1 Nervus Maxillaris
Nervus maxillaris merupakan cabang kedua dari N. trigeminus. Bersifat sensibel dan
melayani kulit bagian medial wajah, palpebra inferior, sisi hidung dan labium superius, juga
mempersarafi nasopharynx, palatum molle, tonsilla, atap cavitas oris, gingiva superior dan
dentes. Berjalan horizontal ke arah rostral dan berada pada dinding lateral sinus cavernosus,
selanjutnya berjalan melalui foramen rotundum meninggalkan cavitas crania. Dari sini saraf
tersebut berjalan menyilang fossa pterygoidea, masuk ke dalam orbita melalui fissur orbitalis
inferior. Berada di dalam sulkus infraorbitalis sebagai nervus infraorbitalis, keluar melalui
foramen infraorbitalis, mempersarafi kulit pada wajah bagian medial.5
2) Nervus pterygopalatini, yaitu dua buah saraf pendek yang bergabung dengan ganglion
pterygopalatini.
3) Rami orbitalis yang menuju ke orbita dengan melewati fissur orbitalis inferior,
mempersarafi periosteum.
4) Nervus palatinus major (nervus palatinus anterior), berjalan melalui canalis
pterygopalatinus menembusi palatum durum dengan melewati foramen palatinum
majus, dan membentuk beberapa percabangan, salah satu cabang yang terpanjang
berjalan ke anterior sampai sejauh gigi incisivus; mempersarafi gingiva dan mukosa
pada palatum durum serta bagian dari palatum molle yang berdekatan.
5) Rami nasalis posterior superior, berjalan melalui foramen sphenopalatinum masuk ke
dalam pars posterior cavitas nasi, melayani mukosa concha nasalis superior dan
medius, dan pars posterior septum nasi.
6) Ramus pharyngeus (nervus pterygopalatinus), meninggalkan ganglion pterygopalatina
(ganglion sphenopalatina) dari bagian posterior, menuju ke nasopharynx.
7) Rami alveolaris superior posterior, yang dipercabangkan sebelum saraf induk masuk
ke dalam fissur infraorbitalis, mempersarafi mukosa sinus maxillaris dan gigi molar
atas.
c. Di dalam canalis infraorbitalis terdapat cabang-cabang :
1) Ramus alveolaris superior medius, dipercabangkan di bagian posterior canalis
infraorbitalis, berjalan ke arah caudo-anterior pada dinding lateral sinus maxillaris,
mempersarafi kedua gigi premolar. Membentuk plexus dentalis superior bersamasama dengan ramus alveolaris superior posterior dan ramus alveolaris superior
anterior.
2) Ramus alveolaris superior, dipercabangkan sebelum saraf induk meninggalkan
foramen infraorbital, menuju ke dinding anterior sinus maxillaris, mempersarafi gigi
caninus dan incisivus.
3) Nervus infraorbitalis, keluar dari foramen infraorbital, memberi percabangan untuk
wajah, seperti rami palpebra inferior, rami nasali externii, dan rami labialis superior
(membentuk plexus infraorbitalis bersama-sama dengan cabang-cabang dari nervus
fasialis).
gingiva
dan
gigi
rahang
bawah,
mandibula
dan
articulation
submandibularis menuju ke apeks lingua. Chorda tympani sebagai cabang dari nervus
fasialis bergabung dengan nervus lingualis dengan membentuk sudut lancip, kira-kira 1-2
cm di sebelah caudal foramen ovale, mengandung serabut sensoris bagi 2/3 bagian
anterior lingua dan serabut secretoris (preganglioner parasympathis) untuk glandula
submandibularis.
9. Nervus alveolaris inferior, berjalan bersama-sama dengan arteria alveolaris inferior. Pada
umumnya berada di sebelah profunda m. pterygoideus lateralis, lalu berjalan di antara
ligamentum sphenomandibulare dan ramus mandibulae menuju ke foramen mandibular,
berjalan di dalam canalis mendibularis sampai pada foramen mentale, dan member dua
buah cabang terminal, yakni ramus incisivus dan nervus mentalis.
III.1 Anestesi Infiltrasi
Anestesi infiltrasi merupakan teknik anestesi lokal paling sering digunakan pada
maxilaris. Pada teknik ini, larutan anestesi didepositkan pada permukaan supraperiosteal yang
berhubungan dengan periosteum bukal dan labial.6
Larutan anestesi didepositkan di dekat serabut terminal dari saraf dan akan terinfiltrasi
sepanjang jaringan untuk mencapai serabut saraf dan menimbulkan efek anestesi dari daerah
terlokalisir yang disuplai oleh saraf tersebut. Teknik infiltrasi dapat dibagi menjadi :3
1. Suntikan submukosa
Istilah ini diterapkan bila larutan didepositkan tepat dibalik membran mukosa. Walaupun
tidak menimbulkan anestesi pada pulpa gigi, suntikan ini sering digunakan baik untuk
menganestesi saraf bukal panjang sebelum pencabutan molar bawah atau operasi jaringan
lunak.
2. Suntikan
supraperiosteal
subperiosteal,
suntikan interdental papilla, dan suntikan peridental.
Pada beberapa
daerah seperti maksila, bidang
kortikal
Sumber : www.studentals.net/stu/t8830.html
Accessed
at Desbagian
10th 2009luar dari tulang alveolar
biasanya tipis dan dapat terperforasi oleh saluran vaskular yang kecil. Pada daerah-daerah
ini bila larutan anestesi didepositkan di luar periosteum, larutan akan terinfiltrasi melalui
periosteum, bidang kortikal, dan tulang medularis ke serabut saraf. Dengan cara ini,
anestesi pulpa gigi dapat diperoleh melalui penyuntikan di sepanjang apeks gigi. Suntikan
supraperiosteal merupakan teknik yang paling sering digunakan pada kedokteran gigi dan
sering disebut sebagai suntikan infiltrasi.
3. Suntikan subperiosteal
Pada teknik ini, larutan anestesi didepositkan antara periosteum dan bidang kortikal.
Karena struktur ini terikat erat, suntikan tentu terasa sangat sakit. Karena itu, suntikan
hanya digunakan bila tidak ada alternatif lain atau bila anestesi superfisial dapat diperoleh
dari suntikan supraperiosteal. Teknik ini biasa digunakan pada palatum dan bermanfaat
bila suntikan supraperiosteal gagal untuk memberikan efek anestesi, walaupun biasanya
pada situasi ini lebih sering digunakan suntikan intraligament.
4. Suntikan intraoseous
Seperti terlihat dari namanya, pada teknik ini larutan di depositkan pada tulang medularis.
Prosedur ini sangat efektif bila dilakukan dengan bantuan bur tulang dan jarum yang di
desain khusus untuk tujuan tersebut. Setelah suntikan supraperiosteal diberikan dengan
cara biasa, dibuat insisi kecil melalui mukoperiosteum pada daerah suntikan yang sudah
ditentukan untuk mendapat jalan masuk bagi bur dan reamer kecil. Kemudian dapat
dibuat lubang melalui bidang kortikal bagian luar tulang dengan alat yang sudah dipilih.
Lubang harus terletak di dekat apeks gigi pada posisi sedemikian rupa sehingga tidak
mungkin merusak akar gigi geligi.
3.2a
Jarum yang pendek dengan hub yang panjang diinsersikan melalui lubang dan diteruskan
ke tulang, larutan anestesi 0,25 ml didepositkan perlahan ke ruang medularis dari tulang.
Jumlah larutan tersebut biasanya cukup untuk sebagian besar prosedur perawatan gigi.
Teknik suntikan intraoseous akan memberikan efek anestesi yang baik pada pulpa disertai
dengan gangguan sensasi jaringan lunak yang minimal. Walaupun demikian, biasanya
tulang alveolar akan terkena trauma dan cenderung terjadi rute infeksi. Prosedur asepsis
yang tepat pada tahap ini merupakan keharusan. Pada prakteknya, dewasa ini sudah
dipasarkan larutan anestesi yang efektif dan penggunaan suntikan intraligamentum atau
ligamentum periodontal sudah mengurangi perlunya suntikan intraoseous dan karena itu,
teknik suntikan intraoseous sudah makin jarang digunakan.
5. Suntikan intraseptal
Merupakan versi modifikasi dari teknik intraoseous yang kadang-kadang digunakan bila
anestesi yang menyeluruh sulit diperoleh atau bila akan dipasang geligi tiruan immediet
serta bila teknik supraperiosteal tidak mungkin digunakan. Jarum 27 gauge diinsersikan
pada tulang lunak di crest alveolar. Larutan didepositkan dengan tekanan dan berjalan
melalui tulang medularis serta jaringan periodontal untuk memberi efek anestesi. Teknik
ini hanya dapat digunakan setelah diperoleh anestesi superfisial.
6. Suntikan intraligament
Teknik ini makin popular sejak 1980-an dan dewasa ini dianggap sebagai teknik
pembantu untuk teknik yang lebih canggih. Teknik ini umumnya menggunakan syringe
konvensional yang pendek dan lebarnya 27 gauge atau syringe yang didesain khusus
untuk tujuan tersebut. Teknik ini mempunyai beberapa manfaat. Efeknya yang terbatas
dimungkinkan dilakukannya perawatan pada satu gigi dan membantu perawatan pada
kuadran mulut yang berbeda. Suntikan ini juga tidak terlalu sakit bagi pasien yang
umumnya tidak menyukai rasa bengkak yang sering menyertai anestesi lokal. Suntikan
ini juga dapat menghindari terjadinya baal pada lidah, pipi dan jaringan lunak lainnya,
jadi mengurangi resiko trauma pada bibi dan lidah yang baal dan tidak menimbulkan
rasa kurang enak bagi pasien sehingga ia dapat makan, minum dan berbicara secara
normal. Efeknya yang terlokalisir membuat teknik ini dapat digunakan sebagai suntikan
diagnostik untuk mengidentifikasi sumber sakit.
Nervus infraorbital merupakan salah satu cabang terminal dari divisi maxillaris nervus
trigeminus. Nervus ini mempersarafi kulit pipi, kulit dan mukosa dari bibir atas dan bagian
hidung. Nervus alveolar superior anterior (ASA) memisahkan nervus infraorbital dalam kanal
infraorbital sekitar 5 mm sebelum foramen infraorbital. Nervus ASA menyalurkan sensasi ke
gigi incisivus atas dan gigi caninus dan kadang-kadang ke premolar dan jaringan
periodontium bagian bukal, gingival dan mukosa serta tulang yang berhubungan dengan gigigigi ini. Nervus MSA mempersafari pulpa dan jaringan yang bersebelahan dari gigi premolar
maxillaris dengan akar mesiobukal dari molar pertama. Teknik infiltrasi maupun blok dapat
menganestesi cabang terminal dari nervus ASA dan MSA. Teknik anestesi blok nervus
infraorbital bergantung pada deposisi anestesi lokal ke dalam foramen infraorbital yang
memungkinkan larutan anestesi berdifusi di sepanjang kanal infraorbitalis dan di sekitar
tulang untuk mencapai nervus ASA dan MSA.4
Injeksi
infraorbital
diindikasikan
jika
peradangan
dan
infeksi
merupakan
Gambar 3.6. Jarum diarah sejajar dengan long axis gigi dan diinsersikan
pada puncak mucobukal fold di atas premolar pertama.
Sumber : http://nysora.com/3089. Accessed at Nov 3rd 2009.
Teknik :4
1.
2.
3.
4.
6. Arahkan jarum sejajar akar gigi premolar menghadap foramen infraorbital sampai
berkontak dengan tulang, sekitar 15 sampai 20 mm.
7. Jarum ditarik sedikit, jika apsirasi negatif , suntikkan secara perlahan-lahan 1,5 ml
larutan anestesi.
Teknik :8
Identifikasi puncak mukobukal fold di atas gigi premolar kedua maxillaris yang akan
menjadi titik tusukan. Operator berdiri di arah antara pukul Sembilan dan sepuluh sedangkan
operator yang kidal harus berdiri di arah antara pukul dua dan tiga. Menarik pipi dengan alat
retraksi dan menginsersi jarum sampai ujung jarum berada di atas apeks dari gigi premolar
kedua. Lakukan aspirasi dan depositkan larutan anestesi dua pertiga cartridge secara
perlahan-lahan selama satu menit. Pelaksanaan teknik mengalami kesuksesan apabila
menganestesi daerah pulpa gigi jaringan lunak dan tulang disekitar gigi premolar pertama dan
kedua dan akar mesiobukal gigi molar pertama.
Anestesi blok ini dimaksudkan untuk menganestesi nervus alveolar superior posterior
menembus aspek posterolateral dari tuberositas maxillaris sebelum mencapai tulang. Dengan
demikian, ada hubungan yang erat antara daerah suntikan dengan plexus venous pterygoid di
bawah dan di atas dan dapat dengan mudah dimasuki jarum.7
Injeksi blok nervus PSA dilakukan di daerah yang sangat vaskular, sehingga
pembentukan hematoma sering terjadi, terutama ketika jarum masuk lebih dari 15 mm.
Perdarahan segera dapat dikontrol oleh tekanan, tetapi setelah injeksi, trismus dapat
berlangsung selama berminggu-minggu. Terapi antibiotik harus diresepkan jika hematoma
membesar.4
Teknik : 4
1. Gunakan jarum yang pendek atau panjang, tidak kurang dari 27 gauge.
2. Instruksikan pasien untuk sedikit membuka mulut, dan gerakkan mandibula ke arah
daerah injeksi.
3. Retraksi bibir dan pipi dengan ibu jari atau jari telunjuk dari tangan kiri.
4. Insersikan jarum pada puncak sulkus bukal maxillaris ke bagian distal dari molar
kedua.
5. Masukkan jarum ke posterior, superior, dan medial (dengan sudut 45 o dari dataran
oklusal) sampai kedalaman 15 mm.
6. Lakukan aspirasi.
7. Injeksikan 1.5 ml larutan anestesi secara perlahan-lahan.
4. Anestesi Blok Nervus Palatinal
Anestesi blok nervus palatinal berguna ketika perawatan diperlukan pada aspek
palatal dari gigi premolar dan molar maxillaris. Nervus palatinal keluar dari kanal dan
menuju ke depan antara tulang dan jaringan lunak palatal. Kontraindikasi teknik ini yaitu
inflamasi akut dan infeksi di daerah suntikan. Teknik ini menggunakan jarum panjang 25 atau
27 gauge.8
Teknik :8
Pasien harus dalam posisi terlentang dengan dagu miring ke atas untuk
memperlihatkan daerah yang akan dianestesi. Operator berdiri di arah jarum jam pukul
delapan sedangkan operator yang kidal berdiri di arah jarum jam pukul empat. Gunakan
kapas, cari foramen palatinal dengan menempatkan kapas pada jaringan palatal sekitar 1 cm
di medial diantara gigi molar kedua dan ketiga.
Gambar 3.12. Daerah insersi untuk anestesi blok nervus palatinal satu cm
dari median diantara molar kedua dan ketiga maxillaris.
Sumber : http://nysora.com/3089. Accessed at Nov 3rd 2009.
Daerah di sekitar satu atau dua millimeter di sebelah anterior foramen merupakan titik
tusukan. Gunakan kapas, berikan tekanan ke daerah foramen sampai percabangan jaringan.
Arah jarum suntik tegak lurus terhadap daerah suntikan hingga satu sampai dua millimeter
dari anterior foramen. Sambil menjaga tekanan pada foramen, suntikkan larutan anestesi
volume kecil sehingga jarum masuk ke jaringan sampai berkontak dengan tulang. Jaringan
akan pucat di sekitar daerah suntikan.
Kedalaman penetrasi biasanya lebih dari beberapa millimeter. Sekali berkontak
dengan tulang, lakukan aspirasi dan injeksikan larutan anestesi sebanyak seperempat
cartridge (0.45 cc). Resistensi deposisi larutan anestesi secara normal dapat dirasakan
operator. Teknik ini menganestesi mukosa palatal dan palatum keras dari premolar pertama
aspek anterior ke posterior dari palatum keras ke garis tengah medial.
Teknik :8
Pasien harus dalam posisi terlentang dengan dagu miring ke atas untuk
memperlihatkan daerah yang akan dianestesi. Operator harus berdiri di arah jarum jam pukul
Sembilan sedangkan operator yang kidal harus berdiri di arah jarum jam pukul tiga.
Mengidentifikasi papilla incisivum. Daerah lateral secara langsung ke papilla incisivum
merupakan daerah injeksi. Dengan kapas, tahan tekanan di atas papilla incisivum.
Menginsersi jarum arah lateral ke papilla dengan bevel berlawanan jaringan.
wajah, termasuk bagian hidung dan sebagian bibir atas, menjadi mati rasa. Jika palatum mati
rasa, ini merupakan tanda larutan anestesi telah terpenetrasi ke ganglion sphenopalatinal.
Dengan demikian sebagian maxillaris dapat teranestesi, termasuk sinus maxilaris. Jika
palatum tidak mati rasa, dilakukan injeksi tambahan pada palatinal anterior dan foramen
incisivum jika anestesi pada seluruh bagian maxillaris diinginkan.9
Injeksi maxillaris ekstraoral lebih baik daripada secara intraoral karena secara
intraoral, bibir dan pipi diretraksi, sehingga dapat saja terpotong dan memar. Selain itu, jarum
diinsersi ke dalam permukaan yang steril. Anatomi landmark untuk insersi jarum ditemukan
dengan meraba pinggiran superior dari lengkung zigomatikum ke tempat dimana terbentuk
sudut siku-siku dengan tepi superior dari orbit. Sudut ini disebut sudut zygomatikum. Dari
titik ini garis vertikal ditarik ke bawah 0.5 cm di bawah tepi inferior zygomatikum, yang
merupakan tempat insersi jarum.9
Setelah kulit steril dan siap, jarum diinsersi dengan gigi-geligi beroklusi. Beberapa
tetes dari larutan anestesi dinjeksikan ke bawah kulit, kemudian jarum melewati pipi secara
vertikal menuju otot bucinator dengan kedalaman 2 sampai 3 cm, selanjutnya berkontak
dengan tulang. Sekarang jarum diarahkan sedikit lebih ke belakang melewati dinding
posterior dari maxillaris. Setelah jarum dimasukkan 2 cm lagi, pengendapan tulang kembali
terasa, permukaan anterior menjadi lebih lebar dari sphenoid di bawah foramen rotundum.
Jarum telah masuk sedalam 5 cm, ditandai dengan karet disk. Dua millimeter larutan anestesi
diinjeksikan, dan gejala anestesi akan dirasakan seperti yang digambarkan dalam teknik
intraoral. Perlu dicatat bahwa dengan metode okular mengakibatkan gangguan seperti
diplopia, kelopak mata melemah, dan dilatasi dari pupil yang terjadi dalam jangka waktu
pendek dan beberapa pasien mengalami gangguan anestesi pada palatum lunaknya.9
Teknik direct. Ketika melakukan teknik anestesi blok nervus alveolar mandibula pada
orang dewasa, jarum panjang (35mm) tidak lebih kecil dari 27 gauge yang mesti digunakan.
Jarum panjang dianjurkan karena penetrasinya sampai 25 mm mungkin diperlukan, jarum
tidak diinsersi sampai hub untuk menghindari patah jarum. Penting untuk mengoreksi
landmarking dan dan melakukan tekniknya secara berurutan.4
Injeksi ini akan menganestesi nervus alveolar inferior dan memblok nervus lingual.
Jika membutuhkan anestesi lingual, jarum ditarik setengah dan aspirasi diulangi. Jika aspirasi
negatif, larutan pada cartridge diinjeksi pada titik ini, dan jarum kemudian ditarik.4
Teknik direct :4
1.
2.
3.
4.
Letakkan ibu jari pada fossa retromolar, raba coronoid notch pada batas anterior ramus.
Letakkan jari telunjuk pada batas posterior ramus di tempat yang sama dengan ibu jari.
Beritahu pasien untuk membuka mulut dengan lebar.
Insersi jarum ke dalam mulut secara menyilang terhadap gigi premolar mandibula dari
dengan teknik ini. Kontraindikasi teknik ini yaitu inflamasi akut dan infeksi pada daerah
injeksi. Teknik ini menggunakan jarum pendek 25 atau 27 gauge.8
Teknik :4
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Gambar 3.20. Insersi jarum pada mukobukal fold di atas foramen mentale
untuk blok nervus mentale dan incisivum.
Sumber : http://nysora.com/3089. Accessed at Nov 3rd 2009.
Teknik :8
Pasien harus dalam posisi setengah terlentang. Operator harus berdiri di arah jarum
jam pukul delapan sedangkan operator yang kidal harus berdiri di arah jarum jam pukul
empat. Daerah injeksi terletak di puncak mukobukal fold di atas foramen mentale. Foramen
dapat diraba secara manual dengan tekanan jari di daerah mandibula bagian premolar. Pasien
akan merasa sedikit tidak nyaman akibat palpasi ke foramen. Gunakan instrumen retraksi
untuk meretraksi jaringan lunak. Jarum diarahkan ke foramen mentale dengan bevel
menghadap tulang. Menembus jaringan lunak dengan kedalaman lima millimeter, aspirasi
dan injeksi sekitar 0.6cc larutan anestesi. Pelaksanaan teknik ini dikatakan sukses apabila
menghasilkan anestesi jaringan lunak bukal anterior ke foramen, bibir bawah dan dagu pada
daerah injeksi.
4. Anestesi Blok Nervus Buccal
Anestesi blok nervus bukal, atau dikenal dengan anestesi blok bukal panjang atau
buccinators, merupakan tambahan yang berguna pada anestesi blok nervus alveolar inferior
ketika dilakukan manipulasi dari jaringan lunak bukal di regio molar mandibula. Titik target
teknik ini adalah nervus bukal yang melalui ramus dibagian anterior. Kontraindikasi prosedur
ini yaitu inflamasi dan infeksi akut pada daerah injeksi. Teknik ini menggunakan jarum
panjang 25 gauge.8
Nervus buccinators diblok pada titik tranversal batas anterior ramus. Yang muncul
dari dalam prosessus coronoid dari mandibula dan melintasi ramus setinggi molar atas dalam
posisi mulut terbuka. Daerah injeksi terbaik pada tinggi ini dan masuk ke dalam jaringan
yang menutupi tepi anterior coronoid. Sekitar satu ml larutan anestesi diinjeksikan. Efek
anestesi dicapai setelah 5 menit.9
Gambar 3.22. Jaringan distal dan bukal dari gigi molar terakhir merupakan
targen daerah injeksi.
Sumber : http://nysora.com/3089. Accessed at Nov 3rd 2009.
Teknik :8
Pasien berada dalam posisi setengah terlentang. Operator harus berdiri di arah jarum
jam pukul delapan sedangkan operator kidal harus berdiri di arah jarum jam pukul empat.
Mencari sisi yang paling distal gigi molar pada sisi yang dirawat. Jaringan di bagian distal
dan bukal di gigi molar terakhir merupakan daerah injeksi. Menggunakan instrument retraksi
untuk meretraksi pipi. Bevel jarum menghadap tulang dan syringe di arahkan sejajar bidang
oklusal pada daerah injeksi. Jarum diinsersi ke dalam jaringan lunak dan beberapa tetes
larutan anestesi disuntikkan. Jarum dimasukkan sekitar satu atau dua millimeter sampai
berkontak dengan tulang. Setelah berkontak dengan tulang dan aspirasi negatif, 0.2 cc larutan
anestesi lokal didepositkan. Jarum ditarik dan ditutup kembali. Pelaksanaan anestesi
dikatakan sukses apabila menghasilkan efek anestesi pada jaringan lunak bukal dari daerah
molar mandibula.
5. Anestesi Blok Vazirani-Akinosi Closed-Mouth
Anestesi blok nervus mandibula Vazirani-Akinosi closed mouth merupakan teknik
yang berguna untuk pasien yang sulit membuka mulut seperti trismus atau ankylosis
temporomandibular joint. Kesulitan membuka mulut merupakan kontraindikasi teknik
anestesi blok nervus alveolar inferior dan teknik Gow-Gates yang membutuhkan pasien
membuka mulut secara maksimal. Keuntungan lainnya dari teknik ini yaitu resiko trauma
yang minimal dari nervus alveolar inferior, arteri, vena dan otot pterygoid, tingkat komplikasi
yang rendah dan ketidaknyamanan yang minimal dari injeksi. Kontraindikasi teknik ini yaitu
inflamasi dan infeksi akut pada ruang pterygomandibular, cacat atau tumor pada regio
tuberositas maxillaris atau ketidakmampuan untuk memvisualisasikan bagian medial ramus.
Teknik ini menggunakan jarum panjang 25 gauge.8
Teknik :6
1. Injeksi ini dilakukan pada mulut tertutup. Posisi pasien meiring 45 o dengan gigi geligi
beroklusi. Ibu jari yang bebas digunakan untuk merefleksi pipi secara lateral dan
mengidentifikasi presessus coronoid.
2. Syringe diletakkan sejajar bidang oklusal, dan diposisikan setinggi mukogingiva yang
dekat dengan gigi molar ketiga maxillaris.
3. Jarum diputar searahss mukogingiva dari molar ketiga atas, dan menganestesi mucosa di
medial mandibula.
4. Menjaga syringe tetap sejajar dengan dataral oklusal, diarahkan ke posterior dan sedikit
ke lateral sampai masuk sekitar 1.5 inci (38 mm). Ujung jarum akan masuk ke
pertengahan ruang pterygomandibular dan dekat dengan percabangan utama nervus
mandibular.
5. Larutan anestesi didepositkan setelah aspirasi dan jarum kemudian ditarik. Tanda
munculnya efek anestesi akan dimulai setelah 4 sampai 5 menit.
6. Jika jarum terlalu jauh masuk ke medial, nervus tidak akan teranestesi. Perlu diketahui
bahwa dengan teknik ini, struktur posterior akan teranestesi sebelum struktur anterior.
Tanda klasik kram dari bibir bawah akan tertunda.
6. Anestesi Blok Gow-Gates
Teknik ini menggunakan landmark eksternal yang mengarahkan jarum ke titik
tusukan yang lebih tinggi, sehingga menjamin tinggi yang memadai untuk deposit larutan di
atas lingual. Berikut dua landmark ektraoral yang digunakan :6
1. Pertama, dataran diidentifikasi untuk mengarahkan jarum suntik. Dataran ini memanjang
dari batas bawah ke notch telinga melalui commisura bibir.
2. Kedua adalah sebuah titik, tragus telinga, yang mengidentifikasi landmark yang
mengarahkan jarum.
Teknik :4
1. Mencari daerah anterior dengan mulut terbuka lebar.
2. Kedalaman blok pada orang dewasa sekitar 25 sampai 27 mm.
3. Landmarking gigi cenderung tidak penting; titik injeksi sekitar cusp dari gigi molar
kedua maxillaris.
4. Menggunakan garis dari tragal notch ke sudut mulut, membimbing jarum ke leher
condylus.
5. Dengan kepala pasien miring ke belakang dan mulut terbuka lebar, meraba ridge internal
oblique dengan jari telunjuk atau ibu jari.
6. Angulasi dari injeksi ini sejajar dengan pertemuan dua eksternal landmark.
7. Titik tusukan berada diantara raphe pterygomandibula dan ridge internal oblique,
mendekati anterior leher condylar dari kontralateral premolar.
8. Depositkan seluruh larutan cartridge.
9. Mula kerjanya mungkin lebih lambat tetapi efek anestesinya 2 sampai 3 jam.