Anda di halaman 1dari 46

REFERAT DAN LAPORAN KASUS

DIARE AKUT
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF ILMU KESEHATAN ANAK
RUMAH SAKIT BAYUKARTA KARAWANG
Nama Mahasiswa/ NIM

: Yusta Wetri Handayani/ 112013187


Liana Herdita Santoso / 112013099
Christian Salim / 112013296
Ritan Yapnita / 112013189
Jacob Benedick Sirait / 112013300
Eltari Sisvonny Saragih / 112013273

Dokter Pembimbing

: dr. Dwi Haryadi, S.PA

tanda tangan:

I. IDENTITAS PASIEN
Nama

: An. T

Tanggal Lahir

: Karawang, 16 januari 2014

Umur

: 11 bulan 20 hari

Jenis kelamin

: laki-laki

Alamat

: Jl. Perum Buana Asri blok Palumbonsari Karawang timur. Karawang

Agama

: Islam

Suku bangsa

: Sunda

Pendidikan

:-

Tanggal masuk RS : 5 januari 2015 pukul 01.54 WIB


1

II. IDENTITAS ORANG TUA


Ayah

Ibu

Nama

: Tn. A

Nama

: Ny. F

Umur

: 33 tahun

Umur

: 32 tahun

Agama

: Islam

Agama

: Islam

Pendidikan

: STM

Pendidikan

: SMA

Pekerjaan

: Karyawan

Pekerjaan

: Ibu rumah tangga

III. ANAMNESIS
Alloanamnesis (dengan ibu pasien) pada tanggal 5 januari 2015 pukul 01.54 WIB
Keluhan Utama

: mencret

Riwayat Penyakit Sekarang : Os datang dengan BAB cair sejak 3 hari SMRS. BAB
hari ini lebih kurang 10 kali. BAB dengan konsistensi cair, terdapat ampas berwarna
hijau, tidak ada lendir, tidak ada darah. Os juga muntah sejak 3 hari yang lalu. Muntah
hari ini lebih kurang 10 kali. Muntah berupa makanan yang dimakan. Badan os juga
terasa panas sejak 3 hari yang lalu. Demam dirasakan secara terus menerus. Selama 3
hari ini nafsu makan os juga terlihat menurun.keluhan disertai batuk berdahak, 1
bulan. dahak jarang keluar, dahak berwarna hijau. Batuk disertai pilek. Ingus berwarna
hijau. Terdapat mual. BAK lancar.
Riwayat Pengobatan: Os pernah dibawa ke klinik, namun tidak terlihat perbaikan
yang berarti.
Riwayat Penyakit Dahulu : kejang Demam
Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada anggota keluarga pasien yang sakit seperti
ini saat ini.
Riwayat Kehamilan dan Kelahiran

Kehamilan
Perawatan antenatal : Teratur, trimester I tidak pernah kontrol, trimester II 3x, trimester
III 4x
Penyakit selama kehamilan : Tidak ada

Kelahiran
Tempat kelahiran

: Rumah Sakit

Penolong persalinan

: Bidan

Cara persalinan

: Spontan, dengan KPD

Masa gestasi

: 40 minggu

Keadaan bayi

Berat badan lahir

: 3200 gram

Panjang badan lahir : 49 cm


Sianosis

: (-)

Ikterik

: (-)

Kejang

: (-)

Kelainan bawaan

: Tidak ada

Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan :


Kepala tegak

: -

Duduk

: 7 bulan

Merangkak

: 7 bulan

Berdiri

: 8 bulan

Berjalan dengan bantuan

: 11 bulan

Riwayat Imunisasi

No
.
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Vaksin
BCG
Hepatitis B
Polio
DPT
Campak
HiB
MMR
Tifoid
Hepatitis A

Dasar (Usia)
1 bulan
0 bulan
0 hari
2 bulan
9 bulan
Belum
Belum
Belum
Belum

1 bulan
2 bulan
4 bulan

6 bulan
4 bulan
6 bulan

6 bulan

10

Varisela

Kesimpulan

Belum
: Imunisasi dasar sudah lengkap

Riwayat Nutrisi :
ASI eksklusif

: 0 - 6 bulan + 6 11 bulan

Susu

: -

Bubur saring

: 7 11 bulan

Makanan padat

: 11 bulan sampai sekarang, 3 kali sehari, dihabiskan

Kesan : kuantitas baik, kualitas cukup


IV. PEMERIKSAAN FISIS
Pada tangggal 31 Oktober 2014 jam 05 : 15 WIB
Status Generalis

Keadaan umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: compos mentis

Tanda vital

: - Frekuensi nadi

: 100 x / menit

- Frekuensi napas

: 30 x / menit

- Suhu aksila

: 37,8 0C

Data Antropometri

Berat badan

: 8 kg

Panjang badan

: 82 cm

Kesan : Status gizi kurang (-3SD)

Pemeriksaan Sistematis

Kepala

: Bentuk normal ; rambut hitam terdistribusi merata, tidak


4

mudah dicabut, tidak mudah patah.

Mata

: Bentuk normal, palpebra superior dan inferior cekung (-),


kedudukan bola mata dan alis mata simetris, konjungtiva
tidak pucat, sklera tidak ikterik, kornea jernih, pupil bulat
dan isokor, diameter 3 mm, refleks cahaya +/+.

Telinga: Bentuk telinga kiri normal, liang telinga lapang, sekret tidak ada.
Bentuk telinga kanan terdapat kelainan kongenital daun telinga,
liang telinga sempit, sulit dinilai.

Hidung

Mulut

: Bentuk normal, deviasi septum tidak ada, sekret +/+.


: Bentuk normal, lidah tidak kotor, bibir kering, mukosa bibir lembab
perioral cyanosis tidak ada, tonsil T1-T1, faring hiperemis (-)

Leher

Toraks :

: Bentuk normal, kelenjar getah bening tidak teraba membesar

Paru-paru
- Inspeksi
- Palpasi

: Tampak simetris dalam keadaan statis dan dinamis


: vocal fremitus simetris kanan dan kiri, tidak tampak gerakan napas
tertinggal

- Perkusi

: Sonor pada kedua lapang paru.

- Auskultasi

: Suara napas vesikuler, ronki basah kasar -/-, wheezing -/-.

Jantung
- Inspeksi

: tampak pulsasi iktus kordis pada ICS 4, 1 jari ke lateral dari

midclav

- Palpasi

: Tidak dilakukan

- Perkusi

: Tidak dilakukan

- Auskultasi

: Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

- Inspeksi

: Datar, tidak tampak benjolan dan tidak ada gambaran vena

- Auskultasi

: Bising usus (+) meningkat

- Palpasi

: Supel , hepar dan lien tidak teraba membesar , nyeri tekan pada
epigastrium (-), turgor kulit menurun (+)

- Perkusi

: Timpani

Ekstremitas

Tonus : normotonus
Kekuatan :
+5

+5

+5

+5

Edema :

Cyanosis :
-

Akral hangat :
+

Kulit

: Warna sawo matang

V. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Laboratorium RS Bayukarta tanggal 19 Oktober 2014 pukul 21.07 WIB
Hematologi :
a.
b.
c.
d.

Hb : 11,8 g/dL
Trombosit : 448.000 L
Ht : 37 %
Leukosit : 12.500 L
6

e. Hitung Jenis :
1. Basofil : 0
2. Eosinofil : 0
3. Batang : 0
4. Segmen : 40
5. Limfosit : 54
6. Monosit : 6
f. Nilai Eritrosit Rata-rata
1. VER (MCV)
: 70,3
2. HER (MCH)
: 22,6
3. KHER (MCHC) : 32,2
Gula Darah Sewaktu: 82 mg/dL
VI. DIAGNOSIS KERJA
Diare akut dengan dehidrasi sedang
Diare akut dengan dehidrasi ringan-sedang
Dasar diagnosis :
-

Anamnesis :

BAB 10 kali/hari, cair, warna


hijau, tidak ada lendir dan
darah, tidak berbau amis

Banyak minum air (haus)

Saat menangis, air mata yang

keluar sedikit
Pemeriksaan fisik :

Pasien gelisah

Turgor kulit menurun

VII`. DIAGNOSIS BANDING

Tidak ada
VIII. RESUME
Seorang anak laki-laki berusia 11 bulan 20 hari datang ke IGD RS Bayukarta
dengan keluhan sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mencret 10 dalam 1
hari.BAB berwarna hijau, air lebih banyak dari ampas, tidak ada lendir dan darah, tidak
ada busa , tidak bau amis. Pasien juga muntah 10x, isi makanan yang dimakan
bercampur air, setiap kali makan namun tidak menyemprot, darah tidak ada, masih
mau minum dan banyak minum, tidak ada demam, tidak kejang. Pasien juga demam
sejam 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam terus menerus. Keluhan disertai
batuk, pilek sudah 1 bulan.
Riwayat penyakit dahulu : kejang demam
Riwayat kehamilan dan persalinan : tidak ada gangguan
Riwayat pertumbuhan dan perkembangan : tidak ada gangguan
Riwayat imunisasi : imunisasi dasar cukup baik.
Riwayat makan : kualitas dan kuantitas cukup baik
PEMERIKSAAN FISIS
Status Generalis

Keadaan umum

: Tampak sakit sedang

Tanda vital

: - Frekuensi nadi
- Frekuensi napas

: 30 x / menit

- Suhu aksila

: 37,8 0C

- Berat badan

: 100 x / menit

: 8 kg

Data Antropometri : Kesan gizi kurang

Abdomen : Bising usus + meningkat

Kulit : turgor kulit menurun

Laboratorium :

Hb : 11,8 g/dL
Leukosit : 12.500 L
Trombosit : 448.000 L
Ht : 37 %
IX. ANJURAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
-

Pemeriksaan Feses

Elektrolit (Kalium).

X. PENATALAKSANAAN
Untuk penatalaksanaan diare akut dengan dehidrasi ringan-sedang menggunakan rencana
terapi B. Namun jika tidak berhasil dapat dilakukan rencana terapi C.
1.

Pada 3 jam pertama beri anak larutan oralit dengan perkiraan jumlah sesuai dengan

berat badan anak. (dalam kasus ini berikan 600 ml dalam waktu 3 jam pertama).
2. Tunjukan pada ibu cara memberi larutan oralit pada anak, satu sendok teh setiap 12 menit jika anak berumur dibawah 2 tahun; dan pada anak yang lebih besar berikan
minuman oralit lebih sering dengan menggunakan cangkir.
3. Lakukan pemeriksaan rutin jika timbul masalah;
- Jika anak muntah, tunggu 10 menit; lalu beri larutan oralit lebih lambat
4.
5.

(misalnya 1 sendok setiap 2-3 menit)


Jika kelopak mata anak bengkak, hentikan pemberian oralit dan eri

minum air matang atau ASI.


Nasihati ibu untuk terus menyusui anak kapan pun anaknya mau.
Jika ibu tidak dapat tinggal di klinik hingga 3 jam, tunjukkan pada ibu cara
menyiapkan larutan oralit dan beri beberapa bungkus oralit secukupnya kepada ibu
agar bisa menyelesaikan rehidrasi di rumah ditambah untuk rehidrasi dua hari

berikutnya.
6. Nilai kembali anak setelah 3 jam untuk memeriksa tanda dehidrasi yang terlihat
sebelumnya.
- Jika terjadi dehidrasi, ajari ibu empat aturan untuk perawatan di rumah.
a. Beri cairan tambahan
b. Beri tablet zinc selama 10 hari
c. Lanjutkan pemberian minum/makan
d. Kunjungan ulang jika terdapat tanda berikut ini:
i)
Anak tidak bisa atau malas minum atau menyusu
ii)
Kondisi anak memburuk
iii)
Anak demam
9

7.

iv)
Terdapat darah dalam tinja
Jika anak masih mengalami dehidrasi sedang/ ringan, ulangi pengobatan untuk 3
jam berikutnya dengan larutan oralit, seperti di atas dan mulai beri anak makanan,

susu atau jus dan berikan ASI sesering mungkin.


8. Jika timbul dehidrasi berat lanjutkan dengan rencana terapi C.
9. Meskipun belum terjadi dehidrasi berat, namunbila anak sama sekali tidak bisa
minum oralit, misalnya karena anak muntah profus. Dapat diberikan infus 70
ml/kgBB (dalam kasus ini berikan RL 8 tetes per menit).
10. Periksa kembali anak setiap 1-2 jam.
11. Juga beri oralit (40 ml /jam) segera setelah anak mau minum.
12. Periksa kembali bayi 6 jam atau anak sesudah 3 jam. Klasifikasikan dehidrasi.
Kemudian pilih rencana terapi yang sesuai untuk melanjutkan penganganan.
EDUKASI
-

Menjaga kebersihan lingkungan rumah


Menjaga kebersihan diri (mencuci tangan sebelum makan dan setelah
buang air besar)

XI. PROGNOSIS
Ad vitam

: bonam

Ad functionam : bonam
Ad sanationam : bonam

10

Tinjauan Pustaka
Definisi Diare Akut
Diare akut adalah buang air besar yang terjadi pada bayi atau anak dengan frekuensi 3
kali atau lebih per hari, disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair, dengan atau tanpa
lendir dan darah yang berlangsung kurang dari 1 minggu.
Pada bayi yang minum ASI sering frekuensi buang air besarnya lebih dari pada 3-4
kali sehari, keadaan ini tidak dapat disebut diare, melainkan masih bersifat fisiologis atau
normal,. Selama berat berat badan bayi meningkat normal, hal tersebut tidak tergolong
diare, tetapi merupakan intoleransi laktosa sementara akibat belum sempurnanya
perkembangan saluran cerna. Untuk bayi yang minum ASI secara eksklusif definisi diare
yang praktis adalah meningkatnya frekuensi buang air besar atau konsistensinya menjadi
cair yang menurut ibunya abnormal atau tidak seperti biasanya. Kadang-kadang pada
seorang anak buang air besar kurang dari 3 kali per hari, tetapi konsistensinya cair, keadaan
ini sudah dapat disebut diare.1,2
Epidemiologi
Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang termasuk
di Indonesia dan merupakan salah satu penyebab kematian dan kesakitan tertinggi pada
anak, terutama usia di bawah 5 tahun. Di dunia, sebanyak 6 juta anak meninggal tiap
tahunnya karena diare dan sebagian besar kejadian tersebut terjadi di negara berkembang.
Sebagai gambaran 17% kematian anak di dunia disebabkan oleh diare sedangkan di

11

Indonesia, hasil Riskesdas 2007 diperoleh diare masih merupakan penyebab kematian bayi
yang terbanyak yaitu 42%, dibanding pneumonia 24%, dan untuk golongan 1 4 tahun
kematian karena diare mencapai 25,2% dibanding pneumonia yang hanya 15,5%.1
Etiologi
Pada saat ini, dengan kemajuan di bidang laboratorium kuman-kuman patogen telah
dapat diidentifikasikan dari penderita diare sekitar 80% pada kasus yang datang di sarana
kesehatan dan sekitar 50% kasus ringan di masyarakat. Pada saat ini telah dapat
diidentifikasikan tidak kurang dari 25 jenis mikroorganisme yang dapat menyebabkan diare
pada anak dan bayi. Penyebab infeksi pertama timbulnya diare umumnya adalah golongan
virus, bakteri dan parasit. Dua tipe dasar dari diare akut oleh karena infeksi adalah non
inflammatory dan inflammatory.2-4
Beberapa penyebab diare akut dapat menyebabkan diare pada manusia adalah sebagai
berikut :8
Golongan bakteri
1. Aeromonas
2. Bacillus cereus
3. Campylobacter jejuni
4. Clostridium perfringens
5. Clostridium defficile
6. Escherichia coli
7. Plesiomonas shigeloides
8. Salmonella
9. Shigella
10. Staphylococcus aureus
11. Vibrio cholera
12. Vibrio parahaemolyticus
13. Yersinia enterocolitica

Golongan virus
1. Astrovirus
2. Calcivirus (Norovirus,
Sapovirus)
3. Enteric adenovirus

Golongan parasit
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Balantidium coli
Blastocystis homonis
Cryptosporidium parvum
Entamoeba histolytica
Giardia lamblia
Isospora belli
Strongyloides stercoralis
Trichuris trichiura

4. Coronavirus
5. Rotavirus
6. Norwalk virus
7. Herpes simplex virus

12

8. Cytomegalovirus

Disamping itu, penyebab diare non infeksi yang dapat menimbulkan diare pada anak
antara lain :3
Kesulitan makan
Defek Anatomis :
-

Malrotasi
Penyakit Hirchsprung
Short bowel syndrome
Atrofi mikrovilli
Striktur

Malabsorpsi
-

Defisiensi disakaridase
Malabsorpsi glukosa-galaktosa
Cystic fibrosis
Cholestosis
Penyakit Celiac

Endokrinopati
-

Thyrotoksikosis
Penyakit Addison
Sindroma Adrenogenital

Keracunan makanan
-

Logam berat
Mushrooms

Neoplasma
-

Neuroblastoma
Phaeochromocytoma
Sindroma Zollinger Ellison

Lain-lain :
-

Infeksi non gastrointestinal


Alergi susu sapi
Penyakit Crohn
Defisiensi imun
Colitis ulserosa
13

Gangguan motilitas usus


Pellagra

Cara penularan
Cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal-oral yairu melalui makanan atau
minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung tangan dengan penderita
atau barang-barang yang telah tercemar tinja penderita atau tidak langsung melalui lalat.
Secara ringkasnya, penularan bisa melalui 4F = finger, flies, fluid, field.6,8
Faktor risiko
Faktor risiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antara lain :

tidak memberikan ASI secara penuh untuk anak 4-6 bulan pertama kehidupan

bayi
tidak memadainya penyediaan air bersih
pencemaran air oleh tinja
kurangnya sarana kebersihan (MCK)
kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk
penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak higienis
cara penyapihan yang tidak baik

Selain hal-hal tersebut, beberapa faktor pada penderita dapat meningkatkan


kecenderungan untuk dijangkiti diare antara lain : gizi buruk, imunodefisiensi,
berkurangnya keasaman lambung, menurunnya motilitas usus, menderita campak dalam 4
minggu terakhir dan faktor genetik.8
Faktor umur
Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insidensi
tertinggi terjadi pada kelompok umur 6-11 bulan pada saat diberikan makanan pendamping
ASI. Pola ini menggambarkan kombinasi efek penurunan kadar antibodi ibu, kurangnya
kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang mungkin terkontaminasi bakteri tinja dan
kontak langsung dengan tinja manusia atau binatang pada saat bayi mulai, merangkak.
Kebanyakan enteropatogen merangsang paling tidak sebagian kekebalan melawan infeksi

14

atau penyakit yang berulang, yang membantu menjelaskan menurunnya insiden penyakit
pada anak yang lebih besar dan pada orang dewasa.1,4
Infeksi asimtomatik
Sebagian besar infeksi usus bersifat asimtomatik dan proporsi asimtomatik ini
meningkat setelah umur 2 tahun dikarenakan pembentukan imunitas aktif. Pada infeksi
asimtomatik yang mungkin berlangsung beberapa hari atau minggu, tinja penderita
mengandung virus, bakteri atau kista protozoa yang infeksius. Orang dengan infeksi
asimtomatik berperan penting dalam penyebaran banyak enteropatogen tertutama bila
mereka tidak menyadari adanya infeksi, tidak menjaga kebersihan dan berpindah-pindah
dari satu tempat ke tempat yang lain.6
Faktor musim
Variasi pola musiman diare dapat terjadi menurut letak geografis. Di daerah
subtropik, diare karena bakteri lebih sering terjadi pada musim panas, sedangkan diare
karena virus terutama rotavirus puncaknya terjadi sepanjang tahun dengan peningkatan
sepanjang musim kemarau, sedangkan diare karena bakteri cenderung meningkat pada
musim hujan.3
Epidemi dan pandemi
Vibro cholera 0.1 dan Shigella dysentriae 1 dapat menyebabkan epidemi dan pandemi
yang mengakibatkan tingginya angka kesakitan dan kematian pada semua golongan usia.
Sejak tahun 1961, kolera yang disebabkan oleh V. cholera 0.1 biotipe Eltor telah menyebar
ke negara-negara di Afrika, Amerika Latin, Asia, Timur Tengah dan di beberapa daerah di
Amerika Utara dan Eropa. Dalam kurun waktu yang sama Shigella dysentriae tipe 1
menjadi penyebab wabah yang besar di Amerika Tengah dan terakhir di Afrika Tengah dan
Asia Selatan. Pada akhir tahun 1992, dikenal strain baru Vibrio cholera 0139 yang
menyebabkan epidemi di Asia dan lebih dari 11 negara mengalami wabah. 2
Patofisiologi
Mekanisme terjadinya diare yang akut maupun yang kronik dapat dibagi menjadi kelompok
osmotik, sekretorik, eksudatif dan gangguan motilitas. Diare osmotik terjadi bila ada bahan

15

yang tidak dapat diserap meningkatkan osmolaritas dalam lumen yang menarik air dari
plasma sehingga terjadi diare. Contohnya adalah malabsorbsi karbohidrat akibat defisiensi
laktase atau akibat garam magnesium.
Diare sekretorik bila terjadi gangguan transport elektrolit baik absorbsi yang berkurang
ataupun sekresi yang meningkat. Hal ini dapat terjadi akibat toksin yang dikeluarkan
bakteri misalnya toksin kolera atau pengaruh garam empedu, asam lemak rantai pendek,
atau laksantif non osmotik. Beberapa hormon intestinal seperti gastrin vasoactive intestinal
polypeptide (VIP) juga dapat menyebabkan diare sekretorik.
Diare eksudatif, inflamasi akan mengakibatkan kerusakan mukosa baik usus halus maupun
usus besar. Inflamasi dan eksudasi dapat terjadi akibat infeksi bakteri atau bersifat non
infeksi seperti gluten sensitive enteropathy, inflamatory bowel disease (IBD) atau akibat
radiasi.
Kelompok lain adalah akibat gangguan motilitas yang mengakibatkan waktu transit usus
menjadi lebih cepat. Hal ini terjadi pada keadaan tirotoksikosis, sindroma usus iritabel atau
diabetes melitus.
Diare dapat terjadi akibat lebih dari satu mekanisme. Pada infeksi bakteri paling tidak ada
dua mekanisme yang bekerja peningkatan sekresi usus dan penurunan absorbsi di usus.
Infeksi bakteri menyebabkan inflamasi dan mengeluarkan toksin yang menyebabkan
terjadinya diare. Infeksi bakteri yang invasif mengakibatkan perdarahan atau adanya
leukosit dalam feses.
Pada dasarnya mekanisme terjadinya diare akibat kuman enteropatogen meliputi
penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan mukosa, invasi mukosa,
dan produksi enterotoksin atau sitotoksin. Satu bakteri dapat menggunakan satu atau lebih
mekanisme tersebut untuk dapat mengatasi pertahanan mukosa usus.4-6
Adhesi
Mekanisme adhesi yang pertama terjadi dengan ikatan antara struktur polimer fimbria atau
pili dengan reseptor atau ligan spesifik pada permukaan sel epitel. Fimbria terdiri atas lebih

16

dari 7 jenis, disebut juga sebagai colonization factor antigen (CFA) yang lebih sering
ditemukan pada enteropatogen seperti Enterotoxic E. Coli (ETEC)
Mekanisme adhesi yang kedua terlihat pada infeksi Enteropatogenic E.coli (EPEC), yang
melibatkan gen EPEC adherence factor (EAF), menyebabkan perubahan konsentrasi
kalsium intraselluler dan arsitektur sitoskleton di bawah membran mikrovilus. Invasi
intraselluler yang ekstensif tidak terlihat pada infeksi EPEC ini dan diare terjadi akibat
shiga like toksin.
Mekanisme adhesi yang ketiga adalah dengan pola agregasi yang terlihat pada jenis kuman
enteropatogenik yang berbeda dari ETEC atau EHEC. 7
Invasi
Kuman Shigella melakukan invasi melalui membran vasolateral sel epitel usus. Di dalam
sel terjadi multiplikasi di dalam fagosom dan menyebar ke sel epitel sekitarnya. Invasi dan
multiplikasi intraselluler menimbulkan reaksi inflamasi serta kematian sel epitel. Reaksi
inflamasi terjadi akibat dilepaskannya mediator seperti leukotrien, interleukin, kinin, dan
zat vasoaktif lain. Kuman Shigella juga memproduksi toksin shiga yang menimbulkan
kerusakan sel. Proses patologis ini akan menimbulkan gejala sistemik seperti demam, nyeri
perut, rasa lemah, dan gejala disentri. Bakteri lain bersifat invasif misalnya Salmonella. 7,8
Sitotoksin
Prototipe kelompok toksin ini adalah toksin shiga yang dihasilkan oleh Shigella dysentrie
yang

bersifat

sitotoksik.

Kuman

lain

yang

menghasilkan

sitotoksin

adalah

Enterohemorrhagic E. Coli (EHEC) serogroup 0157 yang dapat menyebabkan kolitis


hemoragik dan sindroma uremik hemolitik, kuman EPEC serta V. Parahemolyticus. 6
Enterotoksin
Prototipe klasik enterotoksin adalah toksin kolera atau Cholera toxin (CT) yang secara
biologis sangat aktif meningkatkan sekresi epitel usus halus. Toksin kolera terdiri dari satu
subunit A dan 5 subunit B. Subunit A1 akan merangsang aktivitas adenil siklase,
meningkatkan konsentrasi cAMP intraseluler sehingga terjadi inhibisi absorbsi Na dan
klorida pada sel vilus serta peningkatan sekresi klorida dan HCO3 pada sel kripta mukosa
usus.

17

ETEC menghasilkan heat labile toxin (LT) yang mekanisme kerjanya sama dengan CT
serta heat Stabile toxin (ST).ST akan meningkatkan kadar cGMP selular, mengaktifkan
protein kinase, fosforilasi protein membran mikrovili, membuka kanal dan mengaktifkan
sekresi klorida.7,8
Mekanisme diare
Secara umum, diare disebabkan 2 hal yaitu gangguan pada proses absorbsi atau
sekresi. Terdapat beberapa pembagian diare :1,2,6
1.
2.

a.
b.

Pembagian diare menurut etiologi


Pembagian diare menurut mekanismenya yaitu
gangguan absorbsi
gangguan sekresi
Pembagian diare menurut lamanya diare
Diare akut yang berlangsung kurang dari 14 hari
Diare kronik yang berlangsung lebih dari 14 hari

c.

dengan etiologi non-infeksi


Diare persisten yang berlangsung lebih dari 14 hari

a.
b.
3.

dengan etiologi infeksi


Kejadian diare secara umum terjadi dari satu atau beberapa mekanisme yang saling
tumpang tindih. Menurut mekanisme diare maka dikenal :
Diare akibat gangguan absorpsi yaitu volume cairan yang berada di kolon lebih besar
daripada kapasitas absorpsi. Disini diare dapat terjadi akibat kelainan di usus halus,
mengakibatkan absorpsi menurun atau sekresi yang bertambah. Apabila fungsi usus halus
normal, diare dapat terjadi akibat absorpsi di kolon menurun atau sekresi di kolon
meningkat. Diare dapat juga dikaitkan dengan gangguan motilitas, inflamasi, dan
imunologi.
1. Gangguan absorpsi atau diare osmotik
Secara umum terjadi penurunan fungsi absorpsi oleh berbagai sebab seperti celiac
sprue atau karena :
a. mengonsumsi magnesium hidroksida
b. defisiensi sukrase-isomaltase adanya laktase defisien pada anak yang lebih besar

18

c. adanya bahan yang tidak diserap, menyebabkan bahan intraluminal pada usus
halus bagian proksimal tersebut bersifat hipertonis dan menyebabkan
hiperosmolaritas. Akibat perbedaan tekanan osmose anatara lumen usus dan
darah maka pada segmen usus jejenum yang bersifat permeabel, air akan
mengalir ke arah lumen jejenum, sehingga air akan banyak terkumpul air dalam
lumen usus. Natrium akan mengikuti masuk ke dalam lumen, dengan demikian
akan terkumpul cairan intraluminal yang besar dengan kadar natrium yang
normal. Sebagian kecil cairan ini akan diabsorpsi kembali, akan tetapi lainnya
akan tetap tinggal di lumen oleh karena ada bahan yang tidak dapat diserap
seperti Mg, glukosa, sukrosa, laktosa, maltosa di segmen ileum dan melebihi
kemampuan absorpsi kolon, sehingga terjadi diare. Bahan-bahan seperti
karbohidrat dari jus buah, atau bahan yang mengandung sorbitol dalam jumlah
berlebihan, akan memberikan dampak yang sama.
2. Malabsorpsi umum
Keadaan seperti short bowel syndrome, celiac, protein, peptida, tepung, asam amino
dan monosakarida mempunyai peran pada gerakan osmotik pada lumen usus.
Kerusakan sel (yang secara normal akan menyerap Na dan air) dapat disebabkan
virus atau kuman, seperti Salmonella, Shigella, atau Campylobacter. Sel tersebut
juga dapat rusak karena inflammatory bowel disease idiopatik, akibat toksin atau
obat-obat tertentu. Gambaran karakteristik penyakit yang menyebabkan malabsorbsi
usus halus adalah atropi villi. Lebih lanjut, mikroorganisme tertentu (bakteri tumbuh
lampau, giardiasis, dan enteroadheren E. coli) menyebabkan malabsorbsi nutrien
dengan merubah faal membran brush border tanpa merusak susunan anatomi
mukosa. Maldigesti protein lengkap, karbohidrat dan trigliserid diakibatkan
insufisiensi eksokrin pankreas menyebabkan malabsorbsi yang signifikan dan
mengakibatkan diare osmotik.
Gangguan atau kegagalan ekskresi pankreas menyebabkan kegagalan pemecahan
kompleks protein, karbohidrat, trigliserid selanjutnya menyebabkan maldigesti,
malabsorpsi dan akhirnya menyebabkan diare osmotik. Steatorrhe berbeda dengan
malabsorpsi protein dan karbohidrat dengan asam lemak rantai panjang

19

intraluminal, tidak menyebabkan diare osmotik, tetapi juga menyebabkan pacuen


sekresi Cl- sehingga diare tersebut dapat disebabkan malabsorpsi karbohidrat oleh
karena kerusakan difus mukosa usus, defisiensi sukrosa, isomaltosa dan defisiensi
kongenital laktase, pemberian obat pencahar; laktulose, pemberian Mg hidroksida
(misalnya susu Mg), malabsorpsi karbohidrat yang berlebihan pada hipermotilitas
pada kolon iritabel. Mendapat cairan hipertonis dalam jumlah besar dan cepat,
menyebabkan kekambuhan diare. Pemberian makan/minum yang tinggi KH, setelah
mengalami

diare,

menyebabkan

kekambuhan

diare.

Infeksi

virus

yang

menyebabkan kerusakan mukosa sehingga menyebabkan gangguan sekresi enzim


laktase, meyebabkan gangguan absorpsi nutrisi laktose.
3. Gangguan sekresi atau diare sekretorik
Hiperplasia kripta
Teoritis adanya hiperplasia kripta akibat penyakit apapun, dapat menyebabkan
sekresi intestinal dan diare. Pada umumnya penyakit ini menyebabkan atrofi villi.
Luminal secretagogues
Dikenal 2 bahan yang menstimulasi sekresi lumen yaitu enterotoksin bakteri dan
bahan kimia yang dapat menstimulasi seperti laksansia, garam empedu bentuk
dihydroxy, serta asam lemak rantai panjang.
Toksin penyebab diare ini terutama bekerja dengan cara meningkatkan konsentrasi
intrasel cAMP, cGMP atau Ca++ yang selanjutnya akan mengaktifkan protein kinase.
Pengaktifan protein kinase akan menyebabkan fosforilasi membran protein sehingga
mengakibatkan perubahan saluran ion, akan menyebabkan Cl- di kripta keluar. Di
sisi lain terjadi peningkatan pompa natrium, dan natrium masuk ke dalam lumen
usus bersama Cl-.
Bahan laksatif dapat menyebabkan bervariasi efek pada aktivitas NaK-ATPase.
Beberapa diantaranya memacu peningkatan kadar cAMP intraseluler, meningkatkan
permeabilitas intestinal dan sebagian menyebabkan kerusakan sel mukosa.
Beberapa obat menyebabkan sekresi intestinal. Penyakit malabsorpsi seperti reseksi
ileum dan penyakit Crohn dapat menyebabkan kelainan sekresi seperti
menyebabkan peningkatan konsentrasi garam empedu, lemak.
Blood-Borne Secretagogues
20

Diare sekretorik pada anak-anak di negara berkembang, umumnya disebabkan


enterotoksin E. coli dan Cholera. Berbeda dengan negara berkembang, di negara
maju, diare sekretorik jarang ditemukan, apabila ada kemungkinan disebabkan pbat
atau tumor seperti ganglioneuroma atau neuroblastoma yang menghasilkan hormon
seperti VIP. Pada orang dewasa, diare sekretorik berat disebabkan neoplasma
pankreas, sel non-beta yang menghasilkan VIP, Polipeptida pankreas, hormon
sekretorik lainnya (sindroma watery diarrhea hypokalemia achlorhydria (WDHA).
Diare yang disebabkan tumor ini termasuk jarang. 5 Semua kelainan mukosa usus,
berakibat sekresi air dan mineral berlebihan pada vilus dan kripta serta semua
enterosit terlibat dan dapat terjadi mukosa usus dalam keadaan normal.
4. Diare akibat gangguan peristaltik
Meskipun motilitas jarang menjadi penyebab utama malabsorbsi, tetapi perubahan
motilitas mempunyai pengrauh terhadap absorbsi. Baik peningkatan ataupun
penurunan motilitas, keduanya dapat menyebabkan diare. Penurunan motilitas dapat
mengakibatkan bakteri tumbuh lampau yang menyebabkan diare. Perlambatan
transit obat-obatan atau nutrisi akan meningkatkan absorbsi. Kegagalan motilitas
usus yang berat menyebabkan stasis intestinal berakibat inflamasi, dekonjugasi
garam empedu dan malabsorbsi. Diare akibat hiperperistaltik pada anak jarang
terjadi. Watery diare dapat disebabkan karena hipermotilitas pada kasus kolon
iritabel pada bayi. Gangguan motilitas mungkin merupakan penyebab diare pada
thyrotoksikosis, malabsorbsi asam empedu dan berbagai penyakit lain.
5. Diare inflamasi
Proses inflamasi di usus halus dan kolon menyebabkan diare pada beberapa
keadaan. Akibat kehilangan sel epitel dan kerusakan tight junction, tekanan
hidrostatik dalam pembuluh darah dan limfatik menyebabkan air, elektrolit, mukus,
protein dan seringkali sel darah merah dan sel darah putih menumpuk dalam lumen.
Biasanya diare akibat inflamasi ini berhubungan dengan tipe diare lain seperti diare
osmotik dan diare sekretorik.
Bakteri enteral patogen akan mempengaruhi struktur dan fungsi tight junction,
menginduksi sekresi cairan dan elektrolit, dan akan mengaktifkan kaskade

21

inflamasi. Efek infeksi bakterial pada tight junction akan mempengaruhi susunan
anatomis dan fungsi absorpsi yaitu cytoskeleton dan spesifik tight junction.
Pengaruh itu bisa pada kedua komponen tersebut atau salah satu komponen saja
sehingga akan menyebabkan hipersekresi klorida yang akan diikuti natrium dan air.
6. Diare terkait imunologi
Diare terkait imunologi dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe I, III dan
IV. Reaksi tipe I yaitu terjadi reaksi antara sel mast dengan IgE dan alergen
makanan. Reaksi tipe III misalnya pada penyakit gastroenteropati, sedangkan reaksi
tipe IV terdapat pada Coeliac disease dan protein loss enteropaties. Pada reaksi tipe
I, alergen yang masuk tubuh menimbulkan respon imun dengan dibentuknya IgE
yang selanjutnya akan diikat oleh reseptor spesifik pada permukaan sel mast dan
basofil. Bila terjadi aktivasi akibat pajanan berulang dengan antigen yang spesifik,
sel mast akan melepaskan mediator seperti histamin, ECF-A, PFA, SRA-A dan
prostaglandin. Pada reaksi tipe III terjadi reaksi komplek antigen-antibodi dalam
jaringan atau pembuluh darah yang mengaktifkan komponen. Komponen yang
diaktifkan kemudian melepaskan Macrophage Chemotactic Factor yang akan
merangsang sel mast dan basofil melepas berbagai mediator. Pada reaksi tipe IV
terjadi respon imun seluler, disini tidak terdapat peran antibodi. Antigen dari luar
dipresentasikan sel APC (Antigen Presenting Cell) ke sel Th1 yan MHC-II
dependen. Terjadi pelepasan berbagai sitokin seperti MIF, MAF dan IFN- oleh
Th1. Sitokin tersebut akan mengaktivasi makrofag dan menimbulkan kerusakan
jaringan. Berbagai mediator diatas akan menyebabkan luas permukaan mukosa
berkurang akibat kerusakan jaringan, merangsang sekresi klorida diikuti oleh
natrium dan air.
Manifestasi klinis
Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah ion natrium,
klorida dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini bertambah bila ada muntah dan
kehilangan air juga meningkat bila ada panas. Hal ini dapat menyebabkan dehidrasi,
asidosis metabolik dan hipovolemia. Dehidrasi merupakan keadaan yang paling berbahaya

22

karena dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskuler dan kematian bila tidak
diobati dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi menurut tonisitas plasma dapat berupa
dehidrasi isotonik, dehidrasi hipertonik (hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik. Menurut
derajat dehidrasinya bisa tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang atau dehidrasi
berat.4,8
Tabel 1. Gejala khas diare akut oleh berbagai penyebab8
Gejala
klinik
Masa tunas
Panas
Mual

Rotavirus

Shigella

17-72 jam
+
Sering

24-48 jam
++
Jarang

muntah
Nyeri perut

Tenesmus

Nyeri

Salmonella

ETEC

EIEC

Kolera

6-72 jam
++
Sering

6-72 jam
+

6-72 jam
++
-

48-72 jam
Sering

Tenesmus

Tenesmus

Tenesmus

Kramp

kramp
+

kolik
+

kramp
-

kepala
Lamanya

5.7 Hari

>7 hari

3-7 hari

2-3 hari

Variasi

3 hari

sakit
Sifat tinja
Volume
Frekuensi

Sedang
5-10

Sedikit
>10

Sedikit
Sering

Banyak
Sering

Sedikit
Sering

Banyak
Terus

Konsistensi
Darah
Bau
Warna

kali/hari
Cair
Langu
Kuning

kali/hari
Lembek
Sering

Merah-

Lembek
Kadang
Busuk
Kehijauan

Cair
+
Tidak

Lembek
+
Tidak
Merah-

menerus
Cair
Amis khas
Seperti air

hijau

hijau

berwarna

hijau

cucian
beras

Diare menyebabkan hilangnya sejumlah besar air dan elektrolit dan sering disertai dengan
asidosis metabolik karena kehilangan basa. Dehidrasi dapat diklasifikasikan berdasarkan
defisit air dan atau keseimbangan elektrolit. Dehidrasi ringan bila penurunan berat badan

23

kurang dari 5%,dehidrasi sedang bila penurunan berat badan antara 5%-10% dan dehidrasi
berat bila penurunan lebih dari 10%.7,8,
Berdasarkan konsentrasi Natrium plasma tipe dehidrasi dibagi 3 yaitu : dehidrasi
hiponatremia ( < 130 mEg/L ), dehidrasi iso-natrema ( 130m 150 mEg/L ) dan dehidrasi
hipernatremia ( > 150 mEg/L ). Pada umunya dehidrasi yang terjadi adalah tipe iso
natremia (80%) tanpa disertai gangguan osmolalitas cairan tubuh, sisanya 15 % adalah
diare hipernatremia dan 5% adalah diare hiponatremia.
Diagnosis Diare Akut
Anamnesis
Pada anamnesis oerlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut : lama diare,frekuensi,
volume, komsistensi tinja, warna, bau, ada/tidak lendir dan darah. Bila disertai muntah:
volume dan frekuensinya. Kencing: biasa,berkurang, jarang atau tidak kencing dalam 6-8
jam terakhir. Makanan dan minuman yang diberikan selama diare. Adakah panas atau
penyakit lain yang menyertai seperti: batuk, pilek, otitis media, campak.
Tindakan yang telah dilakukan ibu selama anak diare:memberi oralit, membawa
berobat ke Puskesmas atau Rumah Sakit dan obat-obatan yang diberikan serta riwayat
imunisasinya.3,10
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu tubuh, frekuensi denyut
jantung, dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari tanda-tanda utama
dehidrasi: kesadran, rasa haus dan trugor kulit abdomen dan tanda-tanda tambahan lainnya:
ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata: cowong atau tidak, ada atau tidaknya air mata,
bibir, mukosa mulut dan lidah kering atau basah.
Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis metabolik. Bising usus
yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemi. Pemeriksaan ektremitas perlu karena
perfusi dan capillary refill dapat menentukan derajat dehidrasi yang terjadi. 1,3,10

24

Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara: objektif yaitu
dengan membandingkan berat badan sebelum dan selama diare. Subjektif dengan
menggunakan kriteria WHO, Skor Maurice King, kriteria MMWR dan lain-lain dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2. Penentuan derajat dehidrasi menurut MMWR 2003
Minimal atau
Simptom

tanpa dehidrasi
kehilangan BB
<3%

Kesadaran
Denyut jantung

Baik
Normal

Dehidrasi ringansedang, kehilangan


BB>3%

Dehidrasi berat
kehilangan BB>9%

Normal, lelah,

Apatis, letargi, tidak

gelisah, iritable

sadar

Normal meningkat

Takikardi, bradikardia
pada kasus berat

Kualitas nadi

Normal

Normal melemah

Lemah, kecil, tidak


teraba

Pernapasan

Normal

Normal cepat

Dalam

Mata

Normal

Sedikit cowong

Sangat cowong

Air mata

Ada

Berkurang

Tidak ada

Mulut dan lidah

Basah

Kering

Sangat kering

Cubitan kulit

Segera kembali

Kembali < 2 detik

Kembali > 2 detik

Capillary refill

Normal

Memanjang

Memanjang, minimal

Ekstremitas

Hangat

Dingin

Dingin, mottled,
sianotik

Kencing
Normal
Berkurang
Minimal
Sumber : adaptasi dari Duggan C, Santosham M, Glaso RI, MMWR 1992 dan WHO 1995
Tabel 3. Penentuan derajat dehidrasi menurut WHO 1995
Penilaian
Lihat :

25

Keadaan umum

Baik, sadar

*gelisah, rewel

*lesu, lunglai atau


tidak sadar

Mata

Normal

Cekung

Sangat cekung dan


kering

Air mata

Ada

Tidak ada

Tidak ada

Mulut dan lidah

Basah

Kering

Sangat kering

Rasa haus

Minum biasa tidak

*haus, ingin minum

*malas minum atau

Periksa : turgor kulit

haus
Kembali cepat

banyak
*kembali lambat

tidak bisa minum


*kembali sangat

Dehidrasi ringan /

lambat
Dehidrasi berat

Hasil pemeriksaan

Tanpa dehidrasi

sedang
Bila ada 1 tanda *

Bila ada 1 tanda *

ditambah 1 atau lebih ditambah 1 atau lebih


tanda lain
tanda lain
Terapi
Rencana terapi A
Rencana terapi B
Rencana terapi C
Sumber : adaptasi dari Duggan C, Santosham M, Glaso RI, MMWR 1992 dan WHO 1995
Tabel 4. Penentuan derajat dehidrasi menurut sistem pengangkatan-Maurice King (1974)6
Bagian tubuh yang
diperiksa
Keadaan umum

0
Sehat

Nilai untuk gejala yang ditemukan


1
2
Gelisah, cengeng,
Mengigau, koma atau
apatis, ngantuk

syok

Kekenyalan kulit

Normal

Sedikit kurang

Sangat kurang

Mata

Normal

Sedikit cekung

Sangat cekung

Ubun-ubun besar

Normal

Sedikit cekung

Sangat cekung

Mulut

Normal

Kering

Kering dan sianosis

Denyut nadi

Kuat < 120

Sedang (120-140)

Lemah > 140

Hasil yang didapat pada penderita diberi angka 0, 1 atau 2 sesuai dengan tabel kemudian
dijumlahkan. Nilai 0-2 : ringan, nilai 3-6 : sedang, nilai 7-12 : berat

26

Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya tidak diperlukan,
hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya penyebab dasarnya tidak
diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare akut atau pada penderita dengan dehidrasi
berat. Contoh: pemeriksaan darah lengkap,kultur urine dan tinja pada sepsis atau infeksi
saluran kemih.
Pemeriksaan laboratorium yang kadang-kadang diperlukan pada diare akut:
Darah: darah lengkap,serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa darah, kultur dan tes
kepekaan terhadap antibiotika.
Urine: urine lengkap, kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotika.
Tinja :
Pemeriksaan makroskopik:
Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua penderita dengan diare
meskipun pemeriksaan laboratorium tidak dilakukan. Tinja yang watery dan tanpa mukus
atau darah biasanya disebabkan oleh enterotoksin virus, protozoa, atau disebabkan oleh
infeksi di luar saluran gastrointestinal.
Tinja yang mengandung darah atau mukus bisa disebabkan infeksi bakteri yang
menghasilkan sitotoksin, bakteri enteroinvasif yang menyebabkan peradangan mukosa atau
parasit usus seperti: E. histolytica, B. colli, dan

T. trichiura. Apabila terdapat darah

biasanya bercampur dalam tinja pada infkesi dengan E. histolytica darah sering terdapat
pada permukaan tinja dan pada infeksi EHEC terdapat garis-garis darah pada tinja. Tinja
yang berbau busuk didapatkan pada infeksi dengan Salmonella,Giardia, Cryptosporidium
dan Strongyloides.2,7
Tabel 5. Tes laboratorium tinja yang digunakan untuk mendeteksi enteropatogen4
Tes laboratorium
Mikroskopik : leukosit pada tinja

Organisme diduga/identifikasi
Invasive atau bakteri yang memproduksi
sitotoksin

Trophozoit, kista, oocysts, spora

G.lamblia, E.histolytica, Cryptosporidium,


I.belli, Cyclospora,

27

Rhabditiform lava

Strongyloides

Spiral atau basil garam (-) berbentuk S

Campylobacter jejuni

Kultur tinja : Standard

E.coli, Shigella, Salmonella, Campylobacter


jejuni

Spesial

Y.enterocolitica, V. cholerae,
V.parahaemolyticus, C.difficile, E.coli, O 157
: H7

Enzym imunoassay atau latex aglutinasi

Rotavirus, G.lamblia, enteric adenovirus,


C.difficile

Serotyping

E.coli, O 157 : H7, EHEC, EPEC

Latex aglutinasi setelah broth enrichment

Salmonella, Shigella

Tes yang dilakukan di laboratorium riset

Bakteri yang memproduksi toksin, EIEC,


EAAC, PCR untuk genus yang virulen

Pemeriksaan mikroskopik:
Pemeriksaan mikroskopik untuk mencari adanya lekosit dapat memberikan
informasi tentang penyebab diare, letak anatomis serta adanya proses peradangan mukosa.
Lekosit dalam tinja diproduksi sebagai respon terhadap bakteri yang menyerang mukosa
kolon. Lekosit yang positif pada permukaan tinja menunjukkan adanya kuman invasif atau
kuman yang memproduksi sitotoksi seperti Shigella, Salmonella, C. jejuni, EIEC, C.
difficile,

Y. enterocolitica, V. parahaemolyticus dan kemungkinan Aeromonas atau P.

shigelloides. Lekosit yang ditemukan pada umumnya adalah lekosit PMN kecuali pada S.
typhii lekosit mononuklear. Tidak semua penderita kolitis terdapat lekosit pada tinjanya,
pasien yang terinfkesi dengan E. histolytica pada umumnya lekosit pada tinja minimal.
Parasit yang menyebabkan diare pada umumnya tidak memproduksi lekosit dalam jumlah
banyak. Normalnya tidak diperlukan pemeriksaan untuk mencari telur atau parasit kecuali
terdapat riwayat baru saja bepergian ke daerah risiko tinggi, kultur tinja negatif untuk

28

enteropatogen, diare lebih dari 1 minggu atau pada pasien immunocompromised. Pasien
yang dicurigai menderita diare yang disebabkan giardialisis, crytosporidiosis, isosporiasis,
dan strongyloidiasis dimana pemeriksaan tinja negatif, aspirasi atau biopsi duodenum atau
yeyunum bagian atas mungkin diperlukan. Karena organisme ini hidup di saluran cerna
bagian atas, prosedur ini lebih tepat daripada pemeriksaan spesimen tinja. Biopsi duodenum
adalah metode yang spesifik dan sensitif untuk diagnosis giardiasis, strongyloidiasis, dan
protozoa yang membentuk spora. E. histolytica dapat didiagnosis dengan pemeriksaan
mikroskopik tinja segar. Trophozoit biasanya ditemukan pada tinja cair sedangkan kista
ditemukan pada tinja yang berbentuk. Tehnik konsentrasi dapat membantu untuk
meenemukan kista amuba. Pemeriksaan serial mungkin diperlukan oleh karena ekskresi
kista sering terjadi intermiten. Sejumlah tes serologis amubiasis untuk mendeteksi tipe dan
konsentrasi antibodi juga tersedia. Serologis test untuk amuba hampir selalu positif pada
disentri amuba akut dan amubiasis hati.
Kultur tinja harus segera dilakukan bila dicurigai terdapat Hemolytic Uremic
Syndrome, diare dengan tinja berdarah, bila terdapat lekosit pada tinja, KLB diare dan pada
penderita immunocompromised.
Oleh karena bakteri tertentu seperti: Y. enterocolitica, V. cholerae, V. Parahaemolyticus,
Aeromonas, C. difficile, E. coli 0157: H7 dan Camphylobacter membutuhkan prosedur
laboratorium khusus untuk identifikasinya, perlu diberi catatan pada label apabila ada salah
satu dicurigai sebagai penyebab diare yang terjadi. Deteksi toksin C. difficile sangat
berguna untuk diagnosis antimikrobial kolitis. Proctosigmoidoscopy mungkin membantu
dalam menegakkan diagnosis pada penderita dengan simptom kolitis berat atau penyebab
inflammatory enteritis syndrome tidak jelas setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium
pendahuluan. 4,5
Penatalaksanaan Diare
Departemen Kesehatan mulai melakukan sosialisasi Panduan Tata Laksana
Pengobatan Diare pada balita yang baru didukung oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia,
dengan merujuk pada panduan WHO. Tata laksana ini sudah mulai diterapkan di rumah
sakit-rumah sakit. Rehidrasi bukan satu-satunya strategi dalam penatalaksanaan diare.
29

Memperbaiki kondisi usus dan menghentikan diare juga menjadi cara untuk mengobati
pasien. Untuk itu, Departemen Kesehatan menetapkan lima pilar penatalaksanaan diare
bagi semua kasus diare yang diderita anak balita baik yang dirawat di rumah maupun
sedang dirawat di rumah sakit, yaitu: 5,9
1.
2.
3.
4.
5.

Rehidrasi dengan menggunakan oralit baru


Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut
ASI dan makanan tetap diteruskan
Antibiotik selektif
Nasihat kepada orang tua

Rehidrasi dengan oralit baru, dapat mengurangi rasa mual dan muntah.
Berikan segera bila anak diare, untuk mencegah dan mengatasi dehidrasi. Oralit
formula lama dikembangkan dari kejadian luar biasa diare di Asia Selatan yang terutama
disebabkan karena disentri, yang menyebabkan berkurangnya lebih banyak elektrolit tubuh,
terutama natrium. Sedangkan diare yang lebih banyak terjadi akhir-akhir ini dengan tingkat
sanitasi yang lebih banyak terjadi di akhir-akhir ini dengan tingkat sanitasi yang lebih baik
adalah disebabkan oleh karena virus. Diare dengan virus tersebut tidak menyebabkan
kekurangan elektrolit seberat pada disentri. Karena itu para ahli diare mengembangkan
formula baru oralit dengan tingkat osmolarits yang lebih rendah. Osmolaritas larutan baru
lebih mendekati osmolaritas plasma, sehingga kurang menyebabkan risiko terjadinya
hipernatremia.
Oralit baru ini adalah oralit dengan osmolaritas yang rendah. Keamanan oralit ini
sama dengan oralit yang selama ini digunakan, namun efektivitasnya lebih baik daripada
oralit formula lama. Oralit baru dengan low osmolaritas ini juga menurunkan kebutuhan
suplementasi intravena dan mampu mengurangi pengeluaran tinja hingga 20% serta
mengurangi kejadian muntah hingga 30%. Selain itu, oralit baru ini juga telah
direkomendasikan oleh WHO dan UNICEF untuk diare akut non-kolera pada anak.
Tabel 6. Komposisi Oralit Baru
Oralit Baru Osmolaritas Rendah
Natrium
Klorida

mmol/liter
75
65

30

Glucose, anhydrous

75

Kalium

20

Sitrat

10

Total osmolaritas

245

Ketentuan oralit formula baru:


a. Beri ibu 2 bungkus oralit formula baru
b. Larutkan 1 bungkus formula baru dalam 1 liter air matang, untuk persediaan 24 jam.
c. Berikan larutan oralit pada anak setiap kali buang air besar, dengan ketentuan
sebagai berikut:
Untuk anak berumur < 2tahun berikan 50-100 ml tiap kali BAB
Untuk anak 2 tahun atau lebih: berikan 100-200 ml tiap BAB
d. Jika dalam waktu 24 jam persediaan larutan oralit masih tersisa, maka sisa larutan
harus dibuang
Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut.
Zinc mengurangi lama dan beratnya diare. Zinc juga dapat mengembalikan nafsu
makan anak.
Penggunaan zinc ini memang popular beberapa tahun terakhir karena memiliki
evidence based yang bagus. Beberapa penelitian telah membuktikannya. Pemberiaan zinc
yang dilakukan di awal masa diare selama 10 hari ke depan secara signifikan menurunkan
morbiditas dan mortalitas. Lebih lanjut, ditemukan bahwa pemberian zinc pada pasien anak
penderita kolera dapat menurunkan durasi dan jumlah tinja/cairan yang dikeluarkan.
Zinc termasuk mikronutrien yang mutlak dibutuhkan untuk memelihara kehidupan
yang optimal. Meski dalam jumlah yang sangat kecil, dari segi fisiologis, zinc berperan
untuk pertumbuhan dan pembelahan sel, antioksidan, perkembangan seksual, kekebalan
seluler adaptasi gelap, pengecapan, serta nafsu makan. Zinc juga berperan dalam sistem
kekebalan tubuh dan merupakan mediator potensial pertahanan tubuh terhadap infeksi.
Dasar pemikiran penggunaan zinc dalam pengobatan diare akut didasarkan pada
efeknya terhadap fungsi imun atau terhadap struktur dan fungsi saluran cerna dan terhadap
proses perbaikan epitel saluran cerna selama diare. Pemberian zinc pada diare dapat
meningkatkan absorpsi air dan elektrolit oleh usus halus, meningkatkan kecepatan

31

regenerasi epitel usus, meningkatkan jumlah brush border apical, dan meningkatkan respon
imun yang mempercepat pembersihan patogen dari usus. Pengobatan dengan zinc cocok
diterapkan di negara-negara berkembang seperti Indonesia yang memiliki banyak masalah
terjadinya kekurangan zinc di dalam tubuh karena tingkat kesejahteraan yang rendah dan
daya imunitas yang kurang memadai. Pemberian zinc dapat menurunkan frekuensi dan
volume buang air besar sehingga dapat menurunkan risiko terjadinya dehidrasi pada anak.
Dosis zinc untuk anak-anak:
Anak di bawah umur 6 bulan: 10 mg ( tablet) per hari
Anak di atas 6 bulan: 20 mg (1 tablet) per hari
Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut meskipun anak telah sembuh dari diare.
Untuk bayi, tablet zinc dapat dilarutkan dengan air matang, ASI, atau oralit. Untuk anakanak yang lebih besar zinc dapat dikunyah atau dilarutkan dalam air matang atau oralit.
ASI dan makanan tetap diteruskan sesuai umur anak dengan menu yang sama pada
waktu anak sehat untuk mencegah kehilangan berat badan serta pengganti nutrisi yang
hilang. Pada diare berdarah nafsu makan akan berkurang. Adanya perbaikan nafsu makan
menandakan adanya fase kesembuhan.
Antibiotik jangan diberikan kecuali ada indikasi misalnya diare berdarah atau kolera.
Pemberian antibiotik yang tidak rasional justru akan memperpanjang lamanya diare karena
akan mengganggu keseimbangan flora usus dan Clostridium difficile yang akan tumbuh dan
menyebabkan diare sulit disembuhkan. Selain itu, pemberian antibiotik yang tidak rasional
akan mempercepat resistensi kuman terhadap antibiotik, serta menambah biaya pengobatan
yang tidak perlu. Pada penelitian multipel ditemukan bahwa telah terjadi peningkatan
resistensi

terhadap

antibiotik

yang

sering

dipakai

seperti

ampisilin,

tetrasiklin,kloramfenikol, dan trimetropim sulfametoksazole dalam 15 tahun ini. Resistensi


terhadap antibiotik terjadi melalui mekanisme berikut: inaktifasi obat melalui degradasi
enzimatik oleh bakteri, perubahan struktur bakteri yang menjadi target antibotik dan
perubahan permeabilitas membran terhadap antibiotik.

32

Nasihat pada ibu dan pengasuh: Kembali segera jika demam, tinja berdarah, berulang,
makan dan minum sedikit, sangat haus diare makin sering, atau belum membaik dalam 3
hari.
Infeksi usus pada umumnyaself limited, tetapi terapi non spesifik dapat membantu
penyembuhan pada sebagian pasien dan terapi spesifik, dapat memperpendek lamanya sakit
dan memberantas organisme penyebabnya. Dalam merawat penderita dengan diare dan
dehidrasi terdapat beberapa pertimbangan terapi:
1.
2.
3.
4.

Terapi cairan dan elektrolit


Terapi diet
Terapi non spesifik dengan antidiare
Terapi spesifik dengan antimikroba
Walaupun demikian berdasarkan penelitian epidemiologis di Indonesia dan negara

berkembang lainnya, diketahui bahwa sebagian besar penderita diare biasnya masih dalam
keadaan dehidrasi ringan atau belum dehidrasi. Hanya sebagian kecil dengan dehidrasi
lebih berat dan memerlukan perawatan di sarana kesehatan. Perkiraan secara kasar
menunjukkan dari 1000 kasus diare yang ada di masyarakat 900 dalam keadaan dehidrasi
ringan, 90 dalam keadaan dehidrasi sedang, dan 10 dalam keadaan dehidrasi berat, 1
diantaranya disertai komplikasi serta penyakit penyerta yang penatalaksanaannya cukup
rumit. Berdasarkan data di atas, sesuai dengan panduan WHO, pengobatan diare akut dapat
dilaksanakan secara sederhana yaitu dengan terapi cairan dan elektrolit per-oral serta
melanjutkan pemberian makanan, sedangkan terapi non spesifik dengan antidiare tidak
direkomendasikan dan terapi antibiotika hanya diberikan bila ada indikasi. Pemberian
cairan dan elektrolit secara parenteral hanya untuk kasus dehidrasi berat.
1. Pengobatan diare tanpa dehidrasi
TRO (Terapi Rehidrasi Oral)
Penderita diare tanda dehidrasi harus segera diberikan cairan rumah tangga untuk
mencegah dehidrasi, seperti: air tajin, larutan gula garam, kuah sayur-sayuran, dan
sebagainya. Pengobatan dapat dilakukan di rumah oleh keluarga penderita. Jumlah
cairan yang diberikan adalah 10 ml/kgBB atau untuk anak usia < 1 tahun adalah 50-

33

100 ml, 1-5 tahun adalah 100-200ml, 5-12 tahun adalah 200-300 ml dan dewasa
adalah 300-400 ml setiap BAB.
Untuk anak di bawah umur 2 tahun cairan harus diberikan dengan sendok dengan
cara 1 sendok setiap 1 sampai 2 menit. Pemberian dengan botol tidak boleh
dilakukan. Anak yang lebih besar dapat minum langsung dari cangkir atau gelas
dengan tegukan yang sering. Bila terjadi muntah hentikan dulu selama 10 menit
kemudian mulai lagi perlahan-lahan misalnya 1 sendok setiap 2 sampai 3 menit.
Pemberian cairan ini dilanjutkan sampai dengan diare berhenti. Selain cairan rumah
tangga ASI dan makanan yang biasa dimakan tetap harus diberikan. Makanan
diberikan sedikit-sedikit tetapi sering (lebih kurang 6 kali sehari) serta rendah serat.
Buah-buahan diberikan terutama pisang. Makanan yang merangsang (pedas, asam,
terlalu banyak lemak) jangan diberikan dulu karena dapat menyebabkan diare
bertambah berat. Bila dengan cara pengobatan ini diare tetap berlangsung atau
bertambah berat dan keadaan anak bertambah berat serta jatuh dalam keadaan
dehidrasi ringan-sedang, obati dengan cara pengobatan dehidrasi ringan-sedang.
2. Pengobatan diare dehidrasi ringan-sedang:
TRO (Terapi Rehidrasi Oral)
Penderita diare dengan dehidrasi ringan-sedang harus dirawat di sarana kesehatan
dan segera diberikan terapi dehidrasi oral dengan oralit. Jumlah oralit yang
diberikan 3 jam pertama 75 cc/kgBB. Bila berat badannya tidak diketahui,meskipun
cara ini kurang tepat. Perkiraan kekurangan cairan dapat ditentukan dengan
menggunakan umur penderita, yaitu: umur < 1 tahun adalah 30 ml, 1-5 tahun adalah
600 ml, >5 tahun adalah 1.200 ml dan dewasa adalah 2.400 ml. Rentang nilai
volume cairan ini adalah perkiraan,volume yang sesungguhnya diberikan ditentukan
dengan menilai rasa haus penderita dan memantau tanda-tanda dehidrasi.
Bila penderita masih haus dan masih ingin minum harus diberi lagi. Sebaliknya bila
volume di atas kelopak mata menjadi bengkak pemberian oralit harus dihentikan
sementara dan diberikan minum air putih atau air tawar. Bila oedem kelopak mata
sudah hilang dapat diberikan lagi.
Apabila oleh karena sesuatu hal pemberian oralit tidak dapat diberikan secara per
oral oralit dapat diberikan melalui nasogastrik dengan volume yang sama dengan

34

kecepatan 20 ml/kgBB/jam. Setelah 3 jam keadaan penderita dievaluasi, apakah


membaik, tetap, atau memburuk. Bila keadaan penderita membaik dan dehidrasi
teratasi pengobatan dapat dilanjutkan di rumah dengan memberika oralit dan
makanan dengan cara seperti pada pengobatan diare tanpa dehidrasi. Bila
memburuk dan penderita jatuh dalam keadaan dehidrasi berat, penderita tetap
dirawat di sarana kesehatan dan pengobatan yang terbaik adalah pemberian cairan
parenteral.
3. Pengobatan diare dehidrasi berat
TRP (Terapi Rehidrasi Parenteral)
Penderita diare dehidrasi berat harus dirawat di Puskesmas atau Rumah Sakit.
Pengobatan yang terbaik adalah dengan rehidrasi parenteral.
Pasien yang masih dapat minum meskipun hanya sedikit harus diberi oralit sampai
cairan infus terpasang. Disamping itu, semua anak harus diberi oralit selama
pemberian cairan intravena ( 5 ml/kgBB/jam), apabila dapat minum dengan baik
biasanya dalam 3-4 jam (untuk bayi) atau 1-2 jam (untuk anak yang lebih besar).
Pemberian tersebut dilakukan untuk memberi tambahan basa dan kalium yang
mungkin tidak dapat disuplai dengan cukup dengan pemberian cairan intravena.
Untuk rehidrasi parenteral digunakan cairan Ringer Laktat dengan dosis 100
ml/kgBB. Cara pemberiannya untuk < 1 tahun 1 jam pertama 30 cc/kgBB,
dilanjutkan 5 jam berikutnya 70 cc/kgBB. Diatas 1 tahun jam pertama 30
cc/kgBB dilanjutkan 2 jam berikutnya 70 cc/kgBB.
Lakukan evaluasi tiap jam. Bila dehidrasi tidak membaik, tetesan IV, dapat
dipercepat. Setelah 6 jam pada bayi atau 3 jam pada anak lebih besar, lakukan
evaluasi, pilih pengobatan selanjutnya yang sesuai yaitu: pengobatan diare dengan
dehidrasi ringan-sedang atau pengobatan diare tanpa dehidrasi.
4. Cairan Rehidrasi Oral (CRO)
Pada tahun 1975 WHO dan UNICEF menyetujui untuk mempromosikan CRO
tunggal yang mengandung (dalam mmol/L) Natrium 90, Kalium 20, Chlorida 80,
Basa 30,dan Glukosa 111 (2%).
Komposisi ini diplih untuk memungkinkan 1 jenis larutan saja untuk digunakan
pada pengobatan diare yang disebabkan oleh bermacam sebab bahan infeksius yang
disertai dengan berbagai derajat kehilangan elektrolit. Contoh diare Rotavirus

35

berhubungan dengan kehilangan natrium bersama tinja 30-40 mEq/L, ETEC 50-60
mEq/L, V. cholera > 90-120 mEq/L. CRO-WHO (Oralit) telah terbukti selama lebih
dari 25 tahun efektif baik untuk terapi maupun rumatan pada anak dan dewasa
dengan semua tipe diare infeksi.
Walupun demikian dari hasil-hasil riset klinik berikutnya, pada metaanalisa
mendukung penggunaan CRO yang osmolaritasnya rendah. CRO dengan
osmolaritasnya yang lebih rendah berkaitan dengan muntah lebih sedikit, keluaran
tinja yang lebih sedikit, berkurangnya pemberian intravena dibandingkan dengan
CRO standard, pada bayi dan anak non kolera.
Pada kolera tidak ada perbedaan klinik antara penderita yang diberi CRO
osmolaritas rendah dengan CRO standard kecuali angka kejadian hiponatremi.
Atas dasar hasil tersebut WHO dan UNICEF mengadakan konsultasi tentang
penggunaan CRO dengan osmolaritas lebih rendah untuk digunakan secara global.
Pada tahun 2002 WHO mengumumkan CRO formula baru yang sesuai dengan
rekomendasi tersebut dengan 75 mEq/L Natrium, 75 mmol glukosa dan osmolaritas
total 245 mOsm/L. CRO formula baru ini juga direkomendasikan untuk digunakan
pada anak dan dewasa dengan kolera, meskipun post marketing surveilans sedang
dilakukan untuk memastikan keamanan dan indikasinya.
5. CRO baru
Resep untuk memperbaiki CRO antara lain menambahkan substrat untuk
kotransport natrium (contoh: asam amino, glycine, alanine, dan glutamin) atau
substitusi glukosa dengan komplek karbohidrat (CRO berbasis beras atau sereal).
Asam amino tidak menunjukkan lebih efektif dari CRO tradisional dan lebih mahal.
CRO berbasis beras dapat direkomendasikan bila cukup latihan dan penyediaan di
rumah dapat dilakukan, dan mungkin sangat efektif untuk mengobati dehidrasi
karena kolera.
Walaupun demikian, kemudahan dan keamanan CRO paket di negara berkembang
dan secara komersial tersedia CRO di negara maju, maka CRO standard tetap
merupakan pilihan utama dari sebagian besar klinisi.
Potential aditive pada CRO termasuk mampu melepaskan SCFA (amylase resistent
starch derivat dari jagung) dan partially hydrolized guar gum. Mekanisme kerja
yang diharapkan adalah meningkatkan uptake natrium oleh kolon terikat pada
36

transport SCFA. Kemungkinan lain dari perbaikan komposisi CRO masa depan
adalah penambahan probiotik, prebiotik, seng dan protein polimer.
6. Seng (Zinc)
Defisiensi seng sering didapatkan pada anak-anak di negara berkembang dan
dihubungkan dengan menurunnya fungsi imun dan meningkatnya kejadian penyakit
infeksi yang serius. Seng merupakan mikronutrien komponen berbagai enzim dalam
tubuh, yang penting antara lain untuk sintesis DNA. Pada sistematik review dari 10
RCT yang semuanya dilakukan di negara berkembang pada tahun 1999 didapatkan
bahwa suplementasi seng dengan dosisi minimal setengah dari RDA Amerika
Serikat untuk seng, ternyata dapat menurunkan insiden diare sebanyak 15% dan
prevalensi diare sampai 25% kurang lebih sama dengan hasil yang dicapai upaya
preventive yang lain seperti perbaikan higiene sanitasi dan pemberian ASI. Sejak
tahun 2004, WHO dan UNICEF telah menganjurkan penggunaan seng pada anak
dengan diare dengan dosis 25 mg per hari selama 10 -14 hari, dan pada bayi < 6
bulan dengan dosis 10 mg per hari selama 10-14 hari.
7. Pemberian makanan selama diare
Pemberian makanan harus diteruskan selama diare dan ditingkatkan setelah sembuh.
Tujuannya adalah memberikan makanan kaya nutrien sebanyak anak mampu
menerima. Sebagian besar anak dengan diare cair, nafsu makannya timbul kembali
setelah dehidrasi teratasi. Meneruskan pemberian makanan akan mempercepat
kembalinya fungsi usus yang normal termasuk kemampuan menerima dan
mengabsorbsi beragai nutrien, sehingga memburuknya status gizi dapat dicegah
atau paling tidak dikurangi. Sebaliknya, pembatasan makanan akan menyebabkan
penurunan berat badan sehingga diare menjadi lebih lama dan kembalinya fungsi
usus akan lebih lama. Makanan yang diberikan pada anak diare tergantung kepada
umur, makanan yang disukai dan pola makan sebelum sakit serta budaya setempat.
Pada umumnya makanan yang tepat untuk anak diare sama dengan yang dibutuhkan
dengan anak sehat. Bayi yang minum ASI harus diteruskan sesering mungkin dan
selama anak mau. Bayi yang tidak minum ASI harus diberi susu yang biasa
diminum paling tidak tiap 3 jam. Pengenceran susu atau penggunaan susu rendah

37

atau bebas laktosa secara rutin tidak diperlukan. Pemberian susu rendah laktosa atau
bebas laktosa mungkin diperlukan untuk sementara bila pemberian susu
menyebabkan diare timbul kembali atau bertambah hebat sehingga terjadi dehidrasi
lagi, atau dibuktikan dengan pemeriksaan terdapat tinja yang asam (pH <6) dan
terdapat bahan yang mereduksi dalam tinja > 0,5%. Setelah diare berhenti,
pemberian tetap dilanjutkan selama 2 hari kemudian coba kembali dengan susu atau
formula biasanya diminum secara bertahap selama 2-3 hari.
Bila anak berumur 4 bulan atau lebih dan sudah mendapatkan makanan lunak atau
padat, makanan ini harus diteruskan. Paling tidak 50% dari energi diet harus berasal
dari makanan dan diberikan dalama porsi kecil atau sering (6 kali atau lebih) dan
anak dibujuk untuk makan. Kombinasi susu formula dengan makanan tambahan
seperti serealia pada umumnya dapat ditoleransi dengan baik pada anak yang telah
disapih. Pada anak yang lebih besar dapat diberikan makanan yang terdiri dari:
makanan pokok setempat, misalnya nasi, kentang, gandum, roti, atau bakmi. Untuk
meningkatkan kandungan energinya dapat ditambahkan 5-10 ml minyak nabati
untuk setiap 100 ml makanan. Minyak kelapa sawit sangat bagus dikarenakan kaya
akan karoten. Campur makanan pokok tersebut dengan kacang-kacangan dan sayursayuran, serta ditambahkan tahu, tempe, daging, atau ikan. Sari buah segar atau
pisang paling baik untuk menambah kalium. Makanan yang berlemak atau makanan
yang mengandung banyak gula seperti sari buah manis yang diperdagangkan,
minuman ringan, dan sebaiknya dihindari.
8. Pemberian setelah diare
Meskipun anak diberikan makanan sebanyak dia mau selama diare, beberapa
kegagalan pertumbuhan mungkin dapat terjadi terutama bila terjadi anoreksia hebat.
Oleh karena itu perlu pemberian ekstra makanan yang kaya akan zat gizi beberapa
minggu setelah sembuh untuk memperbaiki kurang gizi dan untuk mencapai serta
mempertahankan pertumbuhan yang normal. Berikan ekstra makanan pada saat
anak merasa lapar, pada keadaan semacam ini biasanya anak dapat menghabiskan
tambahan 50% atau lebih kalori dari biasanya.
9. Terapi medikamentosa

38

Berbagai macam obat telah digunakan untuk pengobatan diare seperti: antibiotika,
antidiare, adsorben, antiemetik dan obat yang mempengaruhi mikroflora usus.
Beberapa obat mempunyai lebih dari satu mekanisme kerja, banyak diantaranya
mempunyai efek toksik sistemik dan sebagian besar tidak direkomendasikan untuk
anak umur kurang dari 2-3 tahun. Secara umum dikatakan bahwa obat-obat tersebut
tidak diperlukan untuk pengobatan diare akut.
Antibiotik
Pada umumnya tidak diperlukan pada semua diare akut oleh karena sebagian besar
diare infeksi adalah rotavirusyang sifatnya self limited dan tidak dapat dibunuh
dengan antibiotika.
Hanya sebagian kecil (10-20%) yang disebabkan oleh bakteri patogen seperti V.
cholera, Shilgella, Enterotoksigenik E. coli, Salmonella, Camphylobacter dan
sebagainya.
Tabel 7. Antibiotik pada diare 4,6
Penyebab
Kolera
Shigella dysentery

Amoebiasis
Giardiasis

Antibiotik pilihan
Tetracycline
12,5 mg/kgBB
4x sehari selama 3 hari
Ciprofloxacin
15 mg/kgBB
2x sehari selama 3 hari

Alternatif
Erythromycin
12,5 mg/kgBB
4x sehari selama 3 hari
Pivmecillinam
20 mg/kgBB
4x sehari selama 5 hari
Ceftriaxone
50-100 mg/kgBB
1x sehari IM selama 2-5 hari

Metronidazole
10 mg/kgBB
3 kali sehari selama 5 hari (10 hari pada kasus berat)
Metronidazole
5 mg/kg
3x sehari selama 5 hari

Obat antidiare
Obat-obat ini meskipun sering digunakan tidak mempunyai keuntungan praktis dan
tidak diindikasikan untuk pengobatan diare akut pada anak. Beberapa dari obat-obat
ini berbahaya. Produk yang termasuk dalam kategori ini adalah:

39

Adsorben
Contoh: kaolin, attapulgite, smectite, activated charcoal, cholestyramine). Obat-obat
ini dipromosikan untuk pengobatan diare atas dasar kemampuannya untuk mengikat
dan menginaktifasi toksin bakteri atau bahan lain yang menyebabkan diare serta
dikatakan mempunyai kemampuan melindungi mukosa usus. Walaupun demikian,
tidak ada bukti keuntungan praktis dari pengobatan obat ini untuk pengobatan rutin
diare akut pada anak.
Antimotilitas
(Contoh: loperamide hydrochloride, diphenoxylate dangan atropine, tinctura opii,
paregoric, codein). Obat-obatan ini dapat mengurangi frekuensi diare pada orang
dewasa akan tetapi tidak mengurangi volume tinja pada anak. Lebih dari itu dapat
menyebabkan ileus paralitik yang sangat berat yang dapat fatal atau dapat
memperpanjang infeksi dengan memperlambat eliminasi dari organisme penyebab.
Dapat terjadi efek sedatif pada dosis normal. Tidak satupun dari obat-obat ini boleh
diberikan pada bayi dan anak dengan diare.
Bismuth subsalicylate
Bila diberikan tiap 4 jam dilaporkan dapat mengurangi keluaran tinja pada anak
dengan diare akut sebanyak 30% akan tetapi, cara ini jarang digunakan.
Kombinasi obat
Banyak produk kombinasi adsorben, antimikroba, antimotilitas atau bahan lain.
Produsen obat mengatakan bahwa formulasi ini baik untuk digunakan pada berbagai
macam diare. Kombinasi obat semacam ini tidak rasional, mahal dan lebih banyak
efek samping daripada bila obat ini digunakan sendiri-sendiri. Oleh karena itu tidak
ada tempat untuk menggunakan obat ini pada anak dengan diare.
Obat-obat lain:
Anti muntah
Termasuk obat ini seperti prochlorperazine dan chlorpromazine yang dapat
menyebabkan mengantuk sehingga mengganggu pemberian terapi rehidrasi oral.

40

Oleh karena itu obat antimuntah tidak digunakan pada anak dengan diare, muntah
karena biasanya berhenti bila penderita telah terehidrasi.
Cardiac stimulan
Renjatan pada diare akut disebabkan oleh karena dehidrasi dan hipovolemi.
Pengobatan yang tepat adalah pemberian cairan parenteral dengan elektrolit yang
seimbang. Penggunaan cardiac stimulan dan obat vasoaktif seperti adrenalin,
nicotinamide, tidak pernah diindikasikan
Darah atau plasma
Darah, plasma atau plasma expander tidak diindikasikan untuk anak dengan
dehidrasi oleh karena diare. Yang dibutuhkan adalah penggantian dari kehilangan air
dan elektrolit. Walaupun demikian, terapi rehidrasi tersebut dapat diberikan untuk
penderita dengan hipovolemia oleh karena renjatan septik.
Steroid
Tidak memberikan keuntungan dan tidak diindikasikan.
Komplikasi
Beberapa masalah mungkin terjadi selama pengobatan rehidrasi. Beberapa
diantaranya membutuhkan pengobatan khusus.1,3
Gangguan Elektrolit
Hipernatremia
Penderita diare dengan natrium plasma > 150 mmol/L memerlukan pemantauan
berkala yang ketat. Tujuannya adalah menurunkan kadar natrium secara perlahan-lahan.
Penurunan kadar natrium plasma yang sangat cepat berbahaya oleh karena dapat
menimbulkan edema otak. Rehidrasi oral atau nasogastrik menggunakan oralit adalah cara
terbaik dan paling aman.
Koreksi dengan rehidrasi intravena dapat dilakukan menggunakan cairan 0,45%
saline-5% dextrose selama 8 jam. Hitung kebutuhan cairan menggunakan berat badan tanpa
koreksi. Periksa kadar natrium plasma setelah 8 jam. Bila normal lanjutkan dengan
rumatan, bila sebaliknya lanjutkan 8 jam lagi dan periksa kembali natrium plasma setelah 8
jam. Untuk rumatan gunakan 0,18% saline - 5% dextrose, perhitungkan untuk 24 jam.
Tambahkan 10 mmol KCL pada setiap 500 ml cairan infus setelah pasien dapat kencing.

41

Selanjutnya pemberian diet normal dapat mulai diberikan. Lanjutkan pemberian oralit 10
ml/kgBB/setiap BAB, sampai diare berhenti.
Hiponatremia
Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan yang hanya mengandung
sedikit garam, dapat terjadi hiponatremia (Na < 130 mol/L). Hiponatremia sering terjadi
pada anak dengan Shigellosis dan pada anak malnutrisi berat dengan oedema. Oralit aman
dan efektif untuk terapi dari hampir semua anak dengan hiponatremia. Bila tidak berhasil,
koreksi Na dilakukan bersamaan dengan koreksi cairan rehidrasi yaitu: memakai Ringer
Laktat atau Normal Saline. Kadar Na koreksi (mEq/L) = 125-kadar Na serum yang
diperiksa dikalikan 0,6 dan dikalikan berat badan. Separuh diberikan dalam 8 jam, sisanya
diberikan dalam 16 jam. Peningkatan serum Na tidak boleh melebihi 2 mEq/L/jam.
Hiperkalemia
Disebut hiperkalemia jika K > 5 mEq/L, koreksi dilakukan dengan pemberian
kalsium glukonas 10% 0,5-1 ml/kgBB i.v. pelan-pelan dalam 5-10 menit dengan monitor
detak jantung.
Hipokalemia
Dikatakan hipokalemia bila K < 3,5 mEq/L, koreksi dilakukan menurut kadar K: jika
kalium 2,5-3,5 mEq/L diberikan per-oral 75 mcg/kgBB/hr dibagi 3 dosis. Bila < 2,5 mEq/L
maka diberikan secara intravena drip (tidak boleh bolus) diberikan selama 4 jam. Dosisnya:
(3,5-kadar K terukur BB 0,4 + 2 mEq/kgBB/24 jam) diberikan dalam 4 jam, kemudian
20 jam berikutnya adalah (3,5 - kadar K terukur BB 0,4 + 1/6 2 mEq BB).
Hipokalemi dapat menyebabkan kelemahan otot, paralitik ileus, gangguan fungsi
ginjal, dan aritmia jantung. Hipokalemi dapat dicegah dan kekurangan kalium dapat
dikoreksi dengan menggunakan oralit dan memberikan makanan yang kaya kalium selama
diare dan sesudah diare berhenti.

42

Pencegahan diare
Upaya pencegahan diare dapat dilakukan dengan cara :
1. Mencegah penyebaran kuman patogen penyebab diare
Kuman-kuman patogen penyebab diare umumnya disebarkan secara fekal-oral.
Pemutusan penyebaran kuman penyebab diare perlu difokuskan pada cara
penyebaran ini.
Upaya pencegahan diare yang terbukti efektif meliputi :
a.
b.
c.
d.

Pemberian ASI yang benar


Memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping ASI
Penggunaan air bersih yang cukup
Membudayakan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sehabis buang

air besar dan sebelum makan


e. Penggunaan jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh anggota
keluarga
f. Membuang tinja bayi yang benar
2. Memperbaiki daya tahan tubuh penjamu (host)
Cara-cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh anak dan
dapat mengurangi risiko diare antara lain :
a. Memberi ASI paling tidak sampai usia 2 tahun
b. Meningkatkan nilai gizi makanan pendamping ASI dan memberi makan
dalam jumlah yang cukup untuk memperbaiki status gizi anak
c. Imunisasi campak
Akhir-akhir ini, banyak diteliti tentang peranan probiotik, prebiotik, dan seng dalam
pencegahan diare.4,9
Probiotik
Probiotik diberi batas sebagai mikroorganisme hidup dalam makanan yang
difermentasi yang menunjang kesehatan melalui terciptanya keseimbangan mikroflora
intestinal yang lebih baik. Pencegahan diare dapat dilakukan dengan pemberian probiotik
dalam waktu yang panjang terutama untuk bayi yang tidak minum ASI. Pada sistematik
review yang dilakukan Komisi Nutrisi ESPGHAN (European Society of Gastroenterology
Hepatology and Nutrition) pada tahun 2004, didapatkan laporan-laporan yang berkaitan
43

dengan peran probiotik untuk pencegahan diare. Saavedra dkk tahun 1994, melaporkan
pada penelitiannya bahwa susu formula yang disuplementasi dengan Bifidobacterium lactis
dan Streptococcus thermophilus bila diberikan pada bayi dan anak usia 5-24 bulan yang
dirawat di Rumah Sakit dapat menurunkan angka kejadian diare dari 31% menjadi 7%,
infeksi rotavirus juga berkurang dari 39% pada kelompok placebo menjadi 10% pada
kelompok probiotik. Penelitian Phuapradit P. dkk di Thailand pada tahun 1999
menunjukkan bahwa bayi yang minum susu formula yang mengandung probiotik
Bifidobacterium Bb 12 dan Streptococcus thermophylus lebih jarang menderita diare oleh
karena infeksi rotavirus.6,9
Oberhelman RA dkk tahun 2002 melaporkan penggunaan Lactobacillus GG di Peru
pada komunitas dengan risiko tinggi diare dapat menurunkan episode diare terutama pada
anak-anak usia 18-29 bulan dibandingkan dengan placebo (4,7 v 5,9 episod/anak/thn
dengan p = 0,0005), akan tetapi penelitian yang sama di Finlandia tahun 2001 tidan
menemukan adanya efek proteksi pada konsumsi jangka lama susu formula yang
disuplementasi dengan probiotik.
DSouza dkk tahun 2002 melaporkan bahwa probiotik jika diberikan bersama-sama
dengan antibiotika mengurangi risiko Antibiotic Assosiated Diarrhea.
Kemungkinan mekanisme efek probiotik dalam pencegahan diare melalui : perubahan
lingkungan mikro lumen usus (pH, oksigen), produksi bahan anti mikroba terhadap
beberapa patogen usus, kompetisi nutrien, mencegah adhesi kuman patogen pada enterosit,
modifikasi toksin atau reseptor toksin efek trofik terhadap mukosa usus melalui penyediaan
nutrien dan imunomodulasi.
Disimpulkan bahwa beberapa probiotik potensial mempunyai efek protektif terhadap
diare, tetapi masih diperlukan penelitian dan evaluasi lebih lanjut termasuk efektivitas dan
keamanannya, walaupun sejauh ini penggunaan probiotik pada percobaan klinis dikatakan
aman.
Surveilans diperlukan untuk mencari kemungkinan efek samping seperti infeksi pada
kelompok risiko tinggi antara lain bayi prematur dan pasien immuno compromised.

44

Prebiotik
Prebiotik bukan merupakan mikroorganisme akan tetapi bahan makanan. Umumnya
kompleks karbohidrat yang bila dikonsumsi dapat merangsang pertumbuhan flora intestinal
yang menguntungkan kesehatan.
Oligosakarida yang ada di dalam ASI dianggap sebagai prototipe prebiotik oleh
karena dapat merangsang pertumbuhan Lactobacilli dan Bifidobacteria di dalam kolon bayi
yang minum ASI. Data menunjukkan angka kejadian diare akut lebih rendah pada bayi
yang minum ASI. Tetapi pada dua penelitian RCT di Peru tahun 2003, bayi-bayi di
komunitas yang diberi cereal yang disuplementasi dengan Fruktooligosakarida (FOS) tidak
menunjukkan penurunan angka kejadian diare. Penemuan lain yang dilakukan di
Yogyakarta pada tahun 1998, suatu penelitian RCT yang melibatkan 124 penderita diare
dengan tanpa melihat penyebabnya menunjukkan adanya perbedaan bermakna lamanya
diare, dimana pada penderita yang mendapat FOS lebih pendek pada masa diarenya
dibanding placebo.6,9
Prognosis
Prognosis diare akut pada anak baik bila ditangani dengan cepat dan tepat sesuai kondisi
pasien.
Kesimpulan
Diare masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama, karena
masih tingginya angka kesakitan dan kematian. Penyebab utama diare akut adalah infeksi
Rotavirus yang bersifat self limiting sehingga tidak memerlukan pengobatan dengan
antibiotika. Pemakaian antibitika hanya untuk kasus-kasus yang diindikasikan.Masalah
utama diare akut pada anak berkaitan dengan risiko terjadinya dehidrasi. Upaya rehidrasi
menggunakan cairan rehidrasi oral merupakan satu-satunya pendekatan terapi yang paling
dianjurkan. Penggantian cairan dan elektrolit merupakan elemen yang penting dalam terapi
diare akut. Pemakaian anti sekretorik,probiotik, dan mikronutrien dapat memperbaiki

45

frekuensi dan lamanya diare. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah pemberian makanan
atau nutrisi yang cukup selama diare dan mengobati penyakit penyerta.

Daftar Pustaka
1. Antonius H.Pudjiadi, Hegar Badriul. Pedoman pelayanan medis. Ikatan dokter anak
Indonesia 2009: 58-63
2. Lung E. Acute diarrheal Diseases dalam Current diagnosis abd treatment in
gastroenterology.Ed.Friedman S ; edisi ke 2 New Tork 2003 :McGraw Hill,hal 13149
3. Dit. Jen PPM, PLP Dep. Kes. RI. PMPD. Buku Ajar Diare. 1996.
4. Pickering LK, Snyder JD. Gastroenteritis in Behrman, Kliegman, Jenson eds.
Nelson Textbook of Pediatrics 17 ed. Saunders. 2004 : 1272-6.
5. Widayana IW, Gandi. Konsistensi pelaksanaan program serta morbiditas dan
mortalitas diare di era otonomi dan krisis. Kumpulan makalah Kongres Nasional II
BKGAI Bandung. 2003 : 45-54.
6. Soeparto P, Djupri LS, Sudarmo SM, Ranuh IRG. Diare. Dalam : Soeparto P, Djupri
LS, Sudarmo SM, Ranuh IRG eds. Gangguan absorbsi-sekresi sindroma diare.
Graha masyarakat ilmiah kedokteran FK Unair. 1999 : 1-36.
7. Juffrie M, et al. The effect of fructooligosaccharide (FOS) in children with diarrhea.
J of the Medical Sciences. 2007; 39 : 47-53
8. Eppy. Diare akut. Medicines vol. 22 no.3. September- November 2009
9. Firmansyah A. Terapi probiotik dan prebiotik pada penyakit saluran cerna.dalam
Sari pediatric Vol 2,No. 4 maret 2001
10. Diare diunduh dari http://www.ichrc.org/52-diare-akut. 7 januari 2015.

46

Anda mungkin juga menyukai