PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan pendidikan islam di Indonesia antara lain ditandai oleh
munculnya berbagai lembaga pendidikan secara bertahap,mulai dari yang amat
sederhana, sampai dengan tahap yang sudah terhitung modern dan lengkap. Salah
satunya adalah pesantren. Menurut Ahmad Syafii Nur : pesantren atau pondok
adalah lembaga yang dapat dikatakan merupakan wujud proses wajar perkembangan
sistem pendidikan dan selanjutnya,ia dapat merupakan bapak dari pendidikan Islam.
Kehadiran pesantren tidak dapat dipisahkan dari tuntutan umat. Karena itu, pesantren
sebagai lembaga pendidikan selalu menjaga hubungan yang harmonis dengan
masyarakat di sekitarnya sehingga keberadaannya di tengah-tengah masyarakat tidak
menjadi terasing. Dalam waktu yang sama segala aktifitasnya pun mendapat
dukungan dan apresiasi dari masyarakat sekitarnya. Namun, kini reputasi pesantren
tampaknya dipertanyakan oleh sebagian masyarakat Muslim Indonesia. Mayoritas
pesantren masa kini terkesan berada di menara gading, elitis, jauh dari realitas social.
Problem sosialisasi dan aktualisasi ini ditambah lagi dengan problem keilmuan. Untuk
membahas lebih jauh bagaimana pengembangan pesantren serta problemetika yang
dihadapi pesantren, maka akan kami bahas dalam makalah ini.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian pesantren?
2. Apa tujuan, visi, dan misi pesantren?
3. Bagaimana sistem pendidikan di pesantren serta maslah dan tantangan yang
dihadapi dalam sistem pendidikan pesantren?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian pesantren.
2. Mengetahui tujuan, visi, dan misi pesantren.
3. Mengetahui sistem pendidikan di pesantren serta maslah dan tantangan yang
dihadapi dalam sistem pendidikan pesantren.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pesantren
Secara bahasa, kata pesantren berasal dari kata santri dengan awalan pe- dan
akhiran -an (pesantrian) yang berarti tempat tinggal para santri. Sedangkan kata santri
sendiri berasal kata sastri, sebuah kata dari bahasa sansekerta yang artinya melek
huruf. Dalam hal ini menurut Nur Cholis Majid agaknya didasarkan atas kaum santri
adalah kelas literary bagi orang jawa yang berusaha mendalami agama melalui kitabkitab bertulisan dan berbahasa Arab. Ada juga yang mengatakan bahwa kata santri
berasal dari bahasa Jawa, dari kata cantrik, yang berarti seseorang yang selalu
mengikuti seorang guru kemana guru itu pergi menetap.
Sedangkan secara istilah, Husein Nasr mendefinisikan pesantren dengan
sebutan dunia tradisional Islam. Maksudnya, pesantren adalah dunia yang mewarisi dan
memelihara kontinuitas tradisi Islam yang dikembangkan ulama (kiai) dari masa ke
masa, tidak terbatas pada periode tertentu dalam sejarah Islam. Di Indonesia, istilah
pesantren lebih populer dengan sebutan pondok pesantren. Lain halnya dengan
pesantren, pondok berasal dari bahasa Arab funduq, yang berarti hotel, asrama, rumah,
dan tempat tinggal sederhana.Dari terminology diatas, mengindikasikan bahwa secara
kultural pesantren lahir dari budaya Indonesia. Mungkin dari sinilah Nur Cholis Majid
berpendapat bahwa secara historis, pesantren tidak hanya mengandung makna
keislaman, tetapi juga makna keaslian Indonesia. Sebab, memang cikal bakal lembaga
pesantren sebenarnya sudah ada pada masa Hindu-Budha, dan Islam tinggal
meneruskan, melestarikan, dan mengislamkannya.
Terlepas dari itu, karena yang di maksudkan dengan istilah pesantren dalam
pembahasan ini adalah sebuah lembaga pendidikan dan pengembangan agama islam di
Tanah Air (khususnya jawa) di mulai dan di bawa oleh wali songo, maka model
pesantren di pulau jawa juga mulai berdiri dan berkembang bersamaan dengan zaman
wali songo. Karena itu tidak berlebihan bila di katakan pondok pesantren yang pertama
didirikan adalah pondok pesantren yang didirikan oleh Syekh Maulana Malik Ibrahim
atau Syekh Maulana Maghribi.1
Kedudukan dan fungsi pesantren saat itu belum sebesar dan sekomplek sekarang. Pada
awal, pesantren hanya berfungsi sebagai alat islamisasi dan sekaligus memadukan tiga
unsur pendidikan, yakni ibadah: untuk menanamkan iman, tabligh untuk menyebarkan
ilmu, dan amal untuk mewujudkan kegiatan kemasyarakatan dalam kehidupan seharihari.2
C. Tujuan Pondok Pesantren
Masing-masing pondok pesantren memiliki tujuan pendidikan yang berbeda, sering
kali sesuai dengan falsafah dan karakter pendirinya. Sekalipun begitu setiap pondok
pesantren mengemban misi yang sama yakni dalam rangka mengembangkan dakwah
Islam, selain itu di karenakan pondok pesantren berada dalam lingkungan Indonesia,
setiap pondok pesantren juga berkewajiban untuk mengembangkan cita-cita dan tujuan
kehidupan berbangsa sebagaimana tertuang dalam falsafah negara; Pancasila dan UUD
1945.
Secara umum tujuan pendidikan pondok pesantren adalah membimbing anak
didik untuk menjadi manusia yang berkepribadian Islam yang sanggup dengan ilmu
agamanya menjadi muballigh Islam dalam masyarakat sekitar melalui ilmu dan
amalnya.
Sedangkan secara khusus tujuan pondok pesantren adalah mempersiapkan para santri
untuk menjadi orang yang alim dalam ilmu agama yang diajarkan oleh kyai yang
bersangkutan serta mengamalkan dalam masyarakat sebagaimana yang telah dikembangkan
dalam pondok pesantren modern.
Tujuan pendidikan pondok pesantren di atas senada dengan tujuan pondok pesantren yang
dipaparkan oleh M. Arifin dalam bukunya Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum)
bahwa pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang berusaha menciptakan kaderkader Muballigh yang diharapkan dapat meneruskan misinya dalam hal dakwah Islam
1 Wahjoetomo. Perguruan Tinggi Pesantren. (Jakarta : Gema Insani Press, 1997).hlm 70.
2 Reaktualisasi Nilai Kepesantrenan. (http://www.ginandjar.com/public, diakses tanggal 27 november 2015
3
disamping itu juga di harapkan bahwa mereka yang berstudi di pesantren menguasai betul
ilmu-ilmu ke-Islaman yang diajarkan oleh para kyai.3
Adapun tujuan pendidikan pondok pesantren, tidak boleh lepas dari tujuan pendidikan
nasional menurut undang-undang No.2 tahun 1989 adalah untuk mencerdaskan kehidupan
bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan
bertakwa terhadap Tuhan yang Maha Esa dan berbudi luhur, memiliki pengetahuan dan
keterampilan, kesehatan jasmani, dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta
tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Sedangkan visi dan misi pesantren
adalah sebagai berikut :
Visi dan Misi Pesantren
Visi
1. untuk menyebarluaskan ajaran tentang universalitas Islam ke seluruh pelosok
Nusantara yang sangat pluralis.
2. ntuk memberikan respon terhadap situasi dan kondisi sosial suatu masyarakat yang
tengah dihadapkan pada runtuhnya sendi-sendi moral dengan Amar maruf nahi
munkar.
Misi
1. Mendidik santri agar memiliki kemantaban akidah, kedalaman spiritual, keluasan
ilmu dan ketrampilan serta keluhuran budi pekerti.
2. Mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kesenian yang bernafaskan
islami.
3. Memberikan pelayanan terbaik & keteladanan atas dasar nilai-nilai Islam yang
inklusif dan humanis.
D. Sistem Pendidikan Pesantren
Paling tidak terdapat delapan poin yang menunjukan karakteristik sistem pendidikan
model pesantren.
3 M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum), Bumi Aksara, Jakarta. 1995. Hlm 65
4 Nur Cholis Madjid, Bilik-Bilik Pesantren Sebuah Potret Perjalanan, Paramadina, Jakarta, 1997, hlm. 3-5
1. Sistem pendidikan berasrama, di mana tri pusat pendidikan menjadi satu kesatuan yang
terpadu. Yaitu sekolah, keluarga, dan masyarakat berada dalam satu lingkungan, sehingga
lebih memungkinkan penciptaan suasana yang kondusif bagi pencapain tujuan pendidikan.
2. Dalam tradisi pesantren, para santri merupakan subjek dari proses pendidikan, mereka
mengatur kehidupan mereka sendiri (self governance) melalui berbagai aktifitas, dan
interaksi sosial yang sangat penting artinya bagi pendidikan mereka.
3. Pesantren adalah lembaga pendidikan yang berasal dari, dikelola oleh, dan berkiprah untuk
masyarakat.
4. Terkait dengan orientasi kemasyarakatan pesantren, lingkungan pesantren diciptakan untuk
mendidik santri agar mereka dapat menjadi anggota masyarakat yang mandiri dan
bermanfaat, tidak canggung untuk terjun dan berjuang ke masyarakat. Dalam bidang
pekerjaan misalnya, boleh dibilang tidak ada istilah nganggur (menunggu pekerjaan) bagi
para alumni pesantren.
5. Antara pengajaaran (formal) dan pendidikan (informal) lebih terintegrasi, sehingga proses
pembentukan mental karakter yang didasarkan pada jiwa, falsafah hidup, dan nilai-nilai
pesantren serta transfer knowledge lebih membumi.
6. Hubungan antara anggota masyarakat pesantren berlangsung dalam suasana ukhuwwah
Islamiyya yang bersumber dari tauhid yang lurus dan prinsip-prinsip akhlak mulia. Suasana
ini tertanam dalam jiwa santri dan menjadi bekal berharga untuk kehidupan di luar
masyarakat pesantren.
7. Pendidikan pesantren didasarkan pada prinsip-prinsip keikhlasan, kejuangan, pengorbanan,
kesederhanaan, kemandirian, dan persaudaraan. Dengan menjiwai nilai-nilai ini, pesantren
tidak memiliki masalah apapun dengan paradigma School Based Management (SBM) yang
kini menjadi model pendidikan modern pasca reformasi di Indonesia.
8. Dalam masyarakat pesantren, Kyai atau pimpinan sekolah, selain berfungsi sebagai central
figure, juga menjadi moral force bagi para santri dan seluruh penghuni pesantren. Hal ini
adalah suatu kondisi yang mesti bagi dunia pendidikan, tetapi kenyataannya jarang didapati
dalam sistem pendidikan selain pesantren.
E. Problematika dan tantangan pengembangan pesantren
1. Tantangan pengembangan pesantren
Dalam peranannya sebagai benteng imperialisme budaya, memang pesantren
sampai saat ini telah membuktikan keberhasilannya. Namun akselerasi
modernitas yang begitu cepat menuntut pesantren untuk tanggap secara cepat
5
pula, sehingga eksistensinya tetap relevan dan signifikan. Masa depan pesantren
ditentukan oleh sejauhmana pesantren menformulasikan dirinya menjadi
pesantren yang mampu menjawab tuntutan masa depan tanpa kehilangan jati
dirinya.[12]
Di sinilah tantangan yang cukup berat yang dihadapi oeh pesantren, yakni
masalah pokok yang menjadi delima: di satu pihak pesantren perlu menjalankan
fungsi tradisionalnya, yaitu pendidikan dan pengajaran ilmu-ilmu Islam
konvensional yang khusus untuk pendalaman agama (tafaqquh fi al-din) guna
mencetak kiai, guru agama, muballigh, dan ahli agama, tetapi di pihak lain
dituntut juga untuk mengembangkan kurikulum baru (di luar kajian
Islam/penguasaan sains) untuk memenuhi kebutuhan lapangan kerja yang lebih
luas, dengan konsekuensi pengurangan pengajaran agama konvensional.[Dalam
artian, pesantren harus memilih untuk masuk menjadi kategori, meminjam istilah
Zamakhsyari Dhofir, pesantren salaf atau kategori pesantren khalaf.[Padahal
dalam prakteknya, mayoritas pesantren yang memasukkan kurikulum baru (di
luar kajian Islam) dan mengurangi materi pendidikan agama Islam justru
mengakibatkan penurunan kualitas santri dalam melakukan pendalaman agama
(tafaqquh fi al-din). Inilah dilema pendidikan pesantren: antara memilih
pendalaman ilmu agama atau menerima materi-materi umum di luar kajian
agama
dengan
konskuensi
merosotnya
tingkat
tafaqquh
fi
al-din. 5
Kurikulum Pesantren
Dalam kaitannya dengan
kurikulum,
masih
banyak
pesantren
yang
terparsialisasi oleh sempitnya aliran dan wawasan pemahaman sang kiai. Materimateri keilmuan di pesantren cenderung berafiliasi hanya pada satu madzhab
atau aliran pemikiran.[19]
Sehingga atmosfir ilmiah di dalamnya berlangsung sangat monoton. Lebih dari
itu, dominasi mereka yang cukup luas berorientasi pada terorientasikannya
kurikulum pada apa yang diinginkan kiai, pengasuh, dan guru, bukan untuk
menfasilitasi segala sesuatu yang dapat mengembangkan dan memberdayakan
potensi dan kompetensi santri.[20]
Keinginan untuk membuat kurikulum dalam susunan yang lebih mudah
dicernakan dan dikuasai oleh anak didik masih belum mendapatkan perhatian.
b.
6 Saeful Huda, Menggagas Pesantren Masa Depan, (Yogyakara: Qirtas, 20003), hal. 67.
7
sistem pendidikan tradisional. Sistem pendidikan yang tidak dinamis dan sulit
melakukan perubahan, serta hanya mengandalkan tradisi hafalan dan
membaca, tanpa mengiringinya dengan budaya menulis tersebut, berakibat
pesantren jarang menghasilkan penulis-penulis yang handal, kendati jumlah
lulusannya besar.[24] Walaupun, saat ini, sudah ada beberapa lulusan pesantren
yang menulis, akan tetapi prosentasinya masih sangat kecil dibandingkan dengan
jumlah lulusan yang ada.
c.
Rasulullah
saw.
dan
menyeluruh,
9
baik
pada
tingkat
konsep
maupun
Membenahi Kurikulum
Dalam upaya membenahi kurikulum pendidikannya, seperti yang telah
dijelaskan di atas, pesantren menghadapi ujian yang sangat dilematis. Dialektika
yang serius antara mempertahankan watak tradisionalisme dan rayuan
modernisme sungguh dialami oleh banyak pesantren. Dari dialektika tersebut
telah menyebabkan pesantren terbelah menjadi dua, yaitu pesantren yang
menerima sepenuhnya sistem pendidikan formal (memasukkan kurikulum nonagama) dan pondok pesantren yang menolak sepenuhnya pendidikan formal.
Pesantren tipe pertama pesantren berkeinginan menjadi institusi pendidikan yang
bisa menyusuaikan diri dengan perubahan zaman. Pesantren juga menginginkan
agar lulusannya, selain menguasai ilmu agama (Islam) juga mampu bersaing di
masyarakat dalam memperebutkan peluang-peluang yang diberikan oleh
perubahan yang terjadi, seperti lapangan kerja dan posisi-posisi sosial politik.
Sementara tipe kedua berangkat dari ketidakpercayaan terhadap sistem
pendidikan formal di Indonesia yang dianggap tidak mendorong pada
penguasaan terhadap ajaran Islam.[28]
Berdasarkan analisa Nur Kholis Majid, pesantren telah mengalami
anacaman ditinggalkan umat Islam. Karena pesantren di Indonesia saat ini
sedang mengalami krisis dalam menghasilkan ulama-ulama yang berkualitas.
[29] Krisis ulama merupakan akibat dari menurutnya tingkat pendalaman agama
(tafaqquh fi al-din) yang biasa diperankan oleh pesantren. Jadi, praktis pesantren
harus menanggung dua beban berat ini. Merespon beban berat tersebut,
belakangan ini, muncul beberapa pesantren yang mencoba menerima sebagian
sistem pendidikan formal dan menolak sebagian yang lain. Artinya, ia menerima
system pendidikan formal berikut tawaran legalitasnya, tetapi menolak sebagian
kurikulum dan berbagai atribut yang menempel padanya.[30]
Tipe pesantren melihat perlunya penambahan dan pengembangan ilmu terapan
di samping ilmu agama. Di tengah tantangan globalisasi, pendidikan pesantren
tidak cukup hanya mendalami ilmu agama dan bersikap eksklusif terhadap ilmuilmu terapan demi tuntutan pekembangan zaman. Untuk itu, kurikulum pesantren
harus tetap melakukan penekanan pada tafaqquh fi al-din guna menjaga
10
c.
dan
fungsi
pokoknya
semula,
yaitu
sebagai
tempat
7 Ainul Huda Afandi, Menata Kembali Pesantren, Mencari Bentuk Ideal, dalam Menggagas
Pesantren Masa
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pesantren adalah dunia yang mewarisi dan memelihara kontinuitas tradisi
Islam yang dikembangkan ulama (kiai) dari masa ke masa, tidak terbatas pada
periode tertentu dalam sejarah Islam. Secara umum tujuan pendidikan pondok
pesantren adalah membimbing anak didik untuk menjadi manusia yang
berkepribadian Islam yang sanggup dengan ilmu agamanya menjadi muballigh
Islam dalam masyarakat sekitar melalui ilmu dan amalnya. dalam menghadapi
perubahan yang cepat dalam bidang sosial, politik dan ekonomi, pesantren
sebagaimana institusi pendidikan lainya menghadapi tantangan yang harus di
segera atasi. Untuk mengatasi tantangan tersebut, perama-tama pesantren harus
mampu mengatasi persoalan-persoalan internal yang meliputi: persoalan
kurikulum, metode pengajaran, manajemen, dan pola kepemimpinan.[ mengatasi
persoalan-persoalan tersebut adalah dengan membenehi sistem pendidikan
pesantren.
pengembengannya.
B. SARAN
Dengan adanya makalah ini disarankan kepada pembaca untuk memahami isi
makalah dengan baik, demi menambah wawasan kita. Serta dapat mengkritik
demi perbaikan makalah selanjutnya.
13
DAFTAR PUSTAKA
Al-Jumbulati, Ali dan Abdul Fatuh At-Tuwaanisi. 1993. Perbandingan Pendidikan Islam, ,
Jakarta : Rineka Cipta
Arifin, M. 1995. Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum). Jakarta : Bumi Aksara
Cholis Madjid,
Paramadina.
Huda Afandi, Ainul. 2003. Menata Kembali Pesantren, Mencari Bentuk Ideal, dalam
Menggagas Pesantren Masa Depan. Yogyakarta: Qirtas
Huda, Saeful. 2003. Menggagas Pesantren Masa Depan. Yogyakara: Qirtas
Reaktualisasi Nilai Kepesantrenan. http://www.ginandjar.com/public, diakses tanggal 27
november 2015
Wahjoetomo. 1997. Perguruan Tinggi Pesantren. Jakarta : Gema Insani Press.
14