Anda di halaman 1dari 15

CASE REPORT

DERMATITIS KONTAK ALERGI

Pembimbing :
dr. Yenny, Sp.KK

Disusun oleh :
Raisa Desya Adliza
1102011220

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Kulit Kelamin


RSUD Arjawinangun
Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi
2015

I. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. I
Usia
: 30 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-Laki
Pekerjaan
: Bengkel
Agama
: Islam
Pendidikan terakhir : SLTA
Alamat
: Kedung kencana
II. PERJALANAN PENYAKIT
Anamnesa dilakukan secara autoanamnesa pada tanggal 9 November 2015
1. Keluhan Utama
Bruntus bruntus pada punggung tangan kanan dan kiri.
2. Keluhan Tambahan : Gatal pada punggun tangan kanan dan kiri
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Penderita mengeluh bruntus bruntus pada punggung tangan kanan dan kiri
sejak satu minggu yang lalu. Awalnya tampak kemerahan dan gatal lalu bruntusbruntus berisi cairan bening yang pecah mulai dari pertengahan telapak tangan yang
menyebar. Rasa gatal dirasakan oleh penderita setiap saat sehingga penderita
menggaruk-garuk daerah yang gatal. Aktifitas kesehariannya penderita bekerja
sebagai tukang bengkel.Pasien mengatakan awal mula gatal jika pasien terpapar
dengan minyak pada bensin.
Penderita mengatakan memiliki riwayat alergi terhadap makanan ikan laut.
Riwayat alergi obat disangkal oleh penderita. Riwayat pemakaian, lotion, perhiasan
pada daerah tangan disangkal. Riwayat terkena serangga disangkal oleh penderita.
Tidak ada teman kerja dilingkungan kerja penderita maupun keluarga yang tinggal
serumah yang mengalami keluhan yang sama seperti yang di keluhkan penderita.

4. Riwayat Penyakit Dahulu


Penderita pernah mengalami hal serupa sebelumnya sudah dua kali. Penderita
biasa diobati dengan salep dan obat gatal yang diberikan oleh dokter.
5. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada dikeluarga yang mengalami keluhan yang sama seperti penderita.
Riwayat alergi pada keluarga penderita diakui pada ibu penderita yang alergi pula
terhadap makanan laut. riwayat bersin dipagi hari, mata merah berair dan gatal,
alergi obat obatan, asma bronkhial disangkal oleh penderita dan anggota keluarga
lain.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan Umum : Baik
Kesadaran

: Compos mentis

Tanda Vital
Nadi

: 80 x/menit

Napas

: 20 x/menit

Suhu

: 360C

Tensi

: 120/70 mmHg

Kepala

: Normocephal

Mata

: Konjungtiva anemis (-/-) sklera ikterik (-/-)

Leher

: KGB tidak teraba membesar

Jantung

: Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)

Pulmo

: Suara napas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Abdomen

: Cembung, nyeri tekan (-), bising usus (+)

Ekstremitas

: Akral hangat, udem (-)

IV. STATUS DERMATOLOGICUS


1. Distribusi
Regioner
2. Lokasi
At regio palmar dextra dan sinistra
3. Sifat Lesi
Multiple, numuler hingga lentikuler, batas tidak tegas, diskret sebagian konfluen,
bilateral.
4. Efloresensi
Makula hiperpigmentasi, papul, krusta, skuama, erosi, likenifikasi.
V.

RESUME
Penderita mengeluh bruntus bruntus pada punggung tangan kanan dan kiri
sejak satu minggu yang lalu. Awalnya tampak kemerahan dan gatal lalu bruntusbruntus berisi cairan bening yang pecah mulai dari pertengahan punggung tangan
yang menyebar. Rasa gatal dirasakan oleh penderita setiap saat sehingga penderita
menggaruk-garuk daerah yang gatal. Aktifitas kesehariannya penderita Aktifitas
kesehariannya penderita bekerja sebagai tukang bengkel.Pasien mengatakan awal
mula gatal jika pasien terpapar dengan minyak pada bensin.
Pada pemeriksaan fisik , tanda vital dan generalis dalam batas normal. Status
dermatologis Distribusi regioner, lokasi at regio telapak tangan kanan dan kiri. Sifat
lesi multiple, numuler hingga lentikuler, batas tidak tegas, diskret sebagian konfluen,
bilateral. Efloresensi makula hiperpigmentasi, papul, krusta, skuama, likenifikasi.
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Uji tempel

VII. DIAGNOSA BANDING


Dermatitis kontak alergi ec susp. karet motor
Dermatitis kontak iritan
Dermatitis atopik
Psoriasis
Skabies
VIII. DIAGNOSIS KERJA
Dermatitis kontak alergi ec susp.Minyak bensin
IX. PENATALAKSANAAN
a. Umum
Menjelaskan pada pasien mengenai penyakit yang diderita dan pengobatannya.
Mengetahui jenis alergen penyebabnya dan menghindarinya.
Mengedukasi pasien agar tidak menggaruk luka yang ada
Menjelaskan pada pasien untuk selalu menjaga kebersihan
b. Khusus
1. Topikal
Krim clobetasol propionat 0,05 % + krim urea 10% 3-4x /hari
2. Sistemik
Loratadin 1 x 10mg /hari
Metilprednisolon 2 x 4mg /hari setelah makan
X. PROGNOSIS
Ad Vitam

: Ad bonam

Ad Fungsionam : Ad bonam
Ad Sanasionam : Dubia ad bonam

TINJAUAN PUSTAKA
Dermatitis Kontak Alergi (DKA)

Dermatitis kontak alergi adalah suatu dermatitis atau peradangan kulit yang
timbul setelah kontak dengan alergen melalui proses sensitasi. Dermatitis kontak alergi
merupakan dermatitis kontak karena sensitasi alergi terhadap substansi yang beraneka
ragam yang menyebabakan reaksi peradangan pada kulit bagi mereka yang mengalami
hipersensivitas terhadap alergen sebagai suatu akibat dari pajanan sebelumnya.

Etiologi
Penyebab dermatitis kontak alergi adalah alergen, paling sering berupa bahan
kimia dengan berat kurang dari 500-1000 Da, yang juga disebut bahan kimia sederhana.
Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan, dan
luasnya penetrasi di kulit.(1)
Dermatitis kontak alergik terjadi bila alergen atau senyawa sejenis menyebabkan
reaksi hipersensitvitas tipe lambat pada paparan berulang. Dermatitis ini biasanya
timbul sebagai dermatitis vesikuler akut dalam beberapa jam sampai 72 jam setelah
kontak. Perjalanan penyakit memuncak pada 7 sampai 10 hari, dan sembuh dalam 2 hari
bila tidak terjadi paparan ulang. Reaksi yang palning umum adalah dermatitis rhus,
yaitu reaksi alergi terhadap poison ivy dan poison cak. Faktor predisposisi yang
menyebabkan kontak alergik adalah setiap keadaan yang menyebabkan integritas kulit
terganggu, misalnya dermatitis statis.(2)
Patogenesis
Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada dermatitis kontak alergi adalah
mengikuti respons imun yang diperantarai oleh sel (cell-mediated immune respons) atau
reaksi tipe IV. Reaksi hipersensititas di kullit timbulnya lambat (delayed
hipersensivitas), umumnya dalam waktu 24 jam setelah terpajan dengan alergen.
Sebelum seseorang pertama kali menderita dermatitis kontak alergik, terlebih dahulu
mendapatkan perubahan spesifik reaktivitas pada kulitnya. Perubahan ini terjadi karena
adanya kontak dengan bahan kimia sederhana yang disebut hapten yang terikat dengan
protein, membentuk antigen lengkap. Antigen ini ditangkap dan diproses oleh makrofag
dan sel langerhans, selanjutnya dipresentasikan oleh sel T. Setelah kontak dengan

antigen yang telah diproses ini, sel T menuju ke kelenjar getah bening regional untuk
berdiferensisi dan berploriferasi memebneetuk sel T efektor yang tersensitisasi secara
spesifik dan sel memori. Sel-sel ini kemudian tersebar melalui sirkulasi ke seluruh
tubuh, juga sistem limfoid, sehingga menyebabkab keadaan sensivitas yang sama di
seluruh kulit tubuh. Fase saat kontak pertama sampai kulit menjadi sensitif disebut fase
sensitisasi yang berlangsung selama 2-3 minggu.

Sel lNgerhans memberi sinyal kepada seli limfosit mengenai informasi antigen dan kemudian
sel limfosit berproliferasi menghasilkan sel T limfosit tersensitisasi. Setelah sistem imun
Alergenhipersensitifitas
yang sama/ tertunda
serupa
tersensitisasi,
maka dengan
pemaparan selanjutnya akan menginduksi
Hapten
+ protein
tipe IV.
Antigen lengkap

Reaksi sensitisasi ini dipengaruhi oleh derajat kepekaan individu, sifat sensitisasi
Ditangkap oleh sel makrofag dan Langerhans

alergen Dipresentasikan
(sensitizer), jumlahkealergen,
Sensitizer kuat mempunyai
fase
ke sel T memori
sel T dan konsentrasi. Dipresentasikan
yang lebih pendek, sebaliknya sensitizer lemah seperti bahan-bahan yang dijumpai pada
kehidupan sehari-hari pada umumnya kelainan kulit pertama muncul setelah lama
Dibawa
KGB
FASE ELITASI
kontak dengan
bahanketersebut,
bisa bulanan atau tahunan. Sedangkan
periode saat

terjadinya pajanan ulang dengan alergen yang sama atau serupa sampai timbulnya
Proliferasi menjadi sel T efektor/ sel T memori/ sel T tersensitisasi

Aktivasi keratinosit

gejala klinis disebut fase elisitasi umumnya berlangsung antara 24-48 jam.

Mengeluarkan mediator kemokin

Menyebar ke pembuluh darah & system limfoid


Memproduksi keratin >>> & me+ apoptosis
6
FASE SENSITISASI

Gejala Klinis
Penderita umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada keparahan
dermatitis dan lokasinya. Pada yang akut dimulai dengan bercak eritematosa yang
berbatas jelas kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel atau bula. Vesikel atau
bula dapat pecah menimbulkan erosi dan eksudasi (basah). DKA akut ditempat tertentu,
misalnya kelopak mata, penis, skrotum, eritema dan edema lebih dominan daripada
vesikel. Pada yang kronis terlihat kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi, dan
mungkin juga fisur, batasnya tidak jelas. Kelainan ini sulit dibedakan dengan dermatitis
kontak iritan kronis (DKI). DKA dapat meluas ketempat lain misalnya dengan
autosensitisasi.(1)

Diagnosis
Diagnosis didasarkan atas hasil anamnesis yang cermat dan pemeriksaan klinis
yang teliti. Pertanyaan mengenai kontaktan yang dicurigai didasarkan oleh kelainan
kulit yang ditemukan. Data yang berasal dari anamnesis juga meliputi riwayat
pekerjaan, hobi, obat topikal yang pernah digunakan, obat sistemik, kosmetika, bahanbahan yang diketahui dapat menimbulkan alergi, penyakit kulit yang pernah dialami,

riwayat atopi baik dari yang bersangkutan maupun dari keluarganya. Pada pemeriksaan
fisik dilihat lokasi dan pola kelainan kulit.(2)
Diagnosis Banding
Kelainan kulit DKA sering tidak menunjukkan gambaran morfologik yang khas,
dapat menyerupai dermatitis atopik, dermatitis numularis, dermatitis seboroik, atau
psoriasis.(5) Diagnosis banding yang terutama ialah dengan DKI. Dalam keadaan ini
pemeriksaan uji tempel perlu dipertimbangkan untuk menentukan apakah dermatitis
tersebut karena kontak alergi.(1)

Dermatitis Kontak Iritan

Dermatitis Kontak Alergi

(DKI)

(DKA)

Penyebab
Permulaan
Penderita
Lesi

Iritan primer
Pada kontak pertama
Semua usia
Betas lebih jelas, eritema

Alergen kontak sensitizer


Pada kontak ulang
Hanya individu dengan alergik
Batas tidak begitu jelas, eritema

Uji Tempel

sangat jelas
Reaksi segera

kurang jelas
Reaksi menetap atau meluas

Uji Tempel
Berbagai hal berikut ini perlu diperhatikan dalam pelaksanaan uji tempel(1) :
1. Dermatitis harus sudah tenang (sembuh). Bila masih dalam keadaan akut atau
berat dapat terjadi reaksi angry back atau excited skin, reaksi positif palsu
dapat pula menyebabkan penyakit yang diderita pasien semakin memburuk.
2. Tes dilakukan sekurang-kurangnya satu minggu setelah pemakaian
kortikosteroid sistemik dihentikan, sebab dapat menyebabkan reaksi positif
palsu. Pemberian kortikosteroid topikal dihentikan sekurang-kurangnya satu
minggu sebelum tes dilaksanakna. Luka bakar matahari (sunburn) yang terjadi
1-2 minggu sebelum tes dilakukan juga dapat member hasil negatif palsu.

Sedangkan antihistamin sistemik tidak mempengaruhi hasil tes kecuali diduga


karena urtikaria kontak.
3. Uji tempel dibuka setelah dua hari, kemudian dibaca; pembacaan kedua
dilakukan pada hari ke-3 sampai ke-7 setelah aplikasi.
4. Penderita dilarang melakukan kativitas yang menyebabkan uji temple menjadi
longgar (tidak menempel dengan baik) karena memberikan hasil negatif palsu.
Penderita juga dilarang mandi sekurang-kurangnya dalam 48 jam dan menjaga
agar lokasi penempelan tetap kering.
5. Uji tempel dengan bahan standar jangan dilakukan terhadap penderita yang
mempunyai riwayat tipe urtikaria dadakan (immediate urticarial type), karena
dapat menimbulkan urtikaria generalisata bahkan reaksi anafilaksis.
Daerah tempat tes, pilihan utama punggung, oleh karena:
-

Lapisan tanduk cukup tipis, sehingga penyerapan bahan cukup besar


Tampatnya luas, sehingga banyak bahan yang dapat di tes bersamaan
Tempatnya cukup terlindung sehingga tidak mudah lepas
Bahan yang menempel tidak banyak mengalami gerakan, lepas atau kendor
Pilihan lain yaitu pada bagian lengan atas bagian lateral, atau lengan bawah
volar.

10

Bahan tes, mungkin dapat berupa benda padat atau cair. Jika bahan tersebut
dilakukan secara langsung mungkin akan memberikan reaksi yang tidak kita
diharapkan, misalnya reaksi iritasi. Bahan padat atau cair dilarutkan atau dicampurkan
dalam bahan tertentu dan dalam konsentrasi tertentu pula, sehingga kemungkinan yang
timbul benar benar reaksi alergi, bukan reaksi iritasi.(6)
Setelah dibiarkan menempel selama 48 jam, uji tempel dilepas. Pembacaan
pertama dilakukan 15-30 menit setelah dilepas, agar efek tekanan bahan yang diuji telah
menghilang atau minimal. Hasilnya dicatat sebagai berikut;
1 = reaksi lemah (nonvesikular) : eritema, infiltrat, papul (+)
2 = reaksi kuat : edema atau vesikel (++)
3 = reaksi sangat kuat (ekstrem) : bula atau ulkus (+++)
4 = meragukan, hanya macula eritematosa
5 = iritasi seperti terbakar, pustul atau purpura
6 = reaksi negatif
7 = excited skin
8 = tidak dites (NT= not tested)
Pembacaan kedua perlu dilakukan sampai satu minggu setelah aplikasi, biasanya
72 atau 96 jam setelah aplikasi. Pembacaab kedua ini penting untuk membantu
membedakan antar respon alergik atau iritasi dan juga mengidentifikasi lebih banyak
lagi respon positif alergen.
1. Reaksi Positif
Ini menunjukkan bahwa penderita bersifat alergik terhadap bahan yang diteskan.
Hasil ini akan sangat berarti bila bahan tersebut sesuai dengan dugaan yang
diperoleh dari riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik hingga diagnosis yang
mantap bisa ditegakkan.
2. Reaksi Positif palsu
Terjadi bila konsentrasi bahan terlalu tinggi, atau bahan tersebut bersifat iritan
bila tertutup. Kulit dalam keadaan terlalu peka, misalnya bekas dermatitis,
sedang menderita dermatitis yang akut atau luas.
3. Reaksi Negatif
Kemungkinannya adalah; memang penderita tidak peka terhadap bahan yang
diteskan. Atau negatif palsu, yaitu yang semestinya positif, tetapi oleh karena

11

beberapa kesalahan teknik, reaksinya negatif. Pembacaan bisa dilakukan lagi


setelah 72 jam setelah penempelan tanpa menempelkan lagi bahan tes tersebut.
Kemungkinan terjadi reaksi tertunda (delayed reaction),hingga reaksi menjadi
positif.
Penatalaksanaan
Hal yang terpenting dalam penanganan DKA adalah upaya pencegahan
terulangnya kontak kembali dengan alergen penyebab dan menekan kelainan kulit yang
timbul. Kortikosteroid dapat diberikian dalam jangka pendek untuk mengatasi
peradangan akut yang ditandai dengan eritema, edema, vesikel, atau bula serta eksudatif
(madidans), misalnya prednisone 30 mg/hari.
Untuk dermatitis kontak alergik yang ringan, atau dermatitis akut yang telah
mereda (setelah mendapat pengobatan kortikesteroid sistemik), cukup diberikan
kortikosteroid topikal. Secara bertahap, dapat diakukan hal-hal dibawah ini :
1. Identifikasi agen-agen penyebab dan jauhkanlah pasien dari paparan, walaupun
seringkal hal ini sukar, khususnya pada kasus kronik.
2. Tindakan simtomatik untuk mengontrol rasa gatal dengan penggunaaan tunggal
atau dalam bentuk kombinasi:
Antihistamin oral
Hidroksizin hidroklorida 10-50 mg setiap 6 jam bilamana perlu.
Losio topikal yang mengandung menol, fenol, atau premoksin
sangat berguna untuk meringankan rasa gatal sementara, dan tidak
mensensitisasi.
Kortikosteroid topikal, berguna bila daerah yang terkena terbatas atau
bila kortikosteroid oral merupakan kontraindikasi. Kortikosteroid
topikal poten diperlukan untuk mengurangi reaksi dermatitis kontak
alergi.
Kortikosteroid oral : berguna untuk dermatitis kontak alergik
sistemik

atau yang mengenai wajah atau pada kasus di man rasa gatal

tidak dapat dikontrol dengan tindakan-tindakan lokal.


Obati setiap infeksi bakteri sekunder.

12

Perintahkan pasien untuk tidak menggunakan obat bebas, misalnya


benadril topikal atau benzokain topikal. Obat-obat tersebut dapat
menyebabkan reaksi alergi atau iritasi tambahan.
Prognosis
Prognosis DKA umumnya baik, sejauh bahan kontaknya dapat disingkirkan.
Prognosis kurang baik dan menjadi kronis bila terjadi bersamaan dengan dermatitis oleh
faktor endogen (dermatitis atopik, dermatitis numularis, atau psoriasis) atau terpajan
dengan alergen yang tidak mungkin dihindari, misalnya berhubungan dengan
pekerjaaan tertentu atau yang terdapat didalam lingkungan penderita.(1)

DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda Adhi, Hamzah Mochtar, Aisah Siti, editor. Dermatitis. 2008. Ilmu
2. Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed 5.p 126-38. Jakarta: FKUI.

13

3. Dorland, W.A. Newman, editor. 2002. Kamus Kedokteran. Jakarta:EGC.


4. Dermatitis Kontak Iritan. Accessed at August 9th, 2015. Available from:
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/3406/htm
5. Neurodermatitis (likem simpleks kronik). Accessed at August 9 th, 2015.
Available from: http://www.exomedindonesia.com/referensi-kedokteran/artikelilmiah-kedokteran/kulit/2010/10/26/liken-simpleks -kronik/
6. Dermatitis dan Penyakit Kulit. Accessed at August 7 th, 2015. Available from:
http://spesialiskulit.com/gangguan-kulit/dermatitis-dan-penyakit-kulit/html
7. Dermatitis kontak iritan. Accessed at August 7th, 2015. Available from:
http://www.scribd.com/doc/35138983/Dermatitis-Kontak-Alergi/html

14

Anda mungkin juga menyukai