Anda di halaman 1dari 10

vBK : Manajemen Pelayanan Bimbingan dan Konseling

BAB I
PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Optimalisasi pelayanan bimbingan dan konseling perlu dilakukan sehingga


pelayanan binbingan dan konseling benar-benar memberikan kontribusi pada
penetapan visi, misi, dan tujuan sekolah dan madrasah yang bersangkutan.
Kegiatan ini disukung oleh manajemen pelayanan yang baik pula guna tercapainya
peningkatan mutu pelayanan bimbingan dan konseling. Makalah ini membahas
manajemen pelayanan dan bimbingan konseling di sekolah dan madrasah. Semoga
makalah ini dapat membantu kita untuk memahami bagaimana manajemen
pelayanan bimbingan di sekolah dan di madrasah.
Rumusan Masalah
1.

Apa makna dari manajemen pelayanan bimbingan dan konseling ?

2.

Apa saja prinsip-prinsip manajemen pelayanan bimbingan dan konseling ?

3.

Bagaimana pola manajemen pelayanan bimbingan dan konseling ?

4.
Apa saja kegiatan yang dilakukan oleh coordinator pelayanan bimbingan dan
konseling ?
5.
Bagaimana implementasi aspek-aspek manajemen berbasis sekolah (MBS)
dalam pelayanan bimbingan dan konseling ?
Tujuan makalah
1.

Untuk mengetahui makna manajemen pelayanan bimbingan dan konseling.

2.
Untuk mengetahui prinsip-prinsip manajemen pelayanan bimbingan dan
konseling
3.

Untuk mengetahui pola manajemen pelayanan bimbingan dan konseling.

4.

Untuk mengetahui koordinator pelayanan bimbingan dan konseling.

5.
Untuk mengetahui implementasi aspek-aspek manajemen berbasis sekolah
(MBS) dalam pelayanan bimbingan dan konseling.
BAB II
PEMBAHASAN

Makna Manajemen Pelayanan dan Bimbingan Konseling


Pengertian bimbingan dan konseling adalah proses bantuan atau pertolongan yang
diberikan oleh pembimbing atau konselor kepada individu melalui pertemuan tatap
muka atau hubungan timbale balik antara keduanya agar individu memiliki
kemampuan atau kecakapan melihat dan menemukan masalah-masalahnya serta
mampu memecahkan masalahnya sendiri. Atau bisa juga pemberian bantuan atau
pertolongan yang sistematis dari pembimbing (konselor0 kepada individu melalui
pertemuan tatap muka atau hubungan timbal balik antara keduanya untuk
mengungkap masalah individu sehingga individu mampu melihat masalahnya
sendiri.[1]
Dalam konteks pelayanan bimbingan dan konseling (BK), manajemen dapat berarti
proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan aktifitasaktifitas pelayanan bimbingan dan konseling, serta penggunaan sumber daya
lainnya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pelayanan BK mengupayakan
agar tercapainya efektivitas dan efisiensi serta tercapainya tujuan. Oleh karena itu,
manajemen diperlukan dalam pelayanan bimbingan dan konseling dengan tiga
alasan, yaitu:
Untuk mencapai tujuan.
Untuk menjaga keseimbangan diantara tujuan-tujuan yang saling bertentangan (jika
ada).
Untuk mencapai efektivitas dan efisiensi.[2]
Prinsip-prinsip Manajemen Pelayanan Bimbingan dan Konseling
Secara umum prinsip-prinsip manajemen pelayanan BK meliputi perencanaan
(planning), pengorganisasian (organizing), penyusunan
personalia(staffing), pengarahan dan kepempinan (leading), dan pengawasan
(controlling).[3]
1.

Perencanaan (planning)

Pelayanan bimbingan dan konseling sebagai suatu proses kegiatan, membutuhkan


perencanaan yang matang dan sistematis dari mulai penyusunan program hingga
pelaksanaannya. Agar pelayanan bimbingan dan konseling memperoleh hasil sesuai
tujuan yang telah dirumuskan, maka kegiatan ini penting dilakukan dan diperlukan
mengenai :
a.

Ketersediaan guru BK yang berlatar belakang pendidikan BK.

b.
Tersedianya program BK, sarana dan prasarana, serta instrument-instrumen
yang lengkap dan memadai berdasarkan pedoman pelaksanaan dan prinsip-prinsip
BK.
c.
Kesamaan sikap dan pandangan seluruh stakeholder pendidikan tentang arti
pentingnya BK bagi peserta didik untuk mengenal dan mengantarkan jati dirinya.
2. Pengorganisasian (organizing)

Berkenaan dengan pelayanan bimbingan tersebut dikelola dan diorganisir.


Sistem pengorganisasi pelayanan bimbingan dan konseling bisa diketahui dari
struktur organisasi sekolah tersebut. Organisasinya terdiri atas koordinator,
anggota, dan staf administrasi.
Organisasi pelayanan bimbingan meliputi segenap unsure dengan organisasi
berikut:

Keterangan: dikutip dari buku "Implementasi Dasar-dasar Manajemen Sekolah


Dalam Era Otonomi Daerah."[4]
3.

Penyusunan personalia (staffing)

Bagaimana para personalia ditetapkan, disusun, dan diadakan pembagian tugas


(job description), agar dalam pelaksanaannya menjadi efektif dan efisien sehingga
tujuan dapat dicapai dengan baik.
4.

Pengarahan dan kepempinan (leading)

Berkenaan dengan mengarahkan dan memimpin para personalia sehingga bekerja


sesuai dengan job atau bidang tugasnya masing-masing, agar aktivitas pelayanan
menjadi terarah pada tujuan yang telah ditetapkan.
5.

Pengawasan (controlling).

Berkenaan dengan melakukan pengawasan dan penilaian terhadap kegiatan mulai


dari penyusunan rencana program hingga pelaksanaannya, agar tidak terjadi
penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaannya.[5]
Pola Manejemen Pelayanan Bimbingan dan Konseling
Yang dimaksud pola manajemen pelayanan BK adalah kerangka hubungan
structural antara berbagai bidang atau sebagai kedudukan dalam pelayanan BK di
sekolah dan madrasah kerangka hubungan tersebut digambar dalam suatu struktur
organisasi pelayanan BK.
Sesuai dengan pola yang dianut oleh masing-masing sekolah, maka pola
manajemen BK ini terbagi menjadi dua bagian, yakni pola professional dan pola non
professional. Yang dimaksud pola professional disini adalah guru pembimbing di
sekolah dan madrasah yang bersangkutan direkrut di alumni BK baik strata satu
(S1), strata dua (S2), dan strata tiga (S3). Sedangkan yang dimaksud pola non
professional adalah guru pembimbing direkrut bukan dari alumni BK. Pola non
professional biasanya menetapkan kepala sekolah atau kepala madrasah, guru
mata pelajaran tertentu, atau wali kelas sebagai petugas bimbingan.
Dari keterangan tersebut, maka pola manajemen/ struktur organisasi layanan BK di
sekolah/madrasah yang menganut pola professional akan berbeda dengan struktur
organisasi sekolah yang menganut pola non professional. Dan sesungguhnya tidak
ada pola-pola manajemen yang baku dalam pelayanan BK. Sekolah dan madrasah
bisa menemukan sendiri pola-pola manajemen pelayanan BK sesuai kebutuhan
sekolah dan madrasah.

Contoh pola manajemen BK yang professional adalah sebagai berikut:

Dikutip dari buku Tohirin yang berjudul Bimbingan dan Komseling di Sekolah dan
Madrasah Berbasis Integrasi.[6]
Pada pola manajemen atau struktur organisasi pelayanan BK di atas, ditunjuk
coordinator pelayanan BK dan coordinator menetapkan tenaga-tenaga bimbingan
(staf bimbingan) yang lain dan tenaga penunjang. Coordinator bertanggung jawab
atas pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah atau madrasah yang
bersangkutan.

Contoh pola manajemen BK yang non professional adalah sebagai berikut:

Dikutip dari buku Tohirin yang berjudul Bimbingan dan Komseling di Sekolah dan
Madrasah Berbasis Integrasi.[7]
Pada pola manajemen atau struktur organisasi pelayanan BK diatas, kepala sekolah
atau madrasah tidak bertugas sebagai pembimbing utama. Namun pola di atas juga
menunjukkan bahwa sekolah atau madrasah yang bersangkutan belum atau tidak
memiliki petugas atau tenaga bimbingan khusus, karena pelayanan bimbingan dan
konseling dilaksanakan oleh wakil kepala sekolah urusan kesiswaan dan para wali
kelas. Dengan pola di atas, wakil kepala sekolah urusan kesiswaan dan para wali
kelas memiliki tugas rangkap.[8]

Koordinator Pelayanan Bimbingan dan Konseling


Sebagai penanggung jawab utama pelayanan bimbingan dan konseling, coordinator
memegang administrasi bimbingan yaitu mengatur kerjasama tenaga-tenaga
bimbingan dan mengarahkan semua aktifitas atau kegiatan bimbingan dan
konseling di sekolah dan madrasah yang bersangkutan.
Seorang koordinator harus memenuhi tuntunan pendidikan akademik dan
harus mampu menciptakan jaringan kerjasama dengan berbagai pihak yang terkait
dengan pelayanan bimbingan. Selain itu, coordinator harus menunjukkan sikap
menghargai, menghormati, profesionalitas dan memberikan kebebasan anggotanya
dalam berkomunikasi.

Coordinator juga berarti mengadministrasi dan membagi tugas para


anggota stafnya sesuai dengan jabatannya masing-masing dan mengikuti,
ketentuan-ketentuan yang berlaku di sekolah/madrasah yang bersangkutan.
Khususnya menyangkut pengangkatan,pemberhentian, pengajian, kenaikan
pangkat, dan sebaginya.
Selain itu, koordinator mengatur hubungan kerjasama diantara para tenaga
bimbingan dengan tenaga pembantu administratif atau tata usaha. Dalam
mengadministrasikan, sebaiknya membedakan antara kegiatan-kegiatan berikut:
Kegiatan profesional intern di antara anggota staf dan bimbingan.
Kegiatan membina hubungan dengan masyarakat, instansi pendidikan lain, atau
tenaga penunjang di luar sekolah yang bersangkutan.
Kegiatan yang berupa penulisan laporan yang harus dikerjakan oleh masing-masing
tenaga bimbingan.
Kegiatan yang dilakukan oleh tenaga pembantu administrative.
Kegiatan profesional ekstern yang berupa implementasi dari pelayanan bimbingan
yang diberikan kepada orang lain.[9]

Implementasi Aspek-aspek MBS (Manajemen Berbasis Sekolah) dalam Pelayanan


Bimbingan dan Konseling
1.

Makna dan Tujuan MBS

Manajemen berbasis sekolah adalah strategi untuk mewujudkan sekolah/madrasah


yang efektif, efisien dan produktif. MBS merupakan paradigma baru dalam
manajemen pendidikan yang memberikan otonomi luas pada sekolah/madrasah dan
melibatkan masyarakat dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional.[10]
Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto dalam bukunya Tohirin disebutkan bahwa
MBS adalah penataan system pendidikan yang memberikan keleluasaan kepada
warga sekolah untuk memanfaatkan semua fasilitas dan media yang tersedia untuk
menyelenggarakan pendidikan bagi siswa, dan mampu mempertanggungjawabkannya secara penuh.
Berdasarkan pendapat di atas dapat dipahami bahwa MBS merupakan model
manajemen yang memberikan otonomi lebih luas kepada sekolah termasuk
madrasah, serta mendorong sekolah dan madrasah meningkatkan partisipasi warga
sekolah/madrasah dan masyarakat untuk mencapai tujuan sekolah dan madrasah
dalam kerangka pendidikan nasional.
MBS dengan konsepsi diatas, menurut Depdiknas bertujuan antara lain untuk: (a)
Meningkatkan mutu pendidikan melalui peningkatan kemandirian, fleksibilitas,
partisipasi, keterbukaan, kerja sama, akuntabilitas, inisiatif sekolah (madrasah)
dalam mengelola, memanfaatkan, dan memberdayakan sumber daya yang
tersedia. (b) Meningkatkan kepedulian warga sekolah (madrasah) bersama

masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan, duduk bersama untuk


pengambilan keputusan. (c) Meningkatkan tanggung jawab sekolah (madrasah)
kepada stakeholders terutama kepada orang tua, masyarakat, dan pemerintah
tentang mutu sekolah.[11]

2. Implementasi Aspek-aspek MBS


Penyusunan program bimbingan dan konseling dan pelaksanaannya tidak mungkin
bisa dilakukan sendiri oleh kepala sekolah atau oleh petugas bimbingan sekolah,
maka program tersebut akan melibatkan berbagai pihak yang terkait di sekolah
(stakeholders) agar dapat mencapai peningkatan mutu pelayanan bimbingan dan
konseling di sekolah.[12]

BAB III
KESIMPULAN

Dari pembahasan makalah kami, dapat disimpulkan bahwa:


1.
Dalam konteks pelayanan bimbingan dan konseling (BK), manajemen dapat
berarti proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan
aktifitas-aktifitas pelayanan bimbingan dan konseling, serta penggunaan sumber
daya lainnya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
2.
Secara umum prinsip-prinsip manajemen pelayanan BK meliputi perencanaan
(planning), pengorganisasian (organizing), penyusunan
personalia (staffing),pengarahan dan kepempinan (leading), dan pengawasan
(controlling).
3.
Pola manajemen BK ini terbagi menjadi dua bagian, yakni pola professional
dan pola non professional.
4.
Sebagai penanggung jawab utama pelayanan bimbingan dan konseling,
coordinator memegang administrasi bimbingan yaitu mengatur kerjasama tenagatenaga bimbingan dan mengarahkan semua aktifitas atau kegiatan bimbingan dan
konseling di sekolah dan madrasah yang bersangkutan.

5.
Manajemen berbasis sekolah adalah strategi untuk mewujudkan
sekolah/madrasah yang efektif, efisien dan produktif. MBS merupakan paradigma
baru dalam manajemen pendidikan yang memberikan otonomi luas pada
sekolah/madrasah dan melibatkan masyarakat dalam kerangka kebijakan
pendidikan nasional.

DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, Ara dan Imam Machali. Pengelolaan Pendidikan. Pustaka Educa. Bandung.
2010.
http://misbakhudinmunir.wordpress.com/2010/07/31/program-pengembangan-danpengawasan-bk/ jumat, 10 desember 2010. jam 10.00 WIB
http://www.scribd.com/doc/34987024/Manajemen-Pelayanan-Bimbingan-DanKonseling-Di-Sekolah-Dan-Madrasah jumat, 10 desember 2010. jam 10.08 WIB.
Matry, Nurdin. Implementasi Dasar-dasar Manajemen Sekolah dalam Era Otonomi
Daera. Aksara Madani. Makasar. 2008.
Tohirin. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah Berbasis Integrasi.PT
Raja Gravindo Persana. Jakarta. 2007.

[1] Tohirin. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah Berbasis


Integrasi. (PT Raja Gravindo Persana: Jakarta. 2007). Hlm 26.
[2] http://www.scribd.com/doc/34987024/Manajemen-Pelayanan-Bimbingan-DanKonseling-Di-Sekolah-Dan-Madrasah. jumat, 10 desember 2010. jam 10.08 WIB.

[3] Matry, Nurdin. Implementasi Dasar-dasar Manajemen Sekolah dalam Era


Otonomi Daera. Aksara Madani. Makasar. 2008. Hlm 315-316.
[4] Matry, Nurdin. Implementasi Dasar-dasar Manajemen Sekolah dalam Era
Otonomi Daera. Aksara Madani. Makasar. 2008. hlm 317.
[5] http://www.scribd.com/doc/34987024/Manajemen-Pelayanan-Bimbingan-DanKonseling-Di-Sekolah-Dan-Madrasah. jumat, 10 desember 2010. jam 10.08 WIB.

[6] Tohirin. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah Berbasis Integrasi. PT
Raja Gravindo Persana. Jakarta. 2007.hlm 281
[7] Tohirin. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah Berbasis Integrasi. PT
Raja Gravindo Persana. Jakarta. 2007.hlm 278.
[8]Tohirin. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah Berbasis Integrasi. (PT
Raja Gravindo Persana: Jakarta. 2007) Hlm 279-281.
[9]http://www.scribd.com/doc/34987024/Manajemen-Pelayanan-Bimbingan-DanKonseling-Di-Sekolah-Dan-Madrasah. jumat, 10 desember 2010. jam 10.08 WIB.
[10] Hidayat, Ara dan Imam Machali. Pengelolaan Pendidikan. (Pustaka Educa:
Bandung. 2010). hlm 57.
[11] Tohirin. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah Berbasis
Integrasi. (PT Raja Gravindo Persana: Jakarta. 2007) hlm 285-286.
[12]http://www.scribd.com/doc/34987024/Manajemen-Pelayanan-Bimbingan-DanKonseling-Di-Sekolah-Dan-Madrasah. jumat, 10 desember 2010. jam 10.08 WIB.
Diposkan oleh Ririt Tri Hidayati di 03.23

Anda mungkin juga menyukai