Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
A. Pendahuluan
Komunitas (community) adalah sekelompok masyarakat yang
mempunyai persamaan nilai (values), perhatian (interest) yang merupakan
kelompok khusus dengan batas-batas geografi yang jelas, dengan norma dan
nilai yang telah melembaga. Misalnya di dalam kesehatan di kenal kelompok
ibu hamil, kelompok ibu menyusui, kelompok anak balita, kelompok lansia,
kelompok masyarakat dalam suatu wilayah desa binaan dan lain sebagainya.
Sedangkan dalam kelompok masyarakat ada masyarakat petani, masyarakat
pedagang, masyarakat pekerja, masyarakat terasing dan sebagainya.
America Nurse Assocoation (ANA) mendefinisikan keperawatan
kesehatan komunitas sebagai tindakan untuk meningkatkan dan
mempertahankan kesehatan dari pupulasi denga mengintegrasikan
keterampilan dan pengetahuan yang sesuai dengan keperawatan dan
kesehatan masyarakat. Proses keperawatan tersebut dilakaukan secara
komprehensif, umum, berkelanjutan dan tidak terbatas pada perawatan yang
bersifat episodik.
Keperawatan kesehatan komunitas adalah praktik promotif dan
proteksi kesehatan populasi yang membutuhkan pengetahuan atau ilmu
keperawatan, sosial, dan kesehatan masyarakat. Fokus utama dari tindakan
keperawatan yang dilakukan adalah populasi dengan tujuan utamanya
promosi kesehatan dan mencegah penyakit serta kecacatan bagi semua orang
dengan menciptaan kondisi dimana seseorang menjadi sehat.
Praktik keperawatan kesehatan komunitas tetap berfokus pada
populasi walaupun praktiknya dilakukan pada berbagai jenis organisasi dan
masyarakat. Populasi ini dapat mencakup kelompok remaja, masyarakat
dengan penyakit khusus, masyarakat dengan resiko tinggi terhadap penyakit
tertentu dan masyarakat dengan akses pelayanan kesehatan yang kurang
memadai.
Masyarakat rural atau masyarakat pedesaanpun tidak luput dari
cakupan keperawatan komunitas. Masyarakat pedesaan dengan segala

karakteristik penduduk maupun alamnya sangat memungkinkan untuk


menjadi prioritas untuk praktik keperawatan kesehatan.
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Mengetahui cakupan keperawatan kesehatan komunitas, khususnya untuk
masyarakat rural atau pedesaan.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui karakteristik masyarakat pedesaan
b. Mengetahui kondisi pelayanan kesehatan pada masyarakat pedesaan
c. Mampu memahami berbagai permasalah kesehatan yang muncul
pada masyarakat pedesaan
d. Mengetahui solusi untuk menangani masalah kesehatan pada
masyarakat pedesaan

BAB II
ISI

A. Konsep Area
1. Sejarah Kesehatan Rural Secara Umum
Pada abad ke 19 terakhir, rumah sakit menjadi pusat perawatan medis
karena perkembangan teknologi terbaru yang dimiliki. Rumah sakit
menjadi tempat pemulihan yang baik setelah bedah, x-ray, dan fasilitas
laboratorium yang dikombinasikan dengan perawatan jangka panjang.
Jumlah rumah mulai menurun dan keluarga mulai tinggal di apartemen
untuk lebih dekat dengan pekerjaan baru dan untuk lebih dekat dengan
perindustrian. Namun hal tersebut membuat jarak antara masyarakat
pedesaan dan rumah sakit. Warga petani yang tinggal di pedesaan merasa
kesulitan transportasi ke rumah sakit yang besar. Sehingga kesehatan
masyarakat pedesaan menurun.
Pada tahun 1908 Lilian Wald mengharapkan pelayanan kepearawatan
pedesaan agar lebih terorganisir. Wald terus menyaksikan penderitaan
masyarakat terpencil, ia percaya bahwa perawat dapat mengurangi
tingkat kematian dari penyakit dan melahirkan. Dia berperan penting
dalam membujuk American Red Cross untuk mendirikan pelayanan
keperawatan pedesaan pada tahun 1912. Para perawat bekerja terutama
sebagai bidan dan mengurangi tingkat kematian saat kelahiran hinga
sepertiga. Mereka juga menawarkan perawatan untuk bayi dan anakanak. Anak-anak diajarkan pelajaran tentang diet, sanitasi, dan
kebersihan. Para perawat pedesaan juga memberikan inokulasi terhadap
tifus, difteri, dan cacar.
2. Definisi Area Rural (Pedesaan)
Menurut Paul H. Landis, desa adalah suatu tempat yng dihuni oleh
penduduknya yang jumlahnya kurang dari 2.500 jiwa, dengan ciri ciri
yaitu :
a) Memiliki pergaulan hidup yang saling mengenal antara satu
penduduk dengan penduduk lain.

b) Memiliki rasa pertalian yang sama tentang kesukaan terhadap


kebiasaan
c) Sebagian besar penduduk bermata pencaharian sebagai petani. Selain
bertani, penduduknya berkerja sambilan.
d) Kehidupannya sangat dipengaruhi oleh alam seperti : iklim, keadaan
alam,kekayaan alam.
Masyarakat pedesaan ditandai dengan pemilikan ikatan perasaan batin
yang kuat sesama warga desa, yaitu perasaan setiap warga/anggota
masyarakat yang sangat kuat yang hakekatnya. Desa atau lingkungan
pedesaan adalah sebuah komunitas yang selalu dikaitkan dengan
kebersahajaan (simplicity), keterbelakangan, tradisionalisme, subsistensi,
dan keterisolasian (Rahardjo, 1999).
3. Kehidupan Sosial Masyarakat Rural (Pedesaan)
Kehidupan masyarakat perdesaan dicirikan oleh kegiatan yang pada
umumnya bercorak agraris. Aktivitas kesehariannya masih didominasi
oleh pengaruh lingkungan alam. Dengan kata lain pengaruh lingkungan
atau kondisi alam setempat masih sangat erat mewarnai tatanan dan pola
hidup penduduk desa. Hubungan antarwarga masyarakat masih sangat
erat, saling mengenal, dan gotong royong. Penderitaan seseorang di
perdesaan pada umumnya menjadi derita semua pihak. Menurut para ahli
sosiologi, hubungan semacam ini dikenal dengan istilah gemeinschaft
atau paguyuban (Bambang, 2007).
Warga suatu masyarakat pedesaan mempunyai hubungan yang lebih erat
dan lebih mendalam ketimbang hubungan mereka dengan warga
masyarakat pedesaan lainnya. Sistem kehidupan biasanya berkelompok
atas dasar sistem kekeluargaan (Soekanto, 1994). Selanjutnya Pudjiwati
(1985), menjelaskan ciri-ciri relasi sosial yang ada di desa itu, adalah
pertama-tama, hubungan kekerabatan.
Sistem kekerabatan dan kelompok kekerabatan masih memegang peranan
penting. Penduduk masyarakat pedesaan pada umumnya hidup dari
pertanian, walaupun terlihat adanya tukang kayu, tukang genteng dan
bata, tukang membuat gula, akan tetapi inti pekerjaan penduduk adalah
pertanian. Pekerjaan-pekerjaan di samping pertanian, hanya merupakan
pekerjaan sambilan saja.

Golongan orang-orang tua pada masyarakat pedesaan umumnya


memegang peranan penting. Orang akan selalu meminta nasihat kepada
mereka apabila ada kesulitan-kesulitan yang dihadapi. Nimpoeno (1992)
menyatakan bahwa di daerah pedesaan kekuasaan-kekuasaan pada
umumnya terpusat pada individu seorang kiyai, ajengan, lurah dan
sebagainya.
Pedesaan merupakan sebuah komunitas kecil, sehingga para warganya
saling mengenal dan bergaul secara intensif, karena kecil, maka setiap
bagian dan kelompok khusus yang ada di dalamnya tidak terlalu berbeda
antara satu dan lainnya, para warganya dapat menghayati lapangan
kehidupan mereka dengan baik. Selain itu masyarakat pedesaan memiliki
sifat solidaritas yang tinggi, kebersamaan dan gotong royong yang
muncul dari prinsip timbal balik. Artinya sikap tolong menolong yang
muncul pada masyarakat desa lebih dikarenakan hutang jasa atau
kebaikan. (Koentjaraningrat ,2005)
4. Karakteristik Masyarakat Area Rural
Teori keperawatan pedesaan dari Long dan Weinert (1989)
mengidentifikasi karakteristik kunci dari masyarakat pedesaan yang
mempengaruhi pelayanan kepearwatan, antara lain:
a) Kesehatan dan etos kerja
Kesehatan bagi penduduk pedesaan diartikan sebagai kemampuan
dalam bekerja. Misalnya, seorang tukang tebang kayu merasa dirinya
sehat jika masih dapat bekerja seperti biasanya. Jika tukang tebang
kayu tersebut merasa tidak sehat maka ia akan mencoba obat yang
lazim dipakai di rumah dan nasihat dari para tetangga sebelum
mencari pertolongan profesional. Orientasi penduduk desa
meggangap pelayanan kesehatan adalah orientasi saat keadaan saat
ini dan keadaan krisis. Karena hal itu, maka kurangnya perhatian
penduduk pada aktivitas pemeliharaan kesehatan dan pencegahan
penyakit. Jarangnya partisipasi penduduk terhadap program
penghentian kebiasaan merokok, pencegahan penyakit, kebiasaan
mengunyah tembakau, obesitas, dan sikap tidak peduli merupakan
hal yang biasa terjadi.
b) Jarak dan isolasi

Penduduk pedesaan menerima dan menyesuaikan diri dengan jarak


dan isolasi. Jarak merupakan salah satu penghalang untuk
meningkatkan kecenderungan penundaan upaya masyarakat dalam
mencari pelayanan kesehatan sampai orang tersebut benar-benar
sakit. padahal waktu penyembuhan dan rehabilitasi optimal akan
terganggu oleh terapi yang tidak adekuat dan tidak tepat waktu.
c) Kepercayaan diri
Untuk kelangsungan hidup, jarak, dan isolasi menuntut
individununtuk menumbuhkan motivasi yang kuat dan penuh
percaya diri. Adanya nilai yang tinggi di balik kepercayaan diri
tersebut telah di observasi baik secara individu maupun komunitas
secara keseluruhan. Sebagai contoh, aspirasi dari sebuah penduduk
pedesaan untuk mendirikan pusat kesehatan regional dan membuat
komitmen finansial yang dibutuhkan untuk mendukung usaha
tersebut konsisten dengan keinginan komunitas untuk merawat
dirinya sendiri
d) Kurang anonimitas
Di area rural, setiap orang diamati dan dinilai sama, baik dari sisi
kehidupan personil maupun kemampuan profesionalnya. Seorang
penyedia layanan kesehatan akan di kenal oleh seluruh masyarakat,
sehingga privasinya terbatas. Di pedesaan, individu yang tingkat
pendidikannya tinggi atau memiliki kemampuan kepemimpinan
sering kali pindah ke kota besar, sehingga kadang-kadang penyedia
layanan kesehatan diharapkan menjalankan peran kepemimpinan
juga. Hal ini memperkuat fakta bahwa kredibilitas, kepercayaan, dan
efektivitas seorang perawat komunitas di area rural sebagai agens
perubahan (change agent) dalam upaya membangun kemitraan,
bergantung pada penilaian komunitas terhadap perawat komunitas
secara keseluruhan.
e) Identifikasi orang dalam/orang luar dan pendatang baru/ penduduk
lama
Bagaimanapun, posisi orang luar kadang-kadang menguntungkan
ketika isu yang menyangkut kerahasiaan muncul dan lebih
mengutamakan jarak emosional. Penerimaan terhadap perawat desa

dan peranannya dalam komunitas dipengaruhi pemikiran mengenai


orang dalam/ orang luar dan penduduk lama/ pendatang baru.
5. Tujuan Keperawatan Komunitas di Area Rural (Pedesaan)
Pada tahun 1989 Perawat Organisasi Pedesaan (Rural Nurse
Organization) dibentuk. Jurnal resmi adalah Journal Online Keperawatan
Pedesaan dan Kesehatan. The International Federation for Rural and
Remote Nurses (IFRRN) adalah federasi internasional pertama di dunia
dan terluas yang mewakili perawat pedesaan dan daerah terpencil di
seluruh dunia.
Supaya kebutuhan kesehatan masyarakat pedesaan dapat terpenuhi
dengan baik, perawat pedesaan perlu dilatih bekerja dengan orang-orang
dari berbagai latar belakang budaya, dapat menerapkan pencegahan
penyakit dan promosi kesehatan dalam suatu area rural serta dapat
bekerja profesional dalam suatu tim dengan tenaga medis profesional
lainnya (Sternas, O'Hare , Lehman, & Milligan, 1999).
6. Peran Perawat Komunitas di Area Rural (Pedesaan)
Bigbee (1993) mendefinisikan keperawatan pedesaan sebagai praktek
keperawatan profesional dalam konteks fisik, sosial, dan budaya
masyarakat yang melibatkan interaksi terus-menerus dari lingkungan
pedesaan, perawat, dan pelayanan kesehatan.
Perawat kesehatan di area rural bekerja dalam masyarakat yang beragam
yang memiliki klien dengan berbagai kebutuhan perawatan kesehatan.
Mereka adalah bagian integral dari kesehatan masyarakat. Mereka adalah
narasumber dan panutan. Perawat kesehatan pedesaan dapat menilai
kebutuhan kesehatan klien, keluarga, dan masyarakat dengan
mengevaluasi praktik kesehatan dan memberikan perawatan primer.
Mereka dapat memberikan konseling, pendidikan kesehatan, dan jasa
advokasi. Mereka membutuhkan akses elektronik ke keperawatan
terbaru, medis, dan informasi kesehatan jiwa untuk tetap up to date dalam
profesi mereka (ANA, 1996).
Mereka harus pandai dalam memenuhi kebutuhan pencegahan dan
pengobatan penduduk, yang sering geografis terisolasi, relatif lebih tua,
miskin, dan kurang diasuransikan. Mereka harus terbiasa dengan sumber

daya masyarakat dan bekerja sama dengan kesehatan dan pelayanan


sosial profesional lainnya. Mereka perlu untuk memprioritaskan sumber
daya mereka yang langka kesehatan atas dasar kebutuhan populasi yang
mereka layani. Mereka perlu dilibatkan dalam perencanaan, pelaksanaan,
dan koordinasi program dan pelayanan kesehatan masyarakat. (ANA,
1996).
B. Masalah Kesehatan
1. Masalah Kesehatan yang Muncul di Area Rural
a) Pola Makan
Masyarakat pedesaan memiliki akses terbatas untuk berbelanja di
toko. Orang pedesaan masih tetap menggunakan pola diet rendah
lemak dan mempunyai prevalensi hiperkolesterolemia yang rendah.
Bagi masyarakat pedesaan, pedoman diet berbasis pangan tentang
konsumsi susu rendah lemak. (Michael, 2008)
Air untuk minum dan mencuci harus cukup bebas kuman, akan tetapi
penelitian-penelitian lapangan secara konsisten menunjukan bahwa
begitu air memenuhi suatu standar minimum, jumlah air yang bisa
sampai ke rumah-rumah lebih mempengaruhi kesehatan mereka
daripada kebersihan air itu sendiri. Hal itu merupakan cerminan dari
pentingnya air bersih. (Erik, 1977)
Dengan sedikitnya pengetahuan dan kurangnya kesadaran diri dari
masyarakat pedesaan membuat mereka menggunakan air tersebut
untuk di konsumsi maumpun mencuci makanan-makanan yang
mereka makan. Hal tersebut perpengaruh dengan pola makan
masyarakat pedesaan. Dengan demikian, berpotensi untuk
menimbulkan penyakit menular, seperti disentri (diare), pneumonia,
tuberculosis, bronchitis, influenza, penyakit campak, dll.
(Erik,1977)
b) Kondisi lahan
Kondisi masyarakat pedesaan yang didominasi oleh banyaknya
lahan, dapat menimbulkan penyakit parasiter seperti schistosomiasis
dan filariasis. Schistosomiasis dan filiriasis tumbuh secara tepat
akibat kecerobohan dan kelalaian manusia. Parasit schistosomiasis
berpindah dari orang ke orang lain melalui kotoran manusia dan

siput air (inang perantara), dan juga saluran irigasi maupun selokan
yang sistem pengairannya tidak baik. (Erik,1977)
Masyarakat pedesaan senang mengonsumsi siput air yang mereka
cari sendiri, karena penghasilan yang sangat cukup untuk memenuhi
kebutuhannya. Dengan begitu bisa saja mereka mengonsumsi siput
air yang mengandung Shistosomiasis dan filariasis. Penyakit yang
mungkin timbul kaki gajah, cacing (Endang Rahayu,2011)
c) Kesehatan mental
Ekonomi pada area rural cenderung tidak stabil dan ketidakstabilan
ini yang mungkin berdampak pada kesehatan mental karena warga
harus bekerja terus menerus untuk keuntungan yang sedikit.
Tingginya angka pengangguran dan ekonomi yang sulit
meningkatkan kejadian penyakit mental semakin meningkat.
Kemiskinan adalah faktor yang sangat berpengaruh pada kesehatan
mental warga pedesaan karena terjadi secara terus-menerus dan
melibatkan masalah-masalah sosial, psikologis, dan budaya yang
kompleks. Pelayanan kesehatan mental untuk pelayanan rawat inap,
pencegahan bunuh diri, intervensi krisis, kelompok pendukung, dan
layanan individu tergantung pada jumlah kasus atau yayasan yang
mendukung keberadaan mereka. Perubahan terbaru dalam sistem
perawatan kesehatan yang menekankan pengendalian biaya dapat
membahayakan layanan kesehatan mental bagi masyarakat di area
rural dan perbatasan. Dikhawatirkan pemangkasan biaya dapat
membuat pelayanan kesehatan menjadi tidak proporsional.
d) Rentang usia
1) Anak-anak
Status kesehatan anak-anak di area rural sangat dipengaruhi oleh
kemiskinan dan sosial ekonomi. Anak-anak perkotaan dapat
memiliki asuransi sedangkan anak-anak pedesaan tidak bisa
memilikinya dikarenakan biaya yang tinggi. Anak-anak
pedesaan sering tidak dapat mengakses layanan perawatan
primer sehingga penyakit yang diderita menjadi penyakit akut.
Beberapa faktor hubungan kurangnya perawatan kesehatan

dengan kemiskinan menurut The colorado Migrant Health


Program (1998) antara lain penyakit gigi, gangguan
pendengaran, status imunisasi yang rendah, perawatan prenatal
yang tidak ada, dan kehamilan dengan risiko tinggi. Beberapa
faktor dapat dicegah dengan perawatan kesehatan anak-anak
yang lebih baik. Hanya 33% yang menerima perawatan prenatal
selama trimester pertama kehamilan. Angka kematian bayi
adalah dua kali rata-rata nasional. Gwyther dan Jenkins (1998)
mengatakan cedera saat pertanian, paparan bahan kimia,
penyakit menular, dan gizi buruk sebagai masalah tambahan
umum pada anak-anak rural
2) Lansia
Banyak lansia yang hidup di area rural memiliki kebutuhan dan
karakteristik yang berbeda dari lansia yang hidup di perkotaan.
Lansia yang hidup di perkotaan mempunyai kesehatan baik dan
juga berpendidikan sehingga akan menyediakan layanan yang
baik untuk dirinya sendiri seperti rutin melakukan pemeriksaan.
Lansia di area rural menganggap sistem pelayanan kesehatan
rumit dan membingungkan terutama karena masalah kesehatan
yang semakin kompleks. Hal ini menyebabkan lansia di area
rural yang miskin cenderung kurang sehat dan memiliki
presentase lebih tinggi penyakit terkena penyakit kronis
daripada lansia lain yang lebih mampu. Selain itu lansia di area
rural juga tidak memiliki dukungan akses kesehatan yang baik,
jarang memilki asuransi, kondisi perumahan yang buruk, nutrisi
yang tidak cukup dan kesulitan transportasi.
2.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Masalah Kesehatan di Area Rural


a) Ketersedian pelayanan (Availability of Services)
Ketersediaan layanan kesehatan mengacu pada keberadaan layanan
dan jumlah tenaga medis yang cukup untuk menyediakan pelayanan
tersebut. Area rural memiliki tenaga medis dan pelayanan sosial
profesional yang masih sedikit. Bahkan beberapa dokter spesialis
seperti dokter kandungan , dokter anak dan psikiater belum ada.

Secara ekonomi, penduduk di area rural sangat membatasi jumlah


dan berbagai layanan di suatu wilayah. Pendapatan masyarakat di
area rural yang rendah juga menjadi penghambat.
b) Kemudahan pelayanan (Accessibility of Services)
Aksesibilitas mengacu pada kemampuan seseorang untuk
memperoleh dan mendapat layanan yang dibutuhkan. Faktor yang
menyebabkan aksesibilitas pelayanan kesehatan di area rural,
sebagai berikut :
1) Jarak tempuh yang sangat jauh
2) Kurangnya transportasi umum dan kendaraan pribadi yang
masih sedikit
3) Kurangnya layanan komunikasi seperti telepon
4) Jumlah penyedia layanan kesehatan yang masih terbatas
5) Kebijakan ya tidak merata
6) Kondisi cuaca yang tidak menentu
7) Ketidakmampuan untuk memperoleh hak mereka
Fasilitas pelayanan kesehatan yang kurang di pedesaan
menyebabkan sebagian besar masyarakat masih sulit mendapatkan
atau memperoleh pengobatan, selain itu hal penting yang
mempersulit usaha pertolongan terhadap masalah kesehatan pada
masyarakat desa adalah kenyataan yang sering terjadi dimana
penderita atau keluarga penderita tidak dengan segera mencari
pertolongan pengobatan. Perilaku yang menunda untuk memperoleh
pengobatan dari praktisi kesehatan ini disebut dengan treatment
delay. Perilaku menunda ini dikarenakan tingkat pendidikan di
daerah pedesaan rendah dan kondisi ekonomi yang kurang sehingga
menyebabkan orang-orang di daerah pedesaan memiliki tingkat
resiko lebih tinggi terhadap penyakit kronis daripada orang di daerah
perkotaan (Sarafino, 2006).
c) Penerimaan pelayanan (Acceptability of Services)
Penerimaan terhadap layanan kesehatan mengacu pada sejauh mana
layanan kesehatan yang ditawarkan di lakukan dengan cara yang
sama dengan nilai-nilai populasi sasaran. Area rural memiliki
keanekaragaman yang beragam di kalangan keluarga pedesaan.
Masyarakat pedesaan masih memegang teguh tradisi dan nilai-nilai
nenek moyang hingga saat ini. Salah satu nilai-nilai tradisional yang

masih dipercaya adalah dalam hal penyembuhan suatu penyakit.


Tradisi yang berasal dari nenek moyangnya ini terus berlanjut tanpa
memperhatikan beberapa aspek kesehatan.
Penyebab ketersediaan layanan kesehatan tidak cepat diterima oleh
masyarakat di area rural (Sawyer, 2006) yaitu :
1) Adanya tradisi penyembuhan suatu penyakit tanpa bantuan
tenaga medis profesioan misalnya dengan mengkonsumsi
alkohol, jamu, istirahat, dan berdoa
2) Kepercayaan bahwa penyembuhan yang tepat bagi suatu
penyakit dengan berobat ke dukun atau orang pinta
3) Rendahnya pengetahuan masyarakat penyakit dan layanan
kesehatan.
4) Kesulitan dalam menjaga kerahasiaan dan anonimitas dalam
lingkungan di mana sebagian besar penduduk mengenal satu
sama lain.
5) Anggapan bahwa pelayanan kesehatan paling benar adalah di
kota..
C. Tingkat Pencegahan
Tingkat pencegahan di area rural terhadap masalah kesehatan yang lazim
terjadi sebagai berikut :
1) Pencegahan Primer
Pencegahan primer dilakukan dengan cara membuat program-program
seperti :
a) Program penambahan tenaga kesehatan
Perbedaan jumlah tenaga kesehatan di pedesaan dan perkotaan
cukuplah besar. Oleh karena itu NHSC dan AHEC mendorong agar
para tenaga kesehatan profesional dapat ditempatkan di daerah
pedesaan melalui program seperti relawan, beasiswa maupun
pembayaran pinjaman program. Mereka juga menarik dan
mempertahankan penyedia perawatan primer di daerah yang
kekurangan tenaga kesehatan.
Program lainnya menarik tenaga kesehatan profesional ke daerah
pedesaan melalui hibah untuk lembaga pendidikan, hibah
pembangunan sekolah dan program bantuan siswa. Program khusus
juga disediakan untuk mendukung pendidikan praktek perawat

dimana maereka para siswa kurang beruntung diberikan beasiswa


untuk disiapkan menjadi tenaga profesional kesehatan.
b) Program untuk menambah fasilitas dan pelayanan kesehatan
Indonesia bisa menggunakan contoh program di Amerika. Di
Amerika terdapat sebuah program yang disebut dengan Community
Health Center dimana program ini bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan kesehatan masyarakat pedesaan. Program ini memberikan
dan menyediakan pelayanan kesehatan primer dan bahkan dalam
beberapa kasus perawatan kesehatan sekunder hingga tersier
tambahan seperti perawatan di rumah sakit, perawatan kesehatan
jangka panjang rumah dan rehabilitasi.
Program ini juga menyediakan perawatan komprehensif dan layanan
perawatan serta dukungan medis bagi imigran dan keluarganya
dengan program tenaga kesehatan bicultural. Mereka memberikan
pelayanan sesuai dengan budaya para imigran yang terkadang
memiliki budaya yang sensitif, disini mereka memberikan layanan
seperti perawatan primer, pencegahan penyakit, perawatan gigi,
obat-obatan dan kesehatan lingkungan.
c) Program pembantu kebijakan kesehatan, perencanaan dan penelitian
Program kebijakan kesehatan misalnya seperti adalah dengan
membentuk penasihat pada isu-isu kesehatan pedesaan yang
beragam termasuk tersedianya dan mudahnya akses warga pedesaan
untuk pergi ke perawatan kesehatan profesional. Komite penasihat
juga menawarkan tentang nasihat prioritas dan pembiayaan
pelayanan kesehatan pedesaan. Selain itu program ini juga
menyediakan hibah kompetitif untuk studi penelitian, demonstrasi
dan evaluasi serta pelatihan dan perekrutan tenaga profeional
kesehatan.
d) Pendidikan untuk pengenalan dan pencegahan atau masalah
e)
f)
g)
h)

pengendalian kesehatan
Penyediaan makanan dan gizi yang tepat
Penyediaan air bersih dan sanitasi dasar yang adekuat
Kesehatan ibu dan anak termasuk pelayanan ibu dan anak
Imunisasi melawan penyakit infeksi utama : pencegahan dan
pengendalian penyakit endemis setempat

i) Penatalaksanaan yang tepat penyakit umum dengan menggunakan


teknologi yang tepat
j) Promosi kesehatan mental
k) Penyediaan obat-obat esensial
2) Tindakan Preventif Sekunder
Ada strategi yang penting dalam tindakan sekunder yaitu tes skrining,
mendeteksi penyakit, mendiagnosa dan mengobati secara dini penyakitpenyakit yang asimtomatis atau penyakit kronis. Tes skrining tidak
dipakai untuk mendiagnosis dan memerlukan pemeriksaan tambahan
untuk menentukan diagnosis definitif. Pada keadaan ditemukannya jenis
penyakit yang tidak diketahui diagnosanya, dapat dilakukan prosedur
identifikasi presumptif. Prosedur ini bertujuan untuk mendeteksi suatu
penyakit yang sedang berjangkit di masyarakat secara cepat dan murah
dengan melkukan tes skrining yang ditujukan untuk memisahkan orangorang yang benar-benar tidak sakit dengan orang-orang yang dicurigai
atau mempunyai risiko tinggi menderita suatu penyakit di masyarakat.
Terdapat lima keadaan atau kondisi yang harus dipenuhi untuk
mempergunakan program skrining yaitu:
a) Prevalensi suatu penyakit tidak dapat didiagnosis atau pada suatu
keadaan terdapat angka kesakitan yang tinggi pada suatu kelompok
masyarakat.
b) Pada saat terjadi kondisi kritis dan serius yang perlu segera
ditanggulangi.
c) Pengobatan yang akan dilakukan mudah dan lebih efektif
dibandingkan dengan cara pengobatan sebelumnya.
d) Probabilitas dari hasil skrining yang menyatakan orang menderita
sakit atau tidak sakit sangat tinggi.
e) Penentuan tanda positif dan negatif mudah dilakukan, biaya murah
dan tidak bersifat subjektif.
3) Tindakan Preventif Tersier
Ada tindakan khusus dalam tersier untuk penyakit kronis atau penyakit
yang sembuh dengan kecacatan, seperti penyakit lepra atau kusta,
dilakukan operasi bedah plastik serta pembinaan mental, sosial dan
lainnya pasca penyakit agar dapat diterima kembali oleh masyarakat.
Dalam kesehatan masyarakat ada lima tingkat pencegahan penyakit dari
Leavel and Clark, yaitu:

a) Peningkatan kesehatan
b) Perlindungan umum dan khusus terhadap penyakit-penyakit tertentu
c) Menegakkan diagnosa secara dini dan pengobatan yang cepat dan
tepat
d) Pembatasan kecepatan
e) Pemulihan kesehatan
Peningkatan kesehatan dan perlindungan umum dan khusus terhadap
penyakit-penyakit tertentu adalah usaha-usaha yang dilakukan sebelum
sakit (pre-patogenesis) dan disebut dengan pencegahan primer.
Penegakan diagnosa secara dini dan pengobatan yang cepat dan tepat,
pembatasan kecacatan dan pemulihan kesehatan adalah usaha-usaha yang
dilakukan pada waktu sakit (patogenesis). Penegasan diagnosa secara
dini dan pengobatan yang cepat dan tepat disebut pencegahan sekunder
(seconder preventif). Sedangkan pembatasan kecacatan dan pemulih
kesehatan disebut pencegahan tersier (tertiary Prevention). Agar mudah
dipahami dapat dilihat skema di bawah:
a) Fase Prepatogenesis
1) Peningkatan kesehatan
2) Perlindungan umum dan spesifik pencegahan spesifik
b) Fase patogenesis
1) Penegakan diagnosa dini dan pengobatan yang cepat
pencegahan sekunder
2) Pembatasan kecacatan pencegahan tersier
3) Rehabilitasi pencegahan tersier
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Keperawatan komunitas memiliki area yang berbeda-beda serta memiliki
karakteristik masing-masing. Area rural memiliki karakteristik yang unik yang
dapat mempengaruhi pelayanan keperawatan. Masyarakat rural identik dengan

masyarakat agraris yang masih menjunjung tinggi kebersamaan dimana ia


menetap disuatu wilayah kecil yang penduduknya kurang dari 2.500 jiwa.
Masyarakat area rural masih identik dengan keterbelakangan, akses
transportasi yang sulit dan tradisi atau kepercayaannya. Masalah yang sering
terjadi di area rural biasanya berhubungan dengan faktor lingkungan, perilaku
dan akses pelayanan ke kesehatan yang sulit. Untuk mengatasi masalah
tersebuta ada tiga upaya yang dapat dilakukan dari upaya preventif primer
sampai tersier. Upaya preventif di area rural difokuskan kepada upaya
merubah perilaku kurang sehat menjadi perilaku hidup sehat yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA
1. Efendi, Ferry & Makhfudli.2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori
dan Praktik dalam Keperawatan. Jakarta :Salemba Medika
2. Effendy, Nasrul. 1997. Dasar-dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat.
Jakarta : EGC.
3. Hitcchcock, Jannice dkk. 2003. Community Health Nursing Caring in Action
2nd Edition. USA : Delmar Learning
4. Francess, Maurer & Claudia.2009. Community/Public Health Nursing
Practice Health for Families and Populations 4th Edition. United States
5. Nies, Mary & Melanie. 2001. Community Health Nursing : Promoting the
Health of Population. Elsevier Health Science

Anda mungkin juga menyukai