Anda di halaman 1dari 15

Prosiding Seminar Nasional Limnologi V tahun 2010

MODEL KAJIAN SEBARAN RUN-OFF UNTUK MENDUKUNG


PENGELOLAAN SISTEM DAS MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN
JAUH (STUDI KASUS DAS CILIWUNG)
Nana Suwargana
Pusat Pengembangan Pemanfaatan dan Teknologi Penginderaan Jauh, LAPAN
Email: nana.suwargana@gmail.com

ABSTRAK
Aliran permukaan (run-off) di wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah penting
untuk mengetahui kehilangan air dan sifat tanah. Banyaknya tanah yang terangkut serta
mengendapan tanah dapat mengurangi kapasitas penyimpanan air. Beberapa factor yang
mempengaruhi aliran permukaan adalah curah hujan, kemiringan dan sifat-sifat tanah. Kegiatan
ini bertujuan untuk mengkaji sebaran koefisien aliran permukaan wilayah DAS Ciliwung dengan
menggunakan data penginderaan jauh citra SPOT dan Landsat. Informasi tentang pola DAS
diperoleh berdasarkan analisis DEM (Digital Elevation Model) SRTM (Shuttle Radar
Tophography Mission), sedangkan informasi tentang sebaran spasial koefisien run-off
menggunakan peta kemiringan, penutup lahan dan data curah hujan (TRMM dan QMorph).
Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa model pengembangan run-off memberikan nilai
sebaran spasial koefesien aliran adalah 0,0-0,8. Nilai koefisien permukaan menunjukkan bahwa
semakin tinggi derajat kemiringan suatu lereng semakin besar pula aliran permukaan yang
terjadi. Disamping itu, semakin baik sifat tanah dan penutup lahan maka semakin kecil aliran
permukaan yang terjadi.
Kata Kunci:aliran permukaan, DAS, penutup lahan, curah hujan, dan kemiringan.

ABSTRACT
Surface run-off in the watershed area is important to be known of water loss and the
nature of land. Numbers of transported land, and also precipitation of land able to lessen the
depository capacities of water. Some the factor influence surface run-off is rainfall, ramp, and
nature of land. The objective of this research was studied the run-off coefficients in the Ciliwung
watershed area by using remote sensing data of SPOT and Landsat image. Information on the
watershed pattern was obtained by analysis of DEM (Digital Elevation Model) SRTM (Shutle
Radar Tophography Mission), whereas information on the distribution of run-off by using
inclination map, land cover and the rainfall (TRMM dan QMorph) data. The result of the
research showed that run-off development model gives the value of run-off coefficient spatial
distribution that are 0,0-0,8. The value of surface coefficient showed that the excelsior degree of
inclination bevel hence ever greater also surface run-off that happened. Besides that, good
progressively the land of land and land cover hence smaller surface run-off that happened.
Keywords : run-off, watershed, land cover, rainfall, and inclination.

PENDAHULUAN
Run-off adalah aliran air di permukaan tanah yang dapat di pengaruhi oleh
beberapa faktor diantaranya curah hujan, kemiringan dan sifat-sifat tanah.
Meningkatnya curah hujan yang tinggi bisa berdampak bencana terhadap banjir,
karena volume air yang meningkat meluapnya limpasan air permukaan melebihi
kapasitas pengaliran sistem drainase. Pengikisan tersebut membawa sebagian

640

Prosiding Seminar Nasional Limnologi V tahun 2010

unsur hara yang terkandung dalam tanah. Limpasan permukaan sangat erat
kaitannya dengan erosi, salah satu faktor yang sangat menentukan adalah penutup
lahan vegetasi. Peranan vegetasi yang dapat dilihat dengan jelas adalah pengaruh
kanopi pohon dalam mengurangi energi kinetik air hujan yang jatuh kepermukaan
tanah dan pengaruh akan tanaman dalam agregasi tanah atau memberi kekuatan
kepada tanah terhadap adanya daya rusak berupa air hujan maupun kemiringan
lahan dan juga pengaruh akar tanaman sebagai penyedia

reservoir ataupun

penyedia air tanah alami.


Menurut Sinukaban (2005), banjir di Jakarta terjadi karena penggunaan
lahan di kawasan DAS Ciliwung tidak sesuai dengan kaidah-kaidah konservasi
tanah. Akibatnya, sebagian besar air hujan tidak terserap tanah, tetapi mengalir di
permukaan tanah, lalu langsung masuk ke sungai. Apa pun yang dilakukan
pemerintah DKI Jakarta untuk mengatasi banjir di Jakarta, akan sia-sia kalau
lahan di kawasan DAS Ciliwung tidak ditata sesuai konservasi tanah dan air. Oleh
karena itu, banjir merupakan fenomena yang harus ditangani secara menyeluruh
dalam suatu DAS.
DAS merupakan wilayah daratan yang secara topografik dibatasi oleh
punggung-punggung gunung (igir-igir) yang menampung dan menyimpan air
hujan untuk kemudian menyalurkannya ke laut melalui sungai utama. Laju aliran
permukaan akan mempunyai peranan yang sangat penting untuk menjaga
keseimbangan DAS. Run-off akan mengakibatkan hilangnya kemampuan DAS
dalam menyimpan air, meningkatkan frekuensi banjir, menurunkan kuantitas dan
kualitas air sepanjang tahun serta meningkatkan erosi tanah dan sedimentasi.
Teknologi penginderaan jauh (citra satelit) sebagai sarana untuk membantu
penyedia data dan informasi dalam bidang pemetaan permukaan bumi, dewasa ini
telah berkembang sangat pesat. Pemakaian citra satelit resolusi tinggi telah
menggantikan cara-cara konvensional dalam hal inventarisasi dan evaluasi
sumberdaya alam, serta pemantauan lingkungan sebagai input untuk perencanaan
pengambilan keputusan. Kondisi topografi, geografi dan lingkungan yang
berkaitan dengan banjir dapat dipantau melalui citra satelit.

Kajian dari kondisi

tersebut dapat diolah melalui: penentuan batas dan luas DAS, bentuk lahan,
kondisi topografi wilayah, luas areal banjir, dan vegetasi penutup lahan.

641

Prosiding Seminar Nasional Limnologi V tahun 2010

Sementara pemantauan daerah potensi banjir berbasis data curah hujan harian
dapat dilakukan secara operasional melalui wilayah berskala global (seluruh
Indonesia).
Berdasarkan latar belakang diatas, kegiatan ini bertujuan untuk
menentukan model koefisien sebaran aliran permukaan (run-off) di wilayah DAS
Ciliwung dengan menggunakan data satelit penginderaan jauh. Data yang
digunakan adalah Digital Elevation Model (DEM) SRTM, citra satelit SPOT, dan
data curah hujan (TRMM dan QMorph). DEM SRTM digunakan untuk
menentukan pola dan batas DAS, parameternya menggunakan metode aliran
kemiringan dan penurunan luas penampang

piksel. Data penutup lahan

diturunkan dari citra satelit Landsat (2002) yang telah diupdating dengan citra
SPOT (2007), sedangkan intensitas curah hujan diturunkan dari data TRMM dan
Qmorph. Kesemua informasi yang dihasilkan akan menjadi masukan untuk
menghitung sebaran koefisien run-off di wilayah DAS Ciliwung.
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Lokasi Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Data Shuttle Radar Topography Mission (SRTM) untuk wilayah Jabotabek
dengan resolusi spasial 90 m untuk perekaman 2000.
Data Landsat 7 ETM+ untuk wilayah Jabotabek dan sekitarnya dengan resolusi
spasial 30 m untuk perekaman tahun 2002.
Data SPOT-4 untuk wilayah Jabotabek dan sekitarnya dengan resolusi spasial
20 m untuk perekaman tahun 2007 (untuk proses updating).
Data Tropical Rainfall Measurement Mission (TRMM) bulanan dengan
resolusi spasial 27 km untuk perekaman tahun 1998-2009.
Data Qmorph dengan resolusi spasial 8 km untuk perekaman 28-30 November
2009
Batas daerah aliran sungai dari BP-DAS, Departemen Kehutanan.
Peralatan yang digunakan adalah: seperangkat PC dengan software PCI,
ER_Mapper, ArcView, dan WMS.Ver 6.0.

642

Prosiding Seminar Nasional Limnologi V tahun 2010

Lokasi penelitian untuk kajian pembuatan pola dan batas DAS adalah DAS
Ciliwung

(Gambar

1).

Alasan

pemilihan

lokasi

dilakukan

dengan

mempertimbangkan bahwa:
DAS tersebut memang menjadi fokus kegiatan mitigasi bencana banjir
karena hampir setiap tahun terjadi bencana banjir di DAS tersebut.
Kondisi topografi DAS dan tutupan lahan yang bervariasi
Ketersediaan data utama dan data pendukung

Gambar 1 Data 3 dimensi untuk DAS Ciliwung

Metode
Metode penelitian dilakukan menggunakan data penginderaan jauh
dengan informasi batas DAS diperoleh berdasarkan analisis Digital Elevation
Model (DEM) SRTM. Penentuan koefisien sebaran run-off, pengolahannya
dengan mengoverlaykan data kemiringan, klasifikasi penutup lahan (Lapan,
2007), data curah hujan (TRMM dan QMorph), yang

perhitungannya

disesuaikan dengan penurunan run-off dari Puslitbang air (1984) dan


Hardiningrum (2005).

Informasi Batas DAS


Informasi pembuatan batas DAS dilakukan menggunakan sofware
WMS.ver 6.0. Data DEM dengan perbedaan ketinggian pada setiap pixel dapat

643

Prosiding Seminar Nasional Limnologi V tahun 2010

digunakan untuk menentukan kearah mana air akan mengalir (arah aliran),
kemudian menghitung akumulasi aliran yang terjadi dan akhirnya memetakan
batas daerah aliran.

Pola aliran dibuat

dengan menarik garis untuk

menghubungkan piksel dengan akumulasi rendah mengarah ke piksel dengan


akumulasi lebih tinggi. Sehingga diperoleh Pola aliran yang mengarah pada
suatu outlet yang terdapat di akhir aliran. Tahap terakhir adalah membuat poligon
untuk membatasi semua arah aliran yang menuju kepada outlet tersebut. Poligon
ini merupakan batas DAS yang ingin dipetakan.

Klasifikasi Penutup Lahan


Kelasifikasi penutup lahan dilakukan dengan menggunakan metoda
digitasi visual dari data SPOT-4 untuk perekaman 2007 (hasil updating) dan
langkah pengerjaanya menggunakan sofware ER_Mapper dan ArcView. Pada
tahap awal penutup lahan dikelaskan dalam 10 kelas yaitu: Semak belukar,
fasilitas umum, hutan, kampung, perkotaan, tegalan dan ladang, perkebunan,
sawah, lahan terbuka dan tubuh air (waduk/danau). Selanjutnya dilakukan
perubahan data dari bentuk vektor menjadi raster dan dilakukan klasifikasi ulang
sesuai dengan tutupan lahan dari Tabel 1 (Puslitbang air (1984) dan Hardiningrum
(2005)).
Tabel 1. Koefisien aliran (Run-off) untuk berbagai tipe penutup lahan

Sumber: Puslitbang air (1984) dan Hardiningrum (2005)

644

Prosiding Seminar Nasional Limnologi V tahun 2010

Peta Kemiringan Lahan


Membuat slop tingkat kemiringan lahan dari data penginderaan jauh,
hasilnya disesuaikan dengan model referensi dari koefisien aliran Puslitbang Air
(1984) dan Hardiningrum et. al (2005) yang di kelaskan menjadi 3 kelas
kemiringan yakni (0-5%, 5-10% dan >10%).
Penentuan Intensitas Curah Hujan
Potensi curah hujan yang akan digunakan sebagai acuan intensitas curah
hujan simulasi diekstrak dari data TRMM multi temporal dengan resolusi spasial
27 Km untuk perekaman 1998-2009. Sedangkan untuk memantau distribusi
spasial harian digunakan potensi curah hujan harian menggunakan data Qmorph
multi temporal dengan resolusi spasial 8 km. Pertama dilakukan rektifikasi data
TRMM dan Qmorph untuk keempat titik sudutnya. Selanjutnya dilakukan overlay
seluruh citra multi temporal dan ekstraksi data curah hujan untuk wilayah DAS
kajian. Gambar 2 memperlihatkan data TRMM untu wilayah Indonesia.

Gambar 2. Contoh TRMM untuk wilayah Indonesia.

Perhitungan Koefisien Run-off


Penentuan sebaran koefisien Run-off dengan data penginderaan jauh
penurunannya disesuaikan dengan referensi dari model yang diturunkan oleh
Puslitbang air (1984) dan Hardiningrum (2005), informasi parameternya
ditunjukkan pada Tabel 1. Nilai koefisien Run-off untuk setiap piksel dibantu
dengan informasi mengenai jenis tanah, jenis penutup lahan, dan kemiringan
lahan. Jenis klasifikasi penutup lahan dikelaskan menjadi 6 kelas, sedangkan
kemiringan lahan dikelaskan menjadi 3 kelas yang

sesuai dengan Tabel 1

645

Prosiding Seminar Nasional Limnologi V tahun 2010

(Puslitbang air (1984) dan Hardiningrum (2005)). Selanjutnya kedua informasi ini
digabungkan untuk menentukan nilai koefisien Run-off pada setiap piksel
berdasarkan pengolahan sistim penginderaan jauh.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil pemetaan pola aliran dan batas DAS Ciliwung dengan menggunakan
data DEM (Digital Elevation Model) SRTM (Shutle Radar Tophography Mission)
resolusi spasial 90 m diperlihatkan pada Gambar 3 kiri. Pola aliran permukaan
diperlihatkan dengan garis biru, aliran sungai Ciliwung diperlihatkan dengan garis
merah tebal, sedangkan batas DAS dengan garis hitam. Pada pola aliran, cabangcabang aliran (orde 1) akan bergabung menjadi aliran yang lebih besar (orde 2)
dan seterusnya, sehingga membentuk aliran utama (orde tertinggi). Gambar 3 kiri
memperlihatkan bahwa aliran utama tersebut berhimpit (tumpang tindih) dengan
aliran sungai Ciliwung, yang berarti pola aliran yang dibuat cukup akurat.
Pengujian terhadap batas DAS dilakukan dengan melakukan tumpang tindih
antara batas DAS Ciliwung dengan tampilan 3D topografi seperti diperlihatkan
pada Gambar 3 kanan. Terlihat dengan jelas bahwa pada wilayah bertopografi
tinggi, garis batas tersebut melalui punggung gunung (igir-igir) sesuai dengan
definisi DAS yaitu suatu wilayah daratan yang secara topografik dibatasi oleh
punggung-punggung gunung (igir-igir) yang menampung dan menyimpan air
hujan untuk kemudian menyalurkannya ke laut melalui sungai utama.
Informasi penutup lahan yang digunakan untuk menentukan koefisien
Run-off DAS Ciliwung adalah tutupan lahan tahun 2002, yang terlebih dahulu
telah di dilakukan updating dengan data SPOT-4 tahun 2007. Data SPOT-4 yang
digunakan diperlihatkan pada Gambar 4. Informasi penutup lahan DAS Ciliwung
yang dihasilkan dari updating tahun 2007 diperlihatkan pada Gambar 5.

646

Prosiding Seminar Nasional Limnologi V tahun 2010

Gambar 3. DAS Ciliwung dengan tampilan


3D topografi

Gambar 4. Data Citra SPOT-4 dan DAS


Ciliwung

Koefisien aliran (run-off) merupakan bilangan yang menunjukkan


perbandingan antara besarnya aliran permukaan (terhadap besarnya curah hujan
yang jatuh. Oleh karena itu, untuk membuat model koefisien aliran dengan data
penginderaan jauh nilai

parameter-parameternya harus disesuaikan

dengan

referensi dari koefisien aliran yang bersumber dari Puslitbang air (1984) dan
Hardiningrum et. al (2005), ditampilkan pada Tabel 1. Informasi atau parameterparameter untuk menentukan koefisien aliran yang diperlukan adalah kelas
penutup lahan, kemiringan lahan dan jenis tanah. Berdasarkan laporan-laporan
sebelumnya diketahui bahwa jenis dan tekstur tanah di DAS Ciliwung didominasi
oleh jenis tanah aluvial dan dapat digolongkan kedalam tipe tanah lempung,
diantaranya menurut hasil penelitian Sawiyo (2005) menyatakan bahwa keadaan
tanah di daerah Sub DAS Cibogo (DAS Ciliwung) berkembang dari bahan induk
tufa volkan, drainase baik, solum dangkal dan sedang, tekstur lempung sampai
lempung berpasir, reaksi tanah masam, pH 4,6-5,0, yang diklasifikasikan sebagai
Andosol Coklat atau Typic Hapludans (Soil Survey Staff, 1998).

647

Prosiding Seminar Nasional Limnologi V tahun 2010

Gambar 5. Peta spasial


penutup lahan DAS
Ciliwung 2002, Hasil
Updating 2007

Gambar 6.
Reklasifikasi
penutup lahan
menjadi 6 kelas.
Sesuai Puslitbang
Air (1984) &
Hardiningrum
(2005)

Gambar 7.
Klasifikasi Slop
dengan sistem data
penginderaan jauh.

Gambar 8.
Klasifikasi slop
sesuai puslitbang
Air (1984) &
Hardiningrum
(2005)

Dengan mengikuti penyesuaian dari klasifikasi mulai koefisien aliran


Puslitbang air (1984) dan Hardiningrum (2005) ditampilkan pada Tabel 1, maka
informasi kelas penutup lahan 2007 harus disesuaikan dengan referensi tersebut.
Informasi kelas penutup lahan dalam bentuk data vektor dirubah menjadi raster
dan dilakukan reklasifikasi menjadi 6 kelas. Hasil reklasifikasi peta penutup
lahannya diperlihatkan pada Gambar 6 dan kelas penutup lahannya diperlihatkan
pada Tabel 2.
Tabel. 2 Reklasfikasi penutup lahan dari10 kelas menjadi 6 kelas

Tutupan Lahan 10 kelas


Belukar, Semak
Hutan
Kampung
Perkotaan
Lahan Terbuka
Pelabuhan
Sawah
Tegalan, Ladang
Perkebunan
Waduk/Danau

Tutupan Lahan menjadi 6 kelas


Semak, Belukar
Hutan
Permukiman
Permukiman
Permukiman
Permukiman
Pertanian
Pertanian
Perkebunan
Perairan

648

Prosiding Seminar Nasional Limnologi V tahun 2010

Hasil pembuatan slop tingkat kemiringan lahan dengan data penginderaan


jauh diperlihatkan pada Gambar 7, dengan derajat kelerengan ditunjukkan dengan
00 (warna ping ) hingga 900 (warna merah). Pada Gambar 7 ditunjukkan bahwa
kemiringan di wilayah DAS Ciliwung berkisar antara 00 hingga 450. Kemiringan
paling tinggi disekitar hulu DAS, kemiringan rendah disekitar tengah DAS dan
kemiringan paling rendah disekitar tengah menuju hilir DAS. Selanjutnya slop
tingkat kemiringan lahan disesuaikan dengan model referensi dari koefisien aliran
Puslitbang Air (1984) dan Hardiningrum et. al (2005) yang di kelaskan menjadi 3
kelas kemiringan yakni (0-5%, 5-10% dan >10%), hasilnya diperlihatkan pada
Gambar 8. Parameter kemiringan dengan kisaran 0-5% ditunjukkan dengan warna
ping, 5-10% warna hijau, dan >10% warna putih.
Curah hujan dipantau dengan menggunakan data TRMM multi temporal
1998-2009 dengan resolusi spasial 27 km. Data TRMM yang sudah direktifikasi,
kemudian digabung secara time series bulanan, dan diekstrak curah hujan tertinggi
yang terjadi sepanjang periode tersebut. Gambar 9 memperlihatkan distribusi
curah hujan di DAS Ciliwung sepanjang periode 1998-2009. Luas wilayah DAS
Ciliwung mempunyai luas yang sama dengan sekitar 4-5 piksel TRMM, sehingga
dilakukan perhitungan statistik untuk mencari nilai minimum, rata-rata dan
maksimum dari curah hujan di wilayah DAS Ciliwung. Dari gambar ini dapat
diketahui bahwa intensitas curah hujan maksimum terjadi pada tahun 2002, 2007
dan 2008 terutama intensitas terbesar terjadi pada bulan Januari 2002. Bila
diasumsikan bahwa 1 bulan adalah 31 hari dan hujan turun setiap hari, maka
intensitas maksimum selama 1 hari di DAS Ciliwung berkisar 20-30 mm.
Setelah menyesuaikan dan memasukan nilai parameter-parameter yang
diturunkan dari Puslitbang Air (1984) dan Hardiningrum et. al (2005) kedalam
pengolahan

data penginderaan jauh maka diperoleh peta distribusi spasial

koefisien aliran permukaan (Run-off) diperlihatkan pada Gambar 10.

Dari

Gambar 10 dapat ditunjukkan bahwa model koefisien aliran permukaan run-off


untuk seluruh wilayah DAS diperoleh nilai koefisien aliran permukaan run-off
berkisar antara 0,0 hingga 0,8. Koefisien aliran permukaan yang tinggi
teridentifikasi di bagian hulu DAS

(warna merah) dan koefesien aliran

permukaan rendah disekitar tengah dan hilir DAS (warna hijau).

649

Prosiding Seminar Nasional Limnologi V tahun 2010

Gambar 9. Distribusi curah hujan bulanan di DAS Ciliwung sepanjang


periode 1998-2009

Gambar 10.
Distribusi spasial
koefisien aliran
permukaan (run-off)
DAS Ciliwung

Sebagai kajian dilakukan analisis terhadap nilai distribusi koefesian aliran


permukaan run-off. Kajian diambil 4 lokasi yang mewakili 4 penutup lahan yaitu:
hutan, perkebunan, permukiman, dan pertanian yang semuanya berada di wilayah
bagian hulu DAS. Distribusi spasial koefisien aliran permukaan run-off pada
lokasi 1 (penutup lahan adalah hutan) terlihat berkisar 0.45 - 0.50 dengan tingkat
kemiringan >10% diperlihatkan pada Gambar 11 dan Tabel 3. Nilai koefesian
cukup rendah karena obyek lokasi merupakan daerah hutan lindung, tanah tidak
banyak terangkut hingga tanah dapat menambah kapasitas penyimpanan air dan
akar tanaman akan menahan air dalam tanah saat hujan terjadi. Distribusi spasial
koefesien aliran pada lokasi 3 (penutup lahan adalah permukiman dan pertanian)
teridentifikasi berkisar dan 0.50-0.60 dan 0.45-0.55 dengan kemiringan 0-5 % dan
5-10%. Ini menunjukkan bahwa banyak tanah yang terangkut serta mengendapan
hingga dapat mengurangi kapasitas penyimpanan air.

Namun di wilayah

pertanian cukup rendah bila dibandingkan dengan permukiman. Sedangkan pada


lokasi 2 menunjukkan bahwa untuk perkebunan teridentifikasi koefisien run-off
berkisar 0.50-0.60 kemiringan 5-10% dan permukiman berkisar 0.60-0.65 serta

650

Prosiding Seminar Nasional Limnologi V tahun 2010

kemiringan >10%. Ini menunjukkan bahwa lokasi tersebut merupakan perkebunan


teh dengan kemiringan cukup tinggi dan sedang dengan laju aliran permukaan
cukup besar, karena tanaman teh daunnya rindang tapi dibawahnya tidak ada
semak-semak hingga akar-akarnya tak dapat banyak menahan air dalam tanah saat
hujan terjadi. Apalagi untuk permukiman dengan kemiringan >10% laju aliran
permukaan cukup tinggi. Oleh karena itu di wilayah DAS Ciliwung sering terjadi
banjir karena kondisi run-off cukup tinggi, terutama di daerah yang tutupan
lahannya perkebunan dan permukiman banyak mensuport run-off tinggi.

Gambar 11. Pengambilan contoh lokasi distribusi spasial koefisien aliran permukaan (Run-off) di
hulu DAS Ciliwung dengan penutup lahan : hutan, perkebunan, permukiman, dan
pertanian.

Tabel 3 . Nilai koefesien aliran run-off untuk berbagai penutup lahan dan kemiringan

Lokasi

Penutup lahan

Kemiringan

Koefesien run-off

Hutan

>10

0.40 - 0.50

Perkebunan dan
permukiman
Permukiman dan
pertanian
Pertanian,
perkebunan

5-10
>10
0-5
5-10
5-10

0.50 - 0.60,
0.60 - 0.65
0.50-0.60
0.45-0.50
0.50 - 0.60,
0.55 - 0.60

3
4

Setelah diamati kondisi penutup lahan dan kemiringan lahan di wilayah


hulu DAS Ciliwung dapat diketahui bahwa daerah dengan tutupan lahan
permukiman dan pertanian yang terdapat pada kemiringan yang tinggi mempunyai
nilai koefisien aliran yang tertinggi. Sedangkan daerah dengan tutupan lahan

651

Prosiding Seminar Nasional Limnologi V tahun 2010

permukiman dan pertanian yang terdapat pada kemiringan yang rendah


mempunyai nilai koefisien aliran yang rendah. Didaerah hutan dengan kemiringan
tinggi dan sedang laju aliran permukaan cukup kecil, karena akar tanaman akan
menahan air dalam tanah saat hujan terjadi. Diperlihatkan dengan distribusi runoff berkisar 0.4-0.5 (warna hijau hingga kuning).
KESIMPULAN
Dengan menggunakan data penginderaan jauh citra satelit (Landsat dan
SPOT ) dan berdasarkan analisis DEM (Digital Elevation Model) SRTM (Shutle
Radar Tophography Mission ) serta penyesuaian terhadap koefisien aliran (Runoff) untuk berbagai tipe penutup lahan dari Puslitbang Air (1984) dan
Hardiningrum et. al (2005) maka diperoleh peta distribusi spasial koefisien aliran
permukaan (Run-off). Dari peta spasial tersebut dapat ditunjukkan bahwa model
koefisien aliran permukaan run-off untuk seluruh wilayah DAS diperoleh nilai
berkisar antara 0.0 hingga 0.8. Koefisien aliran permukaan yang tinggi
teridentifikasi di bagian hulu DAS dan koefesien aliran permukaan rendah
disekitar tengah dan hilir. Daerah permukiman dan pertanian dengan kemiringan
tinggi mempunyai nilai koefisien aliran tertinggi. Sedangkan daerah dengan
kemiringan rendah mempunyai nilai koefisien aliran rendah. Didaerah hutan
dengan kemiringan tinggi dan sedang laju aliran permukaan cukup kecil, karena
akar tanaman akan menahan air dalam tanah saat hujan terjadi. Sedangkan
perkebunan dan permukiman di wilayah DAS Ciliwung dominan laju aliran
permukaan cukup tinggi sehingga untuk wilayah DAS Ciliwung bagian hilir
sering terjadi banjir saat hujan besar.
Kemiringan dan jenis penutup lahan mempengaruhi besar kecilnya nilai
aliran permukaan (run-off). Semakin tinggi derajat kemiringan suatu lahan maka
semakin besar pula aliran permukaan dan sebaliknya semakin kecil derajat
kemiringan lahan maka semakin kecil pula aliran permukaan (tergantung jenis
penutup lahan). Jika lahan di kawasan DAS Ciliwung tidak ditata sesuai
konservasi tanah dan air, maka banjir di Jakarta tidak akan teratasi. Oleh karena
itu, semakin baik sifat tanah dan jenis penutup lahan maka semakin kecil aliran
permukaan yang terjadi.

652

Prosiding Seminar Nasional Limnologi V tahun 2010

DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, S, 2000, Konservasi Tanah dan Air, Serial Pustaka, IPB Press , Bagian
Proyek Penelitian Sumberdaya Agroklimat dan Hidrologi (BP2SAH) dan
Bagian Proyek Pembinaan Perencanaan Sumber Air Ciliwung
Cisadane. 2004. Laporan Akhir Pengembangan Teknologi Dam Parit
untuk Penanggulangan Banjir dan Kekeringan. Balai Agroklimat dan
Hidrologi Bogor.
Fakhrudin, M, 2003, Kajian Respon Hidrologi Akibat Perubahan Penggunaan
Lahan di DAS Ciliwung, Bahan Seminar Program Pascasarjana IPB,
Bogor
Hardiningrum, et. al (2005) dan Puslitbang air (1984) koefisien aliran (Run-off)
untuk berbagai tipe penutup lahan.
Irianto, G,, N, Pujilestari dan N, Heryani, 2001, Pengembangan Teknologi Panen
Hujan dan Aliran Permukaan, Laporan Akhir. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanah dan Agroklimat
Irianto, G, 2003, Kumpulan Pemikiran : Banjir dan Kekeringan Penyebab dan
antisipasi dan Solusinya, CV, Universal Pustaka Media, Bogor, 135 hal
Karama, A,S, Irianto, G, Pawitan, H, 2002, Panen Hujan dan Aliran Permukaan
untuk Menanggulangi Banjir dan Kekeringan serta Mengembangkan
Komoditas Unggulan, Kantor MENRISTEK dan LIPI, Jakarta
Kartiwa, B, 2004, Modelisation Du Functionnement Hydrologique Des Bassins
Versants, These De Doctorat, Universite DAngers, France
Kustiyo dkk, 2008 Analisis ketelitian Kertinggian Data DEM SRTM, pertemuan
Ilmiah Tahuan MAPIN ke XIV, Bandung
Parwati dkk, 2008 Sistem Peringatan Dini untuk Banjir/longsor berbasis data
Penginderaan Jauh. Pertemuan Ilmiah Tahuan MAPIN ke XIV, Bandung
Pawitan, H, 2002, Flood hydrology and an integrated approach to remedy the
Jakarta floods, International Conference on Urban Hydrology for the 21st
Century, Kuala Lumpur, Malaysia
Perrin, C.,Andreassian, V., 2003 Improvement of a parsimonious model for
streamflow simulation. Journal of Hydrology 279 (1-4) 275-289.
Rodriguez-Iturbed I.et Valdes. J. B., The geomorphologic structure of hydrologic
response. Water Resour. Res. 15 (5:1409-1420).

653

Prosiding Seminar Nasional Limnologi V tahun 2010

Runtunuwu.N., Pujilestari. N., Ramdani. F., Hari Adi. S., dan Hamdani
A.,2004,Panduan Perangkat Lunak Water and Agroclimate Reseouces
Management (WARM) Laboratorium Numeric dan Sistem Informasi
Spasial Agroklimat dan Hidrologi. Balai Penelitian Agroklimat dan
Hidrologi, Bogor
Sawiyo (2005). Http/:www. Benefits Development of Channel Reservoir for Flood
Control.com : Study Kasus Sub Das Cibogo, Das Ciliwung, Bogor.
Sinukaban, 2005. Http/:www.Jakarta
Ciliwung.com.

Banjir

karena

Salah

Urus

DAS

Http/:www.docstoc.com/Google./Prinsip-Dasar-Pengelolaan-Daerah-Aliran
Sungai

CATATAN
1. Perlu ditampilkan mengenai bagan alir penentuan nilai koefisien aliran.
2. Fungsi data hujan pada penentuan nilai koefisien aliran pada tulisan ini tidak
terlihat.
3. Perlu dilihat kembali definisi dari beberapa istilah hidrologi yang digunakan.
4. Dasar reklasifikasi tutupan lahan dari 10 menjadi 6 kelas perlu ditinjau
kembali.

654

Anda mungkin juga menyukai