MENINGITIS TUBERKULOSIS
Disusun oleh :
Fanny Muslim
110100017
Shylvia Dewi
110100030
Putra Baruna
110100037
110100328
110100426
Pembimbing :
dr. Dwi Retno Hastani
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN
2015
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.........................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN....................................................................
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA...........................................................
BAB 3 KASUS......................................................................................
BAB 4 DISKUSI DAN KESIMPULAN.............................................
DAFTAR PUSTAKA............................................................................
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
Meningitis adalah inflamasi dari membran pelindung yang menutupi otak dan
medulla spinalis yang dikenal sebagai meningens. Inflamasi dari meningen dapat
disebabkan oleh infeksi virus, bakteri atau mikroorganisme lain. Berdasarkan
penelitian epidemiologi mengenai infeksi saraf pusat di Asia, pada daerah Asia
Tenggara, meningitis yang paling sering dijumpai adalah meningitis tuberkulosa.6
Meningitis tuberkulosa termasuk salah satu tuberkulosis ektrapulmoner dan
merupakan penyakit infeksi susunan saraf pusat subakut dari fokus primer paru.
Meningitis TB merupakan merupakan meningitis yang paling banyak menyebabkan
kematian dan kecacatan, dibanding meningitis bakterialis akut, perjalanan penyakit
meningitis TB lebih lama dan perubahan atau kelainanan dalam cairan serebrospinal
tidak begitu hebat.3
Insiden meningitis TB sebanding dengan TB primer. Faktor predisposisi
berkembangnya infeksi TB adalah malnutrisi, penggunaan kostikosteroid, keganasan,
cedera kepala, infeksi HIV dan diabetes mellitus. Penyakit ini dapat menyerang
semua umur, anak-anak lebih sering dibanding dewasa terutama 5 tahun pertama
kehidupan. Jarang ditemukan pada usia dibawah 6 bulan dan hampir tidak pernah
ditemukan pada usia dibawah 3 bulan.6
Dewasa ini terutama di Negara-negara maju, penderita meningitis TB
merupakan komplikasi HIV dengan gejala yang lebih kompleks, sepertii infiltrate
pulmoner difus dengan limfadenopati torakal.3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Meningitis tuberkulosis adalah radang selaput otak akibat komplikasi
tuberculosis
primer.
Secara
histologis
meningitis
tuberkulosis
merupakan
Epidemiologi6
Meningitis tuberculosis (TB) merupakan penyakit yang paling sering ditemukan
di negara yang sedang berkembang, salah satunya adalah Indonesia, dimana insidensi
tuberkulosis lebih tinggi terutama bagi Orang dengan HIV/AIDS (ODHA).
Meningitis tuberculosis merupakan penyakit yang mengancam jiwa dan memerlukan
penanganan tepat karena mortalitas mencapai 30%, sekitar 5:10 dari pasien bebas
meningitis TB memiliki gangguan neurologis walaupun telah di berikan antibiotik
yang adekuat. Diagnosis awal dan penatalaksanaan yang tepat sangat diperlukan
untuk mengurangi resiko gangguan neurologis yang mungkin dapat bertambah parah
jika tidak ditangani. Meningitis TB merupakan salah satu komplikasi TB primer.
Morbiditas dan mortalitas penyakit ini tinggi dan prognosisnya buruk. Komplikasi
meningitis TB terjadi setiap 300 kasus TB primer yang tidak diobati. Centers for
Disease Control (CDC) melaporkan pada tahun 1990 morbiditas meningitis TB 6,2%
dari seluruh kasus TB ekstrapulmonal. Insiden meningitis TB sebanding dengan TB
primer, umumnya bergantung pada status sosio-ekonomi, higiene masyarakat, umur,
status gizi dan faktor genetik yang menentukan respon imun seseorang. Faktor
predisposisi
berkembangnya
infeksi
TB
adalah
malnutrisi,
penggunaan
kortikosteroid, keganasan, cedera kepala, infeksi HIV dan diabetes melitus. Penyakit
ini dapat menyerang semua umur, anak-anak lebih sering dibanding dengan dewasa
terutama pada 5 tahun pertama kehidupan. Jarang ditemukan pada usia dibawah 6
bulan dan hampir tidak pernah ditemukan pada usia dibawah 3 bulan. Tuberkulosis
yang menyerang SSP (Sistem Saraf Pusat) ditemukan dalam tiga bentuk, yakni
meningitis, tuberkuloma, dan araknoiditis spinalis. Ketiganya sering ditemukan di
negara endemis TB, dengan kasus terbanyak berupa meningitis tuberkulosis.
Di Amerika Serikat yang bukan merupakan negara endemis tuberkulosis,
meningitis tuberkulosis meliputi 1:100 dari semua kasus tuberculosis. Di Indonesia,
meningitis tuberkulosis masih banyak ditemukan karena morbiditas tuberkulosis pada
anak masih tinggi. Penyakit ini dapat menyerang semua usia, termasuk bayi dan anak
kecil dengan kekebalan alamiah yang masih rendah. Angka kejadian tertinggi
dijumpai pada anak umur 6 bulan sampai dengan 4 atau 6 tahun, jarang ditemukan
pada umur dibawah 6 bulan, hampir tidak pernah ditemukan pada umur dibawah 3
bulan. Meningitis tuberkulosis menyerang 0,3% anak yang menderita tuberkulosis
yang tidak diobati. Angka kematian pada meningitis tuberkulosis berkisar antara 1020%. Sebagian besar memberikan gejala sisa, hanya 18% pasien yang akan kembali
normal secara neurologis dan intelektual. Angka kejadian TB paru di Indonesia
dilaporkan terus meningkat setiap tahun dan sejauh ini menjadi negara dengan urutan
ketiga dengan kasus TB paru terbanyak, pada tahun 2001, dilaporkan perubahan dari
tahun sebelumnya, penderita TB paru dari 21 orang menjadi 43 oreng per 100.000
penduduk, dan pasien BTA aktif didapatkan 83 orang per 100.000 penduduk. Di
seluruh dunia, tuberkulosis merupakan penyebab utama dari morbiditas dan kematian
pada anak. Di Amerika Serikat, insidens tuberkulosis kurang dari 5% dari seluruh
kasus meningitis bakterial pada anak, namun penyakit ini mempunyai x frekuensi
yang lebih tinggi pada daerah dengan sanitasi yang buruk, apabila meningitis
tuberkulosis tidak diobati, tingkat mortalitas akan meningkat, biasanya dalam kurun
waktu tiga sampai lima minggu. Angka kejadian meningkat dengan meningkatnya
jumlah pasien tuberkulosis dewasa.
2.4.
Patogenesis9
Meningitis TB terjadi akibat penyebaran infeksi secara hematogen ke
meningen. Dalam perjalanannya meningitis TB melalui 2 tahap. Mula-mula terbentuk
lesi di otak atau meningen akibat penyebaran basil secara hematogen selama infeksi
primer. Penyebaran secara hematogen dapat juga terjadi pada TB kronik, tetapi
keadaan ini jarang ditemukan. Selanjutnya meningitis terjadi akibat terlepasnya basil
dan antigen TB dari fokus kaseosa (lesi permulaan di otak) akibat trauma atau proses
imunologik, langsung masuk ke ruang subarakhnoid. Meningitis TB biasanya terjadi
36 bulan setelah infeksi primer.
Kebanyakan bakteri masuk ke cairan serebro spinal dalam bentuk kolonisasi
dari nasofaring atau secara hematogen menyebar ke pleksus koroid, parenkim otak,
atau selaput meningen. Vena-vena yang mengalami penyumbatan dapat menyebabkan
aliran retrograde transmisi dari infeksi. Kerusakan lapisan dura dapat disebabkan
oleh fraktur , paska bedah saraf, injeksi steroid secara epidural, tindakan anestesi,
adanya benda asing seperti implan koklear, VP shunt, dll. Sering juga kolonisasi
organisme pada kulit dapat menyebabkan meningitis. Walaupun meningitis dikatakan
sebagai peradangan selaput meningen, kerusakan meningen dapat berasal dari infeksi
yang dapat berakibat edema otak, penyumbatan vena dan memblok aliran cairan
serebrospinal yang dapat berakhir dengan hidrosefalus, peningkatan intrakranial, dan
herniasi.
2.5.
Manifestasi Klinis
Gejala klinis meningitis TB berbeda untuk masing-masing penderita. Faktor-
faktor yang bertanggung jawab terhadap gejala klinis erat kaitannya dengan
perubahan patologi yang ditemukan. Tanda dan gejala klinis meningitis TB muncul
perlahan-lahan dalam waktu beberapa minggu.9 Keluhan pertama biasanya nyeri
kepala. Rasa ini dapat menjalar ke tengkuk dan punggung. Tengkuk menjadi kaku.
Kaku kuduk disebabkan oleh mengejangnya otot-otot ekstensor tengkuk. Bila hebat,
terjadi opistotonus, yaitu tengkuk kaku dalam sikap kepala tertengadah dan punggung
dalam sikap hiperekstensi. Kesadaran menurun.tanda Kernigs dan Brudzinsky
positif.
Gejala meningitis tidak selalu sama, tergantung dari usia si penderita serta
virus apa yang menyebabkannya. Gejala yang paling umum adalah demam yang
tinggi, sakit kepala, pilek, mual, muntah, kejang. Setelah itu biasanya penderita
merasa sangat lelah, leher terasa pegal dan kaku, gangguan kesadaran serta
penglihatan menjadi kurang jelas.11
Gejala klinis meningitis tuberkulosa dapat dibagi dalam 3 stadium7 :
Stadium I : Stadium awal
Gejala prodromal non spesifik : apatis, iritabilitas, nyeri kepala, malaise,
demam, anoreksia
Stadium II : Intermediate
Gejala menjadi lebih jelas
Mengantuk, kejang,
Defisit neurologik fokal : hemiparesis, paresis saraf kranial(terutama N.III dan
N.VII, gerakan involunter
Hidrosefalus, papil edema
Stadium III : Advanced
Penurunan kesadaran
Disfungsi batang otak, dekortikasi, deserebrasi
2.6.
Diagnosis
Diagnosa pada meningitis TB dapat dilakukan dengan beberapa cara :
2.6.1. Anamnesa
Pada anamnesa dapat diketahui adanya trias meningitis seperti demam,
nyeri kepala dan kaku kuduk. Gejala lain seperti mual muntah, penurunan
Kaku Kuduk
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa fleksi
kepala. Tanda
tahanan pada pergerakan fleksi kepala disertai rasa nyeri dan spasme
2.
otot.
Kernig`s sign
Pasien berbaring terlentang, dilakukan fleksi padas sendi panggul
kemudian ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mungkin tanpa
rasa nyeri. Tanda Kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut tidak
mencapai sudut 135 (kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna) disertai
3.
4.
reflektorik.
Brudzinski II (Brudzinski Kontralateral tungkai)
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada sendi
panggul (seperti pada pemeriksaan Kernig). Tanda Brudzinski II positif
(+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter padasendi panggul
5.
6.
7.
1.
Pembengkakan (Indurasi)
2.
Pembengkakan (Indurasi)
3.
Pembengkakan (Indurasi)
leukosit
2.
spinosus
L4-L5
L5-S1
untuk
mengambil
cairan
serebrospinal.5
Foto Toraks
Pemeriksaan radiologis meliputi pemeriksaan foto toraks, foto
kepala, CT-Scan dan MRI. Foto toraks untuk melihat adanya infeksi
sebelumnya pada paru-paru misalnya pada pneumonia dan tuberkulosis,
sementara foto kepala dilakukan karena kemungkinan adanya penyakit
pada mastoid dan sinus paranasal. Pada penderita dengan meningitis
tuberkulosis umumnya didapatkan gambaran tuberkulosis paru primer
pada pemeriksaan rontgen toraks, kadang-kadang disertai dengan
penyebaran milier dan kalsifikasi. Gambaran rontgen toraks yang
2.
semacam tes kimia untuk mencari bakteri TB. Tes ini juga disebut Xpert MTB / RIF
(Mycobacterium tuberculosis dan rifampisin).
Gene Xpert adalah mesin yang dapat mendeteksi Mycobacterium tuberculosis
dalam sampel dahak. Seseorang yang diduga menderita TB perlu memberikan contoh
dahak, dalam tabung kecil. Dari tabung, sampel dimasukkan ke dalam mesin, dan
kemudian reaksi biokimia yang mulai untuk melihat apakah sampel mengandung
bakteri TB. Mesin mencari Deoxyribonucleic acid (DNA) spesifik untuk bakteri TB.
Jika ada bakteri TB dalam sampel, mesin akan mendeteksi DNA mereka dan secara
otomatis kalikan. Teknik ini disebut PCR (polymerase chain reaction), dan mungkin
mesin untuk juga melihat struktur gen. Hal ini penting untuk mendeteksi jika bakteri
TB telah mengembangkan resistensi terhadap obat. DNA dari bakteri TB adalah,
dengan cara, seperti string panjang warna yang berbeda. Jika salah satu atau lebih dari
perubahan warna jika ada mutasi pada DNA, maka bakteri bisa menjadi resisten
terhadap obat TB tertentu. Gene Xpert dapat menguji resistensi terhadap salah satu
obat TB yang paling umum, rifampisin. Ini berarti bahwa hal itu dapat memberitahu
kita dua hal yaitu, apakah seseorang memiliki TB, dan apakah penderita TB tersebut
telah dapat diobati dengan rifampisin. Tes ini sangat cepat dan hanya membutuhkan
waktu sekitar dua jam dan lebih cepat daripada tes TB lainnya.2
10
Skoring Meningitis TB
11
Diagnosis Banding
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
2.8.
Haemophilus Meningitis
Viral Meningitis
Bakteria Meningitis
Encephalomyelitis
Encephalitis
Akut Subdural Hematoma
Intrakranial Epidural Abses
Status epileptikus Pediatric
Tata Laksana
1. Antimikroba
Pengobatan antimikroba tb meningitis terdiri dari 2 bulan INH harian,
rifamfisin (RIF), piazinamid (PZA), dan baik streptomicin (SM), atau
etambutol (EMB), diikuti oleh 7-10 bulan INH dan RIF. INH dianggap paling
penting dari lini pertama ini karena penetrasi ke CSF yang sangat baik dan
aktivitas bakterisidal yang tinggi. Sementara IF kuang bebas untuk menembus
CSF. PZA juga sangat baik untuk melewati CSF. Jika PZA tidak dapat
ditoleransi maka pengobatannya diperpanjang dengan total 18 bulan.
Mengingat bahwa terdapat generasi terbau floroquinolone (FQN)
misalnya Levofloxacin dan Moxifloxacin, memiliki aktivitas kuat tehadap M.
Tuberkulosis dan sudah unggul untuk penetrasi ke CSF dan aman.
12
Meskipun
ada
kekhawatiran
bahwa
kortikosteroid
dapat
kompartemen
intravaskular
ke
ekstravaskular
(intraseluler
dan
2.9 Komplikasi
Komplikasi meningitis Tb ada beberapa , yaitu :1
a. Hidrosefalus
b. Stroke
c. Epilepsi
d. Tuberkuloma
e. Spinal complication
f. Hiponatremia
g. Disfungsi hipotalamik
14
15
BAB 2
LAPORAN KASUS
2.1. ANAMNESIS
2.1.1. IDENTITAS PRIBADI
Nama
:
Jenis Kelamin
:
Usia
:
Suku Bangsa
:
Agama
:
Alamat
:
Status
:
Pekerjaan
:
Tanggal Masuk :
2.1.2. ANAMNESA
Keluhan Utama :
Telaah
:
Agustinus
Laki-laki
18 tahun
Batak
Kristen Protestan
Dusun VII namo can-can
Belum Menikah
Tamat SLTA
6/11/2015
Penurunan kesadaran
Hal ini dialami Os sejak 1 minggu SMRS,
:
:
16
Traktus sirkulatorius
:
:
:
:
:
:
:
:
(-)
(-)
(-)
:
:
:
:
:
Tidak jelas
Tidak jelas
Tamat SLTA
Belum Menikah
:
:
:
:
:
:
:
120/70 mmHg
78x/menit
16x/menit
36,8C
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Dalam batas normal
:
:
:
:
:
:
Simetris fusiformis
Rongga abdomen
Simetris
17
Palpasi :
Perkusi :
Auskultasi:
2.2.4. GENITALIA
Toucher
Soepel
Timpani
Peristaltik (+)
Apatis
:
Bulat
:
Tertutup
Pulsasi a.temporalis, a.carotis reguler
:
Tidak dilakukan pemeriksaan
:
Tidak dilakukan pemeriksaan
:
Tidak dilakukan pemeriksaan
Okuli Dextra
:
Normal
:
:
:
:
sulit dinilai
sulit dinilai
sulit dinilai
sulit dinilai
18
Refleks ancaman :
Fundus okuli
Warna
:
Batas
:
Ekskavasio
:
Arteri
:
Vena
:
NERVUS III, IV, VI
Gerakan bola mata
Nistagmus
Pupil
Lebar
Bentuk
RC Langsung
RC Tidak langsung
Rima palpebra
Deviasi konjugasi
Dolls eye phenomena
Strabismus
sulit dinilai
sulit dinilai
NERVUS V
Kanan
Motorik
Membuka & Menutup mulut
: sdn
Palpasi otot masseter &temporalis :
sdn
Kekuatan gigitan
: sdn
Sensorik
Kulit
:
dbn
Selaput lendir
:
dbn
Refleks kornea
Langsung
:
(+)
Tidak langsung
:
(+)
Refleks masseter
:
sdn
Refleks bersin
:
sdn
NERVUS VII
Kanan
Motorik
Mimik
:
simetris
simetris
Kerut kening
Menutup mata
:
:
(+)
(+)
Kiri
sdn
sdn
sdn
dbn
dbn
(+)
(+)
sdn
sdn
Kiri
(+)
(+)
19
Meniup sekuatnya
:
Memperlihatkan gigi
Tertawa
:
Sensorik
Pengecapan 2/3 depan lidah
Produksi kelenjar Ludah :
Hiperakusis
:
Refleks stapedial
:
NERVUS VIII
Auditorius
Pendengaran
Test rinne
Test weber
Test schwabach
Vestibularis
Nistagmus
Reaksi kalori
Vertigo
Tinnitus
NERVUS IX,X
Pallatum mole
Uvula
Disfagia
Disartria
Disfonia
Reflek muntah
Pengecapan 1/3 belakang
NERVUS XI
Mengangkat bahu
sdn
:
sdn
:
(+)
tdp
tdp
sdn
sdn
sdn
sdn
tdp
tdp
(+)
tdp
tdp
Kanan
Kiri
:
:
:
:
(+)
sdn
sdn
sdn
(+)
sdn
sdn
sdn
sdn
:
:
sdn
:
sdn
sdn
:
:
:
:
:
:
:
sulit dinilai
sulit dinilai
sulit dinilai
sulit dinilai
sulit dinilai
sulit dinilai
sulit dinilai
sdn
sdn
sdn
sdn
Kanan
Kiri
sdn
sdn
sdn
sdn
NERVUS XII
Lidah
Tremor
sulit dinilai
20
Atropi
Fasikulasi
:
:
sulit dinilai
sulit dinilai
sulit dinilai
sulit dinilai
:
Eutrofi
Normotonus
:
sulit dinilai
EIS :
Berbaring
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
:
:
sulit dinilai
sulit dinilai
:
:
:
sulit dinilai
sulit dinilai
sulit dinilai
2.3.9. REFLEKS
21
2.3.9.1.
REFLEKS FISIOLOGIS
Kanan
Biceps
(++)
(+
+)
Triceps
(++)
(+
+)
Radioperiost
APR
KPR
Strumple
2.3.9.2.
2.3.9.3.
Kiri
:
:
:
:
(++)
(++)
(++)
(+)
(++)
(++)
(++)
(+)
REFLEKS PATOLOGIS
Babinsky
:
Oppenheim
:
Chaddock
:
Gordon
:
Schaefer
:
Hoffman-trommer :
Klonus lutut
:
Klonus kaki
:
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
REFLEKS PRIMITIF
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
2.3.10. KOORDINASI
Lenggang
Bicara
Menulis
Percobaan apraksia
Mimik
Tes telunjuk-telunjuk
Tes telunjuk-hidung
Diadokhokinesia
Tes tumit-lutut
Tes Romberg
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
sulit dinilai
sulit dinilai
sulit dinilai
sulit dinilai
sulit dinilai
tdp
tdp
tdp
tdp
tdp
2.3.11. VEGETATIF
Vasomotorik
tdp
22
Sudomotorik
Pilo-erektor
Miksi
Defekasi
Potens &libido
:
:
:
:
:
tdp
tdp
(+)
(+)
tdp
2.3.12. VERTEBRA
BENTUK
Normal
Scoliosis
Hiperlordosis
:
:
:
(+)
(-)
(-)
:
:
(+)
(+)
PERGERAKAN
Leher
Pinggang
(-)
Cross laseque
(-)
Test Lhermitte
(-)
Test Naffziger
(-)
Ataksia
(-)
Disartria
(-)
Tremor
(-)
Nistagmus
(-)
Fenomena rebound
(-)
Vertigo
(-)
Dan lain-lain
(-)
(-)
Rigiditas
(-)
23
Bradikinesia
(-)
Dan lain-lain
(-)
Kesadaran kualitatif
Apatis
Ingatan baru
: sulit dinilai
Ingatan lama
: sulit dinilai
Orientasi
Diri
Tempat
Waktu
Situasi
:
:
:
:
sulit dinilai
sulit dinilai
sulit dinilai
sulit dinilai
Intelegensia
: sulit dinilai
Daya pertimbangan
: sulit dinilai
Reaksi emosi
: sulit dinilai
Afasia
Ekspresif
Represif
Apraksia
: sulit dinilai
: sulit dinilai
: sulit dinilai
Agnosia
Agnosia visual
Agnosia jari-jari
Akalkulia
Disorientasi kanan-kiri
:
:
:
:
sulit dinilai
sulit dinilai
sulit dinilai
sulit dinilai
24
STATUS PRESENS
Sensorium
Apatis
Tekanan Darah
120/70 mmHg
Heart Rate
78x/i
Respiratory Rate
16x/i
Temperatur
36,8C
STATUS NEUROLOGIS
Sensorium
Compos mentis
Muntah (-)
Peningkatan TIK
Kejang (+)
Sakit kepala (-)
Kaku kuduk (+)
Perangsangan meningeal Kernig sign (-)
Brudzinski I/II (-/-)
NERVUS KRANIALIS
NI
sulit dinilai
N II, III
RC +/+, pupil bulat isokor 3mm
N III, IV, VI
Dbn
NV
Refleks kornea (+)
N VII
sulit dinilai
N VIII
sulit dinilai
N IX, X
sulit dinilai
N XI
sulit dinilai
N XII
sulit dinilai
REFLEKS FISIOLOGIS
Kanan
Kiri
Biceps / Triceps
++/++
++/++
25
Kanan
++/++
REFLEKS PATOLOGIS
Kanan
Kanan
KPR / APR
Babinsky
Hoffman / Tromner
-/-
Kiri
++/++
Kiri
Kiri
-/-
KEKUATAN MOTORIK
sulit dinilai
2.5. DIAGNOSA
Diagnosa Fungsional :
DiagnosaEtiologik
Infeksi
Diagnosa Anatomik
Meningens
Diagnosa Banding
1. Meningitis bakteri
2. Meningitis virus
3. Encephalitis
Diagnosa Kerja
2.6. PENATALAKSANAAN
o IVFD RSOL 20 gtt/i
o Inj Diazepam 1amp ( K/P)
o Fentoin 3 x 100mg
o OAT RHZE 600/400/1500/1000
o Inj Streptomycin 1 vial/hari
o Inj. Dexamethasone 1amp/ 8 jam
o Inj Raniditin 1amp/12jam
o Paracetamol 3x 500mg ( K/P)
o Alprazolam 1x 0,5mg tab
2.7. RENCANA PROSEDUR DIAGNOSTIK
26
27
BAB 4
DISKUSI DAN KESIMPULAN
4.1. Diskusi
Diagnosis stroke hemoragik pada pasien ini ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan terhadap
pasien.
Penurunan kesadaran pada umumnya disebabkan oleh gangguan pada
vaskular, infeksi, trauma, autoimun, metabolik, intoksikasi, dan neoplasma. Dari
anamnesis, didapatkan adanya keluhan penurunan kesadaran secara tiba-tiba saat os
sedang beraktivitas ringan.14 Pada pasien ini tidak didapati adanya riwayat trauma dan
demam, sehingga kemungkinan penyebab penurunan kesadaran pada pasien ini
adalah akibat gangguan vaskuler dan metabolik. Pada neoplasma biasanya didapatkan
keluhan penurunan kesadaran yang terjadi secara perlahan.15
Penurunan kesadaran disertai dengan adanya hemiparesis dextra yang terjadi
seketika, sesuai dengan definisi stroke menurut WHO yang dikutip dalam jurnal
Junaidi, yaitu sindrom neurologis yang menyebabkan adanya defisit neurologis fokal
atau global yang terjadi secara akut dan lebih dari 24 jam akibat gangguan aliran
darah otak.16 Berdasarkan teori ini, dapat dipastikan bahwa os mengalami stroke.
Gejala stroke yang dialami oleh os cenderung mengarah kepada manifestasi
dari stroke hemoragik, yaitu onset mendadak, saat kejadian sedang beraktivitas
ringan, muntah, dan disertai dengan penurunan kesadaran. Sedangkan stroke iskemik
biasanya terjadi saat istirahat dan jarang menyebabkan penurunan kesadaran.14 Selain
itu berdasarkan Siriraj stroke score, didapatkan : (2.5xderajat kesadaran) +
(2xvomitus) + (2 x nyeri kepala) + (0.1 x tekanan diastolik) (3x ateroma) 12 =
(2.5x1) + (2x1) + (2x0) + (0.1 x 140) (3x1) 12 = + 3.5. Skor stroke Siriraj >1
menyatakan bahwa pasien menderita stroke hemoragik.15
47
48
DAFTAR PUSTAKA
1. Anderson NE, Samaratne J, Mason DF, Holland D, and Thomas MG., 2010.
Neurological and systemic complications of Tuberculous Meningitis and its
Treatment at Auckland City Hospital, New Zealand. Journal of Clinical
Neuroscience.
2. Farrar, Jeremy, 2014. Evaluation of GeneXpert MTB/RIF for Diagnosis of
Tuberculous Meningitis. Journal of Clinical Microbiology, [Online]. 52 (1),
226-233. Available at: http://jcm.asm.org/content/52/1/226.full.pdf/
3. Frida,M.2011. Infeksi Pada Sistem Saraf Pusat. Meningitis Tuberkulosis.
Bagian Ilmu Penyakit Saraf. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
4. Gleadle, Jonathan, 2007. History and Examination at a Glance. 1st ed. United
States of America: Blackwell Science Limited.
5. Haldar, Sagarika, 2009. Efficient diagnosis of tuberculous meningitis by
detection of Mycobacterium tuberculosis DNA in cerebrospinal fluid filtrates
using PCR. Journal of Medical Microbiology, [Online]. 58, 616-624.
Available at: http://jmm.sgmjournals.org/content/58/5/616.full.pdf+html
6. Huldani. 2012. Diagnosis & Penatalaksanaan Meningitis Tuberkulosis.
Refarat. Universitas Lambung Mangkurat. Fakultas Kedokteran Banjarmasin
7. Kenneth W. Lindsay. 2010. Neurology and Neurosurgery Illustrated
8. Kliegman, Robert M., 2011. Nelson Text Book of Pediatrics. 19th ed. United
States of America: Elsevier Saunders.
9. Koppel BS. 2007. Bacterial, Fungal,& Parasitic infections of the Nervous
System in Current
Hill Companies.
10. Marx GE and Chan ED., 2011. TuberculousMeningitis: Diagnosis and
Treatment Overview. Hindawi Publishing Corporation Tuberculosis Research
and Treatment.
11. Ramachandran T.S. Tuberculous Meningitis. emedicine.medscape: 2014
12. Sidharta, Priguna, 2009. Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum. 7th ed.
Jakarta: Dian Rakyat.
49
50