Anda di halaman 1dari 5

Laporan Kasus

Refluks Vesiko Ureter Derajat V pada


Anak Perempuan Usia 9 Tahun

Viola Irene Winata, Dany Hilmanto


Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran/
Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung

Abstrak: Refluks Vesiko Ureter (RVU) merupakan aliran balik urin dari kandung kemih ke
ureter dan ginjal. Normalnya, ureter berhubungan dengan kandung kemih dengan arah miring,
menembus otot detrusor kandung kemih, terletak antara mukosa kandung kemih dan otot
detrusor, menjadi seperti katup yang mencegah aliran balik. Refluks terjadi bila lapisan
submukosa tipis atau tidak ada. Laporan kasus ini dibuat agar menjadi perhatian bahwa
penatalaksanaan infeksi saluran kemih yang benar dapat mengurangi kemungkinan komplikasi
RVU. Seorang anak perempuan berusia 9 tahun, datang ke RS Hasan Sadikin dengan keluhan
utama tidak dapat menahan buang air kecil selama 2 bulan, didahului dengan nyeri berulang
di bagian depan perut, muntah dan demam yang tidak terlalu tinggi sejak 20 bulan sebelumnya.
Pemeriksaan fisik menunjukkan anemis, malnutrisi sedang, tidak ada hipertensi. Dari
pemeriksaan laboratorium, ditemukan anemia, peningkatan ureum-kreatinin, hiperkalemia,
lekosituri dengan kultur urin negatif. Hasil ultrasonografi (USG) ginjal dan saluran kemih
menunjukkan hidronefrosis dengan pelebaran ureter bilateral dan sistitis. Hasil miksiosistouretrografi (MSU) yaitu RVU bertekanan rendah derajat V dengan buli-buli neurogenik,
sistitis kronis disertai divertikulosis. Pemeriksaan sistoskopi menunjukkan hiperemis mukosa
kandung kemih, trabekulasi berat, divertikulum berbentuk golf hole, tidak ditemukan massa
ataupun batu. Pasien ini direncanakan menjalani vesikosistektomi dan diberi antibiotik
profilaksis cefixim, namun pasien tidak pernah kontrol ke rumah sakit.
Kata kunci: refluks vesiko ureter, vesikosistektomi, antibiotik profilaksis

Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 1, Januari 2009

29

Refluks Vesiko Ureter Derajat V pada Anak Perempuan

Vesicoureteral Reflux 5th Grade in A 9-Year Old Girl


Viola Irene Winata, Dany Hilmanto
Department of Child Health Faculty of Medicine Padjadjaran University, Bandung

Abstract: Vesicoureteral reflux is retrogard flow of urine from the bladder to the ureter and renal
pelvis. The ureter is normally attached to the bladder in an oblique direction, perforating the
bladder muscle (detrussor) laterally and proceeding between the bladder mucosa and detrussor
muscle, creating a flap valve mechanism that prevents reflux. Reflux occurs when the submucosal
tunnel between the mucosa and detrussor muscle is short or absent. The purpose of this case
report was to describe how a proper management of urinary tract infection can diminish
vesicoureteral reflux complication. A-9-year old girl was admitted to Hasan Sadikin Hospital with
chief complaint of unable to hold voiding for 2 months, preceeded by recurrent pain in front of her
stomach, vomitus and low grade fever since 20 months before. Physical examination showed she
was moderate malnutrition, anemic, no hypertension. Laboratory findings showed anemia, increased serum ureum-creatinin, high potassium level, leucosituria, but negative urine culture.
Her urinary tract and kidney ultrasound showed hydronephrosis with bilateral ureter enlargement and cystitis. Her mictiocystourethrography(MCU) showed right vesicoureteral reflux low
pressure, 5th grade, with neurogenic bladder, chronic cystitis with diverticulosis. Cystoscopy
examination showed hyperemis in bladder mucosa, heavy trabeculae, diverticle (golf hole), there
is no mass or stone. The patient is planned to get vesicosistectomy and given prophylactic antibiotic (cefixime), but she never re-coned to hospital.
Key words: vesicoureteral reflux, vesicosistectomy, prophylactic antibiotic

Pendahuluan
Refluks vesiko ureter (RVU) merupakan aliran balik
(regurgitasi) urin dari kandung kemih ke ureter dan ginjal.
Ureter terletak dalam kandung kemih dengan posisi miring,
sehingga menyerupai katup yang mencegah refluks. RVU
berhubungan erat dengan kejadian infeksi saluran kemih
(ISK). Infeksi akut/kronis kandung kemih (sistitis) akibat
infeksi yang berulang mengakibatkan perubahan pada
dinding vesika (dinding vesika menjadi tebal dan banyak
mengandung jaringan fibrosa, yang akhirnya dapat merusak
bagian ureter intra mural/katup vesiko ureter) dan mengakibatkan inkompetensi dari katup vesiko ureter.1-3 Penatalaksanaan ISK harus mendapat perhatian supaya tidak
menyebabkan komplikasi RVU.
Angka kejadian RVU di Indonesia belum diketahui
secara pasti, namun di luar negeri terdapat beberapa
penelitian pada anak-anak yang mengalami infeksi saluran
kemih (ISK), kemudian dilakukan pemeriksaan miksiosistouretrografi (MCU), yaitu terdapat sekitar 25-40% anak
yang mengalami RVU.4-6
Menurut The International Reflux Study Committtee,
derajat refluks pada RVU terdiri atas 5 tingkat dari yang paling ringan sampai yang paling berat. Pembagian derajat RVU:
- Derajat I: refluks pada ureter saja, tidak ada dilatasi

30

Derajat II: refluks pada ureter, pelvis dan kalises, tidak


ada dilatasi
Derajat III: dilatasi ringan dengan atau tanpa disertai ureter yang berkelok. Dilatasi ringan pelvis dan kaliks minor
agak cembung
Derajat IV: dilatasi sedang disertai ureter yang berkelok.
Dilatasi sedang pada pelvis, kaliks mayor dan minor
tampak cembung.
Derajat V: dilatasi hebat disertai ureter yang berkelokkelok dan sistem pelvokalises sangat melebar.

Derajat I dan II umumnya akan sembuh spontan dalam 2


tahun, sedangkan derajat IV dan V memerlukan tindakan
operatif.1
Dilaporkan seorang anak perempuan berusia 9 tahun
dengan RVU derajat V yang datang ke RS Hasan Sadikin
Bandung diawali dengan sistitis dan kelainan anatomis
divertikulum.
Laporan Kasus
AS, seorang anak perempuan usia 9 tahun, datang ke
Unit Gawat Darurat (UGD) RS. Dr. Hasan Sadikin (RSHS)
Bandung dengan keluhan tidak dapat menahan buang air
kecil sejak 2 bulan sebelum masuk rumah sakit. Penderita

Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 1, Januari 2009

Refluks Vesiko Ureter Derajat V pada Anak Perempuan


masih dapat merasakan ketika akan buang air kecil, namun
tidak dapat menahan, sehingga penderita mengompol
sebelum sampai kamar mandi. Keluhan disertai dengan nyeri
perut dan muntah-muntah berulang serta panas badan yang
tidak terlalu tinggi.
Riwayat keluhan seperti ini telah dirasakan penderita
sejak 20 bulan sebelumnya, yaitu penderita buang air kecil
sedikit-sedikit, namun masih dapat ditahan dan pernah
dirawat di RS Kebon Jati, dipasang kateter urin, serta
disarankan untuk berobat ke RSHS. Penderita ke RSHS, lalu
dilakukan ultrasonografi (USG) (3 Februari 2006), hasilnya
sistitis, kedua ginjal tidak ada kelainan, penderita diberi obat
sirup, dimakan 2 kali sehari, namun penderita tidak kontrol
lagi.
Pada pemeriksaan fisik penderita tampak pucat,
malnutrisi sedang dan tidak ada hipertensi. Pada pemeriksaan
laboratorium awal didapatkan kadar hemoglobin 7,2 g/dl,
lekosit 19 400/mm3, trombosit 73 2000/mm3, mean corpuscular volume (MCV) 80,4fl, mean corpuscular hemoglobin
(MCH) 27,1 g, mean corpuscular hemoglobin consentration
(MCHC) 33,3%, gambaran darah tepi eritrosit normokrom
anisositosis, ureum 166 mg/dL, kreatinin 4,4 mg/dL, laju filtrasi
glomerulus (LFG) rumus Schwartz 15,25 mL/menit/1,73 m2,
lekosituria, hiperkalemia (kalium 5,9mEq/L), hitung kuman
urin tiga hari berturut-turut menunjukkan tidak ada kuman,
biakan kuman urin menunjukkan tidak ada pertumbuhan
kuman. Penderita mendapat terapi Ampisilin 3x1gram i.v
(dosis penyesuaian) dan kayeksalat untuk hiperkaleminya.
Pada hari perawatan ke-5, hasil pemeriksaan laboratorium
penderita menunjukkan kadar hemoglobin 5,9 g/dL, lekosit
10 700/mm3, hematokrit 19%, trombosit 512 000/mm3,
lekosituria, dan kadar kalium serum 3,8 mEq/L. Penderita
mendapat terapi transfusi PRC 200 ml dan antibiotik ampisilin
dilanjutkan. Hasil laboratorium post transfusi, yaitu kadar
hemoglobin 9,4 g/dL, lekosit 13600/mm3, hematokrit 29%, dan
trombosit 266 000/mm3. Foto polos abdomen menunjukkan
tidak tampak batu opak di saluran kemih, namun terdapat
malformasi tulang sakrum.
Pada USG ginjal diperoleh hidronefrosis dengan
pelebaran ureter bilateral dan sistitis. Gambaran MCU
menunjukkan refluks vesiko ureter kanan tekanan rendah
derajat V, dengan suspek buli-buli neurogenik, sistitis kronis
dengan divertikulum, didiagnosis banding dengan
trabekulasi. Pada hari perawatan ke-10, antibiotik ampisilin
dihentikan, diganti dengan cefixim 1x 20 mg, dan penderita
dikonsulkan ke bagian bedah urologi.
Hasil konsultasi dengan bedah urologi menyatakan diagnosis buli-buli neurogenik dengan RVU dan divertikulosis.
Penderita disarankan untuk dilakukan renogram dan
pemeriksaan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG). Hasil renogram
LFG yaitu LFG kiri 35,24 mL/menit, LFG kanan 24,45 mL/menit
dan LFG total 59,69 mL/menit, dengan kesimpulan fungsi
ginjal kiri sudah kurang, sedangkan ginjal kanan minim.
Kemudian oleh konsultan bedah urologi, penderita
Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 1, Januari 2009

Gambar 1. Foto Polos Abdomen, Menunjukkan Tidak Tampak


Batu Opak dan Terdapat Malformasi Os Sakrum

disarankan dilakukan sistoskopi. Hasil sistoskopi penderita


menunjukkan mukosa uretra interna dalam batas normal,
mukosa buli-buli hiperemis, trabekulasi berat, terdapat
divertikulum berbentuk lubang bola golf, tidak terdapat massa
maupun batu. Pada pasien, direncanakan akan dilakukan
vesikosistektomi dan sambil menunggu tindakan operatif,
penderita boleh pulang dan diberi antibiotik Cefixim 1x20 mg
(malam hari). Sayangnya, penderita tidak datang lagi untuk
melakukan kontrol.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, ditegakkan diagnosis
RVU derajat V dengan insufisiensi ginjal kronis yang
disebabkan oleh divertikulum pada buli-buli.
Diskusi
Awalnya etiologi penyakit pasien ini diketahui sebagai
sistitis (dari USG pertama 3 Februari 2006), kemudian penderita
diberi obat yang dimakan 2 kali sehari, namun keterbatasannya adalah penderita ini tidak kembali kontrol ke poli
anak, sehingga pengobatannya tidak adekuat. Hodson
memperkirakan bahwa parut ginjal secara radiologi akan
terdeteksi dalam periode enam minggu setelah infeksi .
Berdasarkan teori The Big Bang yang diajukan oleh Kallen
(1991), setelah infeksi pertama kali pun, parut ginjal sudah
dapat terjadi. Oleh sebab itu, pengobatan adekuat dan segera
terhadap infeksi sangat penting untuk mengurangi
kemungkinan timbulnya parut ginjal.1,7,8
Ketika pasien datang ke RSHS untuk kedua kalinya,
penderita sudah dalam keadaan pucat, fungsi ginjal yang
31

Refluks Vesiko Ureter Derajat V pada Anak Perempuan


menurun, laju filtrasi glomerulus yang menurun, hiperkalemia
dan lekosituria. Proses infeksi yang terjadi sudah
berlangsung lama, sehingga klinisnya sudah terlihat, yaitu
terdapat anemia yang disebabkan oleh penyakit ginjal kronis
yang ditunjukkan dari kadar hemoglobin, morfologi dan
indeks eritrositnya. Gambaran USG menunjukkan adanya
hidronefrosis dengan pelebaran ureter bilateral dan sistitis.
Hal ini memperlihatkan bahwa sistitis dari awal masih terus
berlangsung yang menyebabkan dinding vesika urinaria
menjadi tebal dan banyak mengandung jaringan fibrosis,
sehingga merusak fungsi ureter intra mural sebagai katup
dan akibatnya terjadi refluks. Refluks yang terjadi pada
pasien ini sudah mencapai kedua ginjal, sehingga dapat
dikatakan refluks intrarenal.1
Untuk mendeteksi dan mendiagnosis adanya refluks
dilakukan pemeriksaan MCU, yaitu dengan memasukkan
kontras ke dalam kandung kemih menggunakan kateter urin,
kemudian gambar diambil pada saat pengisian kandung
kemih dengan kontras dan saat berkemih.1 Pada pasien ini
sudah didapatkan adanya refluks bertekanan rendah pada
saluran kemih sebelah kanan. Pemeriksaan ini juga
memberikan informasi anatomis saluran kemih, yaitu ureter
kanan melebar dan berkelok-kelok, sistem pelvokalises kanan
melebar, bentuk kandung kemih pine tree, mukosa iregular,
terdapat penonjolan berbentuk kantung (divertikulum) yang
multipel di dinding vesika urinaria.

Gambar 2. Hasil MCU Pasien, Menunjukkan Refluks Intrarenal, Ureter Kanan Melebar dan Berkelokkelok, Sistem Pelvokalises Kanan sudah Melebar.

32

Kelainan anatomi divertikulum yang didapat dari


pemeriksaan MCU, merupakan faktor yang mempermudah
terjadinya ISK. Di pihak lain, ISK yang terjadi secara berulang
akan memperberat kelainan anatomi yang ada, sehingga
memudahkan terjadinya jaringan parut ginjal dan gangguan
fungsi ginjal.
Terdapat 2 macam pemeriksaan MCU: yaitu menggunakan kontras dan radionukleotida. Keuntungan menggunakan kontras adalah lebih memberikan informasi anatomi.
MCU kontras digunakan sebagai alat diagnostik awal pada
sebagian besar pusat kesehatan, sedangkan untuk evaluasi
biasanya digunakan MCU radionukleotida karena paparan
radiasinya lebih rendah.1
Untuk mengetahui fungsi ginjal yang sesungguhnya
dilakukan renografi LFG di bagian kedokteran nuklir. Pada
pasien ini didapatkan fungsi ginjal kanan minim, sedangkan
ginjal kiri berkurang. Bila mengikuti pembagian gagal ginjal
kronis menurut LFG, maka pasien ini termasuk dalam
insufisiensi ginjal kronis dengan LFG gabungan 59,69 mL/
menit yang berpotensi menjadi gagal ginjal kronis.
Pada pasien ini juga dilakukan sistoskopi, tetapi hasil
sistoskopi tidak berperan dalam menentukan prognosis dan
pilihan pengobatan.1 Oleh bagian bedah, penderita direncanakan dilakukan vesikosistektomi, dengan tujuan
supaya aliran kemih lancar dan mengurangi refluks pada
saluran kemih kanan, karena dari MCU terlihat bahwa refluks
kanan sudah terjadi pada saat pengisian kandung kemih
20 mL. Bila refluks terus terjadi maka fungsi ginjal kanan akan
terus menurun, sehingga akhirnya ginjal akan rusak.
Kualitas hidup penderita juga diperbaiki dengan
pemberian antibiotik profilaksis dengan dosis seperempat
sampai sepertiga dari dosis yang dibutuhkan untuk
mencegah infeksi akut, biasanya diberikan 1 kali sehari. Pada
pasien ini diberikan antibiotik Cefixim 1x 20 mg (seperempat
dari dosis yang dibutuhkan). Antibiotik profilaksis ini berguna
untuk mencegah terjadinya sistitis yang dapat memperberat
RVU. Antibiotik profilaksis dilanjutkan sampai terjadi
penyembuhan refluks pada RVU derajat I dan II atau setelah
penderita menjalani operasi pada derajat IV dan V.1
MCU ulang dilaksanakan setiap 12-18 bulan dan
evaluasi anak dilakukan setiap tahun yaitu mengukur tinggi,
berat badan, dan tekanan darah anak. Terapi medis dengan
antibiotik profilaksis dikatakan berhasil bila anak bebas dari
infeksi, tidak ada pembentukan parut ginjal yang baru, dan
refluks sembuh spontan.1,8 Namun, pada kenyataannya,
refluks pada pasien ini adalah refluks bertekanan rendah yang
prognosisnya kurang baik karena jarang dapat sembuh
spontan, apalagi derajat RVU pasien ini adalah derajat V.
Adanya parut ginjal dapat dideteksi dengan skintigrafi
Tc -99 DMSA (dimercapto succinic acid). Parut ginjal
terdeteksi dengan menemukan defek gambaran ginjal yang
disebut daerah rendah emisi (cold area) akibat menurunnya
ambilan DMSA pada daerah tersebut.1,8 Pada pasien ini, belum
dilakukan pemeriksaan DMSA.
Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 1, Januari 2009

Refluks Vesiko Ureter Derajat V pada Anak Perempuan


Prognosis penderita ini, quo ad vitam dan quo ad
functionam ad malam, karena pasien tidak patuh untuk
melaksanakan tindakan operasi yang memperbaiki keadaan
RVU, sehingga penderita mudah jatuh ke dalam gagal ginjal
kronis. Dengan manajemen yang tepat pada pasien ini, akan
memperlambat proses memburuknya fungsi ginjal ke arah
gagal ginjal kronis, namun fungsi ginjal tidak akan kembali
normal.

2.
3.

4.
5.

6.

Kesimpulan
Refluks vesiko ureter (RVU) merupakan aliran balik
(regurgitasi) urin dari kandung kemih ke ureter dan ginjal.
RVU berhubungan erat dengan kejadian infeksi saluran kemih
(ISK). Prognosis pasien ini buruk karena proses diagnosis
pasien yang terlambat, sehingga pasien sudah RVU derajat
V, dan pasien termasuk dalam refluks bertekanan rendah,
disertai dengan ketidakpatuhan pasien untuk melaksankan
tindakan operasi vesikosistektomi.

7.

8.

Moore KL, Dalley AF. Clinically oriented anatomy. Edisi ke-4.


Canada: Lippincott; 1999.
Texas Pediatric Surgical Associates [homepage on the internet].
Vesicoureteral reflux. 2006 [cited 2008 April 2]; Available from:
http://www.pedisurg.com/.
Williams G, Fletcher JT, Alexander SL, Craig JC. Vesicoureteral
reflux. J Am Soc Nephrol. 2008;19(4):1-16.
Jakobsson B, Esbjorner E, Hansson S. Minimal incidence and
detection rate of urinary tract infection. Pediatrics 1999; 104:2226.
Preda I, Jodal U, Sixt Rune, Stokland E, Hansson S. Normal
dimercaptosuccinic acid scintigraphy makes voiding cystourethrography unnecessary after urinary tract infection. J Pediatr
2007;151:581-4.
Oostenbrink, van der Heijden AD, Moons KGM, Moll HA. Prediction of vesico-ureteric reflux in childhood urinary tract infection: a multivariate approach (abstract). Acta Paediatr 2000;
89:806-10.
Lambert H, Coulthard M. The child with urinary tract infection.
Dalam: Webb N, Postlethwaite R, penyunting. Clinical paediatric
nephrology. Edisi ke-3. United States: Oxford university press;
2003.h.197-225.

Daftar Pustaka
1.

Elder JS. Vesicouretral reflux. Dalam: Behrman RE, Kliegman


RM, Jenson HB, penyunting. Nelson textbook of pediatrics.
Edisi ke-17. Philadelphia: W.B. Saunders; 2004.h.1790-4.

Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 1, Januari 2009

MS

33

Anda mungkin juga menyukai