Anda di halaman 1dari 23

PROPOSAL PENELITIAN

PENGARUH MODEL COOPERATIVE LEARNING THINK-PAIRSHARE TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA DALAM
PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI KELAS VIII
SMP NEGERI 1 TERIAK

DISUSUN OLEH :

ELSYA FANNY PUTRI


(F04112074)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU KEPENDIDIKAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2015

A. Judul Penelitian
Pengaruh Model Cooperative Learning Think-Pair-Share Terhadap Hasil Belajar
Siswa Dalam Pembelajaran Matematika di kelas VIII SMP Negeri 1 Teriak
B. Latar Belakang
Matematika merupakan mata pelajaran yang dianggap sulit oleh sebagian
besar siswa baik dari jenjang sekolah dasar hingga sekolah menengah atas.Guru
matematika terkesan galak dan suasana kelas menjadi sangat membosankan bila diajar
oleh guru yang di dipandang demikian oleh siswanya.Metode yang diajarkan pun
sangat konvensional sekali.Bahkan di kurikulum 2013 ini pun masih sering terjadi
praktik mengajar dengan menggunakan metode konvensional.Hal ini dilihat dari
beberapa survei beberapa sekolah yang menerapkan kurikulum 2013.Mungkin
memang bukanlah hal yang mudah untuk langsung menerapkan teori-teori yang
tercantum dalam kurikulum tersebut.
Metode konvensional yang kerap digunakan guru dalam mengajar dapat
memberikan efek seperti kebosanan atau kejenuhan siswa dalam kegiatan belajar
mengajar.Inilah pemicu rendahnya minat dan ketertarikan

siswa dalam belajar

matematika sehingga menimbulkan masalah berupa rata-rata nilai test matematika


dibawah standar KKM (kriteria ketuntasan minimal).Hal ini juga dikatakan oleh guru
dalam wawancara yang dilakukan terhadap guru matematika SMP Negeri 1 Teriak
bahwa siswa kurang bersemangat saat belajar matematika dan pencapaian hasil
belajar matematika siswa masih rendah.Beberapa siswa yang diwawancarai juga
menambahkan penyebabnya adalah cara guru mengajar yang kurang bervariasi.
Mengajar dengan menggunakan metode konvensional juga membuat guru
mendominasi di dalam kelas sehingga menghambat peran aktif siswa dalam
berkreasi.Padahal dalam rumusan kurikulum 2013,penilaian hasil dari pembelajaran
mencakup tiga aspek yaitu aspek pengetahuan,aspek keterampilan dan aspek sikap
dan perilaku.Nah sekarang bagaimana cara guru menilai aspek keterampilan dan
aspek sikap dan perilaku jika hanya mengajar dengan menggunakan metode

konvensional.Sedangkan dalam kurikulum 2013,pemerintah juga menambahkan


materi pelajaran matematika sehingga jika hal ini terus menerus dibiarkan akan
memberi dampak yang negatif untuk pembelajaran matematika dan membuat
pelajaran matematika tetap menjadi pelajaran dengan pencapaian nilai dibawah
standar KKM.
Untuk mengantisipasi masalah tersebut maka perlu dicari solusi berupa
formula pembelajaran yang tepat sehingga mampu mengatasi masalah-masalah yang
muncul.Para guru hendaknya terus berusaha menyusun dan menerapakan berbagai
model serta metode pembelajaran yang variatif agar siswa bersemangat dalam
mengikuti pelajaran matematika salah satunya melalui model pembelajaran kooperatif
tipe TPS (Think Pair Share).
Melalui model pembelajaran kooperatif tipe TPS ini,guru memberi
kesempatan kepada siswa bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang
lain.Keunggulan teknik ini adalah optimalisasi partisipasi siswa,yaitu memberikan
kesempatan delapan kali lebih banyak kepada setiap siswa untuk dikenali dan
menunjukan partisipasi mereka kepada orang lain.Guru dapat menilai aspek
keterampilan dan sikap siswa dengan mudah melalui pembelajaran ini. Guru sebagai
fasilitator menciptakan proses belajar aktif,kreatif dan menyenangkan.Hal ini dinilai
mampu mencapai hasil akhir pembelajaran yaitu meningkatkan aspek kompetensi
sikap melalui kerja sama dalam kelompok dan aspek kompetensi pengetahuan dan
keterampilan melalui diskusi materi secara individual maupun berpasangan.
Berdasarkan masalah diatas,tumbuh ketertarikan peneliti untuk meneliti
tentang Pengaruh Model Cooperative Learning Think-Pair-Share Terhadap Hasil
Belajar Siswa Dalam Pembelajaran Matematika di kelas VIII SMP Negeri 1 Teriak.
C. Identifikasi Masalah
Adapun identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Hasil belajar matematika siswa sebagian besar belum maksimal.

2. Penggunaan metode mengajar yang kurang bervariasi

sebagai penyebab

rendahnya minat siswa dalam belajar matematika sehingga menjadi pemicu


pencapaian rata-rata nilai siswa di bawah standar KKM.
D. Pembatasan Masalah
Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Penelitian hanya dilaksanakan di SMP Negeri 1 Teriak
2. Subjek penelitian adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Teriak
3. Penelitian dilakukan pada saat pembelajaran matematika di dalam kelas
4. Penelitian dilakukan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
TPS ( Think Pair Share)
5. Materi yang digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah materi volume
prisma segitiga di kelas VIII SMP
6. Hasil belajar siswa dapat dilihat dari hasil tes setelah menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe TPS ( Think Pair Share)
E. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka masalah penelitian ini adalah Apakah Hasil
Belajar siswa yang mengikuti pembelajaran dengan Model Cooperative Learning
Think-Pair-Share lebih baik daripada Siswa yang mengikuti pembelajaran
konvensional pada materi volume prisma segitiga

di Kelas VIII SMP Negeri 1

Teriak?
F. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah Hasil Belajar siswa yang
mengikuti pembelajaran dengan Model Cooperative Learning Think-Pair-Share lebih
baik daripada Siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional pada materi volume
prisma segitiga di Kelas VIII SMP Negeri 1 Teriak .
G. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Dengan melakukan penelitian,diharapkan peneliti akan berhasil dalam upaya
ikut memajukan ilmu tersebut yakni dengan menguji hipotesis yang disusun
berdasarkan studi pustaka yang relevan.
2. Manfaat Praktis
a) Bagi Guru

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan guru kelas dalam upaya
meningkatkan hasil belajar siswa terhadap pembelajaran matematika
khususnya materi volume prisma segitiga
b) Bagi Siswa
Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa
dalam mata pelajaran matematika khususnya materi volume prisma
segitiga
c) Bagi Pembaca
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan rujukan bagi
pembaca untuk menggali informasi tentang penelitian menggunakan
Model Cooperative Learning Think-Pair-Share
H. Definisi Operasional
Agar didalam penelitian ini tidak terjadi penafsiran yang berbeda terhadap
istilah yang dipergunakan, untuk itu perlu dijelaskan maksud-maksud dari istilah yang
digunakan dalam penelitian ini.
1. Model Cooperative Learning Think-Pair-Share
Model Think Pair Share atau berpikir berpasangan berbagi adalah merupakan
jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi
siswa (Trianto, 2012: 61).Dalam pembelajaran yang dirancang dalam penelitian
ini,siswa akan melalui 3 langkah.Langkah pertama yaitu siswa diberi waktu untuk
berpikir mengenai materi yang ditugaskan oleh guru ( think ) ,langkah kedua siswa
akan berdiskusi dengan pasangannya(pair) mengenai hasil pemikirannya yang
dilakukan pada langkah 1,terakhir siswa berpasang-pasangan akan berbagi dengan
dengan keseluruhan kelas yang telah mereka bicarakan (shared). Hal ini efektif
untuk berkeliling ruangan dari pasangan ke pasangan dan melanjutkan sampai
sekitar sebagian pasangan mendapat kesempatan untuk melaporkan.
2. Pembelajaran Konvensional
Dalam penelitian ini yang dimaksud pembelajaran konvensional adalah
pembelajaran yang lazim diterapkan dalam pembelajaran sehari-hari yang

cenderung pada belajar hafalan dan jarang melibatkan peran aktif siswa dalam
pembelajaran di kelas.
3. Hasil Belajar Siswa
Menurut pendapat Sudjana (2009:22) hasil belajar merupakan kemampuankemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajar .Hasil
belajar siswa dalam penelitian ini adalah tingkat kemampuan yang dimiliki siswa
setelah menerima pengalaman belajar mengikuti pembelajaran dengan Model
Cooperative Learning Think-Pair-Share yang berupa skor nilai yang mencakup
ranah kognitif.
4. Pembelajaran Matematika
Pembelajaran matematika menurut Dienes dalam Herman Hudojo (2005 :56)
adalah belajar tentang konsep dan struktur matematika yang terdapat dalam materi
yang dipelajari serta mencari hubungan antara konsep dan struktur matematika di
dalamnya.
Pembelajaran matematika dalam penelitian ini yaitu belajar tentang konsep
dan struktur matematika yang terdapat dalam materi khususnya materi volume
prisma segitiga di kelas VIII SMP semester genap dengan menggunakan Model
Cooperative Learning Think-Pair-Share.
I. Kajian Teori
a. Model Cooperative Learning Think Pair Share
Model Think Pair Share atau berpikir berpasangan berbagi adalah merupakan
jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi
siswa (Trianto, 2012: 61). Model Think Pair Share ini berkembang dari penelitian
belajar kooperatif dan waktu tunggu. Dengan asumsi bahwa semua resitasi atau
diskusi membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan, dan
prosedur yang digunakan dalam Think Pair Share dapat memberi waktu lebih banyak
siswa untuk berpikir, untuk merespon dan saling membantu. Arends (dalam Trianto
2011: 61) menyatakan bahwa Think Pair Share merupakan satu cara yang efektif

untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas. Menurut Trianto dalam bukunya
Model model Pembelajarn Inovatif Berorientasi Konstruktivis menjelaskan langkahlangkah Think Pair Share yaitu sebagai berikut:
Langkah 1 : berpikir (thinking)
Guru mengajukan pertanyaan atau masalah yang dikaitkan dengan pelajaran, dan
meminta siswa menggunakan waktu beberpa menit untuk berpikir sendiri. Siswa
membutuhkan penjelasan bahwa berbicara atau mengerjakan bukan bagian dari
berpikir.
Langkah 2 : berpasangan (pair)
Selanjutnya siswa diminta berpasangan oleh guru dan mendiskusikan apa yang telah
mereka peroleh. Interaksi selama waktu yang disediakan dapat menyatukan jawaban
jika suatu pertanyaan yang diajukan atau menyatukan gagasan apabila suatu masalah
khusus yang diidentifikasi. Secara normal guru memberi waktu tidak lebih dari 4 atau
5 menit untuk berpasangan.
Langkah 3 : berbagi (share)
Pada langkah akhir, guru meminta siswa untuk berpasang- pasangan untuk berbagi
dengan dengan keseluruhan kelas yang telah mereka bicarakan. Hal ini efektif untuk
berkeliling ruangan dari pasangan ke pasangan dan melanjutkan sampai sekitar
sebagian pasangan mendapat kesempatan untuk melaporkan Lie (2002: 46)
mengemukakan bahwa kelebihan dari kelompok berpasangan (kelompok yang teridiri
dari 2 orang siswa) adalah (1) akan meningkatkan pasrtisipasi siswa; (2) cocok untuk
tugas sederhana; (3) lebih banyak memberi kesempatan untuk kontribusi masingmasing anggota kelompok; (4) interaksi lebih mudah; (5) lebih mudah dan cepat
membentuk kelompok; (6) teknik ini dapat digunakan dalam semua mata pelajaran
dan untuk semua tingkatan usia anak didik. Model Think Pair Share berdampakbaik

pada aktivitas siswa dalam pembelajaran. Untuk memaksimalkan peran siswa pada
proses pembelajaran maka perlu adanya media pembelajaran.

b. Pembelajaran Konvensional
Pembelajaran konvensional menurut Doantasa yasa 2008:1) merupakan suatu
istilah

dalam

pembelajaran

yang

lazim

diterapkan

dalam

pembelajaran

seharihari.Desain pembelajaran bersifat linier dan dirancang dari sub-sub konsep


secara terpisah menuju konsep-konsep yang lebih kompleks.Pembelajaran linier
berarti bahwa satu langkah mengikuti langkah yang lain,dimana langkah kedua tidak
bisa dilakukan sebelum langkah pertama dikerjakan.Bahan-bahan pembelajaran
diberikan guru secara bertahap,satu kalimat demi satu kalimat,satu rumus demi satu
rumus dituliskan dan dijelaskan oleh pengajar dengan intonasi tertentu.
Pembelajaran konvensional dalam proses pembelajaran jarang melibatkan
pengaktifan pengetahuan awal dan jarang memotivasi sisa untuk mengkonstruksi
proses pengetahuannya.Pembelajaran konvensional masih didasarkan atas asumsi
bahwa pengetahuan dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran guru ke pikiran
siswa.Menurut Depdiknas (2004:51).Dalam pembelajaran konvensioanl,cenderung
pada pembelajaran yang menolerir respon-respon yang bersifat konvergen
,menekankan informasi konsep ,latihan soal dalam teks,serta penilaian masih bersifat
tradisional dengan paper dan pencil test yang hanya menuntut pada satu jawaban
benar.Belajar hapalan mengacu pada penghapalan fakta-fakta,hubungan-hubungan
,prinsip dan konsep.
Pada sisi lain,pertemuan antara guru dan siswa dilakukan secara langsung
dalam satu kelas ,yang menciptakan berbagai efek baik sosial,moral maupun
psikologis bagi peserta belajar tersebut.Secara umum ciri-ciri pembelajaran
konvensional adalah sebagi berikut:

1) Siswa adalah penerima informasi secara pasif,dimana siswa menerima pengetahuan


dari guru dan pengetahuan diasumsikan sebagai badan dari informasi dan
2)
3)
4)
5)
6)

keterampilan yang dimiliki keluaran sesuai standar.


Belajar secara individual
Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis
Kebenaran bersifat absolut dan pengetahuan bersifat final
Guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran
Perilaku baik berdasarkan motivasi ekstrinsik
Dalam penelitian ini yang dimaksud pembelajaran konvensional adalah

pembelajaran yang lazim diterapkan dalam pembelajaran sehari0hari yang cenderung


pada belajar hafalan dan jarang melibatkan peran aktif siswa dalam pembelajaran di
kelas (Doantara Yasa,2008:7)
c. Hasil Belajar siswa
Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh peserta didik
setelah mengalami kegiatan belajar. Untuk mengetahui sejauh mana proses belajar
mengajar mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan, maka perlu diadakan tes
hasil belajar. Menurut pendapat Sudjana (2009:22) hasil belajar merupakan
kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman
belajar. Hasil belajar digunakan oleh guru untuk dijadikan ukuran atau kriteria dalam
mencapai suatu tujuan pendidikan. Hal ini dapat tercapai apabila siswa sudah
memahami belajar dengan diiringi oleh perubahan tingkah laku yang lebih baik lagi.
Oleh karena itu, Kingsley membagi 3 macam hasil belajar, yang meliputi: (1)
keterampilan dan kebiasaan, (2) Pengetahuan dan pengertian, dan (3) sikap dan citacita. (dalam Sudjana 2009:22). Pendapat dari Kingsley ini menunjukkan hasil
perubahan dari semua proses belajar. Hasil belajar ini akan melekat terus pada diri
siswa karena sudah menjadi bagian dalam kehidupan siswa tersebut. Berdasarkan
teori Taksonomi Bloom (dalam Sudjana 2009:22-23) hasil belajar dalam rangka studi,
dicapai melalui tiga kategori ranah antara lain kognitif, afektif, psikomotor.
Perinciannya adalah sebagai berikut:

a. Ranah Kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek
yaitu:
1) Pengetahuan (knowledge)
Pengetahuan didefinisikan sebagai perilaku mengingat atau mengenali informasi
(materi peserta didikan) yang telah tercapai sebelumnya. Tingkah laku operasional
khusus, yang berisikan tipe hasil belajar ini antara lain; menyebutkan, menjelaskan
kembali, menunjukkan, menuliskan, memilih, mengidentifikasi, mendefinisikan.
2) Pemahaman (comprehention)
Pemahaman merupakan kemampuan menangkap makna atau arti dari suatu konsep.
Tingkah laku operasional khusus, yang berisikan tipe hasil belajar ini antara lain;
membedakan, menjelaskan, meramalkan, menafsirkan, memperkirakan, memberi
contoh, mengubah, membuat rangkuman, menuliskan kembali, melukiskan dengan
kata-kata sendiri.
3) Penerapan (aplikasi)
Aplikasi mengacu pada kemampuan menggunakan materi peserta didikan yang telah
dipelajari di dalam situasi baru dan konkrit. Tingkah laku operasional khusus, yang
berisikan

tife

hasil

belajar

ini

antara

lain;

menghitung,

memecahkan,

mendemonstrasikan, mengungkapkan, menjalankan, menggunakan, menghubungkan,


mengerjakan, mengubah, menunjukkan proses, memodifikasi, mengurutkan.
4) Analisis
Analisis mengacu pada kemampuan memecahkan material ke dalam bagian-bagian
sehingga dapat dipahami struktur organisasinya. Tingkah laku operasional khusus,
yang berisikan tife hasil belajar ini antara lain; menguraikan, memecahkan, membuat
diagram, memisahkan, membuat garis besar, merinci, membedakan, menghubungkan,
memilih alternatif.

5) Sintesis
Sintesis mengacu pada kemampuan menggabungkan kemampuan bagianbagian dalam
rangka membentuk struktur yang baru. Tingkah laku operasional khusus, yang
berisikan tipe hasil belajar ini antara lain; mengkategorikan, menggabungkan,
menghimpun, menyusun, mencipta, merancang, mengkonstruksi, mengorganisasi
kembali, merevisi, menyimpulkan,menghubungkan, mensistematis.
6) Penilaian (evaluasi)
Penilaian mengacu pada kemampuan membuat keputusan tentang nilai materi
peserta didikan (pernyataan, novel, puisi, laporan) untuk tujuan tertentu. Tingkah laku
operasional khusus, yang berisikan hasil belajar ini antara lain; menilai,
membandingkan, mempertimbangkan, mempertentangkan, menyarankan, mengeritik,
menyimpulakan, mendukung, menberikan pendapat.Konsep tersebut mengalami
perbaikan seiring dengan perkembangan dan kemajuan jaman serta teknologi.
Salah seorang murid Bloom yang bernama Lorin Anderson merevisi
taksonomi Bloom pada tahun 1990. Hasil perbaikannya dipublikasikan pada tahun
2001 dengan nama Revisi Taksonomi Bloom. Dalam revisi ini ada perubahan kata
kunci, pada kategori dari kata benda menjadi kata kerja. Masing-masing kategori
masih diurutkan secara hirarkis, dari urutan terendah ke yang lebih tinggi. Pada ranah
kognitif kemampuan berpikir analisis dan sintesis diintegrasikan menjadi analisis saja.
Dari jumlah enam kategori pada konsep terdahulu tidak berubah jumlahnya karena
Lorin memasukan kategori baru yaitu creating yang sebelumnya tidak ada.Setiap
kategori dalam Revisi Taksonomi Bloom terdiri dari subkategori yang memiliki kata
kunci berupa kata yang berasosiasi dengan kategori tersebut.
Kata-kata kunci itu seperti terurai di bawah ini

1)

Mengingat

mengurutkan,

menjelaskan,

mengidentifikasi,

menamai,,menempatkan, mengulangi , menemukan kembali dsb.


2) Memahami : menafsirkan, meringkas, mengklasifikasikan, membandingkan,
menjelaskan, mebeberkan dsb.
3)

Menerapkan

melaksanakan,

menggunakan,

menjalankan,

melakukan,

mempraktekan, memilih, menyusun, memulai, menyelesaikan, mendeteksi dsb


4) Menganalisis : menguraikan, membandingkan, mengorganisir, menyusun ulang,
mengubah

struktur, mengkerangkakan,

menyusun

outline,

mengintegrasikan,

membedakan, menyamakan, membandingkan, mengintegrasikan dsb.


5) Mengevaluasi : menyusun hipotesi, mengkritik, memprediksi, menilai, menguji,
mebenarkan, menyalahkan, dsb.
6) Berkreasi : merancang, membangun, merencanakan, memproduksi, menemukan,
membaharui, menyempurnakan, memperkuat, memperindah, menggubah dsb.
(Maksum, 2012)
b. Ranah Afektif, berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima
jenjang kemampuan yaitu menerima, menjawab atau reaksi, menilai, organisasi dan
karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai.
1) Receiving (penerimaan)
Penerimaan mengacu pada keinginan peserta didik untuk menghadirkan rangsangan
atau fenomena tertentu (aktivitas kelas, buku teks, musik, dan sebagainya).
2) Responding (jawaban)
yakni reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap stimulus yang datang dari luar.
3) Valuing (penilaian)
yakni berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau stimulus tadi.
4) Organisasi (pengorganisasian)

yakni pengembangan nilai kedalam satu nilai organisasi, termasuk menetukan


hubungan satu nilai dengan nilai lain dan kemantapan, dan prioritas nilai yang telah
dimilikinya. Internalisasi nilai (karakteristik nilai) yakni keterpaduan dari semua
sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan
tingkah lakunya.
c. Ranah Psikomotor, berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan
bertindak. Terdapat 6 aspek ranah psikomotoris yaitu:
1) Gerakan refleks (ketermpilan pada gerakan yang tidak sadar)
2) Keterampilan pada gerakan-gerakan dasar.
3) Kemampuan perseptual termasuk di dalamnya membedakan visual, membedakan
auditif motorik dan lain-lain.
4) Kemampuan dibidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan, dan ketepatan.
5) Gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana sampai pada
keterampilan yang kompleks.
6) Kemampuan yang berkenaan dengan no descursive komunukasi seperti gerakan
ekspresif, interpretatif.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar
merupakan segala aspek kemampuan yang diperoleh siswa sebagai hasil dari aktvitas
yang dilakukan yang meliputi kemampuan kognitif setelah diberikan pembelajaran
dengan menggunakan model Model Cooperative Learning Think-Pair-Share pada
materi volume prisma segitiga .

d. Pembelajaran Matematika
Dalam dunia pendidikan, istilah belajar merupakan hal yang sangat umum.
Berikut pendapat beberapa ahli mengenai definisi belajar. Menurut Badan Standar
Nasional Pendidikan (BNSP, 2007:21) belajar adalah perubahan yang relatif

permanen dalam diri seseorang sebagai akibat dari pengalaman yang telah
diperolehnya dan praktik yang dilakukannya senada dengan yang menyatakan
Fontana dalam Erman Suherman, dkk (2001:8) bahwa belajar merupakan proses
perubahan tingkah laku individu yang relatif tetap sebagi hasil pengalaman. menurut
konsep sosiologi, belajar merupakan pusat dari seseorang dalam bersosialisasi dengan
lingkungan sekitar.
Menurut Muhibbin Syah (1997:89) belajar merupakan kegiatan yang
berproses

dan

merupakan

unsur

yang

sangat

fundamental

dalam

setiap

penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti bahwa berhasil atau
gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung pada proses yang dialami
siswa, baik ketika siswa berada di sekolah maupun di lingkungan rumah atau
keluarganya sendiri. Sedangkan menurut Arends (2007:11) belajar adalah kegiatan
sosial dan kultural tempat pelajar mengkonstruksikan makna yang dipengaruhi oleh
interaksi antara pengetahuan sebelumnya dan peristiwa belajar baru. Dari berbagai
pengertian diatas dapat disimpulkan, belajar merupakan suatu proses memperoleh
pengetahuan dan pengalaman dalam wujud perubahan tingkah laku dan kemampuan
bereaksi yang relatif permanen atau menetap karena adanya interaksi individu dengan
lingkungan. Melalui proses belajar seseorang akan memiliki pengetahuan,
ketrampilan, dan sikap yang baik.
Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, pembelajaran merupakan
aktivitas yang paling utama. Pembelajaran adalah
membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar merupakan
penentu utama keberhasilan pendidikan. Pembelajaran merupakan proses komunikasi
dua arah, mengajar dilakukan oleh guru sebagai pendidik, sedangkan belajar
dilakukan oleh peserta didik atau murid (Saiful Sagala, 2009:61) dan dijelaskan dalam
BNSP (2007: 23)

bahwa pembelajaran adalah usaha sengaja, terarah serta bertujuan untuk seseorang
atau sekelompok orang (termasuk guru dan penulis buku pelajaran) agar orang lain
(termasuk peserta didik) dapat memperoleh pengalaman yang bermakna. Usaha ini
merupakan kegiatan yang berpusat pada kepentingan peserta didik.
Menurut Erman Suherman, dkk (2003: 8) dalam arti sempit, proses
pembelajaran adalah proses pendidikan dalam lingkup persekolahan, sehingga arti
dari proses pembelajaran adalah proses interaksi seorang siswa dengan lingkungan
sekolah, seperti guru, sumber/
fasilitas, dan teman-teman sesama siswa.
Pola interaksi antara guru dengan siswa pada hakekatnya
merupakan hubungan antar dua pihak yang setara, yaitu antara manusia yang tengah
mendewasakan diri, meskipun yang satu telah ada pada tahap yang seharusnya lebih
maju dalam aspek akal, moral, maupun emosional. Adapun tahapan dalam
pembelajaran menurut Gagne (dalam Made Wena, 2009: 236), yaitu:
1) Menarik perhatian;
2) Memberitahukan tujuan pembelajaran;
3) Merangsang ingatan pada prasyarat belajar;
4) Menyajikan bahan perangsang;
5) Memberikan bimbingan belajar;
6) Menampilkan unjuk kerja;
7) Memberi balikan;
8) Menilai unjuk kerja;
9) Meningkatkan retensi dan alih belajar.
Dari berbagai pengertian pembelajaran diatas dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran merupakan suatu upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik

untuk menyampaikan ilmu pengetahuan, mengorganisasi dan menciptakan sistem


lingkungan dengan berbagai
metode sehingga siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif dan efisien
serta dengan hasil yang optimal. Dengan demikian, dalam pembelajaran hendaknya
siswa tidak hanya belajar untuk mengetahui, tetapi juga belajar melakukan, belajar
memahami, belajar bagaimana harusnya belajar dan belajar bersosialisasi. Dalam
pembelajaran seperti itu, akan terjadi interaksi dan komunikasi antara siswa, guru dan
siswa lain. Siswa juga bisa mengaitkan konsep yang dipelajarinya dengan konsepkonsep lain yang relevan, serta belajar memecahkan masalah sebagai latihan untuk
membiasakan belajar dengan tingkat kognitiftinggi. Dengan pembelajaran seperti itu,
diharapkan kelas menjadi lebih hidup karena siswa merasa senang dan berpartisipasi
aktif dalam pembelajaran.
Matematika berasal dari perkataan Yunani, mathematike, yang berarti
relating to learning. Yang berasal dari kata mathema yang berarti pengetahuan atau
ilmu (knowledge, science). Jadi berdasarkan etimologis matematika dapat berarti
sebagai ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar (Elea Tinggih, dalam
Erman Suherman, dkk, 2003: 16). Hal ini maksudnya bukan berarti ilmu lain
diperoleh tidak melalui penalaran, akan tetapi dalam matematika lebih menekankan
aktivitas dalam penalaran, sedangkan dalam ilmu lain lebih menekankan hasil
observasi atau eksperimen disamping penalaran.
Abraham S Lunchins dan Edith N Luchins (dalam Erman Suherman, dkk,
2003: 15) menyatakan:
In short, the question what is mathematics? May be answered difficulty depending
on when the question is answered, where it is answered, who answer it, and what is
regarded as being included in mathematics.

Yang artinya: apakah matematika itu? Dapat dijawab secara berbeda-beda tergantung
pada bilamana pertanyaan itu dijawabnya, siapa yang menjawabnya, dan apa sajakah
yang dipandang termausk dalam matematika. Dengan demikian matematika
mempunyai banyak pengertian tergantung pada sudut pandangan mana seseorang
melihatnya, bisa dari pengetahuan dan pengalaman masing-masing yang berbeda.
Ruseffendi, dalam Erman Suherman dkk, (2003:16) menyatakan bahwa
matematika sebagai hasil pemikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses
dan penalaran. Pada tahap awal matematika terbentuk dari pengalaman siswa
berdasarkan realitas atau kenyataan yang ada, karena matematika sebagai aktivitas
manusia kemudian pengalaman itu diproses dengan penalaran, diolah secara analisis
dan sintesis dengan penalaran di dalam pengetahuan sehingga sampailah pada suatu
kesimpulan berupa konsep-konsep matematika. Senada dengan pendapat Ruseffendi,
Courant dan Robbin dalam Erman Suherman dkk, (2003:18) menyatakan bahwa
untuk dapat mengetahui apa matematika itu sebenarnya, seseorang harus mempelajari
sendiri

ilmu

matematika

itu,

yaitu

dengan

mempelajari,

mengkaji,

dan

mengerjakannya. Adapun hakekat matematika, yaitu:


1) Matematika sebagai ilmu deduktif
2) Matematika sebagai ilmu terstruktur
3) Matematika sebagai ratu dan pelayan ilmu
Dengan demikian, matematika merupakan salah satu ilmu yang mempunyai
manfaat yang sangat besar dalam kehidupan sehari-hari manusia serta matematika
juga merupakan pelajaran yang diberikan kepada semua peserta didik mulai dari
sekolah dasar. Hal ini bertujuan membekali peserta didik dengan kemampuan berfikir
logis, analitis, sistematis, kritis, kreatif, dan kemampuan dalam bekerjasama.

Kompetensi tersebut ditujukan agar peserta didik mempunyai kemampuan dalam


memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan segala informasi yang ada.
Pembelajaran matematika menurut Dienes dalam Herman Hudojo (2005:56)
adalah belajar tentang konsep dan struktur matematika yang terdapat dalam materi
yang dipelajari serta mencari hubungan antara konsep dan struktur matematika di
dalamnya. Pada hakekatnya belajar matematika sangat terkait dengan pola berpikir
sistematis, yaitu berpikir
merumuskan sesuatu yang dilakukan atau yang berhubungan dengan struktur-struktur
yang telah dibentuk dari hal yang ada.
Dalam proses pembelajaran matematika, siswa dibiasakan untuk memperoleh
pemahaman melalui pengalaman tentang sifat-sifat yang dimiliki dan yang tidak
dimiliki dari sekumpulan objek. Melalui pengamatan terhadap contoh-contoh dan
bukan contoh diharapkan siswa mampu menangkap pengertian suatu konsep.
Selanjutnya dengan abstraksi ini, siswa dilatih untuk membuat perkiraan, terkaan,
atau kecenderungan berdasarkan kepada pengalaman atau pengetahuan yang
dikembangkan melalui contoh-contoh khusus (generalisasi). Di dalam proses
penalarannya dikembangkan pola pikir induktif maupun deduktif. Namun tentu
kesemuanya itu harus disesuaikan dengan perkembangan
kemampuan siswa, sehingga pada akhirnya akan sangat membantu kelancaran proses
pembelajaran matematika di sekolah.
Menurut Erman Suherman (2003:56-57) fungsi dalam pembelajaran matematika
antara lain:
1) Sebagai alat untuk memahami dan menyampaikan informasi, misalnya
menggunakan tabel-tabel atau model-model matematika untuk menyederhanakan
soal-soal cerita atau soal-soal uraian matematika.

2) Sebagai upaya pembentukan pola pikir dalam pemahaman suatu pengertian


maupun dalam penalaran suatu hubungan diantara pengertian-pengertian itu.
3) Sebagai ilmu pengetahuan, dimana matematika senantiasa mencari kebenaran dan
mencoba mengembangkan penemuan-penemuan dengan mengikuti tata cara yang
tepat.

J. Hipotesis Penelitian
Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah Hasil Belajar yang mengikuti
pembelajaran dengan Model Cooperative Learning Think-Pair-Share lebih baik
daripada Siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional pada materi volume
prisma segitiga di Kelas VIII SMP Negeri 1 Teriak
K. Metode Penelitian
a. Bentuk Penelitian
Penelitian ini menggunakan bentuk desain Quasi Experiment.Dalam desain ini
terdapat dua kelompok yang dipilih,kemudian diberi pretest untuk mengetahui
keadaan awal apakah ada perbedaan antara kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol (Sugiyono,2014:74)
Paradigma dalam penelitian eksperimen model ini dapat digambarkan seperti
berikut:

O1 X O2

Keterangan
:
O3 X O4
X = Treatmen / perlakuan (variabel independen)
O = Observasi (variabel dependen)

b. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti

untuk

dipelajarai

dan

kemudian

ditarik

kesimpulannya

(Sugiyono,2013:61).Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII


SMP Negeri 1 Teriak
2. Sampel
Menurut Sugiyono (2013:62),sampel adalah bagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi.Sampel yang diambil dari populasi
harus representatif (mewakili).Sampel dalam penelitian ini diambil dengan
cara menguji homogenitas dari kelas A,B,C,D di kelas VIII SMP Negeri 1
teriak . Kemudian,setelah menguji homogenitas dari keempat kelas dengan
menggunakan uji bartlett ,diambil dua kelas secara acak yang mempunyai
katrakteristik

yang

tidak

jauh

berbeda.Sehingga

diharapkan

sampel

representatif terhadap populasi.


L. Instrumen Penelitian
a. Jenis Instrumen
Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan mengukur fenomena
alam maupun sosial yang diamati (Sugiyono,2014:102).Secara spesifik semua
fenomena ini disebut variabel penelitian.Metode yang digunakan peneliti adalah
metode tes dengan instrumen berupa soal tes.Tes adalah serentetan pertanyaan
atau

latihan

serta

alat

lain

yang

digunakan

untuk

mengukur

keterampilan,pengeahuan intelegensi,kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh


individe atau kelompok.
Tes yang digunakan berupa tes prestasi atau achievment test .Tes ini yaitu tes
yang digunakan untuk mengukur pencapaian seseorang setelah mempelajari
sesuatu.Dalam penelitian ini khususnya,peneliti akan mengukur pencapaian siswa
setelah digunakannya Model Cooperative Learning Think-Pair-Share dalam
pembelajaran matematika.Soal test yang diberikan kepada siswa berjumlah 7 soal

untuk soal pretest maupun postest dengan materi volume prisma segitiga lurus
dan merupakan soal essay.
b. Penulisan Instrumen
Menurut Arikunto (2013:209) prosedur yang ditempuh dalam pengadaan
instrumen yang baik adalah:
1. Perencanaan,meliputi rumusan

tujuan,menentukan

variabel,kategorisasi

variabel.Untuk tes,langkah ini meliputi perumusan tujuan dan pembuatan tabel


spesifikasi.
2. Penulisan butir soal,atau item kuesioner ,penyusunan skala,dan penyusunan
pedoman wawancara
3. Penyuntingan, yaitu melengkapi instrumen dengan pedoman mengerjakan
surat pengantar,kunci jawaban dan lain-lain yang perlu.
4. Uji coba, baik dalam skala kecil maupun besar.
5. Penganalisaan hasil, analisis item,melihat pola jawaban peninjauan saransaran dsb.
6. Mengadakan revisi terhadap item-item yang dirasa kurang baik dan
mendasarkan diri pada data yang diperoleh sewaktu uji coba.

c. Rencana Pembakuan Instrumen


1) Validitas Instrumen
Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk
mendapatkan data ( mengukur ) itu valid.Valid berarti instrumen tersebut dapat
digunakan

untuk

mengukur

apa

yang

seharusnya

diukur

(Sugiyono,2014:121).Untuk menguji validitas instrumen dalam penelitian


ini,digunakan

pengujian

validitas

internal

dengan

menguji

validitas

konstruksi,dan validitas isi.


Untuk Pengujian validitas konstruksi dapat digunakan pendapat para
ahli diteruskan dengan uji coba instrumen pada sampel dari mana populasi
diambil.
Untuk instrumen yang berbentuk test,pengujian validitas ini dapat
dilakukan dengan membandingkan antara isi instrumen dengan materi

pelajaran yang telah di ajarkan.Secara teknis pengujian validitas konstruksi


dan validitas isi dapat dibantu dengan menggunakan kisis-kisi instrumen ,atau
matrik pengembangan instrumen.
Untuk menguji validitas butir-butir instrumen lebih lanjut,maka setelah
dikonsultasikan dengan para ahli,maka selanjutnya diujicobakan dan dianalisis
dengan analisis item atau uji beda.
Analisis item dilakukan dengan menghitungkorelasi antara skor butir
instrumen dengan skor total dan uji beda dilakukan dengan menguji
signifikansi perbedaan antara 27% skor kelompok atas daan 27% skor
kelompok bawah.
2) Uji Reliabilitas
Pengujian reliabilitas instrumen dapat dilakukan secara eksternal
maupun internal.Namun dalam penelitian ini,peneliti menggunakan pengujian
reliabilitas dengan internal consistency ,dilakukan dengan cara mencobakan
instrumen sekali saja,kemudian data yang diperoleh dinalaisis dengan teknik
tertentu.
M. Rencana Analisis Data
1. Uji normalitas dengan menggunakan uji Liliefors.Uji ini dapat digunakan bila
data berjumlah kurang dari 30.Karen dalam penelitian ini,sampel yang digunakan
adalah masing-masing 25 orang,maka digunakan uji Liliefors untuk melihat
apakah data berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
2. Uji Homogenitas dengan menggunakan uji F
3. Uji t untuk menguji hipotesis penelitian bila sampel independen jika data
berdistribusi normal dan berasal dari populasi yang homogen atau menggunakan
uji pada statistik parametris
x x
t= 1 2
s 12 s 22
+
n1 n2

4. Jika data berdistribusi tidak normal ataupun berasal dari populasi yang tidak
homogen maka dapat digunakan uji pada statistik nonparametris yaitu uji MannWhitney U-Test
n (n +1)
1= n1 n2 + 1 1
R 1
2
dan
U

N. Daftar Pustaka
Arikunto,
Suharsimi.

2013.

2= n 1 n2 +

Prosedur

n2 (n2 +1)
R2
2
U

Penelitian,Suatu

pendekatan

Praktik.Jakarta:Rineka Cipta.
Hadari, Nawawi. 2012. Metode Penelitian Bidang Sosial.Yogjakarta:Gajahmada
University Press
Isjoni. 2011. Pembelajaran Kooperatif: Meningkatkan Kecerdasan Komunikasi Antar
Peserta Didik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Lie, Anita. 2005. Cooperative Learning. Jakarta: Grasindo
Sugiyono.
2014.
Metode
penelitian
Kualitatif

Kuantitatif

,dan

R&D.Bandung:Alfabeta.
Sugiyono. 2013. Statistika untuk Penelitian,Bandung:Alfabeta BSNP. 2006. Standar Isi
dan Standar Kompetensi Kelulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar SD/MI.
Jakarta: BP Cipta Jaya.
Trianto. 2011. Mengembangkan Model Pembelajaran Tematik. Jakarta : Pustaka Pelajar

Anda mungkin juga menyukai