Anda di halaman 1dari 14

BAB I

Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Antelmintik atau obat cacing adalah obat yang digunakan untuk memberantas
atau mengurangi cacing dalam lumen usus atau jaringan tubuh. Sebagian besar obat
cacing efektif terhadap satu macam kelompok cacing, sehingga diperlukan diagnosis
yang tepat sebelum menggunakan obat tertentu.
Kebanyakan antelmintik efektif terhadap satu macam cacing, sehingga
diperlukan diagnosis tepat sebelum menggunakan obat tertentu. Kebanyakan
antelmintik diberikan secara oral, pada saat makan atau sesudah makan. Beberapa
senyawa antelmintik yang lama, sudah tergeser oleh obat baru seperti Mebendazole,
Piperazin, Levamisol, Albendazole, Tiabendazole, dan sebagainya. Karena obat
tersebut kurang dimanfaatkan. (Gunawan, 2009)
1.2 Rumusan Masalah.
Mengetahui golongan obat antelmentik?
Mengetahui golongan obat trematoda,cestoda dan nematode?
Bagaimana penularan cacing sehingga menyebabkan infeksi?
1.3 Tujuan Makalah
Tujuan pembuatan makalah antelmintik untuk mengetahui dan menguraikan golongan
obat antelmentik,mengetahui golongan obat trematoda,cestoda,dan nematodadan
bagaimana penularan cacing sehingga menyebabkan infeksi.

Bab II
Pembahasan
2.1 Pengertian Antelmentik
Infeksi cacing merupakan salah satu penyakit yang paling umum tersebar dan
menjangkiti lebih dari 2 miliar manusia diseluruh dunia. Walaupun tersedia obat-obat
baru yang lebih spesifik dangan kerja lebih efektif, pembasmian penyakit ini masih
tetap merupakan salah satu masalah antara lain disebabkan oleh kondisi sosial
ekonomi di beberapa bagian dunia. Jumlah manusia yang dihinggapinya juga semakin
bertambah akibat migrasi, lalu-lintas dan kepariwisataan udara dapat menyebabkan
perluasan kemungkinan infeksi. (Tjay, 2007)
Infeksi oleh cacing merupakan salah satu penyakit yang paling umum tersebar di
dunia, di Indonesia termasuk penyakit rakyat yang umum dan sampai saat ini
diperkirakan masih cukup banyak anak-anak di Indonesia yang menderita infeksi
cacing sehingga pemerintah perlu mencanangkan pemberantasan cacing secara masal
dengan pemberian obat cacing kepada seluruh siswa sekolah dasar pada momenmomen tertentu.
Penularan penyakit cacing umumnya terjadi melalui mulut, meskipun ada juga
yang melalui luka dikulit. Larva dan telur cacing ada di mana-mana di atas tanah,
terutama bila sistim pembuangan kotoran belum memenuhi syarat-syarat hygiene.
Gejala penyakit cacing sering kali tidak nyata. Umumnya merupakan gangguan
lambung usus seperti mulas, kejang-kejang kehilangan nafsu makanan pucat (anemia)
dan lain lain.
Pencegahannya sebenarnya mudah sekali yaitu :

Menjaga kebersihan baik tubuh maupun makanan

Mengkomsumsi makanan yang telah di masak dengan benar (daging, ikan dll)

Mencuci tangan sebelum makanan.

Diagnosis dilakukan dengan menemukan cacing, telur cacing dan larva dalam
tinja, urin, sputum, darah atau jaringan lain penderita. Sebagian besar obat cacing
diberikan secara oral yaitu pada saat makan atau sesudah makan dan beberapa obat
cacing perlu diberikan bersama pencahar.
Banyak obat cacing memiliki khasiat yang efektif terhadap satu atau dua jenis cacing
saja. Hanya beberapa obat saja yang memiliki khasiat terhadap lebih banyak jenis
cacing (broad spectrum) seperti mebendazol.
Mekanisme kerja obat cacing yaitu dengan menghambat proses penerusan impuls
neuromuskuler

sehingga

cacing

dilumpuhkan.

Mekanisme

lainnya

dengan

menghambat masuknya glukosa dan mempercepat penggunaan (glikogen) pada


cacing.
Di negara berkembang seperti Indonesia, penyakit cacing merupakan penyakit
rakyat umum. Infeksinya pun dapat terjadi secara simultan oleh beberapa cacing
sekaligus. Infeksi cacing umumnya terjadi melalui mulut, kadang langsung melalui
luka di kulit (cacing tambang, dan benang) atau lewat telur (kista) atau larva cacing,
yang ada dimana-dimana di atas tana
2.2 Golongan Obat Antelmentik
1. Obat-Obat Untuk Pengobatan Nematoda
Cacing golongan nematoda tersebut menyebabkan infeksi cacing usus (soiltransmitted helminthasis). Hidupnya berkaitan dengan perilaku bersih dan kondisi
sanitasi lingkungan. Bila terdapat anemia, penderita harus diobati dengan sediaan

yang mengandung besi. Selain itu, wanita hamil tidak boleh minum obat cacing
karena memiliki sifat teratogen (merusak janin) yang potensial.
1.

Mebendazol

Mebendazol merupakan obat cacing yang paling luas spektrumnya. Obat ini tidak
larut dalam air, tidak bersifat higroskopis sehingga stabil dalam keadaan terbuka
(Ganirwarna, 1995). Mebendazol adalah obat cacing yang efektif terhadap cacing
Toxocara canis, Toxocara cati, Toxascaris leonina. Trichuris vulpis, Uncinaria
stenocephala, Ancylostoma caninum, Taenia pisiformis, Taenia hydatigena,
Echinococcus granulosus dan aeniaformis hydatigena(Tennant, 2002). Senyawa ini
merupakan turunan benzimidazol, obat ini berefek pada hambatan pemasukan
glukosa ke dalam cacing secara ireversibel sehingga terjadi pengosongan glikogen
dalam cacing. Mebendazol juga dapat menyebabkan kerusakan struktur subseluler
dan menghambat sekresi asetilkolinesterase cacing (Ganirwarna, 1995). Nama kimia
mebendazole

yaitu methyl

[(5-benzoyl-3H-benzoimidazol-2-yl)amino]formate.

Rumus kimia : C16H13N3O3

farmakokinetika

Mebendazol tidak larut dalam iar dan rasanya enak. Pada pemberian oral absorbsinya
buruk. Obat ini memiliki bioavailabilitas sistemik yang rendah yang disebabkan oleh
absorbsinya yang rendah dan mengalami first pass hepatic metabolisme yang cepat.
Diekskresikan lewat urin dalam bentuk yang utuh dan metabolit sebagai hasil
dekarboksilasi dalam waktu 48 jam. Absorbsi mebendazol akan lebih cepat jika
diberikan bersama lemak (Ganirwarna, 1995).

Efek Nonterapi dan Kontraindikasi

Mebendazol tidak menyebabkan efek toksik sistemik mungkin karena absorbsinya


yang buruk sehingga aman diberikan pada penderita dengan anemia maupun
malnutrisi. Efek samping yang kadang-kadang timbul berupa diare dan sakit perut
ringan yang bersifat sementara. Dari studi toksikologi obat ini memiliki batas
keamanan yang lebar. Tetapi pemberian dosis tunggal sebesar 10 mg/kg BB pada
tikus hamil memperlihatkan efek embriotoksik dan teratogenik (Ganirwarna, 1995).

2.

Pirantel Pamoat

Pirantel pamoat adalah obat cacing yang banyak digunakan saat ini. Mungkin karena
cara penggunaannya yang praktis, yaitu dosis tunggal, sehingga disukai banyak
orang. Selain itu khasiatnya pun cukup baik.Pirantel pamoat dapat membasmi
berbagai jenis cacing di usus. Beberapa diantaranya adalah cacing tambang (Necator
americanus dan Ancylostoma duodenale), cacing gelang (Ascaris lumbrocoides), dan
cacing kremi (Enterobius vermicularis) (MIMS,1998).
Cara kerja pirantel pamoat adalah dengan melumpuhkan cacing. Cacing yang lumpuh
akan mudah terbawa keluar bersama tinja. Setelah keluar dari tubuh, cacing akan
segera mati.Pirantel pamoat dapat diminum dengan keadaan perut kosong, atau
diminum bersama makanan, susu atau jus. (Drugs.Com, 2007).
Pemakaiannya berupa dosis tunggal, yaitu hanya satu kali diminum.Dosis biasanya
dihitung per berat badan (BB), yaitu 10 mg / kgBB. Walaupun demikian, dosis tidak
boleh melebihi 1 gr. Sediaan biasanya berupa sirup (250 mg/ml) atau tablet (125 mg
/tablet). Bagi orang yang mempunyai berat badan 50 kg misalnya, membutuhkan 500
mg pirantel. Jadi jangan heran jika orang tersebut diresepkan 4 tablet pirantel (125
mg) sekali minum.Nama dagang pirantel pamoat yang beredar di Indonesia
bermacam-macam,

ada

Combantrin,

Pantrin,

lain (MIMS,1998) .

Omegpantrin,

dan

lain-

3.

Tiabendazol

Tiabendazol adalah suatu benzimidazol sintetik yang berbeda, efektif terhadap


strongilodiasis yang disebabkan Strongyloides stercoralis (cacing benang), larva
migrans pada kuliat (atau erupsi menjalar) dan tahap awal trikinosis (disebabkan
Trichinella spinalis). Obat juga menganggu agregasi mikrotubular. Meskipun hamper
tidak larut dalam air, obat mudah diabsorbsi pada pemberian per oral. Obar
dihidroksilasi dalam hati dan dikeluarkan dalam urine. Efek samping yang dijum[pai
ialah pusing, tidak mau makan, mual dan muntah. Terrdapat beberapa laporan tentang
gejala SSP. Diantara kasus eritema multiforme dan sindrom Stevens Johnson yang
dilaporkan akibat tiabendazol, terdapat beberapa kematian. (Mycek, 2001)

4.

Invermektin

Invermektin adalah obat pilihan untuk pengobatan onkoserkiasis (buta sungai)


disebabkan Onchocerca volvulus dan terbukti pula efektif untuk scabies. Ivermektin
bekerja pada reseptor GABA (asam -amionobutirat) parasite. Aliran klorida dipacu
keluar dan terjadi hiperpolarisasi, menyebabkan paralisis cacing. Obat diberikan oral.
Tidak

menembus

sawar

darah

otak

dan

tidak

memberikan

efek

farmakologik. Namun, tidak boleh diberikan pada pasien meningitis karena sawar tak
darah lebih permiabel dan terjadi pengaruh SSP. Ivermektin juga tidak boleh untuk
orang hamil. Tidak boleh untuk pasien yangmenggunakan benzodiasepin atau
barbiturate obat bekerja pada reseptor GABA. Pembunuhan mikrofilia dapat
menyebabkan reaksi seperti Mozatti (demam, sakit kepala, pusing, somnolen,
hipotensi dan sebagainya) (Mycek, 2001)
2. Obat Untuk Pengobatan Trematoda

Trematoda merupakan cacing pipih berdaun, digolongkan sesuai jaringan yang


diinfeksi. Misalnya sebagai cacing isap hati, paru, usus atau darah.
1.

Prazikuantel

Infeksi trematoda umumnya diobati dengan prazikuantel. Obat ini merupakan obat
pilihan untuk pengobatan semua bentuk skistosomiasis dan infeksi cestoda seperti
sistisercosis. Permeabilitas membrane sel terhadap kalsium meningkat menyebabkan
parasite mengalami kontraktur dan paralisis. Prazikuantel mudah diabsorbsi pada
pemberian oral dan tersebar sampai ke cairan serebrospinal. Kadar yang tinggi dapat
dijumpai dalam empedu. Obat dimetabolisme secara oksidatif dengan sempurna,
meyebabkan waktu paruh menjadi pendek. Metabolit tidak aktif dan dikeluarkan
melalui urin dan empedu (Mycek, 2001)
Efek samping yang biasa termasuk mengantuk, pusing, lesu, tidak mau makan
dan gangguan pencernaan. Obat ini tidak boleh diberikan pada wanita hamil atau
menyusui. Interaksi obat yangterjadi akibat peningkatan metabolisme telah
dilaporkan jika diberikan bersamaan deksametason, fenitoin, dan karbamazepin,
simetidin yang dikenal menghambat isozim sitokrom P-450, menyebabkan
peningkatan kadar prazikuantel. Prazikuantel tidak boleh diberikan untuk mengobati
sistiserkosis mata karena penghancuran organisme dalam mata dapat merusak mata
(Mycek, 2001).
3. Obat Untuk Pengobatan Cestoda
Cestoda atau cacing pita, bertubuh pipih, bersegmen dan melekat pada usus pejamu.
Sama dengan trematoda, cacing pita tidak mempunyai mulut dan usus selama
siklusnya.
1.

Niklosamid

Niklosamid adalah obat pilihan untuk infeksi cestoda (cacing pita) pada umumnya.
Kerjanya menghambat fosforilasi anaerob mitokondria parasite terhadap ADP yang
menghasilkan energy untuk pembentukan ATP. Obat membunuh skoleks dan segmen
cestoda tetapi tidak telur-telurnya. Laksan diberikan sebelum pemberian niklosamid
oral. Ini berguna untuk membersihkan usus dari segmen-segmen cacing yang mati
agar tidak terjadi digesti dan pelepasan telur yang dapat menjadi sistiserkosisi.
Alcohol harus dilarang selama satu hari ketika niklosamid diberikan (Mycek, 2001)

4. Obat Antelmintik yang Lazim Digunakan


1.

Piperazin

Efektif

terhadap A.lumbricoides dan E.vermicularis.Mekanisme

kerjanya

menyebabkan blokade respon otot cacing terhadap asetilkolin _ paralisis dan cacing
mudah dikeluarkan oleh peristaltik usus. Absorpsi melalui saluran cerna, ekskresi
melalui urine. (Anonim.2010)
Piperazin pertama kali digunakan sebagai antelmintik oleh Fayard (1949).
Pengalaman klinik menunjukkan bahwa piperazin efektif sekali terhadap A.
lumbricoides dan E. vermicularis sebelumnya pernah dipakai untuk penyakit pirai.
Piperazin juga terdapat sebagai heksahidrat yang mengandung 44% basa. Juga
didapat sebagai garam sitrat, kalsium edetat dan tartrat. Garam-garam ini bersifat
stabil non higroskopis, berupa kristal putih yang sangat larut dalam air, larutannnya
bersifat sedikit asam. (Anonim.A)
a.

Efek antelmintik

Piperazin menyebabkan blokade respon otot cacing terhadap asetilkolin sehinggga


terjadi paralisis dan cacing mudah dikeluarkan oleh peristaltik usus. Cacing biasanya
keluar 1-3 hari setelah pengobatan dan tidak diperlukan pencahar untuk

mengeluarkan cacing itu. Cacing yang telah terkena obat dapat menjadi normal
kembali bila ditaruh dalam larutan garam faal pada suhu 37C. (Anonim.A)
Diduga cara kerja piperazin pada otot cacing dengan mengganggu permeabilitas
membran sel terhadap ion-ion yang berperan dalam mempertahankan potensial
istirahat, sehingga menyebabkan hiperpolarisasi dan supresi impuls spontan, disertai
paralisis. (Anonim.A)
Pada suatu studi yang dilakukan terhadap sukarelawan yang diberi piperazin ternyata
dalam urin dan lambungnya ditemukan suatu derivat nitrosamine yakni Nmonistrosopiperazine dan arti klinis dari penemuan ini belum diketahui. (Anonim.A)

b.

Farmakokinetik

Penyerapan piperazin melalui saluran cerna, baik. Sebagian obat yang diserap
mengalami metabolisme, sisanya diekskresi melalui urin. Menurut, Rogers (1958)
tidak ada perbedaan yang berarti antara garam sitrat, fosfat dan adipat dalam
kecepatan ekskresinya melalui urin. Tetapi ditemukan variasi yang besar pada
kecepatan ekskresi antar individu. Yang diekskresi lewat urin sebanyak 20% dan
dalam bentuk utuh. Obat yang diekskresi lewat urin ini berlangsung selama 24 jam.
(Anonim.A)

c.

Efek nonterapi dan kontraindikasi

Piperazin memiliki batas keamanan yang lebar. Pada dosis terapi umumnya tidak
menyebabkan efek samping, kecuali kadang-kadang nausea, vomitus, diare, dan
alergi. Pemberian i.v menyebabkan penurunan tekanan darah selintas. Dosis letal
menyebabkan konvulsi dan depresi pernapasan. Pada takar lajak atau pada akumulasi
obat karena gangguan faal ginjal dapat terjadi inkoordinasi otot, atau kelemahan otot,

vertigo, kesulitan bicara, bingung yang akan hilang setelah pengobatan dihentikan.
Piperazin dapat memperkuat efek kejang pada penderita epilepsi. Karena itu piperazin
tidak boleh diberikan pada penderita epilepsi dan gangguan hati dan ginjal.
Pemberian obat ini pada penderita malnutrisi dan anemia berat, perlu mendapatkan
pengawasan ekstra. Karena piperazin menghasilkan nitrosamin, penggunaannya
untuk wanita hamil hanya kalau benar-benar perlu atau kalau tak tersedia obat
alternatif.(Anonim.A)

d.

Sediaan dan posologi

Piperazin sitrat tersedia dalam bentuk tablet 250 mg dan sirop 500 mg/ml, sedangkan
piperazin tartrat dalam tablet 250 mg dan 500 mg. Dosis dewasa pada askariasis
adalah 3,5 g sekali sehari. Dosis pada anak 75 mg/kgBB (maksimum 3,5 g) sekali
sehari. Obat diberikan 2 hari berturut-turut. Untuk cacing kremi (enterobiasis) dosis
dewasa dan anak adalah 65 mg/kgBB (maksimum 2,5 g) sekali sehari selama 7 hari.
Terapi hendaknya diulangi sesudah 1-2 minggu. (Anonim.A)

2.

Pirantel Pamoat

Untuk cacing gelang, cacing kremi dan cacing tambang. Mekanisme kerjanya
menimbulkan depolarisasi pada otot cacing dan meningkatkan frekuensi imfuls,
menghambat enzim kolinesterase. Absorpsi melalui usus tidak baik, ekskresi sebagian
besar bersama tinja, <15% lewat urine.
Pirantel pamoat sangat efektif terhadap Ascaris, Oxyuris dan Cacing tambang, tetapi
tidak efektif terhadap trichiuris. Mekanisme kerjanya berdasarkan perintangan
penerusan impuls neuromuskuler, hingga cacing dilumpuhkan untuk kemudian
dikeluarkan dari tubuh oleh gerak peristaltik usus. Cacing yang lumpuh akan mudah

10

terbawa keluar bersama tinja. Setelah keluar dari tubuh, cacing akan segera mati. Di
samping itu pirantel pamoat juga berkhasiat laksans lemah. . (Tjay dan Rhardja,
2002)
Resorpsinya dari usus ringan kira kira 50% diekskresikan dalam keadaan utuh
bersamaan dengan tinja dan lebih kurang 7% dikeluarkan melalui urin. Efek
sampingnya cukup ringan yaitu berupa mual, muntah, gangguan saluran cerna dan
kadang sakit kepala. (Tjay dan Rhardja, 2002:193). Dosis terhadap cacing kremi dan
cacing gelang sekaligus 2-3 tablet dari 250 mg, anak-anak 2 tablet sesuai usia
(10mg/kg). Dosis tunggal pirantel pamoat 10mg/kg Bb (Tjay dan Rhardja, 2002)

11

Bab III
Kesimpulan
Terdapat tiga golongan cacing yang menyerang manusia yaitu matoda, trematoda, dan
cestoda. Sebagaimana penggunaan antibiotika, antelmintik ditujukan pada target
metabolic yang terdapat dalam parasite tetapi tidak mempengaruhi atau berfungsi lain
untuk pejamu. Beberapa senyawa antelmintik yang lama, sudah tergeser oleh obat
baru

seperti

Mebendazole,

Piperazin,

Levamisol,

Albendazole,

Tiabendazole,ivermectin, dan Ada golongan obat nematode,cestoda dan trematoda.

12

DAFTAR PUSTAKA
Ganiswara, S.G., Setiabudi, R., Suyatna, F.D., Purwantyastuti, Nafrialdi
(Editor).1995.Farmakologi dan Terapi. Edisi 4.. Bagian Farmakologi FK UI:
Jakarta
Hoan Tan Tjay,drs & Kirana Rahardja. 2003. Obat-obat penting, Khasiat,
penggunaan dan efek sampingnya : Elexmedia Computindo
Katzung.1989.Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 3.EGC: Jakarta
Mycek.2001.Farmakologi Ulasan Bergambar.Widya Medika : Jakarta MIMS Annual
(1998) : Combantrin. Edisi 8. Singapore.

13

Daftar Isi
1. Kata Pengantari
2. Bab I Pendahuluan..1
1.1 Latar Belakang..1
1.2 Rumusan Masalah..1
1.3 Tujuan Makalah1
3. Bab II Pembahasan..2
a. Pengertian Antelmentik...3
b. Golongan Obat Antelmintik ....3
1. Obat-Obat Untuk Pengobatan Nematoda..3
2. Obat Untuk Pengobatan Trematoda6
3. Obat Untuk Pengobatan Cestoda7
4. Obat Antelmintik yang Lazim Digunakan8
4. Bab III Kesimpulan .12
5. Daftar
Pustaka.
13

14

Anda mungkin juga menyukai