Pemangku atau Jero Mangku adalah seorang sulinggih sebagai pelayan atau perantara antara
manusia dengan Sang Pencipta, Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang dalam Keputusan
Mahasaba Parisada Hindu Dharma ke-2 tanggal 5 Desember 1968, seorang pemangku
disebutkan mereka yang telah melaksanakan upacara pewintenan sampai dengan adiksa
Widhi tanpa ditapak dan amati aran yang sebagaimana disebutkan dalam kutipan sesananing
pemangku atau pinandita, kata "pemangku" berasal dari kataPangku yang disamakan
artinya dengan
nampa ,
menyangga"
Dengan sesana pinandita sebagai suatu batasan ugeran prilaku dan wiweka pemangku untuk
dapat mengetahui hal yang salah dan benar dalam memikul beban atau tanggungjawab
sebagai pelayan masyarakat atau perantara umat manusia dengan Sang Pencipta yang dalam
menjalankan tugasnya sebagaimana disebutkan dalam kutipan tersebut hendaknya
berpedoman pada kitab Silakrama kepemangkuan atau kepanditaan.
Dalam lontar Raja Purana Gama, dibedakan menjadi dua belas jenis pemangku dilihat dari
Swadharma maupun tempatnya melaksanakan tugas sehari-hari :
1. Pemangku Pura.
2. Pemangku Pamongmong.
3. Pemangku Jan Banggul.
4. Pemangku Cungkub.
5. Pemangku Nilarta.
6. Pemangku Pandita.
7. Pemangku Bhujangga.
8. Pemangku Balian.
9. Pemangku Lancuban.
10. Pemangku Dalang.
11. Pemangku Tukang.
12. Pemangku Kortenu.
Kewenangan dan hak seorang pemangku sebagaimana dijelaskan dalam kutipan tersebut :
Wewenang pemangku dalam menyelesaikan upacara upakara (yaja) sepanjang tidak
bersifat prinsipil dan atas seijin / petunjuk pandita atau nabe yang bersangkutan.
Adapun mengenai tingkat upacara yang dilaksanakan
o Terbatas pada tingkat pedudusan alit.
Kewenangan lain yang ada pada seorang pemangku telah di eka jati yakni
dalam upacara-upacara seperti :
Menyelesaikan upacara Manusa Yaja, diberi wewenang dari mulai bayi lahir
sampai dengan otonan, dan pawidhi widana tingkat kecil seperti melukat dll.
Menggunakan mantra, dan mudra tertentu bila sudah mewinten dengan ayaban
bebangkit serta sudah mendapat bimbingan dan ijin dari pandita / Nabe.
Busana adat Bali yang dipergunakan berikut perlengkapan dari seorang pemangku
antara lain :
Rambut panjang atau bercukur.
Pakaian: destar, baju, udeng, saput (selimut), kain dalam melakukan upacara,
semuanya berwarna putih.
Disiplin Pemangku:
o
Aturan
o
dll;
Tidak cemer.
Selalu dislipin untuk tidak membuat tirta apapun, kecuali hanya memohon
kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Larangan larangan yang patut dipatuhi seorang pemangku seperti yang termuat
dalam lontar Kusumadewa, "Tan wenang mangan ulam : bawi, sampi atau sapi" dll.