besar, atau dengan perkataan lain mempunyai suatu pasar yang
luas. Jadi dapat disimpulkan bahwa terjadinya penghematan skala internal
memberikan manfaat pada konsentrasi penduduk dalam jumlah besar daripada
jumlah penduduk yang sedikit, industri dan kegiatan-kegiatan lainnya.
2. Penghematan lokalisasi (lokalization economies). Jenis kedua, kekuatan yang
terpenting konsentrasi industri diasosiasikan dengan penghematan yang
dinikmati oleh semua perusahaan dalam suatu industri yang sejenis pada suatu
lokasi tertentu. Hal ini disebabkan karena bertambahnya jumlah keluaran (total
output) industri tersebut. Sebagai ilustrasi dapat dikemukakan mengenai pabrik
tekstil. Kasus disuatu wilayah yang belum berkembang, dimana terdapat
kelayakan untuk mendirikan pabrik-pabrik modern ukuran kecil yang tidak
membutuhkan investasi modal yang eksesif dan dapat beroperasi tanpa dilayani
oleh tenaga kerja yang memiliki keterampilan yang tinggi dan spesialistis.
Berkelompok dan terkonsentrasinya pabrik-pabrik sejenis pada suatu daerah
geografis tertentu, misalnya di daerah-daerah perkotaan, akan menciptakan
penghematan lokalisasi dan akan meningkatkan pertumbuhan kota-kota tersebut.
3. Penghematan urbanisasi (urbanization economies). Penghematan urbanisasi
diasosiasikan dengan pertambahan jumlah total (penduduk, hasil industri,
pendapatan, dan kemakmuran) di suatu lokasi untuk semua kegiatan yang
dilakukan bersama-sama. Penghematan ini terkait pada kegiatan-kegiatan
industri-industri dan sektor-sektor secara agregatif
Keuntungan aglomerasi baru dapat muncul bilamana terdapat keterkaitan
yang erat antara kegiatan ekonomi yang ada pada konsentrasi tersebut baik dalam
bentuk keterkaitan dengan input (Backward Linkages) atau keterkaitan output
(Forward Linkages). Dengan adanya keterkaitan ini akan menimbulkan berbagai
bentuk keuntungan eksternal bagi para pengusaha, baik dalam bentuk penghematan
biaya produksi, ongkos angkut bahan baku, dan hasil produksi serta penghematan
migrasi, sehingga menarik investor dengan biaya pekerja yang rendah. Teori
konvergen akan terus berlanjut sampai para pekerja dan penghasilan seimbang.
Karena wilayah yang produktivitas dan tingkat pendapatan per kapita yang lebih
tinggi kedepannya akan lebih sulit menghitung hasil pengurangnya. Akibatnya, untuk
dapat menyeimbangkan perekonomian dapat dilakukan jika perekonomian berada
pada posisi yang lemah. Teori harga Factor Price Equalization (FPE) sudah menjadi
dasar pemikiran yang kuat dalam perdagangan bebas internasional sejak Heckscher
berpendapat bahwa pada kondisi tertentu membuka perdagangan yang akan
menyamakan hasil- terhadap kesamaan faktor-faktor pada negara-negara lain, dan
Ohlin pada awal abad ini, dan disempurnakan oleh Paul Samuelson
menyempurnakan
secara matematis. Dalam analisa integrasi perekonomian dunia, beberapa ahli
seperti
Porter dan Krugman mulai melihat pentingnya jarak geografis. Bertil Ohlin membuat
asumsi bahwa dua faktor produksi merupakan hal yang penting di setiap negara,
yang
sebahagian faktor tersebut merupakan hal yang tidak penting pada beberapa
negara.
Komoditas bergerak dengan baik di perdagangan internasional, tanpa didukung
pajak
atau biaya transportasi. Dari pandangannya, perdagangan bebas telah cukup
mampu
menggantikan mobilitas internasional sehingga pergerakan terhadap perdagangan
bebas akan menyebabkan harga pada negara negara menjadi sama. Dan jika
kedua
negara melanjutkan untuk menghasilkan barang-barang pada perdagangan bebas,
faktor harganya sebenarnya akan menjadi sama tanpa pergerakkan. Kesamaan
faktor
harga ini (FPE) dibuktikan secara matematis oleh Samuelson. Teori konvergen
masih
digunakan sebagai model dalam literatur teori pertumbuhan, yang menyatakan
bahwa
liberalisasi dalam asas dasar dapat meningkatkan proses konvergen melalui wilayah
(Hwang, 1996).
5. Teori Divergen (Divergence theory)
Divergence terjadi pada saat modal dan tenaga kerja ahli cenderung
terkonsentrasi di daerah yang lebih maju sehingga ketimpangan pembangunan
regional cenderung melebar. Ketimpangan wilayah yang tinggi menyebabkan
pengangguran atau tingkat pendapatan yang cenderung menurun pada sebahagian
masyarakat. Untuk mengatasi ini diperlukan campur tangan pemerintah untuk
membuat kebijakan yang akan mengurangi ketimpangan wilayah (Jeong, 1995). Bila
wilayah miskin mampu untuk menaikkan pendapatan per kapita masyarakat secara
terus menerus, maka ketimpangan wilayah dapat dipersempit secara perlahan
(Dapeng, 1998).
Ada tiga strategi dasar dimana para pembuat kebijakan bisa membantu variasi
basis ekonomi