Oleh:
1. Nuriska Ela Safitri
(12030654057)
2. Muflihatul Abadiyah
(12030654224)
3. Moch. Martha Ayuhans (12030654226)
2015
DEVIASI MINIMUM PRISMA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari seringkali kita menemukan fenomena
IPA yang menimbulkan suatu pertanyaan dalam diri kita. Misalnya fenomena
sendok yang dicelupkan ke dalam gelas berisi air. Sendok tersebut seolah-olah
patah jika kita lihat dari samping gelas. Dalam ilmu IPA, peristiwa tersebut
dinamakan sebagai pembiasan atau pembelokan. Pembiasan atau pembelokan
terjadi ketika suatu benda terdapat pada medium dengan kerapatan yang
berbeda, misalnya medium udara dan air. Istilah pembiasan tentu tidak lepas
dengan sudut datang, sudut bias, dan garis normal. Sudut datang adalah sudut
yang dibentuk suatu cahaya yang datang terhadap garis normal suatu medium.
Sedangkan sudut bias adalah sudut yang dibentuk dari pembiasan cahaya
datang (cahaya pantul) terhadap garis normal.
Dari sudut datang dan sudut bias akan diperoleh sudut deviasi dan
sudut deviasi minimum, untuk mengetahui lebih jelas cara menentukan sudut
deviasi minimum tersebut kita melakukan percobaan tentang sudut deviasi
minimum pada prisma.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, diperoleh rumusan masalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana cara untuk menentukan sudut deviasi minimum prisma ?
2. Bagaimana hubungan sudut datang (i) terhadap sudut deviasi (r) ?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan dilakukannya
peercobaan ini adalah :
1. Dapat menentukan sudut deviasi minimum prisma.
2. Dapat mandiskripsikan hubungan sudut datang (i) terhadap sudut deviasi
(r).
D. Hipotesis
1. Jika nilai sudut datang dan sudut biasnya diketahui, maka sudut deviasi
2.
BAB II
KAJIAN TEORI
Prisma adalah zat bening (transparan) terbuat dari kaca yang dibatasi oleh
dua bidang datar dan membentuk sudut tertentu yang berfungsi menguraikan
(sebagai pembias) sinar yang mengenainya. Permukaan ini disebut bidang
pembias, dan sudut yang dibentuk oleh kedua bidang pembias disebut sudut
pembias (). Apabila seberkas sinar datang pada salah satu bidang prisma yang
kemudian disebut sebagai bidang pembias I, akan dibiaskan mendekati garis
normal. Sampai pada bidang pembias II, berkas sinar tersebut akan dibiaskan
menjauhi garis normal.
Pada bidang pembias I, sinar dibiaskan mendekati garis normal, sebab
sinar dating dari zat optik lebih rapat yaitu dari udara ke kaca. Sebaliknya pada
bidang pembias II, sinar dibiaskan menjauhi garis normal, sebab sinar dating dari
zat optik kurang rapat yaitu kaca ke udara. Akibatnya, seberkas sinar yang
melewati sebuah prisma akan mengalami pembelokan arah dari arah semula.
Cahaya yang melalui prisma akan mengalami dua kali pembiasan, yaitu saat
memasuki prisma dan meninggalkan prisma. Jika sinar dating mula-mula dan
sinar bias akhir diperpanjang, maka keduanya akan berpotongan di suatu titik dan
membentuk sudut yang disebut sudut deviasi. Jadi, sudut deviasi () adalah sudut
yang dibentuk oleh perpanjangan sinar datang mula-mula dengan sinar yang
meninggalkan bidang pembias atau pemantul.
Dimana :
: sudut deviasi
i1 : sudut datang pada prisma
r2 : sudut bias sinar meninggalkan prisma
: sudut pembias prisma
Besarnya sudut deviasi sinar bergantung pada sudut datangnya cahaya ke
prisma. Apabila sudut datangnya sinar diperkecil, maka sudut deviasinya pun akan
semakin kecil. Sudut deviasi akan mencapai minimum (m atau = 0) jika sudut
datang cahaya ke prisma sama dengan sudut bias cahaya meninggalkan prisma
atau pada saat itu berkas cahaya yang masuk ke prisma akan memotong prisma itu
menjadi segitiga sama kaki, sehingga berlaku i1 = r2 = I (dengan I adalah sudut
datang cahaya ke prisma) dan i2 = r1 = r (dengan r adalah sudut bias cahaya
memasuki prisma) oleh karena itu, persamaan sudut deviasi diatas dapat dituliskan
kembali dalam bentuk :
= (i1 + r2)
m = (i1 + i1)
m = 2i1
i1 =
Selain itu, sudut deviasi minimum juga bias terjadi jika i2 = r1, maka dari rumus
sudut pembiasan prisma dapat ditulis kembali sebagai berikut :
= i2 + r1
= r 1 + r1
= 2 r1
r1 =
Dalam pembiasan cahaya terdapat suatu
hokum yang dikenal dengan Hukum Snellius.
Hukum Snellius adalah rumus matematika yang
memberikan hudungan antara sudut datang dan
sudut bias pada cahaya atau gelombang lainnya
yang melalui batas antara dua medium isotropik
berbeda, seperti udara dan gelas atau kaca. Bila
Gambar 2. Hukum
Snellius
= n2 sin
n2
= deviasi minimum
BAB III
METODE PERCOBAAN
A. Rancangan Percobaan
B. Alat
Bahan
Table 3.1. Alat dan Bahan
No Nama
Spesifikasi
Prisma
Jumlah
60 dari kaca
2
Jarum pentul
10 buah
Penggaris
30cm, mika
1 buah
Kertas putih
HVS A4
10 lembar
Busur derajat
180
1 buah
Ball-point
Warna
2 buah
C. Variabel Percobaan
Variabel manipulasi
Variabel kontrol
Variabel terikat
dan
Prisma adalah zat bening (transparan) terbuat dari kaca yang dibatasi oleh
dua bidang datar dan membentuk sudut tertentu yang berfungsi
menguraikan (sebagai pembias) sinar yang mengenainya. Prisma pada
percobaan ini merupakan prisma dengan sudut 45 dan 60.
2. Variabel Kontrol
:
a. Jarum pentul adalah benda tajam yang dalam percobaan ini digunakan
sebagai penanda sudut dating dan garis bias
b. Busur derajat adalah alat untuk mengukur besar sudut.
3. Variabel Respon
:
Sudut yang dibentuk antara arah sinar datang dengan arah sinar yang
meninggalkan prisma disebut sudut deviasi diberi lambang D. Besarnya
sudut deviasi tergantung pada sudut datangnya sinar.
D. Langkah-langkah Percobaan
Pertama-tama menyiapkan alat dan bahan percobaan. Menyusun alat
dan bahan sesuai dengan gambar pada rancangan percobaan. Kemudian
meletakkan prisma di atas kertas HVS dan papan lunak. Menandai batas tepi
prisma dengan menggunakan pensil. Lalu membuat garis norma n1 pada sisi
bidang batas 1. Menancapkan jarum 1 dan jarum 2 seperti gambar sebagai
sinar datang yang membentuk sudut i1. Mengintai dari bidang batas 2,
menancapkan jarum 3
membuat garis normal n2. Menarik garis normal terhadap garis bias untuk
memperoleh sudut bias (r). Kemudian Menarik garis datang terhadap garis
bias sehngga diperoleh sudut deviasi prisma. Mengulangi percobaan dengan
sudut datang yang berbeda masing-masing lima kali percobaan.
1. Alur Percobaan
Prisma
- Digambar pada kertas HVS A4
Prisma dan gambar
Diberi tanda dengan jarum pentul 3 dan 4
prisma pada -kertas
- Digambar garis normal n2
Tarikgaris
garisnormal
normalnn1 2 terhadap garis bias untuk
-- Buat
memperoleh
(r)
pentul sudut
1 danbias
2 diletakkan
pada sisi ujung prisma
- Jarum
Tariksinar
garis
datang
garis
datang
yangterhadap
membentuk
sudutbias
i1 sehngga
- pada
diperoleh
sudut
deviasi
prisma
bayangan
jarum
pentul
pada sisi prisma yang lain
- Lihat
Bayangan
Hasil
jarum
Jarum
pentulpentul
BAB IV
DATA DAN ANALISIS
A. Data
Tabel 4.1 Data Hasil Percobaan Sudut Deviasi pada Prisma 45
No.
I2 ()
r2()
()
()
nm
m()
m()
pengamatan
pengamatan perhitungan
30
35
40
45
50
1
2
3
4
5
41
40
32
30
25
26
30
28
30
28
26
30
27
30
30
( (+ m)
perhitungan
= (np/nm)
((n-1) )
sin )
13,68
4,88
-7,68
-13,68
-20,76
-14,4
-6
-12
24
49,8
0,76
0,9
1,23
1,4
1,83
I2 ()
30
35
40
45
50
1
2
3
4
5
r2()
60
55
55
50
50
()
()
pengamatan perhitungan
30
30
35
35
40
30
30
35
35
40
nm
0,58
0,70
0,79
0,92
1
pengamatan
m()
( (+ m)
perhitungan
= (np/nm)
((n-1) )
sin )
58,64
31,28
18,1
5,36
0
-25,2
-18
-12,6
-4,8
0
B. Analisis
Pada percobaan pertama, dengan menggunakan prisma yang
mempunyai sudut sebesar 45 dengan sudut datang 30 dihasilkan sudut
bias 41 dan sudut deviasi sebesar 26. Pada percobaan kedua dengan
menggunakan sudut datang 35 dihasilkan sudut bias 40 dan sudut deviasi
sebesar 30. Pada sudut percobaan ketiga dengan menggunakan sudut datang
40 dihasilkan sudut bias 32 dan sudut deviasi sebesar 28. Pada percobaan
keempat dengan menggunakan sudut datang 45 dihasilkan sudut bias 30
dan sudut deviasi sebesar 30. Sedangkan percobaan kelima menggunakan
sudut datang 50 dihasilkan sudut bias 25 dan sudut deviasi sebesar 28.
Dari kelima percobaan dengan menggunakan prisma dengan nilai
sebesar 45, dihitung nilai sudut deviasi secara perhitungan dengan rumus =
i2 + r2 pada masing-masing data dari percobaan pertama sampai kelima
didapatkan nilai berturut-turut yaitu 26, 30, 28, 30, dan 28. Hanya
percobaan
kedua,
dengan
menggunakan
prisma
yang
terhadap
i1
i1
i1
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan data dan analisis tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa
nilai sudut deviasi minimum dapat diperoleh dengan mengetahui nilai sudut
datang, sudut bias, indeks medium, dan nilai prisma terlebih dahulu.
Kemudian dari data tersebut digunakan rumus sin (+ m) = (np/nm) sin
dan rumus (n-1) untuk memperoleh nilai sudut deviasi minimumnya (m).
besarnya sudut datang akan mempengaruhi besarnya sudut bias yang
dihasilkan, artinya semakin besar nilai sudut datang maka semakin besar pula
nilai sudut bias yang dihasilkan. Sedangkan, sudut deviasi minimum akan
dicapai (diperoleh) ketika nilai sudut datang (i 2) dan sudut bias (r1) besarnya
sama.
B. Saran
Untuk memperoleh sudut deviasi minimum, maka besar sudut datang
dan sudut bias harusnya sama. Oleh karena itu, sebaiknya pengamat/ praktikan
lebih seksama dan menggunakan dua mata terbuka ketika melihat sudut bias
yang terbentuk, lebih tepat ketika menandai dengan menggunakan jarum
pentul serta lebih terampil dalam menggunakan busur atau membaca skala
busur. Selain itu juga pengamat/ praktikan sebaiknya menggunakan besar
sudut datang yang tidak terpaut banyak dengan besar prisma.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2013. Laporan Praktikum Fisika Dasar, (Online).
(http://www.scribd.com/doc/131604269/Laporan-Praktikum-Fisika-DasarII-DEVIASI-DAN-INDEKS-BIAS-PRISMA#scribd, diakses 19 Maret
2015).
Anonim. 2005. Pembiasan Cahaya, (Online).
(http://www.disdikgunungkidul.org/files/materi_sma/fisika/PEMBIASAN
%20CAHAYA/kb2_4.htm, diakses 19 Maret 2015).
Anonim. 2011. Kumpulan Rumus Kelas XII Deviasi dan Dispersi, (Online).
(https://aj2002.files.wordpress.com/2011/10/kumpulan-rumus-kelas-xiideviasi-dan-dispersi-ok-a4.pdf, diakses 19 Maret 2015).
TIM Dosen. 2014. Modul Praktikum Gelombang dan Optik. Surabaya: UNESA.
LAMPIRAN
1. Percobaan pada Prisma 45
a. Percobaan pertama dengan i1 sebesar 30
= i1+r2-
= 30+ 41- 45
= 26
nm
=
Sin
x sin
=
Sin
x sin
Sin
1,3 x 0,38
Sin
0,49
=0,76
Dm = (nm-1).
= (0,76-1). 60
= (-0,24).60
29,34
= -14,4
58,68
Dm= 13,68
b. Percobaan kedua dengan i1 sebesar 35
= i1+r2-
= 35+ 40- 45
= 30
Sin
Sin
nm
=
x sin
= 1/0,9 x sin
=0,9
Sin
1,11 x 0,38
Sin
0,42
24,94
49,88
Dm= 4,88
Dm = (nm-1).
= (0,9-1). 60
= (-0,1).60
= -6
nm
=
Sin
x sin
=
Sin
x sin
Sin
0,83 x 0,38
Sin
0,32
=1,2
Dm = (nm-1).
= (1,2-1). 60
= (0,2).60
18,66
= 12
37,32
Dm= -7,68
d. Percobaan keempat dengan i1 sebesar 45
= i1+r2-
= 45+ 30- 45
= 45
nm
=
Sin
x sin
=
Sin
x sin
Sin
0,71 x 0,38
Sin
0,27
=1,4
Dm = (nm-1).
= (0,4).60
=
= 24
15,66
31,32
Dm= -13,68
e. Percobaan kelima dengan i1 sebesar 50
= i1+r2-
= 50+ 25- 45
nm = (1,4-1). 60
=1,83
Dm = (nm-1).
= (1,83-1). 60
= (0,83).60
= 49,8
= 30
Sin
Sin
x sin
x sin
Sin
0,54 x 0,38
Sin
0,21
12,12
24,24
Dm= -20,76
= 30
Sin(
Sin ( )
Sin(
Sin(
= 1,72 Sin 30
Sin(
= 1,72 x 0,5
Sin(
= 0,86
Sin (
nm =
= 0,58
Dm = (n-1).
nm == (0,58-1). 60
= (-0,42). 60
= -25,2
=
=
= 59,32
= 0,70
= 118,64
Dm= 58,64
b. Percobaan kedua dengan i1 sebesar 35
= i1+r2-
= 35+ 55- 60
Dm = (n-1).
= (0,70-1). 60
= (-0,3). 60
= -18
= 30
Sin(
Sin ( )
Sin(
Sin(
= 1,43 Sin 30
Sin(
= 1,43 x 0,5
Sin(
= 0,71
Sin (
= 45,64
= 91,28
Dm= 31,28
c. Percobaan kedua dengan i1 sebesar 40
= i1+r2-
= 40+ 55- 60
= 35
Sin(
Sin (
nm =
=
Sin ( )
Sin(
Sin(
= 1,26 Sin 30
Sin(
= 1,26 x 0,5
Sin(
= 0,63
= 39,05
= 0,79
Dm = (n-1).
= (0,79-1). 60
= (-0,21). 60
= -12,6
nm =
= 78,1
=
Dm= 18,1
d. Percobaan kedua dengan i1 sebesar 45
= i1+r2-
= 45+ 50- 60
=
= 0,92
Dm = (nm-1).
= (0,92-1). 60
= (-0,08). 60
= -4,8
= 35
Sin(
Sin ( )
Sin(
Sin(
= 1,08 Sin 30
Sin(
= 1,08 x 0,5
Sin(
= 0,54
Sin (
= 32,68
= 65,36
Dm= 5,36
e. Percobaan kedua dengan i1 sebesar 50
= i1+r2-
= 50+ 50- 60
= 0
Sin(
nm =
=
Sin ( )
Sin(
= Sin (
Sin(
= 1 Sin 30
Sin(
= 1 x 0,5
Sin(
= 0,5
= 30
= 60
Dm= 0s
TARAF KETELITIAN
=1
Dm = (n-1).
= (1-1). 60
= (0). 60
= 0
= 45
No
1
2
3
4
5
n
0,76
0,9
1,23
1,40
1,83
n rata-
d
0,44
0,3
0,03
0,20
0,63
d2
0,19
0,09
0,0009
0,04
0,39
Sigma
d2= 0,71
rata=
1,2
Sd = 0,42
n = 1,2 0,42
Ketidakpastian :
= 0,71/1,2 x 100%
= 59,16 %
Ketelitian :
= 60
No
1
2
3
4
5
=100-59,16
n
0,58
0,70
0,79
0,92
1
d
0,21
0,09
0
0,13
0,21
d2
0,0441
0,0081
0
0,0169
0,0441
= 40,84 %
Sd = 0,3
n = 0,79 0,3
= 0,79
Ketidakpastian :
= 14,3%
Ketelitian :
= 85,7%