Jakarta - Kasus penculikan bayi di Indonesia kembali marak. Yang terakhir, kasus penculikan bayi terjadi di
Puskesmas Kembangan, Jakarta Barat, yakni menimpa bayi pasangan Edi Sugianto-Murtanti, warga Joglo,
Jakarta Barat. Peristiwa pada pertengahan Januari lalu itu bermula dari pengakuan seseorang yang menyamar
sebagai bidan. Bidan gadungan itu mengambil bayi dengan dalih si bayi akan diberi imunisasi. Ternyata, bayi
tidak diimunisasi melainkan dibawa kabur dengan kendaraan bermotor.
Pasangan Edi-Murtanti hanya bisa menyumpah serapah petugas puskesmas yang lalai menjaga si bayi
sehingga raib digondol penculik. Hingga detik ini kasus penculikan bayi di Kembangan itu belum terkuak, dan
pasangan itu masih berharap darah dagingnya dapat ditemukan dengan selamat tanpa kekurangan sesuatu.
Berdasarkan pengamatan polisi, penculikan bayi dilakukan oleh sindikat perdagangan manusia.
Kiranya masih banyak terjadi kasus penculikan bayi di Tanah Air. Berdasarkan data Komisi Nasional
Perlindungan Anak, tahun 2009 angka penculikan bayi naik dua kali lipat dari tahun 2008 yang terjadi 72 kasus
penculikan bayi. Tahun 2009, jumlahnya naik menjadi 102 kasus, 26 di antaranya terjadi di rumah sakit, rumah
bersalin, dan puskesmas.
Menanggapi kembali maraknya kasus penculikan bayi dari rumah sakit, Chief Executive Officer (CEO) Siloam
Hospitals dr Andry MM MHKes mengungkapkan, secara umum kasus demikian terjadi akibat lemahnya tingkat
pengamanan pasien oleh rumah sakit atau klinik bersalin. Untuk itu, menjadi perhatian bersama, dan perlunya
perbaikan sistem pengamanan pasien guna menekan angka atau bahkan menghilangkan kasus penculikan bayi
di Tanah Air.
Berita maraknya kasus penculikan bayi belakangan ini juga menjadi perhatian jajaran manajemen Siloam
Hospitals. Namun, jauh-jauh hari Siloam Hospitals telah menerapkan sistem dan prosedur ketat yang berstandar
internasional guna mengamankan pasien ibu melahirkan (persalinan) berikut bayinya.
Menurut Andry, pengamanan standar kedatangan orang atau calon pasien di Siloam Hospitals Karawaci, cukup
berlapis. Terdepan adalah pengamatan ketika orang baru tiba di gerbang masuk atau dropping area dan pintu
lobi rumah sakit. Di sini petugas sudah terlatih mengenali setiap gerak-gerik pengunjung, termasuk tampak raut
muka. Mereka yang air mukanya mencurigakan, pasti ketahuan oleh petugas pengamanan, ujar Andry.
Bangunan Siloam Hospitals Karawaci, begitu pula dengan tiga Siloam Hospitals lain, yakni Kebon Jeruk,
Cikarang, dan Surabaya, dilengkapi kamera CCTV yang terpasang di setiap sudut strategis rumah sakit. CCTV
beroperasi 24 jam, dan rekaman gambar baru dihapus sebulan kemudian.
Yang membedakan pula, setiap tangga darurat di Siloam Hospitals dipasangi alarm yang akan berbunyi jika
pintu dibuka. Jadi, begitu pintu darurat terbuka, suara alarm akan meraung-raung, kemudian seluruh petugas
keamanan langsung bersigap mengamankan setiap pintu keluar rumah sakit. Setiap pagi, alarm ini selalu dicek
guna memastikan bahwa alat masih berfungsi baik.
Pada ruangan-ruangan penting, seperti kamar bedah, kamar persalinan, dan kamar bayi, dilengkapi pintu khusus
yang hanya bisa dibuka dengan menekan kode atau nomor sandi tertentu. Begitu pula, seluruh petugas
dilengkapi ID card dengan foto diri (close-up) yang tampak jelas dari si pemegang ID card.
Kendati memiliki sistem pengamanan pasien berstandar tinggi, Siloam Hospitals tetap tampil ramah dan nyaman
bagi siapa saja, utamanya pasien dan para pembesuk. Bahkan, sistem pengamanan itu tidak akan mengurangi
privasi pasien dan pembesuk. Karena, sejatinya memperoleh rasa nyaman dan aman di rumah sakit adalah hak
setiap pasien, ujar Andry.
Menurut dr Andry, dengan sistem dan prosedur pengamanan Siloam Hospitals memaksa tindakan dan sikap
staf medis dan pasien untuk tidak mempercayai orang, melainkan percaya pada sistem dan prosedur yang
berlaku.
Andry juga menekankan pentingnya prosedur penanganan pascaoperasi. Sebab, secanggih apapun peralatan
dan kepiawaian staf paramedis, jika prosedur pascaoperasi begitu lemah maka hasil secara keseluruhanakan
menjadi tidak penting lagi.
Khusus di instalasi persalinan, sistem dan prosedur penanganan dan pengamanan pasien ibu hamil beserta
bayinya yang diterapkan Siloam Hospitals Karawaci sedemikian bagus, sehingga tidak hanya sangat memadai,
namun patut pula dicontoh. Dengan prosedur pengamanan seketat itu, sangat kecil kemungkinan terjadi bayi
salah tukar identitas, apalagi tindak penculikan bayi.
Contohnya, setiap bayi dipasangi dua gelang identitas (tertulis nama ibu dan tanggal lahir bayi) masing-masing
di pergelangan tangan dan kaki sebelah kiri. Gelang berwarna biru untuk bayi berkelamin laki-laki dan gelang
pink untuk bayi perempuan. Pada telapak kaki kiri bayi dibubuhi cap jempol sang ibu yang melahirkannya.
Saat bayi selesai disusuhi sang ibu di ruang perawatan dan selanjutnya bayi hendak dikembalikan ke kamar
bayi, selalu disertai berita acara penyerahan di secarik kartu khusus yang ditandatangani sang ibu dan bidan
jaga.
Sebagai langkah pengamanan paripurna, setiap bayi yang akan dibawa pulang berikut sang ibunya, akan diantar
staf medis rumah sakit hingga ke kendaraan penjemput di lobi luar. Sebelum kendaraan berangkat, ada berita
acara penyerahan bayi yang diperkuat tanda tangan staf medis rumah dan orangtua bayi. (izn)