LANDASAN TEORI
II-1
II-2
Menurut Bedworth and Bailey (1987:363), terdapat dua tipe
permasalahan yang terjadi dalam lintasan perakitan, yaitu:
1.
2.
II-3
2.
II-4
Istilah sistem perakitan otomatis (automed assembly) ditujukan
pada penggunaan alat mekanik dan alat perlengkapan dengan sistem
otomatis untuk memberikan berbagai kemudahan pada lintasan
perakitan (assembly line). Kemajuan teknologi telah memotivasi
dunia industri untuk menggunakan teknologi robot. Aplikasi robot
ini didalamnya terdapat proses perakitan yang otomatis. Pada
perkembangannya desain produk telah memberikan dampak yang
signifikan untuk mengurangi penggunaan perakitan manual menjadi
sistem perakitan otomatis.
Salah satu kesulitan automated assembly adalah banyaknya metode
perakitan manual yang menggunakan manusia yang memegang
peranan yang paling menentukan dalam perakitan produk. Beberapa
alat mekanik umumnya digunakan dalam industri saat ini hampir
membutuhkan anatomi khusus dari adanya manusia. Contohnya:
penggunaan sekrup, rivet untuk menyatukan kabinet. Perakitan
manual ini ciri-cirinya adalah menyelesaikan pekerjaan dengan cara
manual dan menggunakan satu stasiun kerja (single station) pada
lintasan perakitannya. Jenis operasi manual umumnya telah
digunakan pada industri selama beberapa tahun dalam perakitan
produk. Penggunaan pekerja ini mengeluarkan biaya yang besar
untuk
II-5
terpenuhi, seperti halnya yang diungkapkan oleh Bedworth and James E.
Bailey (1987:364). Batasan-batasan tersebut adalah sebagai berikut:
1.
1MN
Jumlah stasiun kerja tidak boleh lebih besar dari pada jumlah
operasi yang ada. Selain itu, jumlah minimal stasiun kerja adalah
satu (1).
2.
tiC
Tidak boleh ada waktu operasi maupun waktu siklus suatu stasiun
kerja yang lebih besar dari waktu siklus yang telah ditetapkan
sebelumnya.
Perhitungan assembly line balancing baru dapat dilakukan jika
Precedence constraint
Precedence constraint dapat digambarkan dengan precedence
diagram. Precedence diagram merupakan suatu diagram yang
menggambarkan elemen-elemen pekerjaan yang dikehendaki untuk
terbentuk.yang terdiri dari rangkaian node dan anak panah. Node
menggambarkan suatu operasi yang dilakukan, sedangkan anak
panah menunjukkan aliran operasi.
2.
3.
II-6
Waktu siklus menunjukkan kecepatan suatu produksi. Dalam suatu
lintasan perakitan single station, waktu siklus menjadi suatu
constraint karena tidak boleh ada waktu siklus operasi maupun
waktu siklus dari suatu stasiun kerja yang yang lebih besar dari
pada waktu siklus yang diharapkan. Hal tersebut berbeda dengan
lintasan perakitan yang memiliki stasiun kerja paralel yang
menjadikan waktu siklus bukan sebagai constraint tetapi menjadi
suatu tolak ukur untuk menentukan stasiun kerja mana yang
memerlukan stasiun kerja tambahan.
Secara umum, tujuan yang ingin dicapai dalam pembentukan
suatu lintasan perakitan adalah untuk mencapai efisiensi lintasan yang
tinggi yang dapat dicapai dengan meminimasi waktu delay pada stasiun
kerja yang terbentuk. Selain itu, tujuan yang ingin dicapai adalah
tercapainya target produksi yang diharapkan. Tujuan tersebut dapat
dicapai dengan membuat waktu siklus setiap stasiun kerja yang ada
tidak melebihi waktu siklus yang sudah ditetapkan. Untuk dapat
menyelesaikan masalah penyeimbangan lintasan (line balancing) maka
harus diketahui terlebih dahulu metode kerja, mesin atau peralatan yang
digunakan, serta informasi waktu yang dibutuhkan untuk setiap lintasan
kerja.
Prinsip dasar dari suatu lintasan produksi adalah pergerakan atau
aliran dari suatu benda kerja dari seorang pekerja kepada pekerja
lainnya. Atau dengan kata lain, merupakan rangkaian dari urutan proses
pengerjaan yang diperlukan untuk memproduksi suatu produk. Dengan
demikian,
beberapa
pekerjaan
yang
harus
dilakukan
untuk
II-7
kerja di sepanjang lintasan produksi. Artinya, seorang pekerja
melakukan pekerjaan yang sama pada setiap benda kerja yang
melewatinya.
Menurut Mikell P. Groover, (1987:144), terdapat beberapa
definisi atau istilah yang digunakan pada lintasan produksi, yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Precedence
diagram,
adalah
suatu
diagram
yang
II-8
Gambar 2.1 (a) dan (b) menunjukkan suatu bentuk tata ruangan
dalam
lintasan
perakitan.
Suatu
conveyor
mengirimkan
dan
(a)
II-9
Dengan lintasan yang berbentuk U perlu dikembangkan
pengintegrasian aliran material ke dalam fasilitas, pekerja, pengawas,
dan efisiensi ruangan. Jika pengangkut harus bergerak dari awal hinggga
akhir lintasan, maka jarak antar stasiun kerja dapat dikurangi.
Sedangkan tata ruang lintasan perakitan yang bentuk sejajar dapat
digunakan untuk lintasan yang panjang. Tetapi tata ruang tersebut
mempunyai kekurangan yang berhubungan dengan pemanfaatan lahan
yang tersedia untuk suatu lintasan perakitan.
Memiliki lintasan sejajar dapat mengakibatkan kerugian karena
diperlukan tambahan peralatan, dapat menaikan biaya tenaga kerja, dan
perlu adanya perubahan teknologi. Jika suatu mesin tidak dapat
mempercepat suatu pekerjaan maka diperlukan penambahan lintasan.
Dalam
menghadapi
permasalahan
tersebut
diperlukan
berbagai
2.
II-10
pergantian persiapan secara fisik secara total atau pergantian
peralatan dibutuhkan untuk setiap model.
3.
II-11
Produk (output) yang dihasilkan dalam lintasan produksi
merupakan hasil penggabungan dari berbagai komponen pendukung.
Gambar 2.2 merupakan gambaran umum dari suatu perakitan komponen
untuk menghasilkan suatu output. Untuk meningkatkan fleksibilitas dan
produktivitas dalam menghasilkan output maka diperlukan buffer.
Penempatan buffer mempunyai peranan yang penting dalam peningkatan
efektivitas sistem dan invetarisasi biaya. Jika total sistem perakitan
dihentikan pada bagian yang tidak memiliki persediaan komponen maka
lintasan perakitan akan menjadi tidak berfungsi. Dengan adanya buffer
maka stasiun kerja akan bebas beroperasi dan dapat menurunkan
kegagalan mesin, kekurangan sumber atau pekerja, dan perbedaan
kecepatan produksi.
II-12
Menurut
Gasperz
(2001:217),
terdapat
sejumlah
langkah
Mengidentifikasi
pekerjaan-pekerjaan
individual
yang
dilakukan;
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
II-13
urutan
ketergantungan
terhadap
elemen
pekerjaan
II-14
keputusan dalam pemecahan masalah keseimbangan lintasan
perakitan secara cepat dengan usaha yang relatif kecil.
Menurut Hendra Kusuma (2002:97), metode bobot posisi ini dapat
dijelaskan dengan langkah-langkah berikut ini:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
II-15
i.
2.
b.
c.
d.
e.
II-16
f.
g.
h.
i.
Ulangi langkah (f) dan (g) sampai tidak ditemukan lagi stasiun
kerja yang memiliki efisiensi rata-rata yang lebih tinggi.
II-17
yang
pekerjaan
memiliki
dengan
memilih
keterkaitan.
elemen-elemen
Pendekatan
ini
pekerjaan
antar
stasiun
kerja
untuk
mencapai
II-18
berat dan berada pada awal harus dijadwalkan terlebih dahulu.
Sehubungan dengan hal tersebut, suatu operasi dengan waktu yang
lebih besar dapat melewati operasi lain yang mempunyai tanggung
jawab ketergantungan jika beberapa operasi dependent lainnya
mempunyai
waktu
yang
lebih
kecil.
Tanggung
jawab
b.
c.
II-19
d.
e.
II-20
menggunakan
persamaan-persamaan
atau
model-model
II-21
kombinasi tersebut menjadi tugas untuk stasiun kerja. Langkah
selanjutnya yaitu berusaha mendapatkan alternatif yang terbaik untuk
menyusun kombinasi menjadi urutan tugas di sepanjang lintasan
perakitan. Napitupulu, Juanda (1998:6) menjelaskan bahwa metode
analitis atau matematis dapat dibagi menjadi:
1.
Variabel keputusan
II-22
Adalah variabel yang menguraikan secara lengkap keputusankeputusan yang akan dibuat, seperti berapa banyak produk
yang harus dibuat.
b.
Fungsi tujuan
Adalah fungsi dari variabel keputusan yang dioptimalkan yaitu
mencari nilai manfaat atau keuntungan terbesar (maksimasi)
atau ongkos kerugian terkecil (minimasi). Fungsi tujuan
mendefinisikan ukuran aktivitas dari sistem sebagai fungsi
matematis dari variabel-variabel keputusan.
c.
Pembatas
Merupakan batasan fisik dari sebuah sistem.
d.
Parameter
Adalah variabel terkendali dari suatu sistem atau informasi
mengeai besaran atau nilai yang ada pada suatu sistem.
Misalnya koefisien-koefisien dari variabel-variabel keputusan
atau jumlah sumber daya yang tersedia.
2.
Tujuan
utama
dari
model
ini
adalah
untuk
II-23
dalam penyelesaiannya. Berbeda dengan programa linier, programa
dinamis ini tidak ada formulasi matematis yang standar. Oleh
karena itu, persamaan-persamaan yang dipilih untuk digunakan
harus dikembangkan agar dapat memenuhi masing-masing situasi
yang dihadapi. Dengan demikian, antara persoalan yang satu
dengan yang lainnya dapat mempunyai struktur penyelesaian
persoalan yang berbeda. Salah satu pendekatan yang dapat
dilakukan untuk menyelesaikan persoalan ini adalah dengan cara
coba-coba (trial and error).
3.
II-24
2.2.3
Metode Probabilistik
Para ahli mengenal masalah keseimbangan lintasan perakitan
II-25
2.
2.2.4
Metode Simulasi
Menurut Mikell P. Groover (1987:156), metode ini dibagi
COMSOAL
(Computer
Method
of
Sequencing
b.
c.
Memilih satu elemen secara acak dari daftar yang ada pada
langkah (b).
II-26
d.
Eliminasi elemen yang dipilih pada langkah (c) dari daftar pada
langkah (a) dan (b). Perubahan dilakukan karena elemen yang
dipilih mungkin menjadi operasi yang mendahuluinya untuk
beberapa stasiun kerja yang lain.
e.
Lakukan sekali lagi, pilih elemen dari daftar pada langkah (b)
yang layak untuk waktu siklus.
f.
g.
telah
diperbaiki
sudah
diperoleh
maka
solusi
II-27
(elemen pekerjaan yang mendahului), dan pembatas yang
diterapkan
pada
lintasan.
Hal
tersebut
dibutuhkan
untuk
II-28
pekerjaan yang harus dibuat dalam perawatan line balancing dalam
perbuhan aliran produk.
2.3 Mixed Model Assembly Lines
Menurut Bukchin (2001:540), mixed model assembly lines
merupakan lintasan produksi secara manual yang mampu memproduksi
jenis produk (model) yang berbeda-beda secara bersamaan dan
berkelanjutan. Masing-masing stasiun kerja melakukan penggabungan
terhadap elemen pekerjaan. Akan tetapi, stasiun kerja tersebut cukup
fleksibel dan dapat melakukan pekerjaan secara kontinyu terhadap
model yang berbeda. Metode ini termasuk ke dalam pendekatan
heuristik
yang
digunakan
untuk
memecahkan
masalah
2.
3.
4.
5.
(2001:407) adalah:
1.
2.
II-29
3.
4.
5.
6.
b.
c.
2.
II-30
jumlah jam per shift adalah S. Maka Rp dihitung dengan persamaan
sebagai berikut:
Rp=
D
A* S * H
............ 2.1
1
Rp
............ 2.2
5.
............ 2.3
6.
Eb =
Wi
t 1
w (max [TTsi])
Eb = Efisiensi keseimbangan lintasan;
............ 2.4
II-31
WL = Beban kerja dari Eq;
dari
Balance Delay =
w (max [TTsi]) - Wi
t 1
............ 2.5
w (max [TTsi])
Jika (L) adalah panjang lintasan, (Lsi) adalah panjang stasiun kerja
ke-i dan kecepatan conveyor adalah (Vc) dengan jarak stasiun (Sp),
maka L dapat dihitung dengan persamaan:
7.
Ls = Vc*Tc
............ 2.6
L = n*Ls
............ 2.7
II-32
singkat diluncurkan pada waktu interval yang lama, maka stasiun
kerja akan terpaksa untuk bekerja dan peluncuran tidak padat.
Dalam suatu lintasan, model launching dan masalah line balancing
adalah saling berhubungan. Solusi dari masalah peluncuran model
tergantung dari solusi masalah line balancing. Pengurutan model
(model sequence) dalam peluncuran harus konsisten pada mixed
model yang sama yang digunakan untuk memecahkan masalah line
balancing. Kebijakan lain, beberapa stasiun kerja memungkinkan
adanya idle time yang lebih pada saat stasiun kerja yang lain sibuk.
Model launching ini sangat berpengaruh dalam bentuk mixed
model. Solusi model dari masalah yang diluncurkan tergantung pada
solusi dalam masalah menjaga keseimbangan lintasan. Urutan
model dalam peluncuran terdiri dari model yang sama dan
digunakan
untuk
memecahkan
masalah
dalam
menjaga
keseimbangan lintasan.
Ada dua alternatif disiplin peluncuran (launching discipline), yaitu:
a.
T
WCj
Er Eb
............ 2.8
= Efisiensi setup.
II-33
b.
TCF =
TC Tr
TC
............ 2.9
1 P
Rpj Twcj
Rp j 1
............ 2.10
Er Eb
Rpj = Kecepatan produksi model j;
Twcj = Waktu total pekerjaan.
Karena interval waktu peluncuran tetap, maka waktu siklus
model ke-j dalam posisi peluncuran ke-h (Tcjh) ditunjukan pada
persamaan:
Tcjh (j) =
Urutan
Twcj
Er Eb
peluncuran
............ 2.11
(sequence)
ditetapkan
dengan
Sequence =
T
h 1
cjh
mTcf
............ 2.12
II-34
persamaan perhitungan peluncuran ditambahkan dengan rumus
berikut:
Sequence =
T
h 1
cjh
Rpj