Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN KASUS

MENINGITIS TUBERKULOSIS
Disusun oleh :
Fanny Muslim

110100017

Shylvia Dewi

110100030

Putra Baruna

110100037

Swapna A/P Chandra Segaran

110100328

Saravana Selvi A/P Sanmugam

110100426

Pembimbing :
dr. Dwi Retno Hastani
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN
2015

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.........................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN....................................................................
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA...........................................................
BAB 3 KASUS......................................................................................
BAB 4 DISKUSI DAN KESIMPULAN.............................................
DAFTAR PUSTAKA............................................................................

ii

BAB 1
PENDAHULUAN
Meningitis adalah inflamasi dari membran pelindung yang menutupi otak dan
medulla spinalis yang dikenal sebagai meningens. Inflamasi dari meningen dapat
disebabkan oleh infeksi virus, bakteri atau mikroorganisme lain. Berdasarkan
penelitian epidemiologi mengenai infeksi saraf pusat di Asia, pada daerah Asia
Tenggara, meningitis yang paling sering dijumpai adalah meningitis tuberkulosa.6
Meningitis tuberkulosa termasuk salah satu tuberkulosis ektrapulmoner dan
merupakan penyakit infeksi susunan saraf pusat subakut dari fokus primer paru.
Meningitis TB merupakan merupakan meningitis yang paling banyak menyebabkan
kematian dan kecacatan, dibanding meningitis bakterialis akut, perjalanan penyakit
meningitis TB lebih lama dan perubahan atau kelainanan dalam cairan serebrospinal
tidak begitu hebat.3
Insiden meningitis TB sebanding dengan TB primer. Faktor predisposisi
berkembangnya infeksi TB adalah malnutrisi, penggunaan kostikosteroid, keganasan,
cedera kepala, infeksi HIV dan diabetes mellitus. Penyakit ini dapat menyerang
semua umur, anak-anak lebih sering dibanding dewasa terutama 5 tahun pertama
kehidupan. Jarang ditemukan pada usia dibawah 6 bulan dan hampir tidak pernah
ditemukan pada usia dibawah 3 bulan.6
Dewasa ini terutama di Negara-negara maju, penderita meningitis TB
merupakan komplikasi HIV dengan gejala yang lebih kompleks, sepertii infiltrate
pulmoner difus dengan limfadenopati torakal.3

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Meningitis tuberkulosis adalah radang selaput otak akibat komplikasi
tuberculosis

primer.

Secara

histologis

meningitis

tuberkulosis

merupakan

meningoensefalitis (tuberkulosis) dengan invasi ke selaput dan jaringan susunan saraf


pusat.3
2.2. Etiologi
Meningitis tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis jenis
Hominis, jarang oleh jenis Bovinum atau Aves.3
2.3.

Epidemiologi6
Meningitis tuberculosis (TB) merupakan penyakit yang paling sering ditemukan

di negara yang sedang berkembang, salah satunya adalah Indonesia, dimana insidensi
tuberkulosis lebih tinggi terutama bagi Orang dengan HIV/AIDS (ODHA).
Meningitis tuberculosis merupakan penyakit yang mengancam jiwa dan memerlukan
penanganan tepat karena mortalitas mencapai 30%, sekitar 5:10 dari pasien bebas
meningitis TB memiliki gangguan neurologis walaupun telah di berikan antibiotik
yang adekuat. Diagnosis awal dan penatalaksanaan yang tepat sangat diperlukan
untuk mengurangi resiko gangguan neurologis yang mungkin dapat bertambah parah
jika tidak ditangani. Meningitis TB merupakan salah satu komplikasi TB primer.
Morbiditas dan mortalitas penyakit ini tinggi dan prognosisnya buruk. Komplikasi
meningitis TB terjadi setiap 300 kasus TB primer yang tidak diobati. Centers for
Disease Control (CDC) melaporkan pada tahun 1990 morbiditas meningitis TB 6,2%
dari seluruh kasus TB ekstrapulmonal. Insiden meningitis TB sebanding dengan TB
primer, umumnya bergantung pada status sosio-ekonomi, higiene masyarakat, umur,
status gizi dan faktor genetik yang menentukan respon imun seseorang. Faktor

predisposisi

berkembangnya

infeksi

TB

adalah

malnutrisi,

penggunaan

kortikosteroid, keganasan, cedera kepala, infeksi HIV dan diabetes melitus. Penyakit
ini dapat menyerang semua umur, anak-anak lebih sering dibanding dengan dewasa
terutama pada 5 tahun pertama kehidupan. Jarang ditemukan pada usia dibawah 6
bulan dan hampir tidak pernah ditemukan pada usia dibawah 3 bulan. Tuberkulosis
yang menyerang SSP (Sistem Saraf Pusat) ditemukan dalam tiga bentuk, yakni
meningitis, tuberkuloma, dan araknoiditis spinalis. Ketiganya sering ditemukan di
negara endemis TB, dengan kasus terbanyak berupa meningitis tuberkulosis.
Di Amerika Serikat yang bukan merupakan negara endemis tuberkulosis,
meningitis tuberkulosis meliputi 1:100 dari semua kasus tuberculosis. Di Indonesia,
meningitis tuberkulosis masih banyak ditemukan karena morbiditas tuberkulosis pada
anak masih tinggi. Penyakit ini dapat menyerang semua usia, termasuk bayi dan anak
kecil dengan kekebalan alamiah yang masih rendah. Angka kejadian tertinggi
dijumpai pada anak umur 6 bulan sampai dengan 4 atau 6 tahun, jarang ditemukan
pada umur dibawah 6 bulan, hampir tidak pernah ditemukan pada umur dibawah 3
bulan. Meningitis tuberkulosis menyerang 0,3% anak yang menderita tuberkulosis
yang tidak diobati. Angka kematian pada meningitis tuberkulosis berkisar antara 1020%. Sebagian besar memberikan gejala sisa, hanya 18% pasien yang akan kembali
normal secara neurologis dan intelektual. Angka kejadian TB paru di Indonesia
dilaporkan terus meningkat setiap tahun dan sejauh ini menjadi negara dengan urutan
ketiga dengan kasus TB paru terbanyak, pada tahun 2001, dilaporkan perubahan dari
tahun sebelumnya, penderita TB paru dari 21 orang menjadi 43 oreng per 100.000
penduduk, dan pasien BTA aktif didapatkan 83 orang per 100.000 penduduk. Di
seluruh dunia, tuberkulosis merupakan penyebab utama dari morbiditas dan kematian
pada anak. Di Amerika Serikat, insidens tuberkulosis kurang dari 5% dari seluruh
kasus meningitis bakterial pada anak, namun penyakit ini mempunyai x frekuensi
yang lebih tinggi pada daerah dengan sanitasi yang buruk, apabila meningitis
tuberkulosis tidak diobati, tingkat mortalitas akan meningkat, biasanya dalam kurun

waktu tiga sampai lima minggu. Angka kejadian meningkat dengan meningkatnya
jumlah pasien tuberkulosis dewasa.
2.4.
Patogenesis9
Meningitis TB terjadi akibat penyebaran infeksi secara hematogen ke
meningen. Dalam perjalanannya meningitis TB melalui 2 tahap. Mula-mula terbentuk
lesi di otak atau meningen akibat penyebaran basil secara hematogen selama infeksi
primer. Penyebaran secara hematogen dapat juga terjadi pada TB kronik, tetapi
keadaan ini jarang ditemukan. Selanjutnya meningitis terjadi akibat terlepasnya basil
dan antigen TB dari fokus kaseosa (lesi permulaan di otak) akibat trauma atau proses
imunologik, langsung masuk ke ruang subarakhnoid. Meningitis TB biasanya terjadi
36 bulan setelah infeksi primer.
Kebanyakan bakteri masuk ke cairan serebro spinal dalam bentuk kolonisasi
dari nasofaring atau secara hematogen menyebar ke pleksus koroid, parenkim otak,
atau selaput meningen. Vena-vena yang mengalami penyumbatan dapat menyebabkan
aliran retrograde transmisi dari infeksi. Kerusakan lapisan dura dapat disebabkan
oleh fraktur , paska bedah saraf, injeksi steroid secara epidural, tindakan anestesi,
adanya benda asing seperti implan koklear, VP shunt, dll. Sering juga kolonisasi
organisme pada kulit dapat menyebabkan meningitis. Walaupun meningitis dikatakan
sebagai peradangan selaput meningen, kerusakan meningen dapat berasal dari infeksi
yang dapat berakibat edema otak, penyumbatan vena dan memblok aliran cairan
serebrospinal yang dapat berakhir dengan hidrosefalus, peningkatan intrakranial, dan
herniasi.
2.5.

Manifestasi Klinis
Gejala klinis meningitis TB berbeda untuk masing-masing penderita. Faktor-

faktor yang bertanggung jawab terhadap gejala klinis erat kaitannya dengan
perubahan patologi yang ditemukan. Tanda dan gejala klinis meningitis TB muncul
perlahan-lahan dalam waktu beberapa minggu.9 Keluhan pertama biasanya nyeri

kepala. Rasa ini dapat menjalar ke tengkuk dan punggung. Tengkuk menjadi kaku.
Kaku kuduk disebabkan oleh mengejangnya otot-otot ekstensor tengkuk. Bila hebat,
terjadi opistotonus, yaitu tengkuk kaku dalam sikap kepala tertengadah dan punggung
dalam sikap hiperekstensi. Kesadaran menurun.tanda Kernigs dan Brudzinsky
positif.
Gejala meningitis tidak selalu sama, tergantung dari usia si penderita serta
virus apa yang menyebabkannya. Gejala yang paling umum adalah demam yang
tinggi, sakit kepala, pilek, mual, muntah, kejang. Setelah itu biasanya penderita
merasa sangat lelah, leher terasa pegal dan kaku, gangguan kesadaran serta
penglihatan menjadi kurang jelas.11
Gejala klinis meningitis tuberkulosa dapat dibagi dalam 3 stadium7 :
Stadium I : Stadium awal
Gejala prodromal non spesifik : apatis, iritabilitas, nyeri kepala, malaise,
demam, anoreksia
Stadium II : Intermediate
Gejala menjadi lebih jelas
Mengantuk, kejang,
Defisit neurologik fokal : hemiparesis, paresis saraf kranial(terutama N.III dan
N.VII, gerakan involunter
Hidrosefalus, papil edema
Stadium III : Advanced
Penurunan kesadaran
Disfungsi batang otak, dekortikasi, deserebrasi
2.6.

Diagnosis
Diagnosa pada meningitis TB dapat dilakukan dengan beberapa cara :

2.6.1. Anamnesa
Pada anamnesa dapat diketahui adanya trias meningitis seperti demam,
nyeri kepala dan kaku kuduk. Gejala lain seperti mual muntah, penurunan

nafsu makan, mudah mengantuk, fotofobia, gelisah, kejang, penurunan


kesadaran adanya riwayat kontak dengan pasien tuberkulosis. Pada neonatus,
gejalanya mungkin minimalis dan dapat menyerupai sepsis, berupa bayi malas
minum, letargi, distress pernafasan, ikterus, muntah, diare, hipotermia.
Anamnesa dapat dilakukan pada keluarga pasien yang dapat dipercaya jika
tidak memungkinkan untuk autoanamnesa4
2.6.2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dapat mendukung diagnosis meningitis
biasanya adalah pemeriksaan rangsang meningeal.12
1.

Kaku Kuduk
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa fleksi
kepala. Tanda

kaku kuduk positif (+) bila didapatkan kekakuan dan

tahanan pada pergerakan fleksi kepala disertai rasa nyeri dan spasme
2.

otot.
Kernig`s sign
Pasien berbaring terlentang, dilakukan fleksi padas sendi panggul
kemudian ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mungkin tanpa
rasa nyeri. Tanda Kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut tidak
mencapai sudut 135 (kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna) disertai

3.

spasme otot paha biasanya diikuti rasa nyeri.


Brudzinski I (Brudzinski leher)
Pasien berbaring dalam sikap terlentang, tangan kanan ditempatkan
dibawah kepala pasien yang sedang berbaring, tangan pemeriksa yang
satu lagi ditempatkan didada pasien untuk mencegah diangkatnya badan
kemudian kepala pasien difleksikan sehingga dagu menyentuh dada.
BrudzinskiI positif (+) bila gerakan fleksi kepala disusul dengan
gerakan fleksi disendi lutut dan panggul kedua tungkai secara

4.

reflektorik.
Brudzinski II (Brudzinski Kontralateral tungkai)

Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada sendi
panggul (seperti pada pemeriksaan Kernig). Tanda Brudzinski II positif
(+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter padasendi panggul
5.

dan lutut kontralateral.


Brudzinski III (Brudzinski Pipi)
Pasien tidur terlentang tekan pipi kiri kanan dengan kedua ibu jari
pemeriksa tepat dibawah os ozygomaticum. Tanda Brudzinski III

6.

positif (+) jika terdapat flexi involunter extremitas superior.


Brudzinski IV (Brudzinski Simfisis)
Pasien tidur terlentang tekan simpisis pubis dengan kedua ibu jari
tangan pemeriksaan. Pemeriksaan Budzinski IV positif (+) bila terjadi

7.

flexi involunter extremitas inferior.


Lasegue`s Sign
Pasien tidur terlentang, kemudian diextensikan kedua tungkainya. Salah
satu tungkai diangkat lurus. Tungkai satunya lagi dalam keadaan lurus.
Tanda lasegue positif (+) jika terdapat tahanan sebelum mencapai sudut

70 pada dewasa dan kurang dari 60 pada lansia.


2.6.3. Pemeriksaan Penunjang
Uji Mantuox/Tuberkulin
Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan screening
tuberkulosis yang paling bermanfaat. Terdapat beberapa cara melakukan uji
tuberkulin, tetapi hingga saat ini cara mantoux lebih sering dilakukan. Pada
uji mantoux, dilakukan penyuntikan PPD (Purified Protein Derivative) dari
kuman Mycobacterium tuberculosis. Lokasi penyuntikan uji mantoux
umumnya pada bagian atas lengan bawah kiri bagian depan, disuntikkan
intrakutan (ke dalam kulit). Penilaian uji tuberkulin dilakukan 4872 jam dan
lebih diutamakan pada 72 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter dari
pembengkakan (indurasi) yang terjadi. Reaksi positif yang muncul setelah 96
jam masih dianggap valid. Bila pasien tidak kontrol dalam 96 jam dan
hasilnya negative maka tes Mantoux harus diulang. Tes Mantoux dinyatakan
positif apabila diameter indurasi > 10 mm.8

1.

Pembengkakan (Indurasi)

04mm,uji mantoux negatif.


Arti klinis : tidak ada infeksi
Mycobacterium tuberculosis.

2.

Pembengkakan (Indurasi)

39mm,uji mantoux meragukan.


Hal ini bisa karena kesalahan teknik, reaksi
silang dengan Mycobacterium atypical atau
setelah vaksinasi BCG.

3.

Pembengkakan (Indurasi)

10mm,uji mantoux positif.


Arti klinis : sedang atau pernah terinfeksi
Mycobacterium tuberculosis.

Tabel 1.1. Hasil Uji Mantoux Sumber : Levin, 2009


Pemeriksaan Laboratorium
Dilakukan pemeriksaan darah rutin, Laju Endap Darah (LED), kadar
glukosa, kadar ureum dan kreatinin, fungsi hati, elektrolit.
1.

Pemeriksaan LED meningkat pada pasien meningitis TB :


a. Pada meningitis bakteri didapatkan peningkatan

leukosit

polimorfonuklear dengan shift ke kiri.


b. Elektrolit diperiksa untuk menilai dehidrasi.
c. Glukosa serum digunakan sebagai perbandingan terhadap glukosa
pada cairan serebrospinal.
d. Ureum, kreatinin dan fungsi hati penting untuk menilai fungsi organ

2.

dan penyesuaian dosis terapi.


e. Tes serum untuk sifilis jika diduga akibat neurosifilis.
Lumbal Pungsi
Lumbal Pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa jumlah sel dan
protein cairan cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya
peningkatan tekanan intrakranial. Lumbal pungsi adalah tindakan
memasukkan jarum lumbal pungsi ke dalam kandung dura lewat
processus

spinosus

L4-L5

L5-S1

untuk

mengambil

cairan

serebrospinal.5

2.6.4. Pemeriksaan Radiologis


1.

Foto Toraks
Pemeriksaan radiologis meliputi pemeriksaan foto toraks, foto
kepala, CT-Scan dan MRI. Foto toraks untuk melihat adanya infeksi
sebelumnya pada paru-paru misalnya pada pneumonia dan tuberkulosis,
sementara foto kepala dilakukan karena kemungkinan adanya penyakit
pada mastoid dan sinus paranasal. Pada penderita dengan meningitis
tuberkulosis umumnya didapatkan gambaran tuberkulosis paru primer
pada pemeriksaan rontgen toraks, kadang-kadang disertai dengan
penyebaran milier dan kalsifikasi. Gambaran rontgen toraks yang

2.

normal tidak menyingkirkan diagnosa meningitis tuberculosis.8


Computed Tomography Scan / Magnetic Resonance Imaging Scan
Pemeriksaan Computed Tomography Scan (CT- Scan) dan
Magnetic Resonance Imaging Scan (MRI) kepala dapat menentukan
adanya dan luasnya kelainan di daerah basal, serta adanya dan luasnya
hidrosefalus. Gambaran dari pemeriksaan CT-scan dan MRI kepala
pada pasien meningitis tuberkulosis adalah normal pada awal penyakit.
Seringnya berkembangnya penyakit, gambaran yang sering ditemukan
adalah enhancement di daerah basal, tampak hidrosefalus komunikans
yang disertai dengan tanda-tanda dema otak atau iskemia fokal yang
masih dini. Selain itu, dapat juga ditemukan tuberkuloma yang silent,
biasanya di daerah korteks serebri atau thalamus.8

2.6.5. Pemeriksaan Gene Xpert


Gene Xpert adalah tes baru untuk tuberkulosis. Hal ini dapat mengetahui
apakah seseorang terinfeksi TB, dan juga jika bakteri TB dari orang yang memiliki
ketahanan terhadap salah satu obat TB umum, rifampisin. Bertentangan dengan tes
yang ada saat ini, ia bekerja pada tingkat molekuler untuk mengidentifikasi
Mycobacterium tuberculosis. Ini berarti bahwa ia tidak menggunakan mikroskop tapi

semacam tes kimia untuk mencari bakteri TB. Tes ini juga disebut Xpert MTB / RIF
(Mycobacterium tuberculosis dan rifampisin).
Gene Xpert adalah mesin yang dapat mendeteksi Mycobacterium tuberculosis
dalam sampel dahak. Seseorang yang diduga menderita TB perlu memberikan contoh
dahak, dalam tabung kecil. Dari tabung, sampel dimasukkan ke dalam mesin, dan
kemudian reaksi biokimia yang mulai untuk melihat apakah sampel mengandung
bakteri TB. Mesin mencari Deoxyribonucleic acid (DNA) spesifik untuk bakteri TB.
Jika ada bakteri TB dalam sampel, mesin akan mendeteksi DNA mereka dan secara
otomatis kalikan. Teknik ini disebut PCR (polymerase chain reaction), dan mungkin
mesin untuk juga melihat struktur gen. Hal ini penting untuk mendeteksi jika bakteri
TB telah mengembangkan resistensi terhadap obat. DNA dari bakteri TB adalah,
dengan cara, seperti string panjang warna yang berbeda. Jika salah satu atau lebih dari
perubahan warna jika ada mutasi pada DNA, maka bakteri bisa menjadi resisten
terhadap obat TB tertentu. Gene Xpert dapat menguji resistensi terhadap salah satu
obat TB yang paling umum, rifampisin. Ini berarti bahwa hal itu dapat memberitahu
kita dua hal yaitu, apakah seseorang memiliki TB, dan apakah penderita TB tersebut
telah dapat diobati dengan rifampisin. Tes ini sangat cepat dan hanya membutuhkan
waktu sekitar dua jam dan lebih cepat daripada tes TB lainnya.2

10

Skoring Meningitis TB

Sumber : Huldani, 2012

Tabel 1.2. Diagnosis Meningitis TB

Berdasarkan tabel di atas, diagnosis kemungkinan meningitis TB (probable)


adalah apabila didapatkan skor antara 10 sampai 12. Diagnosis mungkin bisa
meningitis TB (possible) jika skor di atas 6 di bawah 10. Penilaian cairan
serebrospinalis pada pasien dengan meningitis TB dapat menunjukkan warna yang

11

jernih, pleocytosis sedang dengan peningkatan pada limfosit, peningkatan kandungan


protein dan konsentrasi glukosa yang sangat rendah. Penemuan ini sangat berbeda
jika dibandingkan dengan penemuan meningitis bakterial lain, yaitu pada meningitis
bakterial tipikal penemuan pada cairan serebrospinalis adalah berwarna keruh putih,
pleocytosis yang sangat tinggi dan dengan peningkatan pada neutrofil.
2.7.

Diagnosis Banding
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

2.8.

Haemophilus Meningitis
Viral Meningitis
Bakteria Meningitis
Encephalomyelitis
Encephalitis
Akut Subdural Hematoma
Intrakranial Epidural Abses
Status epileptikus Pediatric

Tata Laksana
1. Antimikroba
Pengobatan antimikroba tb meningitis terdiri dari 2 bulan INH harian,
rifamfisin (RIF), piazinamid (PZA), dan baik streptomicin (SM), atau
etambutol (EMB), diikuti oleh 7-10 bulan INH dan RIF. INH dianggap paling
penting dari lini pertama ini karena penetrasi ke CSF yang sangat baik dan
aktivitas bakterisidal yang tinggi. Sementara IF kuang bebas untuk menembus
CSF. PZA juga sangat baik untuk melewati CSF. Jika PZA tidak dapat
ditoleransi maka pengobatannya diperpanjang dengan total 18 bulan.
Mengingat bahwa terdapat generasi terbau floroquinolone (FQN)
misalnya Levofloxacin dan Moxifloxacin, memiliki aktivitas kuat tehadap M.
Tuberkulosis dan sudah unggul untuk penetrasi ke CSF dan aman.

12

2. Ajuvan Terapi Kortikosteroid.


Sebagian besar gejala sisa neurologis dari TBM dianggap karena
respon host-tehadap peradangan yang menyebabkan cedera jaringan dan
13

edema otak. Sejak pertengahan abad ke-20, kortikosteroid sistemik telah


digunakan sebagai pengobatan tambahan untuk TBM atas dasar gagasan
bahwa peredam dari respon peradangan yang dapat mengurangi morbiditas
dan mortalitas.
M. tuberculosis yang sudah menginfeksi jaringan otak dapat
meningkatkan makrofag (sel mikroglia) yang ditandai dengan produksi sitokin
pro inflamasi dan kemokin dari sel otak stroma (astrosit). Dalam penelitian in
vitro, deksametason secara signifikan dapat menghambat produksi mediator
inflamasi.

Meskipun

ada

kekhawatiran

bahwa

kortikosteroid

dapat

mengurangi penetrasi CSF obat anti-TB.


3. Manajemen cairan di TBM
Pada pasien dengan TBM, mungkin ada rangsangan non osmotik
untuk ekspresi hormon antidiuretik (ADH), mengakibatkan syndrome of
inappropriate ADH (SIADH). Sementara ADH itu sendiri mungkin tidak
memperburuk edema serebral, perkembangan akut signifikan hypo-osmotic
hyponatremia mungkin memperburuk edema serebral akibat pergeseran air
dari

kompartemen

intravaskular

ke

ekstravaskular

(intraseluler

dan

ekstraseluler) ruang otak.10

2.9 Komplikasi
Komplikasi meningitis Tb ada beberapa , yaitu :1
a. Hidrosefalus
b. Stroke
c. Epilepsi
d. Tuberkuloma
e. Spinal complication
f. Hiponatremia
g. Disfungsi hipotalamik

14

Gambar 1.1. Frekuensi komplikasi pada 104 pasien dengan meningitis TB


pada RS. Auckland 1
Komplikasi neurologi yang sering terjadi pada anak dan dewasa adalah
hemiparesis spastik, ataksia, parese nervus kranialis yang permanen, kejang terutama
pada anak, atropi nervus optikus, penurunan visus dan kebutaan.3
2.10 Prognosis
Prognosis dari meningitis TB sangat tergantung pada status neurologi dan
cepatnya pengobatan. Resiko kematian tertinggi pada mereka dengan keterlibatan
neurologis yang cukup parah, cepatnya perkembangan dari penyakit dan pada usia
lanjut atau sangat muda. Gejala sisa neurologis terjadi kira-kira 50%.10
Prognosis meningitis TB ditentukan oleh stadiumnya, makin lanjut
stadiumnya prognosa makin jelek. Anak dibawah 3 tahun dan dewasa diatas 40 tahun
mempunyai prognosis yang jelek.3

15

BAB 2
LAPORAN KASUS

2.1. ANAMNESIS
2.1.1. IDENTITAS PRIBADI
Nama
:
Jenis Kelamin
:
Usia
:
Suku Bangsa
:
Agama
:
Alamat
:
Status
:
Pekerjaan
:
Tanggal Masuk :
2.1.2. ANAMNESA
Keluhan Utama :
Telaah
:

Agustinus
Laki-laki
18 tahun
Batak
Kristen Protestan
Dusun VII namo can-can
Belum Menikah
Tamat SLTA
6/11/2015
Penurunan kesadaran
Hal ini dialami Os sejak 1 minggu SMRS,

penurunan kesadaran dialami os secara perlahan-lahan yang


awalnya Os berasa kebas di bagian kanan tubuhnya. Kejang (+)
durasi kejang selama satu harian, kejang terus menerus dan Os
tidak sadar setelah dan sebelum kejang. Demam (+), demam
tinggi dan turun dengan obat penurun panas. Riwayat demam
berulang (-). Sakit kepala (-). Batuk (-). Riwayat muntah (+)
Os muntah 3 kali sehari, muntah berisi makanan. BAB (+)
normal, BAK (+) normal. Riwayat mengalami batuk lama (-).
Riwayat trauma (-) . Riwayat penyakit DM, hipertensi ,
penyakit jantung disangkal. Riwayat keluarga dengan penyakit
yang sama disangkal.
RPT
RPO

:
:

2.1.3. ANAMNESA TRAKTUS

16

Traktus sirkulatorius

jantung berdebar (-),

nyeri dada (-)


Traktus respiratorius
Traktus digestivus
Traktus urogenitalis
Penyakit terdahulu & kecelakaan
Intoksikasi & obat-obatan

:
:
:
:
:

Sesak nafas (-), batuk (-)


BAB (+) normal
BAK (+) normal
(-)
(-)

2.1.4. ANAMNESA KELUARGA


Faktor herediter
Faktor familier
Lain-lain

:
:
:

(-)
(-)
(-)

2.1.5. ANAMNESA SOSIAL


Kelahiran & pertumbuhan
Imunisasi
Pendidikan
Pekerjaan
Perkawinan & anak

:
:
:
:
:

Tidak jelas
Tidak jelas
Tamat SLTA
Belum Menikah

2.2. PEMERIKSAAN JASMANI


2.2.1. PEMERIKSAAN UMUM
Tekanan darah
Nadi
Frekuensi nafas
Temperatur
Kulit & selaput lendir
Kelenjar & getah bening
Persendian

:
:
:
:
:
:
:

120/70 mmHg
78x/menit
16x/menit
36,8C
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Dalam batas normal

2.2.2. KEPALA & LEHER


Bentuk & posisi
Pergerakan
Kelainan panca indera
Rongga mulut & gigi
Kelenjar parotis
Desah

:
:
:
:
:
:

Bulat & Medial


Bebas
(-)
Dalam batas normal
Dalam batas normal
(-)

2.2.3. RONGGA DADA & ABDOMEN


Rongga dada
Inspeksi :

Simetris fusiformis

Rongga abdomen
Simetris

17

Palpasi :
Perkusi :
Auskultasi:

Sulit dilakukan pemeriksaan


Sonor kedua lapangan paru
Vesikuler

2.2.4. GENITALIA
Toucher

2.3. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS


2.3.1. SENSORIUM
2.3.2. KRANIUM
Bentuk
Fontanella
Palpasi
:
Perkusi
Auskultasi
Transluminasi

Soepel
Timpani
Peristaltik (+)

Tidak dilakukan pemeriksaan


:

Apatis

:
Bulat
:
Tertutup
Pulsasi a.temporalis, a.carotis reguler
:
Tidak dilakukan pemeriksaan
:
Tidak dilakukan pemeriksaan
:
Tidak dilakukan pemeriksaan

2.3.3. PERANGSANGAN MENINGEAL


Kaku Kuduk
:
(+)
Tanda Kerniq
:
(-)
Tanda Brudzinski I
:
(-)
Tanda Brudzinski II
:
(-)
2.3.4. PENINGKATAN TEKANAN INTRAKRANIAL
Muntah
:
(-)
Sakit kepala
:
(-)
Kejang
:
(+)
2.3.5. NERVUS KRANIALIS
NERVUS I
Meatus Nasi Dextra
Normosmia
:
sulit dinilai
Anosmia
:
sulit dinilai
Parosmia
:
sulit dinilai
Hiposmia
:
sulit dinilai
NERVUS II
Visus
Lapangan pandang
Normal
Menyempit
Hemianopsia
Scotoma

Okuli Dextra
:
Normal
:
:
:
:

sulit dinilai
sulit dinilai
sulit dinilai
sulit dinilai

Meatus Nasi Sinistra


sulit dinilai
sulit dinilai
sulit dinilai
sulit dinilai
Okuli Sinistra
Normal
sulit dinilai
sulit dinilai
sulit dinilai
sulit dinilai

18

Refleks ancaman :
Fundus okuli
Warna
:
Batas
:
Ekskavasio
:
Arteri
:
Vena
:
NERVUS III, IV, VI
Gerakan bola mata
Nistagmus
Pupil
Lebar
Bentuk
RC Langsung
RC Tidak langsung
Rima palpebra
Deviasi konjugasi
Dolls eye phenomena
Strabismus

sulit dinilai

sulit dinilai

Tidak dilakukan pemeriksaan


Tidak dilakukan pemeriksaan
Tidak dilakukan pemeriksaan
Tidak dilakukan pemeriksaan
Tidak dilakukan pemeriksaan
Oculi Dextra
Okuli Sinistra
:
normal
normal
:
:
:
:
:
:
:
:
:

isokor, 3mm isokor, 3mm


bulat
bulat
(+)
(+)
(+)
(+)
7mm
7mm
(-)
(-)
(+)
(+)
(-)
(-)

NERVUS V
Kanan
Motorik
Membuka & Menutup mulut
: sdn
Palpasi otot masseter &temporalis :
sdn
Kekuatan gigitan
: sdn
Sensorik
Kulit
:
dbn
Selaput lendir
:
dbn
Refleks kornea
Langsung
:
(+)
Tidak langsung
:
(+)
Refleks masseter
:
sdn
Refleks bersin
:
sdn
NERVUS VII
Kanan
Motorik
Mimik
:
simetris

simetris
Kerut kening
Menutup mata

:
:

(+)
(+)

Kiri
sdn
sdn
sdn
dbn
dbn
(+)
(+)
sdn
sdn
Kiri

(+)
(+)
19

Meniup sekuatnya
:
Memperlihatkan gigi
Tertawa
:
Sensorik
Pengecapan 2/3 depan lidah
Produksi kelenjar Ludah :
Hiperakusis
:
Refleks stapedial
:
NERVUS VIII
Auditorius
Pendengaran
Test rinne
Test weber
Test schwabach
Vestibularis
Nistagmus
Reaksi kalori
Vertigo
Tinnitus
NERVUS IX,X
Pallatum mole
Uvula
Disfagia
Disartria
Disfonia
Reflek muntah
Pengecapan 1/3 belakang
NERVUS XI
Mengangkat bahu

sdn
:
sdn
:
(+)
tdp
tdp

sdn
sdn

sdn
sdn

tdp

tdp
(+)
tdp
tdp

Kanan

Kiri

:
:
:
:

(+)
sdn
sdn
sdn

(+)
sdn
sdn
sdn

sdn

:
:

sdn
:
sdn
sdn

:
:
:
:
:
:
:

sulit dinilai
sulit dinilai
sulit dinilai
sulit dinilai
sulit dinilai
sulit dinilai
sulit dinilai

sdn

sdn
sdn
sdn

Kanan

Kiri

sdn

sdn

Fungsi otot Sternocleidomastoideus :

sdn

sdn

NERVUS XII
Lidah

Tremor

sulit dinilai

20

Atropi
Fasikulasi

:
:

sulit dinilai
sulit dinilai

Ujung lidah sewaktu Istirahat

sulit dinilai

Ujung lidah sewaktu Dijulurkan

sulit dinilai

2.3.6. SISTEM MOTORIK


Tropi
Tonus otot
Kekuatan otot
ESD :
ESS :
EID :

:
Eutrofi
Normotonus
:
sulit dinilai

EIS :

Kesan : Lateralisasi (-)


Sikap

2.3.7. GERAKAN SPONTAN ABNORMAL


Tremor
:
Khorea
:
Ballismus
:
Mioklonus
:
Atetosis
:
Distonia
:
Spasme
:
Tic
:
2.3.8. TEST SENSIBILITAS
Eksteroseptif
Propioseptif
Fungsi kortikal untuk sensibilitas
Stereognosis
Pengenalan 2 titik
Grafestesia

Berbaring
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)

:
:

sulit dinilai
sulit dinilai

:
:
:

sulit dinilai
sulit dinilai
sulit dinilai

2.3.9. REFLEKS

21

2.3.9.1.

REFLEKS FISIOLOGIS
Kanan

Biceps

(++)

(+

+)
Triceps

(++)

(+

+)
Radioperiost
APR
KPR
Strumple

2.3.9.2.

2.3.9.3.

Kiri

:
:
:
:

(++)
(++)
(++)
(+)

(++)
(++)
(++)
(+)

REFLEKS PATOLOGIS
Babinsky
:
Oppenheim
:
Chaddock
:
Gordon
:
Schaefer
:
Hoffman-trommer :
Klonus lutut
:
Klonus kaki
:

(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)

REFLEKS PRIMITIF

(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)

2.3.10. KOORDINASI
Lenggang
Bicara
Menulis
Percobaan apraksia
Mimik
Tes telunjuk-telunjuk
Tes telunjuk-hidung
Diadokhokinesia
Tes tumit-lutut
Tes Romberg

:
:
:
:
:
:
:
:
:
:

sulit dinilai
sulit dinilai
sulit dinilai
sulit dinilai
sulit dinilai
tdp
tdp
tdp
tdp
tdp

2.3.11. VEGETATIF
Vasomotorik

tdp

22

Sudomotorik
Pilo-erektor
Miksi
Defekasi
Potens &libido

:
:
:
:
:

tdp
tdp
(+)
(+)
tdp

2.3.12. VERTEBRA
BENTUK

Normal
Scoliosis
Hiperlordosis

:
:
:

(+)
(-)
(-)

:
:

(+)
(+)

PERGERAKAN

Leher
Pinggang

2.3.13. TANDA PERANGSANGAN RADIKULER


Laseque

(-)

Cross laseque

(-)

Test Lhermitte

(-)

Test Naffziger

(-)

Ataksia

(-)

Disartria

(-)

Tremor

(-)

Nistagmus

(-)

Fenomena rebound

(-)

Vertigo

(-)

Dan lain-lain

(-)

2.3.14. GEJALA-GEJALA SEREBRAL

2.3.15. GEJALA-GEJALA EKSTRAPIRAMIDAL


Tremor

(-)

Rigiditas

(-)

23

Bradikinesia

(-)

Dan lain-lain

(-)

Kesadaran kualitatif

Apatis

Ingatan baru

: sulit dinilai

Ingatan lama

: sulit dinilai

2.3.16. FUNGSI LUHUR

Orientasi

Diri
Tempat
Waktu
Situasi

:
:
:
:

sulit dinilai
sulit dinilai
sulit dinilai
sulit dinilai

Intelegensia

: sulit dinilai

Daya pertimbangan

: sulit dinilai

Reaksi emosi

: sulit dinilai

Afasia

Ekspresif
Represif

Apraksia

: sulit dinilai
: sulit dinilai
: sulit dinilai

Agnosia

Agnosia visual
Agnosia jari-jari
Akalkulia
Disorientasi kanan-kiri

:
:
:
:

sulit dinilai
sulit dinilai
sulit dinilai
sulit dinilai

2.4. KESIMPULAN PEMERIKSAAN

24

A, laki laki 18 thn datang dengan keluhan penurunan kesadaran sejak 1


minggu SMRS, penurunan kesadaran dialami os secara perlahan-lahan yang
awalnya Os berasa kebas di bagian kanan tubuhnya. Kejang (+) durasi kejang
selama satu harian, sifat kejang terus menerus dan Os tidak sadar setelah dan
sebelum kejang. Demam (+). Demam tinggi dan turun dengan obat penurun
panas. Riwayat demam berulang (-). Sakit kepala (-). Batuk (-). Muntah (+)
Os muntah 3 kali sehari dengan isinya makanan. BAB (+) normal, BAK (+)
normal. Riwayat mengalami batuk lama (-). Riwayat trauma (-) . Riwayat
penyakit DM, hipertensi , penyakit jantung disangkal. Riwayat keluarga
dengan penyakit yang sama disangkal.

STATUS PRESENS
Sensorium
Apatis
Tekanan Darah
120/70 mmHg
Heart Rate
78x/i
Respiratory Rate
16x/i
Temperatur
36,8C
STATUS NEUROLOGIS
Sensorium
Compos mentis
Muntah (-)
Peningkatan TIK
Kejang (+)
Sakit kepala (-)
Kaku kuduk (+)
Perangsangan meningeal Kernig sign (-)
Brudzinski I/II (-/-)
NERVUS KRANIALIS
NI
sulit dinilai
N II, III
RC +/+, pupil bulat isokor 3mm
N III, IV, VI
Dbn
NV
Refleks kornea (+)
N VII
sulit dinilai
N VIII
sulit dinilai
N IX, X
sulit dinilai
N XI
sulit dinilai
N XII
sulit dinilai
REFLEKS FISIOLOGIS
Kanan
Kiri
Biceps / Triceps
++/++
++/++
25

Kanan
++/++
REFLEKS PATOLOGIS
Kanan
Kanan

KPR / APR
Babinsky
Hoffman / Tromner

-/-

Kiri
++/++
Kiri
Kiri
-/-

KEKUATAN MOTORIK
sulit dinilai

2.5. DIAGNOSA
Diagnosa Fungsional :

Obs. Konvulsi + Apatis ec Meningitis TB

DiagnosaEtiologik

Infeksi

Diagnosa Anatomik

Meningens

Diagnosa Banding

1. Meningitis bakteri
2. Meningitis virus
3. Encephalitis

Diagnosa Kerja

Obs. Konvulsi + Apatis ec Meningitis TB

2.6. PENATALAKSANAAN
o IVFD RSOL 20 gtt/i
o Inj Diazepam 1amp ( K/P)
o Fentoin 3 x 100mg
o OAT RHZE 600/400/1500/1000
o Inj Streptomycin 1 vial/hari
o Inj. Dexamethasone 1amp/ 8 jam
o Inj Raniditin 1amp/12jam
o Paracetamol 3x 500mg ( K/P)
o Alprazolam 1x 0,5mg tab
2.7. RENCANA PROSEDUR DIAGNOSTIK

Foto Rontgen Thorax


Gene Expert

26

27

BAB 4
DISKUSI DAN KESIMPULAN
4.1. Diskusi
Diagnosis stroke hemoragik pada pasien ini ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan terhadap
pasien.
Penurunan kesadaran pada umumnya disebabkan oleh gangguan pada
vaskular, infeksi, trauma, autoimun, metabolik, intoksikasi, dan neoplasma. Dari
anamnesis, didapatkan adanya keluhan penurunan kesadaran secara tiba-tiba saat os
sedang beraktivitas ringan.14 Pada pasien ini tidak didapati adanya riwayat trauma dan
demam, sehingga kemungkinan penyebab penurunan kesadaran pada pasien ini
adalah akibat gangguan vaskuler dan metabolik. Pada neoplasma biasanya didapatkan
keluhan penurunan kesadaran yang terjadi secara perlahan.15
Penurunan kesadaran disertai dengan adanya hemiparesis dextra yang terjadi
seketika, sesuai dengan definisi stroke menurut WHO yang dikutip dalam jurnal
Junaidi, yaitu sindrom neurologis yang menyebabkan adanya defisit neurologis fokal
atau global yang terjadi secara akut dan lebih dari 24 jam akibat gangguan aliran
darah otak.16 Berdasarkan teori ini, dapat dipastikan bahwa os mengalami stroke.
Gejala stroke yang dialami oleh os cenderung mengarah kepada manifestasi
dari stroke hemoragik, yaitu onset mendadak, saat kejadian sedang beraktivitas
ringan, muntah, dan disertai dengan penurunan kesadaran. Sedangkan stroke iskemik
biasanya terjadi saat istirahat dan jarang menyebabkan penurunan kesadaran.14 Selain
itu berdasarkan Siriraj stroke score, didapatkan : (2.5xderajat kesadaran) +
(2xvomitus) + (2 x nyeri kepala) + (0.1 x tekanan diastolik) (3x ateroma) 12 =
(2.5x1) + (2x1) + (2x0) + (0.1 x 140) (3x1) 12 = + 3.5. Skor stroke Siriraj >1
menyatakan bahwa pasien menderita stroke hemoragik.15

47

Dari hasil pemeriksaan CT-scan, didapati gambaran hiperdens pada basal


ganglia sebelah kiri dengan volume 38-40 cc. Hal ini memastikan diagnosis yang
diperoleh melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik.
4.2. Kesimpulan
Tuan AHL, 45 tahun, datang ke RSUP H. Adam Malik Medan dengan keluhan
penurunan kesadaran kira-kira 1 jam SMRS secara tiba-tiba pada saat beraktivitas
ringan. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, os
didiagnosa dengan stroke hemoragik dan teah diberikan penatalaksanaan yang sesuai
dengan penyakit os.

48

DAFTAR PUSTAKA
1. Anderson NE, Samaratne J, Mason DF, Holland D, and Thomas MG., 2010.
Neurological and systemic complications of Tuberculous Meningitis and its
Treatment at Auckland City Hospital, New Zealand. Journal of Clinical
Neuroscience.
2. Farrar, Jeremy, 2014. Evaluation of GeneXpert MTB/RIF for Diagnosis of
Tuberculous Meningitis. Journal of Clinical Microbiology, [Online]. 52 (1),
226-233. Available at: http://jcm.asm.org/content/52/1/226.full.pdf/
3. Frida,M.2011. Infeksi Pada Sistem Saraf Pusat. Meningitis Tuberkulosis.
Bagian Ilmu Penyakit Saraf. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
4. Gleadle, Jonathan, 2007. History and Examination at a Glance. 1st ed. United
States of America: Blackwell Science Limited.
5. Haldar, Sagarika, 2009. Efficient diagnosis of tuberculous meningitis by
detection of Mycobacterium tuberculosis DNA in cerebrospinal fluid filtrates
using PCR. Journal of Medical Microbiology, [Online]. 58, 616-624.
Available at: http://jmm.sgmjournals.org/content/58/5/616.full.pdf+html
6. Huldani. 2012. Diagnosis & Penatalaksanaan Meningitis Tuberkulosis.
Refarat. Universitas Lambung Mangkurat. Fakultas Kedokteran Banjarmasin
7. Kenneth W. Lindsay. 2010. Neurology and Neurosurgery Illustrated
8. Kliegman, Robert M., 2011. Nelson Text Book of Pediatrics. 19th ed. United
States of America: Elsevier Saunders.
9. Koppel BS. 2007. Bacterial, Fungal,& Parasitic infections of the Nervous
System in Current

Diagnosis and Treatment Neurology. USA; The McGraw-

Hill Companies.
10. Marx GE and Chan ED., 2011. TuberculousMeningitis: Diagnosis and
Treatment Overview. Hindawi Publishing Corporation Tuberculosis Research
and Treatment.
11. Ramachandran T.S. Tuberculous Meningitis. emedicine.medscape: 2014
12. Sidharta, Priguna, 2009. Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum. 7th ed.
Jakarta: Dian Rakyat.

49

50

Anda mungkin juga menyukai