PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Asam dan Basa merupakan dua golongan zat kimia yang sangat penting dalam
kehidupan sehari - hari. Berkaitan dengan sifat asam Basa, larutan dikelompokkan dalam
tiga golongan, yaitu bersifat asam, bersifat basa, dan bersifat netral. Asam dan Basa
memiliki sifat-sifat yang berbeda, sehingga kita bisa menentukan sifat suatu larutan.
Untuk menentukan suatu larutan bersifat asam atau basa, ada beberapa cara. Yang
pertama menggunakan indikator warna, yang akan menunjukkan sifat suatu larutan
dengan perubahan warna yang terjadi. Misalnya Lakmus, akan berwarna merah dalam
larutan yang bersifat asam dan akan berwarna biru dalam larutan yang bersifat basa. Sifat
asam basa suatu larutan juga dapat ditentukan dengan mengukur pH-nya. pH merupakan
suatu parameter yang digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman larutan. Larutan
asam memiliki pH kurang dari 7, larutan basa memiliki pH lebih dari 7, sedangkan netral
pH nya 7. Dalam kehidupan sehari hari, senyawa asam dan basa dapat dengan mudah
kita temukan. Mulai dari makanan, minuman dan beberapa produk rumah tangga yang
mengandung basa. Contohnya sabun, deterjen, dan pembersih peralatan rumah tangga.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang mendasari tulisan makalah ini adalah :
1.
2.
3.
C. Tujuan Masalah
1.
BAB II
2
TINJAUAN PUSTAKA
XH+(aq)+ Zx-(aq)
M (OH)X(aq)
asam
M X+(aq)+XOH-(aq)
basa
2. Teori Bronsted
Dalam pengertian Bronsted, asam adalah segala zat yang dapat memberikan
proton, dan basa adalah zat yang dapat menerima proton. Ion hidroksida, pastinya
adalah suatu akseptor proton dank arena itu merupakan basa Bronsted, tetapi ion itu
tidak unik; ion tersebut adalah satu dari banyak spesies yang dapat mempertunjukkan
perilaku dasar. Ketika suatu asam menghasilkan proton, spesies yang kekurangan
harus mempunyai sedikit afinitas proton, sehingga merupakan suatu basa.
H+ + B
3
Asam
Basa
3. Teori Lewis
Teori asam basa lewis sangat baik untuk mengidentifikasi sifat suatu reaksi dalam
berbagai pelarut yang mengandung hidrogen yang dapat terion. Tetapi, konsep ini
tidak dapat menjelaskan suatu reaksi yang tidak melibatkan transfer ion hidrogen.
Lewis mengusulkan konsep asam basa berkaitan dengan donor pasangan elektron.
Menurut lewis, asam didefinisikan sebagai penerima pasangan elektron dan basa
sebagai donor pasangan elektron. Reaksi antara boron trifluorida dengan ammonia
menurut teori ini merupakan reaksi asam-basa.
B. Titrasi
Titrasi adalah cara analisis yang memungkinkan kita untuk mengukur jumlah
yang pasti dari suatu larutan dengan mereaksikan dengan suatu larutan lain yang
konsentrasinya diketahui. Analisis semacam ini yang menggunakan pengukuran volume
larutan reaktan disebut analisis volumetri. Pada suatu titrasi, salah satu larutan yang
mengandung suatu reaktan dimasukkan ke dalam buret, sebuah tabung panjang yang
salah satu ujungnya mempunyai kran dan diberi skala dalam mililiter dan sepersepuluh
mililiter.
Larutan dalam buret disebut penitrasi (titran) dan selama titrasi, larutan ini
diteteskan secara perlahan melalui kran ke dalam labu Erlenmeyer yang mengandung
larutan reaktan lain, Larutan penitrasi ditambahkan sampai seluruh reaksi selesai yang
dinyatakan dengan berubahnya warna indikator, suatu zat yang umumnya ditambahkan
ke dalam larutan dalam bejana penerima dan yang mengalami perubahan warna ketika
reaksi berakhir. Perubahan ini menandakan telah tercapainya titik akhir titrasi, diberi
nama demikian karena pada titik ini, penetesan larutan penitrasi dihentikan dan
volumenya dicatat.
Salah satu reaksi yang sering digunakan dalam titrasi adalah netralisasi asambasa. Biasanya, larutan basa sebagai penitrasi dan larutan asam sebagai diletakkan pada
4
Erlenmeyer atau gelas kimia. Indikator adalah suatu zat yang mempunyai warna dalam
keadaan asam dan basa berlainan. Misalnya, lakmus dalam suasana asam akan berwarna
merah muda, sedangkan dalam keadaan basa warnanya biru. Indikator lain yang biasa
digunakan di laboratorium adalah fenolftalein. Fenolftalein dalam suasana asam tidak
berwarna, sedangkan dalam suasana basa berwarna merah muda.
N=Normalitas
V=Volume
M=Molaritas
n = jumlah ion H+ (pada asam) atau OH (pada basa)
HIn + H2O
6
InH+ + OH-
In + H2O
Tetapan penguraian dari asam adalah
Ka =[H3O+][In-]
[HIn]
Sebagai ilustrasi, mari kita asumsikan bahwa molekul HIn berwarna merah dan
ion In- berwarna kuning. Kedua bentuk tentu saja ada dalam suatu larutan indikator
tersebut, konsentrasi relatifnya tergantung pada pH. Warna yang dilihat mata manusia
tergantung pada jumlah relatif kedua bentuk itu. Jelaslah, dalam larutan ber-pH rendah,
HIn asam menonjol dan kita hanya bisa mengharapkan warna merah. Dalam larutan berpH tinggi, In- akan menonjol dan warnanya akan berubah menjadi kuning. Pada nilai berpH menengah, di mana kedua bentuk berada dalam konsentrasi yang hamper sama,
warnanya mungkin oranye.
Anggap bahwa pKa dari HIn adalah 5,00 dan bahwa beberapa tetes HIn
ditambahkan ke suatu larutan asam kuat yang dititrasi dengan basa kuat. Kuantitas HIn
yang ditambahkan begitu kecilnya sehingga jumlah titran yang digunakan oleh HIn dapat
diabaikan. Sekarang mari kita ikuti rasio dari kedua bentuk warna saat berubahnya pH
selama titrasi. Ini ditunjukkan dalam Tabel 6.2. Mari kita asumsikan juga bahwa larutan
Nampak merah di mata bila rasio (HIn)/(In -) sebesar 10:1, dan kuning bila rasio ini 1:10
atau kurag. Dalam kasus tersebut, perubahan pH yang minimum, kita sebut sebagai
pH, yang dibutuhkan untuk menyebabkan suatu perubahan warna dari merah ke kuning
adalah 2 satuan:
Kuning:
Merah:
RASIO
WARNA
(HIn)/(In-)
10.000 : 1
Merah
1000 : 1
Merah
100 : 1
Merah
10 : 1
Merah
1:1
Oranye
1 : 10
Kuning
1 : 100
Kuning
1 : 1000
Kuning
Rentang
INDIKATOR
PERUBAHAN WARNA
RENTANG pH
DENGAN
Asam pikrat
Timol biru
2,6-Dinitrofenol
Metil kuning
Bromfenol biru
Metil oranye
Bromkresol hijau
Metil merah
Litmus
Metil ungu
p-Nitrofenol
Bromkresol ungu
Bromtimol biru
Netral merah
Fenol merah
p-a-Naftolftalein
Feolftalein
Timolftalein
Alizarin kuning R
1,3,5-Trinitrobenzena
MENINGKATNYA pH
Tidak berwarna ke kuning
Merah ke kuning
Tidak berwarna ke kuning
Merah ke kuning
Kuning ke biru
Merah ke kuning
Kuning ke biru
Merah ke kuning
Merah ke biru
Ungu ke hijau
Tidak berwarna ke kuning
Kuning ke ungu
Kuning ke biru
Merah ke kuning
Kuning ke biru
Kuning ke biru
Tidak berwarna ke merah
Tidak berwarna ke biru
Kuning ke violet
Tidak berwarna ke oranye
0,1-0,8
1,2-2,8
2,0-4,0
2,9-4,0
3,0-4,6
3,1-4,4
3,8-5,4
4,2-6,2
5,0-8,0
4,8-5,4
5,6-7,6
5,2-6,8
6,0-7,6
6,8-8,0
6,8-8,4
7,0-9,0
8,0-9,6
9,3-10,6
10,1-12,0
12,0-14,0
Dalam kasus asam yang sangat lemah, misalnya, pK a = 9, tidak ada perubahan pH
yang terjadi di dekat titik ekivalen. Oleh karena itu basa bervolume besar akan
dibutuhkan untuk mengubah warna indikator tersebut, dan titik ekivalennya tidak dapat
dideteksi dengan kepresisian yang biasa.
Singkatnya, kita harus memilih indikator yang berubah warna di sekitar titik
ekivalen dari titrasi. Untuk asam lemah, pH pada titik ekivalen di atas 7, dan fenolftalein
merupakan indikator yang lazim digunakan. Untuk basa lemah, yang memiliki pH di
bawah 7, indikator yang sering digunakan adalah metil merah (4,2 sampai 6,2) atau metil
oranye. Untuk asam dan basa kuat, indikator yang sessuai adalah metil merah, bromtimol
biru, dan fenolftalein.
G. Titik Ekuivalen
Ketika larutan yang sudah diketahui konsentrasinya direaksikan dengan larutan
yang tidak diketahui konsentrasinya, maka akan dicapai titik dimana jumlah asam sama
dengan jumlah basa, yang disebut dengan titik ekivalen. Titik ekivalen dari asam kuat dan
basa kuat mempunyai pH 7. Untuk asam lemah dan basa lemah, titik ekivalen tidak
terjadi pada pH 7. Dan untuk larutan asam basa poliprotik, akan ada beberapa titik
ekivalen.
Ada dua cara yang biasa digunakan untuk memprediksi dan menentukan titik
ekivalen, yaitu menggunakan pH meter dan indikator asam-basa.
1. Menggunakan pH meter
Metode ini melibatkan grafik sebagai fungsi pH dan volume titran yang dipakai
yang disebut dengan kurva titrasi. Contoh kurva titrasi adalah:
10
2. Menggunakan indicator
Metode ini mengandalkan timbulnya perubahan warna larutan. Indikator asam
basa merupakan suatu asam atau basa organik lemah yang mempunyai warna yang
berbeda pada keadaan terdisosiasi maupun tidak. Karena digunakan dalam
konsentrasi yang rendah, indikator tidak menunjukkan perubahan yang besar pada
titik ekivalen. Titik dimana indikator berubah warna merupakan titik akhir titrasi.
Untuk titrasi, perbedaan volume antara titik akhir dengan titik ekivalen relatif kecil.
Seringkali kesalahan (error) pada perbedaan volume diabaikan. Seharusnya dalam
kasus tersebut diberlakukan faktor koreksi. Volume yang ditambahkan untuk
mencapai titik akhir dapat dihitung dengan menggunakan rumus sederhana berikut:
VANA = VBNB
dimana V adalah volume, N adalah normalitas, A adalah asam, dan B adalah basa.
Pada umumnya cara kedua dipilih disebabkan kemudahan pengamatan, tidak
diperlukan alat tambahan, dan sangat praktis.Indikator yang dipakai dalam titrasi
asam basa adalah indicator yang perbahan warnanya dipengaruhi oleh pH.
Penambahan indicator diusahakan sesedikit mungkin dan umumnya adalah dua
hingga tiga tetes.
Untuk memperoleh ketepatan hasil titrasi maka titik akhir titrasi dipilih sedekat
mungkin dengan titik equivalent, hal ini dapat dilakukan dengan memilih indikator
yang tepat dan sesuai dengan titrasi yang akan dilakukan. Keadaan dimana titrasi
11
dihentikan dengan cara melihat perubahan warna indikator disebut sebagai titik akhir
titrasi.
BAB III
PEMBAHASAN
12
Penyelesaian: Oleh karena berhubungan denga reaksi kimia, dibuat dulu reaksinya.
NaOH (aq) + HCl (aq)
Untuk memecahkan soal ini, kita harus mengetahui dengan pasti perbandingan
mol NaOH dengan jumlah liter larutannya. Pada titrasi ini, kita pakai 18,47 mL larutan
NaOH. Apabila kita dapat menghitung jumlah NaOH dalam volume ini, maka kita akan
mempunyai semua informasi untuk menghitung molaritas larutan tersebut. Hal ini dapat
diketahui dari banyaknya zat kimia yang digunakan dalam reaksi.
Mula-mula dihitung jumlah mol HCl dalam larutan sebelum titrasi dimulai. Ini
didapat dari volume dan molaritas asam
20,000 mL larutan
Dari koefisien persamaan diketahui bahwa HCl dan NaOH bergabung dengan
perbandingan mol 1 banding 1. Maka jumlah mol NaOH yang bereaksi dengan HCl
sampai tercapai titik akhir juga 2,000 x 10-3 mol. Akhirnya, kita hitung perbandingan
jumlah mol NaOH dengan jumlah liter larutannya. Oleh karena 18,47 mL = 0,01847 L;
maka molaritasnya
2,000 x 105 molNaOH
0,01847 L larutan
= 0,1083 M NaOH
HC9H7O4 + NaOH
NaC9H7O4 + H2O
Koefisiendari HC9H7O4 sama dengan NaOH, maka jumlah mol yang bereaksi juga
sama. Oleh karena itu, jumlah mol sampel HC9H7O4= 0,00215mol HC9H7O4. Massa
molekuldari aspirin = 180,2, makajumlah gram aspirindalamsampeladalah
0,00215 mol HC9H7O4 x
180,2 g HC 9 H 7 O 4
1mol HC 9 H 7 O 4
= 0,387 g HC9H7O4
massa aspirin
Persentase aspirin didapat dari massa sampel x 100%
Denganmemasukkanharga
Persentase aspirin =
0,387 g HC 9 H 7 O 4
x 100% = 77,4 %
0,500 g sampel
BAB IV
KESIMPULAN
Asam adalah senyawa kimia yang bila dilarutkan dalam air akan menghasilkan larutan
dengan pH <7. Dalam definsi modern, asam adalah suatu zat yang dapat memberi proton (ion
H+) pada zat lain (yang disebut basa), atau dapat menerima pasangan electron bebas dari suatu
basa. Asam terbagi atas dua macam yaitu asam kuat dan asam lemah. Asam mempunyai rasa
asam dan bersifat korosif.
14
Basa adalah senyawa kimia yang menyerap ion hydronium ketika dilarutkan dalam air.
Basa memiliki pH >7. Seperti halnya asam, basa juga terbagi dua macam yaitu basa kuat dan
basa lemah.
Basa mempunyai rasa pahit dan merusak kulit, terasa licin seperti sabun bila terkena kulit
dan dapat menetralkan asam.
Jika pH = 7 maka larutan bersifat netral. Jika pH <7, maka larutan bersifat asam. Jika pH
>7 maka larutan bersifat basa.
DAFTAR PUSTAKA
Brady James, Kimia Universitas Asas dan Struktur. Jilid Satu. Binarupa Aksara. Jakarta:2002
Underwood, Day R.A, Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam. Erlangga. Jakarta:1998
15