Anda di halaman 1dari 59

INFEKSI SUSUNAN

SARAF PUSAT
Shinta Riana S

Pendahuluan
Infeksi SSP : membahayakan kehidupan dan

kualitas hidup anak potensi kerusakan permanen


Penyebab : virus, bakteri, jamur, parasit.
Diagnosis dini : sulit, gejala klinis awal seringkali
tidak khas
Sulit membedakan infeksi virus atau bakteri perlu
pemeriksaan penunjang : darah rutin, lumbal pungsi,
kultur LCS, EEG, CT Scan kepala, MRI, dll.

I. MENINGITIS BAKTERIAL

Pendahuluan
DEFINISI : peradangan selaput otak (meningen),

ditandai dengan peningkatan jumlah sel polimorfonuklear


(PMN) dlm liquor cerebro spinal (LCS) dan terbukti
adanya bakteri penyebab infeksi
Menyebabkan angka kematian 18 40 % kasus

Pendahuluan
Menyebabkan angka kecacatan 30 50 % kasus :
Gangguan pendengaran sensorineural
Gangguan penglihatan
Retardasi mental
Gangguan bicara
Gangguan belajar
Gangguan neurologis : kelainan saraf kranial, ataksia,

kejang berulang, epilepsi, hidrosefalus, paresis, dll


5

ETIOLOGI
Usia 0 2 bulan : Streptococcus grup B, E. coli
Usia 2 bln 5 thn : Streptococcus pneumoniae,

Neisseria meningitidis, Haemophilus influenzae


Usia > 5 thn : Streptococcus pneumoniae, Neisseria
meningitidis
Tanda dan gambaran klinis sangat bervariasi
Semakin muda umur penderita, manifestasi klinis
semakin tidak jelas dan tidak spesifik
7

PATOGENESIS
Infeksi sampai ke selaput otak melalui :
1. Penyebaran hematogen fokus infeksi di tempat lain
: faringitis, tonsilitis, endokarditis, pneumonia, infeksi gigi
2. Perluasan langsung dari fokus infeksi yg dekat
(perkontinuitatum) : infeksi sinus paranasal, mastoiditis,
abses otak
3. Implantasi langsung : trauma kepala terbuka, bedah
otak, pungsi lumbal
Meningitis neonatus , terjadi karena :
Aspirasi cairan amnion saat lahir
Infeksi transplasenta intra uterin
8

Proses terjadinya meningitis bakterialis jalur


hematogen :
1. Bakteri melekat sel epitel mukosa nasofaring
2. Menembus mukosa
3. Memperbanyak diri dlm aliran darah
bakteremia
4. Masuk dlm LCS memperbanyak diri
5. Timbul peradangan pd meningen

10

Faktor risiko yg mempermudah terjadinya meningitis pada


neonatus :
Bayi BBLR
KPD, partus lama, banyak manipulasi saat pemeriksaan
dalam ibu akan melahirkan, infeksi pd ibu hamil
Sistem imun yg belum sempurna
Faktor risiko meningitis pada anak :
Keganasan : sistem retikuloendotelial, leukemia, mieloma
multipel
Malnutrisi, gizi buruk
Pemberian antibiotik spektrum luas jangka panjang, radiasi,
dan imunosupresan
11

MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinis sangat bervariasi tergantung : umur,
lama sakit sebelum didiagnosis, respon tubuh thd
infeksi
Bayi baru lahir
Demam : hanya kasus
Lemah, malas minum, muntah2, kesadaran
menurun, ubun-ubun besar (UUB) tegang, leher
lemas, respirasi tdk teratur, kadang2 ikterik, sepsis.
Secara umum : jika tanda2 sepsis (+) curiga
meningitis
12

Manifestasi klinis...
BAYI 3 bln anak 2 thn
Gambaran klasik meningitis : jarang
Demam, muntah, gelisah, kejang berulang, high
pitched cry
PF : UUB tegang dan membonjol, Brudzinski dan
Kernig sulit dievaluasi
Insiden sangat tinggi curiga meningitis jika
demam terus menerus tanpa penyebab yg jelas

13

Manifestasi klinis...
Anak besar dan dewasa
Gejala klasik muncul demam menggigil, muntah, nyeri
kepala, gelisah, gangguan perilaku, kejang, penurunan
kesadaran (delirium, stupor, koma)
Tanda klinis patognomonik: kaku kuduk, tanda Brudzinski
dan Kernig (+)
Nyeri kepala disebabkan inflamasi pembuluh meningen,
sering disertai fotofobia, hiperestesi, kaku kuduk,
rigiditas spinal
Gangguan saraf kranial : IV, VI, VII

14

DIAGNOSIS
1. Manifestasi klinis
2. Pemeriksaan penunjang :
Pemeriksaan darah perifer lengkap, kultur darah. GDS
dan elektrolit darah atas indikasi
Pungsi lumbal :
Cairan keruh atau opalesen, Nonne (-)/(+), Pandy
(+)/(++)
Jumlah sel 100-100.000/ul, predominan PMN.
Stadium dini, jumlah sel normal, predominan limfosit
Protein 200-500 mg/dl
Glukosa < 40 mg/dl
pewarnaan gram, biakan kuman dan uji resistensi
15

Diagnosis ...
LUMBAL PUNGSI (LP)
Jika telah mendapat antibiotik LCS tdk spesifik
Kasus berat LP ditunda, diberikan AB empiris (+)
Jika ada tanda2 peningkatan TIK LP masih boleh
dilakukan dgn jarum spinal
Kontra indikasi mutlak LP : peningkatan TIK karena
proses desak ruang, misalnya abses, tumor, dll
CT SCAN kepala atau MRI kasus berat, atau curiga tdp
empiema subdural, hidrosefalus, abses otak
EEG : perlambatan umum tidak rutin dilakukan pada
kondisi akut
16

TATALAKSANA
KAUSATIF : antibiotik empiris, menunggu hasil kultur dan
resistensi
Terapi empiris
Umur 1-3 bln :
Kombinasi Ampisilin 200-400 mg/kg/hr IV dibagi 4 dosis +

sefotaksim 200 mg/kg/hr IV dibagi 4 dosis, atau


Seftriakson 100 mg/kg/hr IV dibagi 2 dosis

Umur > 3 bln


Sefotaksim 200 mg/kg/hr IV dibagi 3-4 dosis, atau
Seftriakson 100 mg/kg/hr IV dibagi 2 dosis, atau
Kombinasi Ampisilin 200 mg/kg/hr IV dibagi 4 dosis +

khloramfenikol 100 mg/kg/hr IV dibagi 4 dosis

Lama pengobatan : 10 14 hari


17

Tatalaksana...
2. Deksametason : 0,6 mg/kg/hr IV dibagi 4 dosis,
selama 4 hari. Diberikan 15-30 menit sebelum atau
pada saat pemberian AB.
3. Bedah : jika tdp komplikasi empiema subdural,
abses otak, hidrosefalus
4. Suportif/simtomatik
a. Oksigen 1-2 l/menit
b. Terapi cairan : infus dan peroral sesuai kebutuhan
c. Diet, jika belum memungkinkan, dipuasakan
d. Antipiretik, antiemetik, tatalaksana kejang

18

Tatalaksana...
e. Gejala peningkatan TIK (+) :
Intubasi endotrakheal dan hiperventilasi
Furosemid 1 mg/kg/kali, IV, diberikan tiap 8 atau 12 jam
Manitol 0,5 1 gram/kg diberikan tiap 8 atau 12 jam

f.

Dapat terjadi syndrome inappropriate anti diuretik


hormone (SIADH) akibat sekresi ADH berlebihan
gejala : edema, oligouria, gelisah, iritabel, kejang
terapi : restriksi cairan, diuretik (furosemid)

19

SIADH
Disebabkan karena proses peradangan

menyebabkan peningkatan pelepasan atau


menyebabkan kebocoran vasopresin endogen dari
sistem supraoptik hipofisis
Vasopresin = anti diuretik hormon
Menyebabkan hipervolemia, oligouria, dan
peningkatan osmolaritas urine meskipun osmolaritas
serum menurun timbul gejala water intoxication :
mengantuk, iritabel, dan kejang
20

Pemantauan
Tanda vital dan evaluasi neurologis pd fase kritis

hr ke 3 dan 4
Lingkar kepala, jika UUB masih terbuka
Pemeriksaan Na serum, mengukur volume,
osmolalitas dan BJ urin
Efek samping AB dosis tinggi : px darah perifer
serial, LFT, uji fungsi ginjal atas indikasi

21

KOMPLIKASI
Akibat pengobatan yang tidak adekuat atau terlambat :
Ventrikulitis
Efusi subdural
Gangguan cairan dan elektrolit
Gangguan pendengaran sensorineural
Hidrosefalus
Paresis, paralisis, epilepsi, retardasi mental

22

Pemantauan jangka
panjang
Tumbuh kembang
Pemeriksaan pendengaran : 30% penderita
Evaluasi gejala sisa : RM, epilepsi, kebutaan,

spastisitas, hidrosefalus

23

II. MENINGITIS
TUBERKULOSA

24

PENDAHULUAN
Radang selaput otak yg disebabkan M. tuberculosis.
Sering mengenai jaringan otak

meningoensefalitis tuberkulosis
Salah satu penyulit dari tuberkulosis paru
mortalitas dan morbiditas yg tinggi
Angka kejadian tertinggi : 6 bln 2 thn
Kematian : 10 20%, yg hidup hanya 18 % normal,
sebagian besar menderita gejala sisa

25

PATOFISIOLOGI
Akibat penyebaran tuberkulosis primer di paru
Fokus primer masuk ke sirkulasi penyebaran

secara hematogen tuberkel di otak, selaput otak,


atau medula spinalis tuberkel pecah krn berbagai
rangsangan (trauma atau faktor imunologis) basil
dan antigennya terlepas dari tuberkel masuk
ruang subarachnoid menimbulkan peradangan
perubahan LCS.
Khas : reaksi peradangan di selaput dasar otak dan
ependim
26

Patofisiologi...
Meningitis basalis menimbulkan komplikasi

neurologis :
Paralisis N. kranialis
Infark, akibat penyumbatan arteri dan vena
Hidrosefalus, akibat tersumbatnya aliran LCS
Spinal block dan paraplegia, akibat perlengketan di

kanalis sentralis medula spinalis

27

Manifestasi Klinis
Demam lama/kronis, dpt akut
Kejang, penurunan kesadaran
Penurunan BB, anoreksia, muntah, batuk, pilek
Anamnesis : riwayat kontak dgn penderita TB paru

dewasa

28

Manifestasi klinis
Dibagi menjadi 3 stadium
1. Stadium I (inisial) : demam, malaise, apatis, iritabel,
nyeri kepala, mual, anoreksia, muntah. Kelainan
neurologis (-) TIDAK KHAS
2. Stadium II : mengantuk, disorientasi, tanda rangsang
meningeal (+),kejang, defisit neurologis fokal, paresis
n. Kranialis, gerakan involunter
3. Stadium III : stadium II + kesadaran makin menurun,
koma, TIK meningkat, pupil terfiksasi, napas
irreguler, suhu tubuh meningkat, ekstremitas spastis
29

Manifestasi klinis
Pemeriksaan fisis
Periksa parut BCG, limfadenopati, tanda rangsang
meningeal
Funduskopi : papil pucat, tuberkuloma retina, nodul di
khoroid
Tremor, koreoatetosis, hemibalismus

30

Manifestasi klinis
Pemeriksaan penunjang
Darah rutin, LED, GD, elektrolit leukositosis,

hiponatremia, hipokloremia
Analisis LCS :
LCS jernih, cloudy, atau xantokrom
Jumlah sel meningkat : 10-250 sel/mm3, jarang > 500,

hidung jenis predominan limfosit, pd stadium awal dpt


PMN
Protein meningkat > 100 mg/dl, glukosa < 35 mg/dl,
rasio glukosa LCS dan darah dibawah normal
Pemeriksaan BTA dan kultur M.tbc
31

PCR, ELISA, Latex aglutinasi : deteksi kuman M. tbc


CT scan atau MRI dgn kontras atas indikasi : lesi

parenkim di basal otak, infark, tuberkuloma,


hidrosefalus
Rontgen thoraks : gambaran TB paru
Uji tuberkulin
EEG : perlambatan gelombang irama dasar

32

DIAGNOSIS
Klinis + pemeriksaan penunjang
Diagnosis pasti ditemukan kuman M.tbc pada px

apus LCS atau kultur

33

TATALAKSANA
MEDIKAMENTOSA
1. Rekomendasi AAP : 4 macam OAT (obat anti tuberkulosis)
selama 2 bln (RHZE : rifampisin, INH, pirazinamid,
etambuthol), selanjutnya INH dan rifampisin selama 10 bln
2. Kortikosteroid menurunkan inflamasi dan edema serebri :
prednison 1-2 mg/kg BB/ hr selama 6-8 mgg
3. Tatalaksana kejang dan peningkatan TIK
4. SIADH : restriksi cairan
BEDAH
.Hidrosefalus terjadi pd 2/3 kasus dgn lama sakit > 3 mgg
asetazolamid 30-50 mg/kgbb dibagi dlm 3 dosis
.VP (ventriculo-peritoneal) shunt : indikasi hidrosefalus
obstruktif
34

SUPORTIF
1. Oksigen
2. Diet, peroral atau parenteral tergantung kondisi pasien
3. Cairan restriksi jika tdp tanda2 SIADH
4. Obat simtomatik : antipiretik, antiemetik
5. Perawatan di ruang rawat intensif
Gejala sisa : gangguan penglihatan, gangguan pendengaran,
cerebral palsy (CP), RM, epilepsi, gangguan perilaku
pemantauan tumbuh kembang, konsultasi mata, THT,
rehabilitasi medik.

35

III. ENSEFALITIS

36

PENDAHULUAN
ENSEFALITIS : infeksi jaringan otak yang

disebabkan oleh mikro organisme seperti virus,


bakteri, jamur, protozoa tersering : virus
Angka kematian tinggi : 35-50%
Gejala sisa tinggi : 20-40%

37

ENSEFALITIS

38

PATOGENESIS
Virus masuk tubuh melalui bbrp jalan : kulit, saluran

pernapasan, sal pencernaan menyebar dgn cara :


Setempat/perkontinuitatum
Hematogen

primer : virus dlm sirkulasi menyebar ke


organ dan berkembang biak
Hematogen sekunder : virus berkembang biak di
tampat pertama kali masuk menyebar ke organ
lain.
Penyebaran melalui saraf

39

Patogenesis
Kelainan neurologis terjadi akibat :
Invasi dan kerusakan langsung jaringan otak
Reaksi jaringan saraf thd antigen virus
demielinisasi, kerusakan vaskular dan
paravaskular
Reaksi aktivitas virus neurotropik laten

40

Manifestasi klinis
Manifestasi klinis bervariasi, dpt bersifat akut atau

perlahan
Masa prodromal (1-4 hr) : demam, sakit kepala,
pusing, muntah, nyeri tenggorok, malaise, nyeri pd
ekstremitas, pucat
Tanda ensefalitis : berat ringannya tergantung
distribusi dan luasnya lesi gelisah, iritabel,
perubahan perilaku, gangguan kesadaran, kejang
Tanda neurologis fokal : afasia, hemiparesis,
hemiplegia, ataksia, paralisis N. Kranialis, spastis
Tanda rangsang meningeal dpt (+)
41

Pemeriksaan penunjang
Darah rutin; GD dan elektrolit atas indikasi
LP : LCS dpt normal atau abnormalitas ringan

sampai sedang :
Jumlah sel meningkat : 50-200 sel/mm3, hitung jenis

didominasi limfosit
Protein meningkat, tdk lebih dr 200 mg/dl
Glukosa normal
CT Scan atau MRI : edema otak umum atau fokal
EEG : perlambatan atau gelombang epileptiform
umum atau fokal
42

TATALAKSANA
Tidak spesifik suportif simptomatik
Perawatan di ruang intensif
Tatalaksana hiperpireksia, keseimbangan cairan dan

elektrolit, peningkatan TIK, kejang


Mencegah kejang berulang : fenitoin atau
fenobarbital
Peningkatan TIK diuretik osmotik manitol 0,5-1
gram/kg/kali atau furosemid 1 mg/kg/kali

43

Tatalaksana
Jika mengalami neuritis optika, mielitis,

vaskulitis kortikosteroid 2 mgg :


1. Dosis tinggi metil prednisolon 15
mg/kgbb/kali dibagi 6 jam selama 3-5 hr,
dilanjutkan
2. Prednison oral 1-2 mg/kgBB selama 7-10
hari

44

Pemantauan pasca rawat


Gejala sisa : gangguan penglihatan,
CP, epilepsi, retardasi mental,
gangguan perilaku
Pemantauan tumbuh kembang,
konsultasi ke bagian terkait atas
indikasi

45

IV. ENSEFALITIS HERPES SIMPLEKS

46

PENDAHULUAN
Infeksi Herpes simplex pd SSP infeksi paling

berat dan fatal


Virus Herpes simplex (VHS) ada 2 tipe :
Tipe 1 : penyebab ensefalitis anak dan dewasa
Tipe 2 : penyebab infeksi neonatus

Pasien yang terlambat diterapi atau tidak mendapat

antivirus angka kematian tinggi : 70% kasus

47

Patogenesis dan patologi


VHS tipe 1 ditransfer melalui jalan napas dan ludah
Infeksi primer pd anak dan dewasa subklinis :

stomatitis, faringitis.
VHS tipe 1 penyebab ensefalitis pd pasien umur > 20thn
dugaan akibat reaktivasi endogen virus
Setelah infeksi primer, VHS laten dlm ganglia trigeminal
akibat rangsangan non spesifik reaktivasi
manifestasi : herpes labialis. VHS ke otak melalui
cabang saraf trigeminal basal meningen lokalisasi
ensefalitis di daerah temporal dan lobus frontal orbital

48

Pd neonatus, infeksi VHS tipe 2 terjadi saat melalui

jalan lahir dari ibu yg menderita herpes genital aktif


meningitis
Lesi korteks asimetri
Otopsi : nekrosis korteks lobus temporal dgn petekie
(+), edema otak, pelebaran pembuluh darah korteks,

49

Manifestasi klinis
Akut atau subakut
Fase prodromal : demam, malaise selama 1-7 hr
Manifestasi ensefalitis : sakit kepala, muntah, perubahan

kepribadian, ggn daya ingat kejang, penurunan kesadaran


Pemeriksaan fisik :
Kesadaran menurun sampai koma (40% kasus) prognosis
buruk
Gejala peningkatan TIK
80% kasus gejala neurologis fokal : hemiparesis, paresis
N. Kranialis, kehilangan lapang pandang, afasia, kejang
fokal.
Gejala serebral lain : kelumpuhan UMN spastis,
hiperrefleks, refleks patologis (+), klonus
50

Manifestasi klinis
Kecurigaan kuat EHS : demam, kejang

terutama kejang fokal, gejala neurologis fokal


hemiparesis, afasia, penurunan kesadaran yg
progresif

51

Pemeriksaan penunjang
Gambaran darah perifer : tdk spesifik
LP LCS :
Jumlah sel meningkat (90%) : 10 10.000 sel/mm3,

predominan limfosit
50% kasus : eritrosit (+)
Protein meningkat sedikit sampai 100 mg/dl
Glukosa normal

EEG : gambaran khas periodic lateralizing

epileptiform discharge : perlambatan fokal di area


temporal atau temporofrontal
52

Pemeriksaan penunjang...
CT Scan kepala : lesi hipodens di regio

frontotemporal 3 hr setelah gejala neurologis (+)


T2-weight MRI : lesi hiperdens regio temporal 2
hr setelah gejala (+)
PCR liquor : deteksi antibodiVHS
Px titer serum IgM dan IgG VHS-1 dan VHS-2

53

MRI : lesi
hiperdens
di regio
frontal

54

Tatalaksana
Asiclovir 10 mg/kgbb/8 jam selama 10-14 hr, dlm

infus 100 ml NaCl 0,9% selama 1 jam. Dosis


neonatus 20 mg/kgbb/8 jam selama 14-21 hr
Tatalaksana kejang dan peningkatan TIK
Keseimbangan cairan dan elektrolit
Jika ragu pasien diterapi HSV sampai terbukti
bukan
Perawatan di ruang intensif

55

Pemantauan pasca rawat


Gejala sisa : epilepsi, RM, ggn perilaku
Pemantauan tumbuh kembang
Konsultasi departemen terkait
Sindrom koreoatetosis 1 bln pasca perawatan

56

TERIMA KASIH

57

Examination

Kernigs Sign

Examination
Brudzinskis Sign

Anda mungkin juga menyukai