Anda di halaman 1dari 13

BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Energi panasbumi - geothermal energy - dapat ditemui dibanyak tempat dimuka
bumi ini. Namun ada daerah panas bumi yang dapat diketahui sumber panas buminya
dengan mengetahui kandungan mineral yang terdapat didalamnya.
Mineral dapat didefinisikan sebagai bahan padat anorganik yang terdapat secara
alamiah, yang terdiri dari unsur-unsur kimiawi dalam perbandingan tertentu, dimana
atom-atom didalamnya tersusun mengikuti suatu pola sistematis. Mineral dapat kita
jumpai dimana-mana disekitar kita, dapat berwujud sebagai batuan, tanah atau juga
pasir. Beberapa dari mineral tersebut dapat mengindikasikan adanya sistem panas
bumi. Mineral, kecuali beberapa jenis, memiliki sifat, bentuk tertentu dalam keadaan
padatnya, sebagai perwujudan dari susunan yang teratur didalamnya. Apabila
kondisinya memungkinkan, mereka akan dibatasi oleh bidang-bidang rata, dan
diasumsikan sebagai bentuk-betukyang teratur yang dikenal sebagai kristal. Mineral
dapat dikenal melalui dua cara, yaitu : (1) analisa kimiawi dan (2) sifat-sifat fisik
mineral. Yang termasuk dalam sifat-sifat fisik mineral adalah bentuk kristalnya, berat
jenis, bidang belah, warna, goresan, kilap dan kekerasannya.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang, maka rumusan masalah dalam penulisan ini
dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana mineral itu?
2. Bagaimana proses terbentuknya sistem panas bumi ?

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan perumusan masalah yang diuraikan diatas, maka penulisan ini
mempunyai tujuan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apa saja mineral yang dapat mengindikasikan adanya
sistem panas bumi.
2. Untuk mengetahui proses terjadinya sistem panas bumi.

D. Manfaat Penulisan
Kegunaan penelitian yang diharapkan dengan dilaksanakannya penulisan ini
antara lain:
1. Bagi para akademisi, sebagai wawasan tentang mineral yang berkaitan dengan
panas bumi
2. Bagi penulis, penulisan ini memberikan kontribusi untuk penulisan-penulisan
selanjutnya tentang mineral panas bumi dan proses terbentuknya panas bumi.

BAB II
TUNJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori
1. Proses Terbentuknya Sistem Panas Bumi
Menurut Hamblern (1992) bumi pada awal terbentuknya diyakini berupa
material lelehan (molten material, dengan mendinginnya lelehan tersebut, yaitu
dengan hilangnya panas di bagian permukaan, terbentuklah kulit luar (kerak) yang
padat. Di bawah kerak tersebut terdapat mantel bumi. Bagian luar mantel disebut
astenosfer, tersusun atas material lelehan panas bersifat plastis yang disebut magma.
Di bawah astenosler terdapat mesosfer yang tersusun atas batuan yang lebih kuat dan
padat dibandingkan astenosfer. Bagian tengah bumi adalah inti bumi yang tersusun
atas inti luar dan inti dalam. lnti dalam bersifat padat, dan inti luar bersifat cair. Panas
awal pada saat pembentukan bumi serta panas akibat peluruhan unsur-unsur
radioaktif merupakan surnber panas tubuh bumi dan pengontrol aliran panas di
permukaan bumi. Proses-proses pada bagian dalam bumi dapat menyebabkan
lempeng-lempeng kerak bumi bergerak saling menjauhi saling bertumbukan, maupun
saling menggeser satu terhadap yang lain. Daerah-daerah batas antar lempeng yang
saling menjauhi dan yang saling bertumbukan umumnya berasosiasi dengan aktivitas
magmatisme.
Bumi tersusun oleh beberapa lapisan yang masing-masing memiliki
karakteristik berbeda. Lapisan tersebut adalah inti bumi, selubung bumi dan kerak
bumi. Inti bumi merupakan sumber energi utama dengan temperature dan tekanan
yang tinggi. Terbentuknya material panas dalam inti bumi menyebabkan terjadinya
arus panas konveksi yang dapat menggerakan lempengan kerak bumi sekaligus

mnyebabkan terjadinya transfer panas ke permukaan yang menjadi cikal bakal dari
pembentukan

sistem

panas

bumi.

Pergerakan

lempeng

secara

konvergen

mengakibatkan lempeng samudera yang densitasnya yang lebih besar dibandingkan


lempeng benua, masuk kedalam zona subduksi dan meleleh karena temperatur yang
sangat tinggi dan meleleh dan membentuk magma. Magma inilah yang akan disuplai
di gunung api. Kerena itu, dapat disebutkan bahwa magma adalah sumber panas dari
panas bumi.
Dipermukaan bumi sering terdapat sumber-sumber air panas. Panas itu
datangnya dari batu-batu yang meleleh atau magma, yang menerima panas dari inti
bumi. Magma yang terletak didalam lapisan mantel, memanasi suatu lapisan batu
padat. Diatas batu padat terletak suatu lapisan batu berpori, yaitu batu yang
mempunyai banyak lubang kecil. Bila lapisan batu berpori ini berisi air yang berasal
dari tanah, atau resapan air hujan, atau resapan danau maka air itu turut dipanaskan
oleh lapisan batu padat yang panas itu. Bila panasnya besar, maka terbentuk air
panas, bahkan dapat terbentuk uap dalam lapisan batu yang berpori. Bila diatas
lapisan batu berpori terdapat satu lapisan padat, maka lapisan batu berpori berfungsi
sebagai boiler. Uap dan juga air bertekanan akan berusaha keluar permukaan bumi.

Di Indonesia sendiri, geothermal terbentuk akibat proses tektonik lempeng. Di


Indonesia, 3 lempeng tektonik aktif bergerak diIndonesia, yaitu lempeng Eurasia,
lempeng Pasifik, dan lempeng Indo-Australia. Tumbukan antar tiga lempeng tektonik

ini telah memberikan pembentukan energi panas bumi yang sangat penting di
Indonesia. Pada akhirnya Indonesia termasuk zona subduksi, dimana pada zona
ini terjadi penunjaman di sekitar pulau Sumatra, Jawa-Nusa Tenggara, Maluku, dan
Sulawesi. Lempeng tektonik merupakan pengalir panas dari inti bumi sehingga
banyak sekali geothermal yang dapat didirikan pada zona lempeng tektonik. Pada di
zona ini juga terbentuk gunung api yang berkontribusi pada reservoir panas di
pulau jawa yang menempati batuan vulkanik. Panas inti mencapai 5000oC lebih.
Dua penyebab inti bumi itu panas tekanan yang begitu besar karena gravitasi
bumi mencoba mengkompres atau menekan materi, sehingga bagian yang tengah
menjadi paling terdesak. Bumi mengandung banyak bahan radioaktif seperti
Uranium-238, Uranium-235 dan Thorium-232. Bahan bahan radioaktif ini
membangkitkan jumlah panas yang tinggi. Panas tersebut dengan sendirinya berusaha
untuk mengalir keluar, akan tetapi ditahan oleh mantel yang mengelilinginya.
Di permukaan bumi sering terdapat sumber-sumber air panas, bahkan sumber
uap panas.Panas itu datangnya dari batu-batu yang meleleh atau magma yang
menerima panas dari inti bumi. Memperlihatkan secara skematis terjadinya
sumber uap, yang biasanya disebut fumaroleatau geyser serta sumber air panas.
Magma yang terletak didalam lapisan mantel, memanasi lapisan batu padat. Diatas
batu padat terletak suatu lapisan batu berpori, yaitu batu mempunyai banyak lubang
kecil. Bila lapisan batu berpori ini berisi air, air itu turut dipanaskan oleh lapisan batu
padat yang panas itu. Maka akan menghasilkan air panas bahkan terbentuk uap. Bila

diatas lapisan batu berpori terdapat satu lapisan batu padat, maka lapisan batu berpori
berfungsi sebagai boiler. Uap dan juga air panas bertekanan akan berusaha keluar.

2.

Mineral Epidot
Mineral epidot mengindikasikan temperatur sekitar 220-250oC pada sistem

panas bumi (Innoue, 1995). Epidot merupakan mineral hidrotermal.

Epidot

merupakan salah satu mineral pengisi. Hal tersebut mengindikasikan adanya kenaikan
temperatur atau pemanasan pada sistem. Kumpulan mineral epidot juga

dapat

mengindikasikan fluida netral pada suatu lapangan panas bumi. Mineral Epidot dapat
diketahui melalui cirri fisiknya yaitu :

Berwarna kuning-kehijauan, hijau-kecoklatan dan hitam

Transparansinya buram

Frakturnya tidak rata


Epidot ini juga adalah salah satu mineral index dari batuan metamorf. Mineral

epidot ini terbentuk oleh faktor suhu yang tinggi, yaitu kerena aliran magma yang
melewati diatas mineral. Komposisi kimia yang terkandung dalam mineral epidot
umumnya adalah Al, B, Fe, O dan Si. Sifat optik mineral ini ditunjukan dengan
sistem kristal monoclinic. Mineral ini terbentuk pada kontak metamorfosa regional,
hasil alterasi dari mineral feldspar, piroksen, amphibol dan biotit.

Epidot yang terbentuk sebagai replacement dari masa dasar dan plagioklas
pada batuan andesit. Epidot juga terdapat sebagai urat (vein) pengisi rekahan pada
batuan dan sebagai vug pengisi rongga terutama pada andesit. Epidot yang terdapat
sebagai vein atau vug, terbentuk pada temperatur antara 260o 280o C (Lawless,
1994).

3. Adularia
Mineral adularia dapat terbentuk pada saat kondisi pendidihan ataupun
pendinginan. Fluida alkali klorida merupakan penyebab terbentuknya mineral
adularia Adularia sebuah feldspar mineraldan potasiumaluminosilikat (KAlSi 3 O 8).
Ini biasanya membentuk berwarna, kaca, prismatik, kristal kembar di suhu
rendah urat felsic batuan plutonik dan di rongga dalam sekis kristalin. Kejadian yang
umum termasuk dalam sekitar pegunungan Alpen. Adularia dan orthoclase mirip, tapi
adularia adalah pseudo-ortorombik. Sedikit perbedaan indeks bias, berat jenis , suhu
konversi mereka untuk sanidine (bentuk tinggi suhu feldspar kalium ), dan sudut
aksial, bagaimanapun menunjukkan adanya dua spesies yang berbeda. Adularia
memiliki sistem kristal monoklin. Monoklin adalah suatu sistem kristal yang hanya
mempunyai satu sumbu yang miring dari tiga sumbu yang dimilikinya. Sumbu a
tegak lurus terhadap sumbu b, b tegak lurus terhadap c, tetapi c tidak tegak lurus
terhadap sumbu a.

Adularia (KAlSi3O8), Mineral ini menunjukkan warna putih-pink, sistem


kristal monoklin, belahan 2 arah, kilap kaca, cerat putih dan menunjukkan bentuk
prismatik. Terbentuk pada suhu 7000 C, akibat proses hidrotermal dengan temperatur
yang rendah berupa urat.

4. Wairakei
Wairakei CaAl2Si4O122(H2O) adalah mineral yang menunjukkan warna
putih, dapat terbentuk pada suhu 6000 7000 C, akibat proses hidrotermal
(geothermal environment), proses metamorfisme burial dengan suhu yang rendah,
reksi dehidrasi dari laumontite pada sedimen tuff.
Morfologinya trapezohedron dalam ukuran mulai dari milimeter sampai
sentimeter. Steiner (1955) menemukan dan menjelaskan wairakei dari inti bor yang
diambil di lapangan panas bumi Wairakei, Taupo Vulkanik Zone, Selandia Baru.
Nama ini untuk lokalitas
Struktur kristalnya, kerangka wairakei adalah sama dengan analsim, ANA. Cincin
tetrahedral empat beranggota membentuk rantai dalam tiga dimensi, menghasilkan
susunan tetrahedral kompleks.
Dibandingkan dengan analsim, wairakei memiliki hanya setengah kation
saluran karena substitusi Ca2 + untuk 2Na +. Kedelapan ion Ca menunjukkan distribusi

pada enam belas posisi yang tersedia, yang juga berkorelasi dengan peningkatan (Si,
Al) order (Takeuchi dkk. 1979). Wairakei monoklinik memiliki enam simetri situs
tetrahedral independen. Empat ditempati oleh Si (abu-abu) dan dua oleh Al (hijau).
Ca (merah) adalah enam terkoordinasi untuk empat atom oksigen, terkait dengan dua
AlO4 tetrahedra, dan dua H2O molekul (biru). Setiap Na ditampung di M11 dan M12
situs (kuning, situs Na di analsim).
Komposisi kimia dari wairakei adalah kebanyakan wairakei terjadi baik dalam
sistem hidrotermal aktif atau di kelas rendah metamorf batuan. Komposisi wairakei di
kedua jenis terjadinya cenderung kaya dengan Si dan Ca. Meskipun morfologi
wairakei dan analsim identik, dua mineral ini mudah dibedakan dengan X-ray difraksi
serbuk.
Kemunculan wairakei, dengan pengecualian dari beberapa kejadian laut
dalam, wairakei berasal dari lingkungan yang memiliki atau memiliki suhu di atas
200 C dan tekanan kurang dari 50 MPa. Oleh karena itu, wairakei adalah umum
dalam sistem panas bumi aktif atau tidak aktif dan dalam beberapa metamorf aureoles
kelas rendah, terutama di mana terkait dengan pluton epizonal.
Wairakei terjadi di bagian suhu tinggi dari zona II terkait dengan laumontite
dan yugawaralite Seki (1973) mengamati bahwa metamorf wairakei umumnya
menunjukkan larutan padat yang luas dengan analsim. Wairakei pertama kali
ditemukan pada batuan dikeluarkan oleh uap dari lubang bor di Wairakei Kabupaten,

Selandia Baru (Steiner 1955). Kondisi terjadinya dalam sistem hidrotermal aktif
adalah panduan terbaik untuk interpretasi tua (fosil) bidang ubahan hidrotermal.
Pada Wairakei, wairakei terjadi pada kedalaman antara 440 dan 2.120 m
(tekanan hidrostatik dari 5,5-26,5 MPa) dan pada suhu antara 142 sampai 250 C
(Steiner 1955). Di tempat lain di Selandia Baru wairakei jarang ditemukan di bidang
Ohaki-Broadlands, tetapi di mana hal itu terjadi, suhu adalah antara 232 - 276 C
(Browne dan Ellis 1970) . Hal ini terutama terjadi di amygdales
Wairakei terjadi di semua bidang panas bumi utama Selandia Baru. Miosen ke
Pleistosen, andesiteic untuk batuan vulkanik dasit telah diubah dengan aktivitas
hidrotermal di daerah panas bumi Wairakei. Dengan kedalaman urutan zeolit
berlangsung dari mordenit ke laumontite untuk yugawaralite dan wairakite, yang
diikuti oleh prehnite dan epidot (Seki et al. 1983 dan Liou et al. 1985). Zona wairakei
berkisar suhu 100-140 C selama suatu interval kedalaman 160-600 m.

BAB III
PENUTUP

10

A. KESIMPULAN
Dari hasil penguraian materi yang telah dilakukan dalam penulisan ini, maka
dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Terbentuknya material panas dalam inti bumi menyebabkan terjadinya arus
panas konveksi yang dapat menggerakan lempengan kerak bumi sekaligus
mnyebabkan terjadinya transfer panas ke permukaan yang menjadi cikal bakal
dari pembentukan sistem panas bumi. Sebagai aturan, baik lokasi untuk
pengeboran harus dipilih setelah hasil studi geofisika telah terintegrasi dengan
yang diperoleh dari geologi, hidrologi, penyelidikan geokimia dan
penginderaan jauh, dan ambiguitas internal dan inkonsistensi telah
diselesaikan sejauh mungkin.
2. Mineral epidot adalah salah satu mineral index dari batuan metamorf. Mineral
epidot ini terbentuk oleh faktor suhu yang tinggi.
3. Mineral adularia dapat terbentuk pada saat kondisi pendidihan ataupun
pendinginan. Fluida alkali klorida merupakan penyebab terbentuknya mineral
adularia
4. Wairakei adalah mineral yang menunjukkan warna putih, dapat terbentuk
pada suhu 6000 7000 C, akibat proses hidrotermal.

B. SARAN
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam aspek eksplorasi sumber daya
panas bumi adalah dengan mineral. Jadi, apabila hasil studi menunjukan kelayakan
pada semua aspek yang telah dikaji termasuk didalamnya adalah adanya mineral

11

epidot, adularia dan wairakei maka pengembangan panas bumi di daerah tersebut
dinyatakan layak untuk dilakukan. Karena itu harus dilakukan dengan teliti dan
secara berlanjut untuk kegiatan eksplorasi panas bumi.

Daftar Pustaka
Badan Geologi, 2014. Sumber Daya

Panas Bumi Indonesia, Bandung : Pusat

Sumber Daya Geologi

12

Browne, P.R.L., 1970 : Hydrothermal Alteration as an aid in investigating


Geothermal fields. Geoth. Special issue
Browne, P.R.L. and Ellis, AJ. 1970 : The Ohaki Broadlands Hydrothermal Area, New
Zealand; Mineralogy and Associated Geochemistry , American Journal of
Science 269: 97 131 p
Gupta H., dan Roy S., 2007. Geothermal Energy : An Alternative Resource For The
21ST Century, Amsterdam: Elsevier.
Nicholson, K. , 1993. Geothermal Fluids Chemistry and Exploration Technique
Springer Verlag, Inc. Berlin
Saptadji, N.M Ir, Ph.D. 2001. Teknik Panas Bumi, Departemen Teknik Perminyakan,
ITB, Bandung
Sumintadireda, P, 2005. Vulkanologi dan Geotermal, Teknik Geologi, Institut
Teknologi Bandung

13

Anda mungkin juga menyukai