Anda di halaman 1dari 24

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

TUGAS
JULI 2015

KEDOKTERAN KERJA

LOW BACK PAIN (LBP)

OLEH :
kelompok II:
1.
2.
3.
4.
5.

Muh.hasan, S.Ked.
Moh zulkayyan, S.Ked.
Fitriah ubaedha, S.Ked.
Miftahul janna, S.Ked.
Gusti eka putri, S.Ked.

Pembimbing :
dr. Muhammad Sofyan

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2015

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Nyeri punggung bawah atau low back pain (LBP) merupakan keluhan yang sering kita
dengar dari orang usia lanjut, namun tidak tertutup kemungkinan dialami oleh orang usia
muda Low back pain atau nyeri punggung bawah merupakan salah satu gangguan
muskuloskeletal yang disebabkan oleh aktivitas tubuh yang kurang baik. Low back pain
dapat disebabkan oleh berbagai penyakit musculoskeletal, gangguan psikologis dan
mobilisasi yang salah.1,2
Low back pain adalah nyeri punggung bawah yang berasal dari tulang belakang, otot,
saraf atau struktur lain pada daerah tersebut. Dengan demikian low back pain adalah
gangguan muskuloskeletal yang pada daerah punggung bawah yang disebabkan oleh
berbagai penyakit dan aktivitas tubuh yang kurang baik.3
Menurut data Biro Statistik Departemen Tenaga Kerja Amerika (2001), pada periode
tahun 1996 1998 terdapat 4.390.000 kasus penyakit akibat kerja yang dilaporkan, 64 %
diantaranya adalah gangguan yang berhubungan dengan faktor resiko ergonomi. OSHA
(2000) menyatakan sekitar 34 % dari total hari kerja yang hilang karena cedera dan sakit
yang diakibatkan oleh Musculoskeletal Disorders (MSDs) sehingga memerlukan biaya
kompensasi sebesar 15 sampai 20 miliar dolar US.
Hasil studi Depkes tentang profil masalah kesehatan di Indonesia tahun 2005
menunjukkan bahwa sekitar 40,5 % penyakit yang diderita pekerja berhubungan dengan
pekerjaannya, gangguan kesehatan yang dialami pekerja, menurut studi yang dilakukan
tehadap 9.482 pekerja di 12 kabupaten/kota di Indonesia, umumnya berupa penyakit
musculoskeletal (16%), kardiovaskuler (8 %), gangguan syaraf (6 %), gangguan pernapasan
(3 %), dan gangguan THT (1,5 %).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2

A. Kesehatan Kerja dan Penyakit Akibat Kerja


1.

Kesehatan Kerja
Kesehatan kerja merupakan spesialisasi ilmu kedokteran beserta prakteknya yang
bertujuan agar pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya baik fisik, mental
maupun sosial dengan usaha preventif atau kuratif terhadap penyakit yang diakibatkan oleh
faktor pekerjaan dan lingkungan kerja serta terhadap penyakit umum. Sebagai bagian
spesifik keilmuan dalam ilmu kesehatan,kesehatan kerja lebih memfokuskan lingkup
kegiatannya pada peningkatan kualitas hidup tenaga kerja melalui penerapan upaya
kesehatan yang bertujuan untuk :4
1. Meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan pekerja.
2. Melindungi dan mencegah pekerja dari semua gangguan kesehatan akibat lingkungan
kerja atau pekerjaannya.
3. Menempatkan pekerja sesuai

kemampuan

fisik,mental

dan

pendidikan

atau

keterampilannya.
4. Meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.
Kondisi yang mempengaruhi tingkat produktivitas tenaga kerja adalah kondisi fisik
dan

kondisi

mental

pekerja,

khususnya

disaat

mereka

sedang

menghadapi

pekerjaannya.Laporan Kesehatan Dunia 2002 menempatkan risiko kerja pada urutan


kesepuluh penyebab terjadinya penyakit dan kematian.5.6
Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2007,di Indonesia terdapat 106,3 juta
angkatan kerja yang tersebar diberbagai lapangan kerja dengan berbagai permasalahan
yang timbul akibat pekerjaannya. Data menunjukkan bahwa secara umum 68% bekerja
disektor informal dan 32% di sektor formal.5

Kondisi setiap pekerja ini sangat dipengaruhi oleh tiga faktor, yakni :
a. Beban kerja

Setiap pekerjaan apapun jenisnya apakah pekerjaan tersebut memerlukan kekuatan otot
dan/ataupun pikiran, adalah memerlukan beban bagi yang melakukan, baik berupa
beban fisik dan beban mental.
b. Beban tambahan
Disamping beban kerja yang harus dipikul oleh pekerja, pekerja sering memikul beban
tambahan yang berupa kondisi atau lingkungan yang tidak menguntungkan bagi
pelaksanaan pekerjaan. Beban tambahan inilah yang dapat menyebabkan penyakit
akibat kerja.
c. Kemampuan kerja
Kemampuan seseorang dalam melalui pekerjaan berbeda dengan orang lain, meskipun
pendidikan atau pengalamannya sama dan bekerja pada suatu pekerjaan atau tugas yang
sama.
Perbedaan ini disebabkan karena kapasitas orang tersebut berbeda, yang dipengaruhi
oleh nilai gizi dan kesehatan, genetik, dan lingkungan.5
2. Penyakit Akibat Kerja
Penyakit akibat kerja adalah penyakit atau gangguan kesehatan yang diakibatkan
oleh pekerjaannya atau lingkungan kerjanya, dan diperoleh pada waktu melakukan
pekerjaan dan masyarakat umum biasanya tidak akan terkena. Berat ringannya penyakit
dan cacat tergantung dari jenis dan tingkat sakit.Cara menegakkan diagnosa penyakit
akibat kerja agak berbeda dengan diagnosa penyakit-penyakit umum karena untuk
penyakit ini tidak cukup hanya dengan pemeriksaan klinis dan laboratoris. Akan tetapi,
harus pula diperiksa tempat, cara, dan syarat-syarat kerja. Selain itu sebagai tambahan
bagi anamnesis yang biasa, harus pula dipertanyakan riwayat pekerjaan dari si penderita.5
Penyebab Penyakit Akibat Kerja:
1. Golongan Fisik
Bising,radiasi,suhu ekstrem,tekanan udara,vibrasi,penerangan
2. Golongan Kimiawi
Semua bahan kimia dalam bentuk debu,uap,gas,larutan,kabut
3. Golongan Biologik
Bakteri,virus,jamur dan lain-lain
4. Golongan Fisiologik/ Ergonomik
Desain tempat kerja, beban kerja
5. Golongan Psikososial
Stress psikis,monotoni kerja,tuntutan pekerjaan,dan lain-lain.

Secara umum gangguan muskuloskeletal didaerah belakang dapat terjadi karena posisi
duduk,antara lain : neck pain, back pain dan low back pain. Penelitian mengenai neck pain
maupun low back pain telah banyak dilakukan dan terbukti mempunyai hubungan
bermakna dengan posisi tubuh saat melakukan pekerjaan.Secarateori nyeri punggung
mudah terjadi karena beberapa faktor yaitu posisi duduk yang statis terus menerus selama
kerja dan getaran yang timbul selama aktivitas.
B. Low back Pain
1. Defenisi
Low Back Pain adalah nyeri yang dirasakan daerah punggung bawah, dapatmerupakan
nyeri lokal maupun nyeri radikuler atau keduanya. Nyeri ini terasadiantara sudut iga
terbawah sampai lipat bokong bawah yaitu di daerah lumbal ataulumbo-sakral dan sering
disertai dengan penjalaran nyeri ke arah tungkai dan kaki.LBP yang lebih dari 6 bulan
disebut kronik.7
Nyeri punggang bawah dapat dibagi dalam 6 jenis nyeri, yaitu:8
a. Nyeri punggang lokal
Jenis ini paling sering ditemukan. Biasanya terdapat di garis tengah denganradiasi ke
kanan dan ke kiri. Nyeri ini dapat berasal dari bagian-bagian dibawahnya seperti fasia,
otot-otot paraspinal, korpus vertebra, sendi danligamen.
b. Iritasi pada radiks
Rasa nyeri dapat berganti-ganti dengan parestesi dan dirasakan padadermatom yang
bersangkutan pada salah satu sisi badan. Kadang-kadangdapat disertai hilangnya
perasaan atau gangguan fungsi motoris. Iritasi dapatdisebabkan oleh proses desak
ruang pada foramen vertebra atau di dalamkanalis vertebralis.
c. Nyeri rujukan somatis
Iritasi serabut-serabut sensoris dipermukaan dapat dirasakan

lebih

dalam

padadermatom yang bersangkutan. Sebaliknya iritasi di bagian-bagian dalam


dapatdirasakan di bagian lebih superfisial.
d. Nyeri rujukan viserosomatis
Adanya gangguan pada alat-alat retroperitonium, intraabdomen atau dalamruangan
panggul dapat dirasakan di daerah pinggang.
e. Nyeri karena iskemia
Rasa nyeri ini dirasakan seperti rasa nyeri pada klaudikasio intermitens yangdapat
dirasakan di pinggang bawah, di gluteus atau menjalar ke paha. Dapatdisebabkan oleh
penyumbatan pada percabangan aorta atau pada arteri iliakakomunis.
5

f. Nyeri psikogen
Rasa nyeri yang tidak wajar dan tidak sesuai dengan distribusi saraf dandermatom
dengan reaksi wajah yang sering berlebihan.
2. Etiologi
a. Diskogenik
Sindroma radikuler biasanya disebabkan oleh suatu hernia nukleus pulposus yang
merusak saraf-saraf disekitar radiks. Diskus hernia ini bisa dalam bentuk suatu
protrusio atau prolaps dari nukleus pulposus dan keduanya dapat menyebabkan
kompresi pada radiks. Lokalisasinya paling sering di daerah lumbal atau servikal dan
jarang sekali pada daerah torakal. Nukleus terdiri dari megamolekul proteoglikan yang
dapat menyerap air sampai sekitar 250% dari beratnya. Sampai dekade ke tiga, gel dari
nukleus pulposus hanya mengandung 90% air, dan akan menyusut terus sampai
dekade ke empat menjadi kira-kira 65%. Nutrisi dari anulus fibrosis bagian dalam
tergantung dari difusi air dan molekul-molekul kecil yang melintasi tepian vertebra.
Hanya bagian luar dari anulus yang menerima suplai darah dari ruang epidural. Pada
trauma yang berulang menyebabkan robekan serat-serat anulus baik secara melingkar
maupun radial. Beberapa robekan anular dapat menyebabkan pemisahan lempengan,
yang menyebabkan berkurangnya nutrisi dan hidrasi nukleus. Perpaduan robekan
secara melingkar dan radial menyebabkan massa nukleus berpindah keluar dari anulus
lingkaran ke ruang epidural dan menyebabkan iritasi ataupun kompresi akar saraf.9
b. Non-diskogenik
Biasanya penyebab LBP yang non-diskogenik adalah iritasi pada serabut sensorik
saraf perifer, yang membentuk n. iskiadikus dan bisa disebabkan oleh neoplasma,
infeksi, proses toksik atau imunologis, yang mengiritasi n.iskiadikus dalam
perjalanannya dari pleksus lumbosakralis, daerah pelvik, sendi sakro-iliaka, sendi
pelvis sampai sepanjang jalannya n. Iskiadikus (neuritis n. iskiadikus).
3. Faktor Resiko
Berdasarkan studi yang dilakukan secara klinik, biomekanika, fisiologi dan
epidemiologi didapatkan kesimpulan bahwa terdapat dua faktor yang menyebabkan
terjadinya cedera otot (MSDs) akibat bekerja, yaitu:
a. Faktor Pekerjaan
Berdasarkan karakteristik pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang dalaminteraksinya
dengan sistem kerja. Berdasarkan penelitian telah terbukti bahwatinjauan secara
6

biomekanik serta data statistik menunjukkan bahwa faktor pekerjaanberkontribusi


pada terjadinya cedera otot akibat bekerja Berikut ini faktor-faktor pekerjaan yang bisa
menyebabkan terjadinya cederapada otot atau jaringan tubuh :
1. Postur tubuh
Postur tubuh pada saat melakukan pekerjaan yang menyimpang dari posisi normal
ditambah dengan gerakan berulang akan meningkatkan risiko terjadinya LBP.
Keyserling (1986) mengembangkan criteria sikap tubuh membungkuk, berputar dan
menekuk yang dilakukan pada waktu bekerja berdasarkan pengukuran sikap tubuh
tersebut.
Kriteria penilaian sikap tubuh:
- Sikap tubuh normal : tegak / sediit membungkuk 0o- 200dari garis vertikal
- Sikap tubuh fleksi sedang : membungkuk 200 450dari garis vertikal
- Sikap tubuh fleksi berlebih : membungkuk > 450dari garis vertikal
- Sikap tubuh fleksi ke samping atau berputar : menekuk ke samping kanan atau
kiri atau berputar > 15o dari garis vertikal
2. Repetisi
Pengulangan gerakan kerja dengan pola yang sama, hal ini bisa terlihat pada
dimana frekuensi pekerjaan yang harus dikerjakan tinggi, sehingga pekerja harus
terus menerus bekerja agar dapat menyesuaikan diri dengan sistem. Kekuatan beban
dapat menyebabkan peregangan otot dan ligamen serta tekanan pada tulang dan
sendi sendi sehingga terjadi kerusakan mekanik badan vertebrata, diskus
invertebrate, ligamen, dan bagian belakang vertebrata. Kerusakan karena beban
berat secara tiba tiba atau kelelahan akibat mengangkat beban berat yang dilakakn
secara berulang ulang. Mikrotrauma yang berulang dapat menyebabkan
degenerasi tulang punggung daerah lumbal.
3. Pekerjaan statis (static exertions)
Pekerjaan yang menuntut seseorang tetap pada posisinya, perubahanposisi dalam
bekerja akan menyebabkan pekerjaan terhenti. Pekerjaan denganpostur yang
dinamis,

memiliki

risiko

musculoskeletal

disolder

(MSDs)

lebihrendah

dibandingkan dengan pekerjaan yang mengharuskan postur statis. Halini


disebabkan karena postur tubuh yang statis dapat meningkatkan risikoyang
berhubungan dengan menurunnya sirkulasi darah dan nutrisi padajaringan
otot.Begerak sangat diperlukan untuk pemberian nutrisi kepada diskus,sehingga
pekerjaan statis dapat mengurangi nutrisi tersebut. Selain itupekerjaan statis
7

menyebabkan peregangan otot dan ligament daerahpunggung, hal ini merupakan


faktor resiko timbulnya LBP.
4. Pekerjaan yang membutuhkan tenaga (forceful exertions) atau beban
Force atau tenaga merupakan jumlah usaha fisik yang dibutuhkanuntuk
menyelesaikan tugas atau gerakan. Pekerjaan atau gerakan yangmenggunakan
tenaga besar akan memberikan beban mekanik yang besarterhadap otot, tendon,
ligament, dan sendi. Beban yang berat akanmenyebabkan iritasi, inflamasi,
kelelahan otot, kerusakan otot, tendon, danjaringan lainnya.

b. Faktor Individu (Personal factors)


Kondisi dari seseorang yang dapat menyebabkan terjadi musculoskeletal disorder.
Berikut adalah beberapa faktor risiko pribadi yang berpengaruh terhadap kejadian
MSDs:
1. Masa Kerja
Masa kerja adalah faktor yang berkaitan dengan lamanya seseorang bekerja
disuatu perusahaan. Terkait dengan hal tersebut, MSDs merupakan penyakit kronis
yang membutuhkan waktu lama untuk berkembang dan bermanifestasi. Jadi
semakin lana waktu bekerja atau semakin lama seseorang terpajan faktor risiko
MSDs ini maka semakin besar pula risiko untuk mengalami MSDs.10
2. Usia
Sejalan dengan meningkatnya usia akan terjadi degenerasi pada tulang dan
keadaan ini mulai terjadi disaat seseorang berusia 30 tahun. Pada usia 30 tahun
terjadi degenerasi yang berupa kerusakan jaringan, penggantian jaringan menjadi
jaringan parut, pengurangan cairan. Hal tersebut menyebabkan stabilitas pada
tulang dan otot menjadi berkurang. Pendek kata, semakin tua seseorang, semakin
tinggi risiko orang tersebut tersebut mengalami penurunan elastisitas pada tulang,
yang menjadi pemicu timbulnya gejala MSDs.
Pada umumnya keluhan otot skeletal mulai dirasakan pada usia kerja yaitu 25-65
tahun. Pada usia 35, kebanyakan orang memiliki episode pertama mereka kembali
sakit. Umur mempunyai hubungan yang sangat kuat dengan keluhan otot, terutama
untuk otot leher dan bahu, bahkan beberapa ahli lainnya menyatakan bahwa umur
merupakan penyebab utama terjadinya keluhan otot.
8

3. Jenis Kelamin
Jenis kelamin sangat mempengaruhi tingkat risiko keluhan otot rangka. Hal ini
terjadi karena secara fisiologis, kemampuan otot wanita lebih rendah daripada pria.
Berdasarkan beberapa penelitian menunjukkan prevalensi beberapa kasus
musculoskeletal disorders lebih tinggi pada wanita dibandingkan pada pria.
4. Kebiasaan Merokok
Beberapa penelitian telah menyajikan bukti bahwa riwayat merokok positif
dikaitkan dengan MSDs seperti nyeri pinggang, linu panggul, atau intervertebral
disc hernia. Meningkatnya keluhan otot sangat erat hubungannya dengan lama dan
tingkat kebiasaan merokok. Semakin lama dan semakin tinggi frekuensi merokok,
semakin tinggi pula tingkat keluhan otot yang dirasakan.
Meningkatnya keluhan otot sangat erat hubungannya dengan lama dan tingkat
kebiasaan merokok. Risiko meningkat 20% untuk tiap 10 batang rokok per hari.
Mereka yang telah berhenti merokok selama setahun memiliki risiko LBP sama
dengan mereka yang tidak merokok. Kebiasaan merokok akan menurunkan
kapasitas paru-paru, sehingga kemampuannya untuk mengkonsumsi oksigen akan
menurun. Bila orang tersebut dituntut untuk melakukan tugas yang menuntut
pengerahan tenaga, maka akan mudah lelah karena kandungan oksigen dalam
darah rendah.
5.

Kebiasaan Olahraga
Aerobic fitness meningkatkan kemampuan kontraksi otot. 80 %) kasus nyeri tulang
punggung disebabkan karena buruknya tingkat kelenturan (tonus) otot atau kurang
berolah raga. Otot yang lemah terutama pada daerah perut tidak mampu
menyokong punggung secara maksimal. Tingkat keluhan otot juga dipengaruhi
oleh tingkat kesegaran jasmani.

6. Tinggi badan
Walaupun pengaruhnya relatif kecil, tinggi badan merupakan faktor yang dapat
menyebabkan terjadinya keluhan otot skeletal. Penelitian Heliovaara (1987), yang
dikutip NIOSH (1997) menyebutkan bahwa tinggi seseorang berpengaruh terhadap
timbulnya herniated lumbar disc pada jenis kelamin wanita dan pria. Schierhout
(1995), menemukan bahwa pendeknya seseorang berasosiasi dengan keluhan pada
leher dan bahu.
9

Pada tubuh yang tinggi umumnya sering mengalami keluhan sakit punggung,
tetapi tubuh tinggi tak mempunyai pengaruh terhadap keluhan pada leher, bahu,
dan pergelangan tangan. Apabila diperhatikan, keluhan otot skeletal yang terkait
dengan ukuran tubuh lebih disebabkan oleh kondisi keseimbangan struktur rangka
dalam menerima beban, baik beban berat tubuh maupun beban tambahan lainnya
7. Obesitas
Berat badan yang berlebihan (overweight / obesitas) menyebabkantonus otot
abdomen lemah, sehingga pusat gravitasi seseorang akan terdorongke depan dan
menyebabkan lordosis lumbalis, akan bertambah yang kemudianmenimbulkan
kelelahan pada otot paravertebrata, hal ini merupakan resiko terjadinya LBP.11
c. Faktor Lingkungan
1. Getaran (vibrasi)
Getaran dapat didefinisikan sebagai serangkaian arus bolak balik, arus mekanis
bolak balik, dan pergerakan partikel mengitari suatu keseimbangan, merupakan
sebagian kecil yang dikemukakan. Karakteristik getaran ditinjau dari frekuensi dan
intensitas. Frekuensi getaran mengacu pada frekuensi bolak balik per detik dan
diukur dalam satuan hertz (Hz). Intensitas diukur dengan berbagai cara, seperti
puncak amplitude, kecepatan tertinggi, dan pecepatan.
Reaksi fisiologis tubuh terhadap getaran tergantung pada frekuensi dan
intensitas. Getaran juga dibedakan menjadi getaran seluruh tubuh dan getaran yang
terlokalisir. Getaran seluruh tubuh ditransmisikan ke tubuh terutama melalui
bokong, misalnya saat seorang operator menduduki tempat duduk yang bergetar.
Tetapi getaran seluruh tubuh juga dapa terjadi saat getaran memasuki tubuh melalui
lengan dan tungkai. Getaran seluruh tubuh beraibat pada seluruh tubuh dapat
bersumberdari berbagai jenis kendaraan atau peralatan berat termasuk mobil, truk,
bis,kereta api, pesawat terbang, dan mesin mesin untuk konstruksi
bangunan.Pajanan getaran setempat terutama berasal dari peralatan mesin genggam
yang bergetar.
2. Temperatur ekstrim
Temperatur yang dingin menyebabkan berkurangnya daya kerja sensortubuh, aliran
darah, kekuatan otot dan keseimbangan. Sedangkan temperatur
10

bekerja yang tinggi dapat menyebabkan pekerja cepat merasa lelah


4. Penatalaksanaan Low Back Pain
Biasanya low back pain hilang secara spontan. Kekambuhan sering terjadi karena
aktivitas yang disertai pembebanan tertentu. Penderita yang sering mengalami
kekambuhan harus diteliti untuk menyingkirkan kelainan neurologik yang mungkin tidak
jelas sumbernya. Berbagai telaah yang dilakukan untuk melihat perjalanan penyakit
menunjukkan bahwa proporsi pasien yang masih menderita low back pain selama 12
bulan adalah sebesar 62% (kisaran 42 % - 75 %), agak bertentangan dengan pendapat
umum bahwa 90% gejala low back pain akan hilang dalam 1 bulan12
Penanganan terbaik terhadap penderita LBP adalah dengan menghilangkan
penyebabnya (kausal) walaupun tentu saja pasien pasti lebih memilih untuk
menghilangkan rasa sakitnya terlebih dahulu (simptomatis). Jadi perlu digunakan
kombinasi antara pengobatan kausal dan simptomatis. Secara kausal, penyebab nyeri
akan diatasi sesuai kasus penyebabnya. Misalnya untuk penderita yang kekurangan
vitamin saraf akan diberikan vitamin tambahan. Para perokok dan pecandu alkohol yang
menderita LBP akan disarankan untuk mengurangi konsumsinya.
Pengobatan simptomatik dilakukan dengan menggunakan obat untukmenghilangkan
gejala-gejala seperti nyeri, pegal, atau kesemutan. Pada kasus LBPkarena tegang otot
dapat dipergunakan Tizanidine yang berfungsi untukmengendorkan kontraksi otot
(muscle relaxan). Untuk pengobatan simptomatislainnya kadang-kadang memerlukan
campuran antara obat-obat analgesik, antiinflamasi, NSAID, obat penenang, dan lainlain13
Apabila

dengan

tindakanfisioterapi
tulangbelakang).

pengobatan

dengan

alat-alat

Tindakan

operasi

biasa

tidak

khusus

berhasil,

maupun

mungkin

mungkin

dengan

diperlukan

traksi

apabila

diperlukan
(penarikan
pengobatan

denganfisioterapi ini tidak berhasil misalnya pada kasus HNP atau pada pengapuran
yangberat. Jadi, penatalaksanaan LBP ini memang cukup kompleks. Di samping
berobatpada spesialis penyakit saraf (neurolog), mungkin juga diperlukan berobat
kespesialis penyakit dalam (internist), bedah saraf, bedah orthopedic bahkan
mungkinperlu konsultasi pada psikiater atau psikolog. Dalam beberapa kasus, masih
banyakkasus dokter menyarankan istirahat total untuk penyembuhan kasus low back
11

pain,padahal penelitian baru menyatakan bahwa aktivitas yang kurang tidak


akanmengurangi gejala low back pain.14
Beragamnya penyebab LBP menuntut penatalaksanaan yang bervariasi pula.Meski
demikian, pada dasarnya dikenal dua tahapan terapi LBP yaitu:
a. Terapi Konservatif, yang meliputi rehat baring, medikamentosa danfisioterapi.
b. Terapi Operatif
Kedua tahapan ini memiliki kesamaan tujuan yaitu rehabilitasi.Pengobatan nyeri
punggung sangat tergantung penyebabnya. Lain penyebab,lain pula pengobatannya.
Terdapat beragam tindakan untuk nyeri punggung, dariyang paling sederhana yaitu
istirahat (bedrest), misalnya untuk kasus otot tertarikatau ligamen sprain, sampai
penanganan yang sangat canggih, seperti menggantibantal tulang belakang. Jika dengan
bedrest tidak juga sembuh, maka harusditingkatkan dengan pemeriksaan sinar X atau
dengan MRI (magnetic resonanceimaging). Setelah itu, bisa dilakukan fisioterapi,
pengobatan dengan suntikan, muscleexercise, hingga operasi. Masih ada lagi teknik
pengobatan lain, misalnya melaluipembedahan dengan endoskopi (spinal surgery),
metode pasang pen, sampai penggantian bantalan tulang.15
Mengatasi low back pain juga tidak cukup dengan obat atau fisioterapi. Halitu hanya
mengurangi nyeri, tetapi tidak menyelesaikan masalah. Penderita harusmenjalani
pemeriksaan untuk mengetahui sumber masalahnya. Penyembuhan bisamelalui
pembedahan atau latihan mengubah kebiasaan yang menyebabkan nyeri.Latihan itu
menggunakan alat-alat pelatihan medis untuk melatih otot-otot utamayang berperan
dalam menstabilkan serta mengokohkan tulang punggung.
Semua penyakit apapun jenisnya pada dasarnya dapat dicegah walaupunterkadang
timbulnya suatu penyakit adalah disebabkan lebih dari satu faktor dan adafaktor
penyebab yang tidak dapat kita kendalikan.
C. Ergonomi
1. Defenisi
Ergonomi berasal dari bahasa Yunani, ergon yang kerja dan nomos artinya peraturan
atau hukum. Sehingga secara harfiahergonomi diartikan sebagai peraturan tentang
bagaimana melakukan kerja, termasuk sikap kerja. Selanjutnya seirama dengan
perkembangan kesehatan kerja ini maka hal hal yang mengatur antara manusia sebagai
tenaga kerja dan peralatan kerja atau mesin juga berkembang menjadi cabang ilmu
tersendiri. Tujuan dari ergonomi itu sendiri adalah bagaimana mengatur kerja agar tenaga
12

kerja dapat melakukan pekerjaannya denga rasa aman, selamat, efesien, efektif dan
produktif, disamping juga rasa nyaman serta terhindar dari bahaya yang mungkin timbul
ditempat kerja.16
Dua misi pokok ergonomi, adalah :17
a. Kondisi tenaga kerja ini bukan saja aspek fisiknya (ukuran anggota tubuh : tangan,
kaki, tinggi badan) tetapi juga kemampuan intelektual atau berpikirnya. Cara
meletakkan dan penggunaan mesin otomatik dan komputerisasi di suatu pabrik
misalnya, harus disesuaikan dengan tenaga kerja yang akan mengoperasikan mesin
tersebut, baik dari segi tinggi badan dan kemampuannya dalam hal ini yang ingin di
capai oleh ergonomi adalah mencegah kelelahan tenaga kerja yang menggunakan alat
alat tersebut.
b. Apabila peralatan kerja dan manusia atau tenaga kerja tersbut sudah cocok maka
kelelahan dapat dicegah dan hasilnya lebih efisien. Hasil suatu proses kerja yang
efisien berarti memperoleh produktivitas kerja yang tinggi. Dari uraian tersebut berarti
memperoleh produktivitas kerja yang tinggi. Dari uraian tersebut di atas dapat
disimpulkan bahwa tujuan utama ergomonik adalah mencegah kecelakaan kerja dan
mencegah ketidakefisienan kerja (meningkatkan produktivitas kerja). Disamping itu,
ergomoni juga dapat mengurangi beban kerja karena apabila peralatan kerja tidak
sesuai dengan kondisi dan ukuran tubuh pekerja akan menjadi beban tambahan kerja.
Edukasi sikap duduk ergonomis saat bekerja :18
1. Sebaiknya duduk dengan punggung lurus dan bahu berada dibelakang dengan bokong
menyentuh belakangan kursi
2. Gulungan handuk kecil dapat digunakan untuk mempertahankan kurva tulang
belakang
3. Apabila tidak terdapat pendukung lumbal, dapat dilakukan dengan cara duduk di ujung
kursi dan membungkuk sempurna. Tubuh ditegakkan dan lengkungan tubuh (kurva)
dibuat sebisa mungkin, kemudian tahan beberapa detik. Setelah itu posisi tersebut
dilepaskan secara ringan (sekitar 10 derajat). Keadaan ini merupakan posisi duduk
terbaik.
4. Lutut tetap dijaga setinggi/sedikit lebih tinggi dari pinggul (penyangga kaki dapat
digunakan bila perlu)
5. Tungkai tidak menyilang
6. Kaki dijaga tetap rata dengan lantai
13

7. Hindari duduk dengan posisi yang sama lebih dari 30 menit


8. Ketinggian kursi dan tempat kerja diatur sehingga dapat duduk dekat ke pekerjaan
9. Siku dan lengan diistirahatkan pada kursi atau meja serta bahu dijaga agar tetap rileks
2. Tempat Duduk
Kriteria tempat duduk harus dibuat sedemikian rupa, sehingga orang yang bekerja dengan
duduk merasa nyaman dan otot otot menjadi lebih rileks dan tidak mengalami
penekenan penekanan pada otot, saraf, fasia dan ligamentum.Kriteria tempat duduk
yang direkomendasikan adalah sebagai berikut :
a. Tinggi alas duduk harus sedikit lebih pendek dari panjang lekuk lutut sampai ke
telapak kaki dengan ukuran antara 38 48 cm.
b. Panjang alas susuk harus labih pendek dari jarak lutut sampai garis punggung, dengan
ukuran yang disarankan adalah 36 cm.
c. Sandaran punggung bagian atas tidak melebihi tepi bawah ujung tulang belikat dan
3.

bagian bawahnya setinggi garis pinggul.


Meja Kerja
Tinggi permukaan atas meja kerja dibuat setinggi siku dan disesuaikan dengan sikap
tubuh pada waktu bekerja. Kriteria umum yang dianjurkan untuk meja kerja sebagai
berikut :
a. Bagi pekerjaan yang memerlukan kekuatan manual yang besar, atau gerakan gerakan
yang bebas, maka meja kerja dianjurkan setinggi lutut.
b. Untuk sikap berdiri ukuran tinggi meja yang diusulkan pekerjaan yang membutuhkan
ketelitian adalah 10 12 cm lebih tinggi dari siku. Sedangkan pada pekerjaan yang
memerlukan penekanan dangan tangan, tinggi meja adalah 10 12 cm lebih dari tinggi
siku.
c. Tinggi meja untuk sikap duduk yang diusulkan 54 58 cm dari permukaan daun meja
ke lantai, pada wanita ditambah lagi 2 4 cm untuk menyesuaikan dengan ketinggian
sepatu
d. Tebal daun meja dibuat sedemikian rupa agar dapat memberikan kebebasan bergerak
pada kaki
e. Permukaan meja rata dan tidak menyilaukan

14

BAB III
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
- Kepala Keluarga
- Nama
- Umur (tahun)
- Pekerjaan
- Alamat Kantor
- Alamat Rumah

: Ny.B
: Ny.B
: 48 Tahun
: Pengolahan bahan dasar kacipo
: Jl.Gowa Ria No.21 Laikang
: Jl.Gowa Ria No.21 Laikang

B. Anamnesis
1. Keluhan
Keluhan utama pasien ini adalah nyeri pinggang dan punggung bawah sejak 3 hari yang
lalu. Nyeri ini dirasakan hilang timbul sejak 10 tahun terakhir, muncul pada saat aktivitas
terlalu padat berkurang saat istirahat dan setelah minum obat penghiang nyeri. Saat
serangan nyeri datang, pasien merasa pinggang terasa kaku dan sulit digerakkan.
Pasien mengaku selama ini tidak pernah mengalami nyeri saat buang air kecil atau
nyeri pinggang yang menjalar ke perut dan rasa kesemutan yang menjalar ke kaki. Pasien
juga menyangkal jika pernah mengalami trauma atau kecelakaan sebelum mengalami
keluhan ini. Selama ini pasien jarang melakukan olahraga teratur, aktivitas sehari-hari
dirumah juga tidak terlalu berat serta tidak ada masalah yang berarti di tempat kerja
ataupun di rumah.

15

2. Riwayat Pekerjaan
Sebelumnya pasien bekerja menjadi pengolah bahan dasar kacipo selama 10 tahun yang
lalu, sejak tahun 1992 hingga 2001. Dalam sehari pasien hanya memiliki beberapa jam
istirahat.

3. Alat pelindung diri


Alat pelindung diri yang digunakan adalah masker, topi, sarung tangan, dan clemek.
4.
Riwayat penyakit
Pasien mengaku memiliki penyakit gastritis yang sudah dialami sejak masih muda.
Penyakit dalam keluarga tidak diketahui.
C. Hazard/faktor resiko
Faktor resiko timbulnya keluhan pada pasien adalah ergonomi, pasien mengaku jika
bekerja sikap duduk yang paling sering dilakukan adalah membungkuk, namun sesekali ia
mengubah sikap duduknya menjadi tegak atau bersandar di kursi.
D. Pemeriksaan Fisik
Status Present
Keadaan Umum
: Tampak baik
Kesadaran
: Compos Mentis
Tekanan darah
: 120/80 mmHg
Nadi
: 80x/menit
Pernapasan
: 20x/menit
Suhu
: 36,8oC
BB
: 56 Kg
TB
: 161 cm
IMT
: 21,62 kg/m2
Status Gizi
: Cukup

Status Generalis
16

Kepala
Bentuk

: Tidak ada kelainan

Rambut

: Tidak ada kelainan

Mata

: sklera ikterik (-/-), Konjungtiva pucat (-/-)

Telinga

: Liang lapang (+/+), serumen (-/-)

Hidung

: Deviasi septum (-), sekret (-/-)

Mulut

: Bibir lembab, sianosis (-)

Leher
Bentuk

: Simetris

Trakhea

: Di tengah

KGB

: Tidak teraba pembesaran KGB

JVP

: Tidak meningkat

Thorax
Paru
Inspeksi

: Bentuk normal, pergerakan napas simetris kanan dan kiri

Palpasi

: Fremitus vokal simestris kanan dan kiri

Perkusi

: Sonor pada kedua lapangan paru

Auskultasi

: vesikuler pada seluruh lapangan paru, rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Jantung
Inspeksi

: Iktus kordiss tidak terlihat

Palpasi

:Iktus Kordis teraba di sela iga V linea midklavikularis kiri

Perkusi

: Pekak

Auskultasi

: Bunyi Jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi

: perut datar, simetris

Palpasi

: nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba

Perkusi

: timpani, nyeri ketuk (-)

Auskultasi

: bising usus (+) normal

Ekstremitas
Superior

: Tidak ada kelainan

Inferior

: Sensibilitas (+/+),Parastesi (-/-)


17

Status Lokalis
Regio Lumbal
Inspeksi

: datar, simetris, tanda tanda radang (-), skoliosis (-), lordosis (-),
kifosis (-).

Palpasi

: Nyeri tekan (-)

Perkusi

: Nyeri ketok costovertebral angle (-)

E. Diagnosis Kerja
Low Back Pain e.c posisi tidak ergonomis
F. Penatalaksanaan
Medikamentosa :
-

Analgetik oral, dikonsumsi setelah makan dan jika nyeri


Obat H2 reseptor

G. Edukasi
a. Istirahat yang cukup
b. Melakukan olahraga secara teratur ( berenang, bersepeda atau jalan kaki)
c. Memperbaiki posisi duduk saat mengolah kacipo, yaitu sikap duduk yang tegak yang
diselingi istirahat sedikit membungkuk.
H. Prognosis
Quo ad vitam

: ad bonam

Quo ad functionam: ad bonam


Quo ad sanationam: ad bonam

BAB V
PEMBAHASAN

18

Pasien ini didiagnosis kerja dengan low back pain et causa ergonomis. Tidak ditemukan
adanya penyakit lain pada anamnesis maupun pemeriksaan fisik. Etiologi dari LBP pada pasien
ini yaitu ketegangan otot, otot-otot yang dapat terlibat antara lain musculus gluteus, muskulus
quadratus lumborum, spasme muskulus psoas mayor. Spasme ini dapat terjadi karena gerakan
pinggang yang terlalu mendadak atau berlebihan melampaui kekuatan otot-otot tersebut
Pada pasien ini dapat ditemukan sebab terjadinya penyakit akibat kerja adalah
ergonomisakibatUnsafe Action dimana pada pasien ini posisi duduk, posisi duduk yag dilakukan
saat mengolah bahan kacipo adalah membungkuk. Penelitian menunjukkan bahwa lama duduk
selama 4 jam per hari dengan sikap membungkuk merupakan faktor risiko terjadinya LBP. Jika
pasien duduk dengan sikap tegak yang diselingi istirahat sedikit membungkuk kemungkinan
nyeri pinggang. Addanya faktor usia> 40 tahun dimana bertambahnya usia, kekuatan tulang dan
elastisitas otot cenderung menurun. Discus intervertebral mulai kehilangan cairan dan
fleksibilitas, yang mengurangi kemampuan sebagai bantal.
Patofisiologi nyeri pinggang bawah terjadi karena biomekanik vertebra lumbal akibat
perubahan titik berat badan dengan kompensasi perubahan posisi tubuh dan akan menimbulkan
nyeri Keterangan (strain) otot dan keregangan (sprain) ligamentum tulang belakang merupakan
salah satu pemnyebab utama LBP Kifosis lumbal selain menyebabkan peregangan ligamentum
longitudinalios posterior, juga menyebabkan peningkatan tekanan pada diskus intervertebralis
sehingga mengakibatkan peningkatan tegangan pada bagian dari annulus posteriordan penekanan
pada nukleus pulposus.
Penelitian menunjukkan tekanan diskus lebih besar pada posisi duduk tegak (140%)
dibandingkan posisi berdiri (100%) dan menjadi lebih besar lagi pada posisi duduk dengan badan
membungkuk ke depan (190%). Keadaan ini terjadi akibat perubahan mekanisme pelvis dan
sakrum selama perpindahan dari berdiri ke duduk, yaitu: tepi atas pelvis berotasio ke belakang,
sakrum berputar menjadi tegak, kolumna vertebralis berubah dari lordosis ke posisi lurus atau
kifosis. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan pada diskus.
Edukasi yang dilakukan :
-

Istirahat yang cukup


Melakukan stretching sebelum, saat dan sesudah waktu bekerjaa. Stercting yang disarankan
untuk pekerja adalah sebagai berikut :

19

Pelvic Tilts
Berbaring telentang dengan lutut ditekuk,
tumit diatas lantai, dan berat badan
bertumpu pada tumit. Tekan punggung
kecil menghadap lantai, kerutkan bokong
(angkat sekitar setengah inci dari lantai),
dan kerutkan otot perut. Tahan posisi ini
untuk hitungan 10. ulangi 20 kali.
Abdominal Curls
Berbaring telentang dengan lutut ditekuk
dan kaki diatas lantai. Letak kan tangan
melintani dada. Mengkerutkan ototperut,
secara perlahan mengangkat bahu 10 inci
dari lantai sambil menjaga kepala belakang
(dagu seharusnya tidak menyentuh dada).
Kemudian mepaskan otot perut, secara
perlahan merendahkan bahu. lakukan 3
kali 10
Knee-to-Chest Stretch
Berbaring pada punggung dengan lutut
ditekuk dan kedua tumit pada lantai.
Ketika menjaga lutut ditekuki, letakkan
kedua tangan dibelakang salah satu lutut
dan arahkan ke dada. Tahan untuk hitungan
ke 10. Secara perlahan rendahkankan ki
dan ulangi dengan kaki yang lain. Lakukan
latihan ini 10 kali.

20

Hip and Quadriceps Stretch


Berdiri dengan salah satu kaki diatas lantai
dan lutut pada kaki yang lain ditekuk kirakira bersudut 90. Genggam didepan
pergelangan kaki pada kaki yang ditekuk
dengan tangan pada sisi yang sama.
(tangan

yang

lainnya

kemungkinan

diletakkan di belakang bangku atau pada


dinding untuk keseimbangan). Menjaga
lutut bersamaan, menekan kaki berlawanan
dengan tangan dan menjauh dari tubuh.
Tahan untuk hitunganke 10. Ulangi dengan
kaki yang lain. Lakukan olah raga ini 10
kali.

21

BAB VI
PENUTUP
A.

Kesimpulan
1. Low Back Pain pada kasus ini disebabkan oleh ketegangan otot akibat posisi duduk yang
tidak ergonomis yang terjadi selama beberapa tahun dan diperberat oleh faktor usia.
2. Penyakit akibat kerja pada pasien ini terjadi akibat unsafe action.

B. Saran
1. Memperbaiki posisi duduk saat melakukan pengolahan kacipo, yaitu sikap duduk yang
tegak yang diselingi istirahat sedikit membungkuk.
2. Melakukan pendataan terhadap pekerja yang mengalami LBP secara berkala agar dapat
dilakukan upaya pencegahan untuk mengurangi angka kesakitan.

DAFTAR PUSTAKA
22

1. Pheasant, Stephen. 1991. Ergonomics, Work, and Health. Maryland, Gaithersburg :Aspen
Publishers, Inc
2. Sumarni, Herni. Analisis Faktor Resiko Ergonomi dan Keluhan Subyektif Terhadap Resiko
Terjadinya Musculoskeletal disorders (MSDs) Pada Karyawan Bagian Produksi Seksi
Welding 2A di Plant PT.X Tahun 2008. Skripsi. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia. 2008.
3. Rachel, Sulvana. Nyeri Punggung Bawah pada Pekerja Perawatan Lapangan Golf di
Perusahan X dan Faktor faktor yang Berhubungan. Tesis. Jakarta :Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2005.
4. Sumamur PK. 1996. Higine Kesehatan dan Keselamatan Kerja. hal. 87-97. PT Toko
Jakarta: Gunung Agung
5. Basuki, Kristiawan. (2009). Analisis faktor risiko kejadian low back pain pada operator
tambang sebuah Perusahaan Tambang Nickel di Sulawesi Selatan tahun 2007-2008.
Semarang. Program Studi Magister Promosi Kesehatan.
6. Depkes RI. 2008. Pedoman Tatalaksana Penyakit Akibat Kerja Bagi Petugas Kesehatan.
Jakarta.
7. Sadeli HA, Tjahjono B. Nyeri Punggung Bawah. dalam: Nyeri Neuropatik, Patofisioloogi
dan Penatalaksanaan. Editor: Meliala L, Suryamiharja A, Purba JS, Sadeli HA. Perdossi,
2001:145-167.
8. Rumawas RT. Nyeri Pinggang Bawah (Pandangan umum). Kumpulan makalah lengkap
Kongres Nasional Perhimpunan Dokter Saraf Indonesia (PERDOSSI). Palembang, 8-12
Desember 1996
9. Wheeler AH, Stubbart JR. Pathophysiology of Chronic Back Pain. (Cited Jan 2004)
Available from: URL http://www.emedicine.com/neuro/topic516.htm.
10. Jannis J. 2000. Pathophysiology event on Low Back Pain. Jakarta : Bagian Neurologi
FKUI/RSUPN-CM;2 Oktober 2000. dalam pertemuan PERDOSSIJAYA.

23

11. Sunarto. Latihan pada Penderita Nyeri Punggung Bawah. Medika Jelita Jakarta Edisi
III/406.054. 2005.
12. Manek, Nisha dan Mac Gregor. Epydemiology of Back Disorder : Prevalence, Risk
Factors and Prognosis. Curr Opin Rheumatol. 2005 ; 17(2) : 134-140.2005 Lippincot
Williams & Wilkins.
13. Deyo, Richard and James, Weinstein. Low Back Pain. New England Journal Med. Vol 344
No. 5. 2001.
14. Zanni, Guido dan Jeannette, Wick. Low Back Pain : Eliminating Myths and Elucidating
Realities. J. Am Pharm Assoc 43(3):357-352. 2003 American Pharmaceutical
Association.
15. Murtagh, John. Low Back Pain in : General Pratice. Third Edition. The McGrawHillCompanies. Australia. 2003
16. Notoatmodjo S. (2002). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta

24

Anda mungkin juga menyukai